Lusi sampai rumah tepat pukul setengah 10 malam. Mungkin karena selama di jalan, dia sengaja memperlambat laju mobil ini.Bukan tanpa alasan, itu semua demi keselamatannya sendiri. Hati Lusi sedang kacau, belum lagi otaknya yang tidak berhenti memikirkan pembicaraan Raka dan Mila tadi.Kesadarannya masih waras. Masih ada Alia yang membutuhkan Lusi. Dia tidak boleh gegabah dalam mengambil tindakan, apalagi kalau sampai mencelakai diri untuk laki-laki bejad seperti Raka. Tidak.Sesampainya di rumah, Lusi mengucapkan terima kasih kepada tetangga sebelah yang bernama Ibu Murni. Kalau ibunya masih hidup, mungkin beliau seusia Bu Murni.Lusi mengganti bensin yang ada di mobilnya, tapi tidak diberitahukan. Sebelum dia pulang, Lusi juga memberinya kue yang masih dibungkus utuh.Tadinya kue ini untuk Mila saat dia menyuruhnya untuk datang ke tempatnya bekerja. Tetapi diurungkan karena pengakuan mengerikan dari dua pengkhianat itu.Dari pada mubazir, sebaiknya Lusi berikan saja pada Bu Murni. D
"Kok gak bisa? Kan biasanya juga Ibu minta sama kamu. Kenapa sekarang harus sama Raka?" tanya Ibu dengan nada yang sedikit dinaikkan.Dia sepertinya kesal karena penolakan Lusi. Tetapi, maaf saja. Karena perbuatan Raka, Ibu harus terkena imbasnya."Sekarang lain lagi, Bu. Atau begini saja. Lusa Ibu ikut saja denganku menemui Mas Raka, nanti kita minta sama-sama, ya, Bu?""Em, I-iya, deh."Terdengar Ibu meragu. Tetapi, dia juga tidak punya pilihan lain. Lusi juga melakukan ini bukan tanpa alasan.Besok, Lusi akan bertemu dengan dua pengkhianat itu. Dia ingin mempercepat pernikahan Mila dan Raka. Setelah itu, barulah akan diberitahu Mila siapa Raka sebenarnya.Kalau benar Mila mencintai suaminya, Lusi yakin dia akan menerima Raka bagaimanapun keadaannya. Lalu, kalau Mila protes dan tak terima keadaan Raka, maka cintanya itu hanyalah omong kosong belaka.Lusi mengakhiri panggilan dengan Ibu dan bergegas untuk istirahat. Badan, pikiran dan hatinya amat lelah. Semoga saja besok hati Lusi l
"Ya Tuhan!"Lusi berseru sembari refleks melempar isi amplop itu ke meja. Syok, jantungnya sampai berdetak tak menentu. Keringat dingin bercucuran begitu saja.Apa penglihatannya tak salah? Dengan gemetar, tangan Lusi kembali meraih isi amplop itu. Foto-foto Mila tengah beradegan syur dan bahkan ada yang tanpa busana."Tuhan, apa ini? Kenapa foto-foto ini ada di meja kerja suamiku? Akh, apa yang aku lewatkan?!"Lusi meremas rambut dengan kencang, berusaha mengingat-ingat tentang kejadian yang mungkin saja ada kaitannya dengan foto-foto itu. Tetapi, hasilnya nihil.Lusi tidak merasa ada kejadian janggal sampai foto-foto itu ada di meja ini. Sesuatu tiba-tiba saja terlintas di benaknya.Tentu saja. Raka bisa dengan bebas menyimpan barang tak bermutu ini di ruang kerjanya. Karena selama ini, Lusi jarang bahkan hampir tidak pernah mengecek secara detail di ruangan ini.Lusi terlalu percaya kepada Raka, sampai tidak melihat celah yang bisa saja menjadi sebab suaminya berbuat jahat seperti
"Kamu harus hadir, Lus. Menyaksikan betapa bahagianya kami melangsungkan pernikahan yang mewah dan membahagiakan. Dan kupastikan itu lebih dari semua yang pernah kamu alami dengan Mas Raka," tuturnya tiba-tiba membuat Lusi terdiam sembari menatapnya dengan datar.Dilirik sekilas Raka yang hanya diam dan menatap Lusi sendu. Dia sama sekali tidak menghentikan mulut jahat pacarnya itu. Raka pengecut sekali."Ah, iya. Setelah aku sudah menikah dengan Mas Raka, maka aku yang akan menjadi Nyonya besar dan Nyonya utama. Dia akan membelikan rumah yang mewah, lebih mewah dari rumah yang kamu tinggali," lanjut Mila, kali ini membuat Raka langsung menoleh."Apa maksudmu? Aku tidak pernah menjanjikan itu, Mila," elak Raka dengan wajah tegang."Loh, memang tidak. Tapi, aku mau rumah besar yang lebih besar dari punya Lusi."Raka menatapnya tajam sembari menggeleng-gelengkan kepala. Dia pasti kewalahan karena permintaan Mila. Apalagi Raka belum jujur juga siapa dirinya sebenarnya?Harga diri suaminy
Setelah Lusi membuat laporan ke kantor polisi, dia pun memilih pulang. Sebelumnya, Lusi meminta polisi menggerebek mereka besok pagi.Kalau sekarang, Lusi yakin mereka sedang tidak ada di kontrakan. Sekarang, dia memilih di rumah untuk membereskan semua barang-barang Raka. Jadi, kalau penggerebekan itu berhasil, Lusi tinggal lempar koper berisi baju dan barang-barangnya.Selain itu juga, Lusi mencari semua berkas-berkas penting yang berisi tentang kepemilikan usahanya. Termasuk kepemilikan kos-kosan dan kontrakan yang dihuni si jalang itu.Kalau Mila tidak percaya jika kekayaan yang Raka kelola itu miliknya, Lusi akan memperlihatkan bukti-bukti valid yang berkekuatan hukum. Pasti Mila syok dan malu berat.Namun, itulah tujuan Lusi. Membuat jalang itu merasa malu, saking malunya tak ada tempat untuknya bersembunyi. Lihat saja nanti.Cukup lama Lusi membereskan semuanya, sampai tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 11 siang. Dia beristirahat sejenak, sembari mempersiapkan makan siang
"Loh, Lus. Ngapain ada polisi? Lagian, kenapa kita ke sini? Ini, kan, kontrakan kamu," ucap Ibu mengajukan banyak pertanyaan pada Lusi.Lusi hanya tersenyum tanpa memberikan jawaban sepatah kata pun. Dia memilih berbicara dengan polisi untuk menyusun strategi penangkapan pasangan kumpul kebo itu."Lus, ini ada apa, sih? Jangan buat Ibu takut, dong. Siapa yang mau digerebek?" Ibu terus-terusan bertanya dan lagi-lagi Lusi hanya tersenyum padanya. "Nanti juga Ibu tahu. Ibu ikut saja, ya.""Loh, gak bisa gitu dong, Lus. Kan Ibu ikut kamu mau ketemu Raka, bukan mau ikut-ikutan grebek orang. Gimana, sih kamu!" Kali ini, Lusi tak menimpali ucapan Ibu dan memilih fokus mengikuti langkah polisi. Beberapa penghuni kontrakan sudah keluar, entah untuk bekerja atau menyaksikan mereka yang sedang berjalan menuju kontrakan paling ujung.Ibu masih saja meracau dan Lusi membiarkannya saja. Jantungnya berdetak dengan sangat kencang. Bahkan Lusi merasakan telapak tangan yang mulai dingin.Ini memang r
"Apa? Jangan asal bicara kamu, Lus! Mana mungkin anak saya seperti itu!" sergah Ibu dengan nada tinggi.Lusi tak menyahutnya dan memilih untuk mempersilakan Pak polisi untuk masuk, tapi tiba-tiba saja Raka menghalangi."Tu-tunggu, Pak. Kalian tidak bisa masuk tanpa surat penangkapan," ujar Raka membuat Lusi curiga.Kenapa dia menahan polisi untuk masuk? Padahal, biasanya laki-laki itu hanya akan diam jika posisinya sudah terpojok. Pasti ada sesuatu yang membuatnya seperti ini.Salah satu dari polisi itu menyerahkan surat penangkapan. Terlihat Raka terburu membuka isinya, lalu wajah itu pun langsung pasi dan tegang."Lus, kamu melaporkan aku dan Mila?" tanya Raka dengan nada bergetar, tangannya pun ikut bergetar.Terlihat Ibu kembali kaget. Dia menatap Lusi dengan melotot. "A-apa? Kamu melaporkan suamimu sendiri? Istri macam apa kamu?!" Ibu langsung menunjuk wajah Lusi yang secara langsung menunjuk kamera yang sedang aktif.Terlihat banyak komentar bermunculan. Mereka memaki Ibu dan
Penghungi kontrakan ini berkumpul di luar rumah, sementara 2 polisi, 2 pengkhianat, Lusi berserta Ibu memilih untuk di dalam. Lusi membiarkan pintu terbuka, karena mereka menunggu RT setempat.Ini juga Lusi lakukan agar semua orang tahu kalau Raka dan Mila itu sepasang jalang yang wajib dihukum sosial maupun pidana.Lusi masih mengaktifkan siarang langsung. Akun tadi yang menawar harga Mila kembali berkomentar dan mungkin ini kesempatan Lusi lagi untuk mempermalukan wanita ular itu."Oh, Mila. Ada satu akun yang mau menawarmu. Katanya, dia berani bayar mahal agar bisa tidur denganmu," ucap Lusi menggundang riuh omongan orang-orang yang berkerumun di luar.Beberapa di antara mereka bahkan mengeluarkan ponselnya dan ikut melakukan siaran langsung. Hebat sekali. Ini adalah hari yang tak akan pernah Lusi lupakan.Mila mendelik kepada Lusi dengan wajah yang kembali memerah. Dia tak memberikan kata-kata timpalan, melainkan menunduk dan menyembunyikan wajahnya dengan rambutnya yang tergerai