Share

Kudapatkan Cinta Playboy
Kudapatkan Cinta Playboy
Penulis: Asih Leta

Permintaan Tuan Adam

"Aku akan menjamin hidup dan keluargamu, asalkan mau menikah dengan putraku.”

Kata-kata itu menghantam kesadaran Melati seperti badai yang tiba-tiba menerjang di siang hari yang tenang. Matanya melebar, keningnya berkerut, tak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. Dia menatap pria di hadapannya, Tuan Adam, bos besar di perusahaan ini, yang kini duduk dengan sikap penuh wibawa di balik meja kerjanya yang besar dan mewah.

"Maaf, Tuan." Suara Melati terdengar ragu. 

Ia yakin, pasti ada sesuatu yang salah. Mungkin dia salah dengar. Namun tatapan tajam pria tua itu membuktikan bahwa ucapannya bukanlah gurauan. Tidak ada cengiran, tidak ada tanda-tanda bahwa ini hanya percakapan biasa antara seorang CEO dan pegawai rendahan seperti dirinya.

Tuan Adam, pria paruh baya dengan rambut mulai memutih di beberapa bagian, memiliki reputasi yang tak terbantahkan di kalangan pebisnis. Semua orang tahu, dia adalah pria pekerja keras yang tidak mudah dipengaruhi emosi. Namun, saat ini, tawaran absurd yang keluar dari mulutnya benar-benar membuat Melati terpaku.

"Kamu tidak salah dengar, Melati," lanjutnya dengan nada datar, "Menikahi putraku adalah satu-satunya syarat. Jika kamu setuju, aku akan memastikan keluargamu terbebas dari segala beban finansial, selamanya."

Sekujur tubuh Melati terasa kaku, seolah udara di dalam ruangan ini mengental dan menekannya. Ia mengerjap, mencoba mengatur napas yang tiba-tiba menjadi berat. Pertanyaan-pertanyaan berputar dalam benaknya. Kenapa harus dia? Kenapa Tuan Adam menawari sesuatu yang begitu gila? Dan yang paling penting, kenapa pria seperti Dewa, putra satu-satunya Tuan Adam yang juga bosnya membutuhkan pernikahan semacam ini?

Pikiran Melati terlempar kembali pada beberapa bulan terakhir sejak bekerja di perusahaan ini. Ia tak pernah terlalu dekat dengan Dewa, hanya tahu pria itu sebagai bos yang tampan. Namun, terkenal playboy. Setiap karyawan di kantor selalu berbisik-bisik tentang hubungan asmara Dewa yang tak pernah bertahan lama. Jadi, kenapa pria seperti Dewa, yang bisa mendapatkan wanita mana pun yang diinginkannya, membutuhkan istri—apalagi seorang istri yang dipilihkan oleh ayahnya? Jelek lagi.

Melati menelan ludah, mencoba merangkai kata yang tepat. "Tian Adam, saya ... saya tidak mengerti. Kenapa saya? Dan kenapa bos Dewa? Saya hanya pegawai biasa di sini.”

Tuan Adam tidak langsung menjawab. Pria tua itu menatapnya sejenak, seakan sedang menimbang-nimbang sesuatu. Kemudian, dengan napas yang terdengar berat, ia bersandar di kursinya.

“Melati, kamu mungkin tidak tahu, tapi Dewa —” Tuan Adam menghela napas, “Dia membutuhkan seseorang yang bisa membawanya kembali ke jalan yang benar. Dan aku melihat itu ada pada dirimu.”

Mata Melati semakin melebar. Apa maksudnya? Jalan yang benar? Apa yang sebenarnya terjadi dengan Dewa?

“Tapi ... Tuan, mana mau bos Dewa menikah dengan saya yang jelek ini,” ujar Melati, kebingungan bercampur kegelisahan menguasai dirinya.

“Aku tahu. Dan justru itu yang membuatmu spesial,” jawab Tuan Adam dengan nada tegas. “Aku telah mengamatimu, Melati. Kamu pekerja keras, jujur, dan ... kamu memiliki hati yang tulus. Sifat-sifat itulah yang hilang dalam kehidupan Dewa sekarang. Dia butuh seseorang seperti kamu.”

"Tapi saya jauh dari kriteria wanita yang diinginkan bos Dewa," imbuh Melati.

"Cantik itu nomor dua, Melati. Mencari wanita dengan hati yang cantik itu sulit," jawab tuan Adam dengan bijaksana.

Melati hanya bisa menatap kosong. Ini benar-benar di luar nalar. Seumur hidupnya, ia tak pernah membayangkan akan terjebak dalam situasi seperti ini, diminta menikahi seseorang demi menyelamatkan hidup keluarganya. Bukankah ini terdengar seperti skenario dalam drama televisi yang sering ia tonton di malam hari? Tapi ini nyata. Dan bukan hanya keluarganya yang dipertaruhkan, melainkan masa depannya sendiri.

Melati menarik napas panjang, mencoba mengumpulkan keberanian. “Maaf, Tuan Adam, sepertinya saya tidak bisa menerima tawaran ini. Saya tidak bisa menikah hanya karena alasan seperti itu.”

Kata-kata itu terasa berat, tetapi ia tahu dirinya harus menolaknya. Pernikahan, baginya, adalah hal sakral dan sesuatu yang tidak bisa dibangun atas dasar transaksi atau perjanjian bisnis. Dan apalagi dengan pria seperti Dewa, yang jelas-jelas jauh dari tipe pria yang jelas akan menolak mentah-mentah dirinya yang jelek.

Tuan Adam tampak tenang, namun ekspresinya berubah sedikit lebih serius. “Aku bisa mengerti bahwa ini mengejutkan bagimu. Tapi aku harap kamu akan mempertimbangkan tawaranku lebih dalam. Ingat, ini bukan hanya tentang kamu. Ini juga tentang keluargamu.”

Melati terdiam. Ya, keluarganya. Tantenya yang merawatnya semenjak kedua orang tuanya meninggal,kini sedang menghadapi masalah ekonomi. bahkan ia harus bekerja ekstra demi bisa membantu keuangan tantenya itu.

“Aku tidak memintamu menjawab sekarang,” lanjut Tuan Adam. “Ambil waktu untuk berpikir. Aku yakin kamu adalah orang yang bijak, Melati. Dan ingat, hidup tidak selalu memberikan kita pilihan yang kita inginkan, tapi kita harus memilih pilihan yang paling kita butuhkan.”

Melati hanya bisa mengangguk pelan, tak mampu menemukan kata-kata yang tepat. Tawaran itu terlalu besar, terlalu menggoda, tapi juga terlalu berisiko.

Tak lama Dewa pun masuk, ia duduk tanpa tahu apa yang baru saja dibicarakan antara ayah dan sekretaris jeleknya. 

"Dewa, papa sudah membuat keputusan," ucap tuan Adam pada putra semata wayangnya.

"Keputusan apa?" Dewa mengerutkan kening karena mencium hal yang tak beres dari ucapan ayahnya.

"Papa ingin kamu menikah dengan Melati," jelas tuan Adam.

"Apa!" Dewa hampir tidak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya.

"Aku sudah memikirkan hal ini matang-matang, Dewa. Melati adalah wanita yang baik dan setia. Dia bisa menjadi pasangan yang tepat untukmu."

Dewa masih tak percaya dengan keputusan sang ayah yang dianggap di luar nalar. Soal perjodohan bisa ia maklumi, tapi yang menjadi masalah calonnya adalah Melati si sekretaris jeleknya.

"Papa tak salah memilih istri untukku? Dengan menjadikan dia sekretarisku saja itu sudah sangat menjengkelkan," protes Dewa dengan nada mengejek pada Melati.

"Tidak, dia sekretaris handal. Kinerjanya tak perlu di pertanyakan lagi. Aku yakin dia juga bisa menjadi istri idaman," puji Tuan Adam.

"Masih banyak wanita cantik di luar sana, kenapa harus dia?"

Tuan Adam hanya menghela napas, yah inilah putranya yang selalu membantahnya. Namun, ia tetap akan memaksa agar Dewa menerima Melati sebagai istri bagaimanapun caranya.

"Tetapi dalam bisnis, kita tak mengenal kecantikan," kilah tuan Adam.

"Kenapa, Papa tak nikahi saja dia, malah memberikannya padaku." protes Dewa lagi.

"Aku lihat kau berpotensi, dan dia adalah pasangan yang tepat untukmu. Daripada sekretaris lamamu yang hanya menghabiskan uang kantor itu," sindir tuan Adam.

"Aku tidak mau!" tolak Dewa.

"Kalau perusahaan maju di tanganmu, aku akan mewariskan semua hartaku atas namamu. Tetapi, jika sebaliknya, kau tak akan mendapat apapun." Tuan Adam memberikan pilihan yang sulit bagi Dewa.

Kini giliran Dewa menghela napas, ia ingin melawan tetapi demi harta dan ibunya yang sering sakit-sakitan ia terpaksa menerima pernikahan itu.

"Apa tak ada wanita lain?" tawar Dewa lagi. Berharap ini adalah prank dari ayahnya.

"Tak ada, dia yang akan menjadi istrimu titik!" tegas tuan Adam. "Jika kau menolak tanda tangani surat resign menjadi ahli warisku!"

Dewa melempar tatapan tajam ke arah Melati, membuat si pemilik kacamata tebal itu kebingungan.

"Puas!" bentak Dewa pada Melati yang sedari tadi hanya diam mendengar percakapan ayah dan anak itu.

Bersambung

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status