"Gara-gara membantumu aku jadi sudah melanggar perjanjian itu! Lagipula sepertinya akan susah kita berpisah karena papa dan mama tak akan semudah itu melepaskan kita," jelas Dewa.
Entah mengapa Melati sedikit bahagia mendengar jika perjanjian itu dibatalkan. Setidaknya ada tempat untuk ia berlindung. Selama ini dia merasa hidup seorang diri, satu-satunya keluarga yang ia punya justru menjadi musuh terbesarnya.
Bertahun-tahun Melati harus hidup sendirian melawan setiap masalah yang ia hadapi. Bertahun-tahun juga ia harus menyembunyikan luka yang selama ini membelenggunya.
Kedatangan Dewa seperti sinar matahari yang menerangi dunianya. Ia tak menyangka jika orang yang selalu mencemoohnya justru menjadi pelindungnya saat ini. Persetan dengan alasan apa mereka terikat dalam hubungan pernikahan ini, yang pasti bagi Melati saat ini dia menemukan tempat berlindung.
"Jadi, Kau mau membuat perjanjian baru?" tebak Melati.
Dalam hati ia berdoa agar Dewa tak memikirkan lagi tentang surat perjanjian karena ia ingin tempat ini akan selalu menjadi miliknya.
"Untuk sementara otakku belum menemukan ide, tidak tahu besok," jawab Dewa.
Melati melebarkan senyumnya, tapi ya dia tak boleh bahagia dulu karena lelaki yang terkenal dengan aungan serigalanya jika sedang marah itu gampang berubah pikiran.
Melati memilih menyiapkan pakaian untuk sang suami. Ya karena meski baru kemarin mereka menikah hari ini semua harus berjalan normal kembali. Tahu sendiri siapa si Dewa. Dia paling benci melihat karyawannya yang bermalas-malasan dalam bekerja. Jadi sebagai bos, tentu dia harus memberikan contoh yang baik.
Keduanya tetap datang ke kantor seperti biasa, tak ada hari spesial bagi pasangan pengantin baru itu. Mereka juga bersikap seperti biasa di kantor. Dewa langsung masuk ke ruangannya, sementara Melati menuju ke pantry untuk membuatkan kopi.
"Melati," panggil Heru, teman satu kantornya.
Melati menghentikan langkahnya dan menoleh saat namanya dipanggil.
"Mas, Heru. Ada apa, Mas?" tanya Melati sopan.
"Kemarin Kamu tidak berangkat. Ada apa?" tanya Heru.
"Ada urusan, Mas," jawab Melati.
"Sukurlah, aku kita Kamu sakit," ucap Heru.
"Alhamdulillah, aku sehat," jawab Melati dengan senyum manisnya.
"Ehem." Dewa berdeham saat melihat dua sejoli itu sedang berduaan di depan pantry.
"Selamat pagi, Bos," sapa Heru saat melihat Dewa sudah berdiri di depan pintu.
Melati pun menoleh, ia bingung kenapa Dewa menyusulnya. Padahal biasanya boro-boro menyusul, yang ada dia mengandalkan aungan serigalanya.
"Ada apa, Bos?" tanya Melati tanpa rasa bersalah karena memang dia tidak salah.
"Kau mau buat kopi atau pacaran di kantor!" bentak Dewa saat melihat Melati hanya berdua dengan Heru.
Mungkin itu sudah sering ia lihat, akan tetapi sekarang sangat berbeda kondisinya. Bagaimana saat ibunya melihat kelakuan menantunya itu? Hal ini yang membuat Dewa marah-marah.
"Akhirnya raungan serigalanya keluar juga." batin Melati.
"Maaf, Bos. Kami hanya mengobrol sebentar," kilah Melati.
"Jadi ini pekerjaanmu di belakangku!" hardik Dewa.
"Bukan itu maksudku, Bos. Akan aku jelaskan di ruangan, Anda." Melati menarik lengan Dewa agar menjauh dari sana.
Melati tidak ingin Heru menjadi sasaran kemarahan Dewa. Kalau dia, jangan ditanya lagi. Melati sudah terbiasa dengan semua itu.
"Ada apa dengan Melati, Mas?" tanya Rara saat melihat sahabatnya itu menarik lengan Dewa.
"Melati disuruh membuat kopi, tapi tadi kami mengobrol sebentar dan seperti biasa bos kita yang paling kalem itu mau bermanja-manja sama Melati," seloroh Heru.
"Bahasamu itu kok menggelikan sih, Mas. Yang ada Melati bakal kenyang karena umpatan dan teriakan bos kita."
"Ya, itu hanya umpama. Hehe ...."
Di dalam ruangan Dewa Melati mulai menarik nafas dalam-dalam dan membuangnya perlahan. Ya, ritual ini penting sebelum menghadapi Dewa agar dia tak pingsan.
"Bos, maaf ya tadi saya mengobrol sebentar dengan mas Heru," jelas Melati.
"Buka telingamu lebar-lebar, dengarkan apa yang akan aku katakan!" bentak Dewa.
"Iya, Bos." Melati menundukkan kepalanya sebagai rasa hormatnya pada sang bos.
"Mau bagaimana dan apa alasannya pernikahan kita, tetap saja Kau sudah menjadi istriku. Aku harap Kau bisa menjaga attitude di manapun, termasuk kantor. Apa kau paham?"
"Paham," jawab Melati.
Melati memperhatikan wajah suaminya. Ia masih tak percaya sekarang statusnya adalah seorang istri, apalagi suaminya adalah pengusaha berwajah tampan dan menjadi idola para wanita. Ia merasa beruntung menjadi wanita yang bisa ada di samping Dewa.
Kegiatan di kantor pun berjalan normal seperti biasa, tanpa ada yang curiga dengan pernikahan tersembunyi Melati dan sang bos.
Jam kantor pun berakhir, Dewa memutuskan pulang terlebih dahulu. Sementara Melati seperti biasa menyelesaikan beberapa tugas yang diberikan Dewa padanya.
"Melati!" panggil Rara sambil berlari menghampiri sahabatnya itu.
"Rara!" Melati melambaikan tangannya agar Rara dapat melihatnya.
"Jalan apa naik jet sih, Mel?" Rara tampak ngos-ngosan karena berlari mengejar Melati.
"Yang kamu lihat apa?" Melati malah balik bertanya.
"Melati aku mau bertanya jawab yang jujur ya?"
"Apa?" Melati memutar bola matanya.
"Kemarin aku ke rumah mu dan tetanggamu bilang salah satu gadis di rumah itu sedang menikah. Apa itu yang membuatmu tak berangkat?" cecar Rara.
"Apaan sih, Ra?" Melati mencoba menyembunyikan kebenarannya.
"Mel, aku ini sahabatmu bukan mulai sekarang tapi dari dulu. Kamu beneran tidak mau jujur?" Rara semakin mendesak Melati.
"Lihatlah wajahmu, Kau paling tak pandai berbohong," imbuh Rara.
"Dasar menyebalkan!" umpat Melati.
"Mau jujur, atau aku yang akan menebak?"
Rara membeli pilihan yang sulit pada Melati.
Melati menghela nafas panjang, ya mau seperti apa dia menyembunyikan sesuatu dari Rara, pasti wanita itu akan tahu juga. Bahkan Rara juga salah satu orang yang tahu semua tentang Melati.
"Iya," ucap Melati.
"Jadi benar Kamu yang menikah?" Suara Rara membuat beberapa karyawan lain yang belum pulang menoleh pada mereka.
Melati pun menutup kikut Rara dengan tangannya karena ia takut semua akan tahu kebenarannya.
"Itu mulut apa toa?" gerutu Melati yang jengkel karena Rara berbicara dengan nada tinggi.
"Iya, maaf. Aku terlalu terkejut," bela Rara.
"Siapa dia?" rengek Rara.
"Bos kita," jawab Melati.
"Melati jangan bercanda!" seru Rara.
"Aku tidak bercanda," bisik Melati.
Rara hanya bisa melongo mendengar kabar mengejutkan ini. Ia masih tak percaya, tapi melihat sikap Dewa tadi membuat dia sedikit percaya.
"Apa yang membuat kalian menikah?" tanya Rara lagi.
"Tuan Adam yang memintanya, jadi kami tidak bisa menolak," jelas Melati.
"Apa Kau bisa bertahan dengan pernikahan ini? Kau tahu sendiri siapa bos kita." Rara terlihat takut jika sahabatnya itu hanya akan dimanfaatkan saja.
Ponsel Melati terus berbunyi, membuat acara curhat mereka terganggu. Melati melihat siapa yang menghubunginya?
"Tante?"
Bersambung.
"Siapa, Mel” tanya Rara.“Tante,” jawab Melati sambil mengangkat panggilan itu.“Melati Kau tak lupa hari ini ‘kan?” Ratna mengingatkan Melati akan sesuatu.“Ya, aku akan segera mentransfer uang yang, Tante butuhkan,” jawab Melati.Melati mentransfer sejumlah uang yang ia miliki ke Ratna. Hal ini sudah terjadi semenjak Melati bekerja, padahal ia tahu selama ini Ratna mengasuh dan membesarkannya dengan uang kedua orang tuanya, bukan uang milik tantenya. Ia mengetahui semua itu saat pengacara ayahnya memberitahunya.“Kenapa tantemu tak pernah berubah?” tanya Rara yang geram karena sudah bisa menebak alasan Ratna menghubungi Melati.“Sulit untuk ia berubah,” jawab Melati.“Harusnya Kau minta bantuan bos, agar tantemu tak mengganggu lagi,” saran Rara.“Kau pikir aku siapa? Kami hanya menikah pura-pura,” jelas Melati.“Jadi, apa ada malam pertama?” tanya Rara yang sangat penasaran.Melati melirik tajam ke arah sahabatnya itu, bagaimana bisa memilih malam pertama menjadi pertanyaan? Dia saj
Dewa menoleh ke arah Melati, lewat matanya ia meminta sang istri untuk membantunya menjawab pertanyaan mama Ria. Namun, Melati enggan membantunya. Melati memilih diam dan menyimpan Wajah Dewa seketika memerah menahan amarah, rasanya dia ingin melempar Melati sejauh mungkin agar tak ia lihat. Dewa sangat geram pada Melati yang benar-benar tidak mau mengganggunya."Dewa, jawab mama!" bentak Mama Ria."Itu, Ma." Dewa menghentikan kalimatnya karena tak menemukan ide."Jangan bilang jika Kamu masih bermain dengan wanita di luar sana!" hardik mama Ria."Tidak, Ma. Dewa janji mulai detik ini tidak akan melakukan hal itu lagi." Dewa mengangkat kedua jarinya."Melati, apa yang dikatakan Dewa benar?" Kini mama Ria pun bertanya pada menantunya.Melati memikirkan apa yang akan dia ucapkan agar ibu mertuanya percaya sedangkan menemukan kalimat yang bisa meyakinkan mama Ria itu bukan hal yang mudah. Namun, tiba-tiba Melati punya ide.Ia "Itu, Ma disengat lebah betina," jawab Melati asal."Lebah,
"Aku mau," lirih Melati dengan nada tak meyakinkan."Padahal ini kewajibanmu, tapi Kau bahkan tak bisa meyakinkanku," cibir Dewa."Bos, aku—""Sudahlah, ingat jangan ganggu aku besok!" sela Dewa.Melati hanya bisa meremas ujung bajunya, ia merasa sakit hati mendengar sang suami yang memiliki mulut pedas melebihi pedasnya sambal. Bagaimana bisa seorang suami mengatakan akan berkencan dengan wanita lain dan menyuruh istrinya untuk tidak mengganggu?Namun, Melati memilih untuk tidur daripada meladeni si mulut pedas itu. Biar saja ia akan mengurusnya besok. Malam ini ia ingin mengistirahatkan tubuh dan otaknya dulu.Langit pagi tampak begitu cerah secerah hati Melati. Lho kok bisa cerah? Padahal hari ini suaminya akan berkencan dengan wanita lain. Tenang, Melati itu cerdas dan dia sudah menyiapkan berbagai rencana untuk menghadapi suaminya."Kenapa senyum-senyum, Kamu masih waras?" tanya Dewa sambil memasang dasi."Waras lah, Bos. Aku hanya sedang bahagia saja," jawab Melati sambil mengam
"Setiap lelaki tak hanya memandang fisik seseorang, kadang sebagian dari mereka hanya melihat apakah wanita itu liar atau tidak," jelas Dewa dengan nada penuh penekanan."Baik, Bos. Sebisa mungkin aku akan jaga diri," jawab Melati.Mereka pun masuk ke mobil dan segera menuju lokasi meeting yang sudah Melati siapkan. Selama perjalanan mereka berdiskusi tentang meeting yang akan dilaksanakan. Dewa akui kinerja Melati sangat luar biasa. Ia baru menemukan sekretaris seperti dia, yang sangat total dalam bekerja.Sesampainya di lokasi Dewa langsung menuju meja yang sudah disiapkan Melati. Tuan Robert pun sudah ada di sana. Dewa dan Melati pun langsung duduk."Senang bisa bertemu dengan pengusaha muda seperti, Anda," ucap tuan Robert sembari mengulurkan tangannya."Senang juga bisa bertemu dengan, Anda tuan Robert," ucap Dewa sambil menjabat tangan tuan Robert."Dia, sekretarismu?" Tuan Robert menunjuk Melati."Ya," jawab Dewa singkat."Wanita cantik, sayang dia menyembunyikan kecantikannya
Melati tersenyum lega mendengar kalimat demi kalimat yang keluar dari mulut tuan Robert. Ketakutannya sirna sudah ketika tahu jika lelaki paruh baya itu hanya menguji suaminya. "Jadi kerja sama ini masih bisa dilanjutkan?" Tuan Robert kembali bertanya.Dewa terlihat berpikir, ia masih dikuasai api amarah jadi pantas saja ia masih belum percaya apakah lelaki di hadapannya itu benar-benar serius dalam ucapannya atau hanya mempermainkannya."Tuan, saya minta maaf dengan hal yang sudah saya lakukan tadi. Tapi percayalah, saya hanya menguji, Anda." Tuan Robert mencoba memastikan Dewa."Baiklah kali ini saya mempercayai, Anda. Tapi jika hal seperti tadi terjadi lagi, jangan salahkan saya jika lepas kendali," ucap Dewa penuh ancaman."Siap, Tuan. Tenang saja, saya juga seperti, Anda," ujar tuan Robert."Seperti saya?" Dewa mengulang kalimat tuan Robert."Ya, seperti, Anda. Meski kita dikenal sebagai playboy, tapi kita tetap setia dengan satu wanita," jelas tuan Robert.Dewa tersenyum masam,
"Sayang, papa bukan benci atau sebagainya. Papa hanya ingin Kau menjadi lebih baik," imbuh mama Ria."Jika itu kata, Mama Dewa paham. Sebenarnya ini sulit untukku," lirih dewa.Mama Ria memeluk putranya, ia juga sebenarnya tak tega, akan tetapi demi kebaikan sang putra ia harus menyingkirkan egonya."Ada Melati yang bisa menjadi tempat untukmu bersandar, mama juga akan sering berkunjung ke rumah kalian," ucap mama Ria yang berharap bisa dimengerti Dewa.Dewa mengangguk, meski hati kecilnya menolak akan keputusan ayahnya itu. Melihat putranya setuju ia pun memanggil Melati untuk mulai mengemas pakaian mereka. Ya, meski besok mereka baru pindah tapi tak ada salahnya 'kan bersiap sekarang?Melati mulai mengemas semua pakaian mereka, ia hanya menyisakan beberapa pakaian agar saat mereka menginap di sini masih ada baju ganti. Sesekali Melati melirik ke arah Dewa yang masih tampak muram itu. Melati langsung memalingkan wajahnya saat Dewa menatapnya.Melati semakin panik saat si mulut pedas
Bab 12 "Siap diusir," jawab Dewa dengan nada tak suka."Pa, ayo kita sarapan!" Ajak mama Ria agar suasana tak semakin menegangkan.Lagi-lagi tuan Adam hanya tersenyum melihat sikap putranya, ia sama sekali tidak marah karena Dewa terus berdebat dengannya. Ia justru bahagia karena masih diberikan kesempatan untuk bercanda dengan putranya. Ya, tuan Adam menganggap ini adalah bercanda ala dia, bentuk kasih sayang antar ayah dan anak."Tempat untuk menampung kami, seperti istana atau gubuk reyot?" Dewa melontarkan pertanyaan pada ayahnya."Gubug yang nantinya akan Kau bangun menjadi istana," jawab tuan Adam disertai senyum."Papa semakin membuatku kehilangan kesabaran!" bentak Dewa."Mas, sabar. Dia papa, tak seharusnya Kamu membentaknya," ucap Melati mencoba mengingatkan Dewa."Diam dan tak usah ikut campur!" Dewa malah membentak Melati."Aku akan diam jika Kau diam!" Melati tak mau kalah dari si mulut pedas.Tuan Adam menatap kagum pada menantunya yang berani membentak putranya yang su
Ratna langsung mematikan panggilan teleponnya. Ia sangat ketakutan saat mendengar suara Dewa. Itu jelas membuat si mulut pedas itu tambah murka. "Jangan angkat panggilannya jika tidak bersamaku!" tegas Dewa yang sangat marah. "Baik," jawab Melati. "Jika dia mengancam laporkan padaku, beraninya dia mengusik orang terdekatku!" Dewa yang geram pun tak jadi melunasi pinjaman Ratna ke Bank. Ia ingin melihat sejauh mana wanita itu menindas Melati. Perhatian Dewa membuat Melati sedikit terbang. Ia pikir ini adalah awal dari perubahan sikap Dewa padanya. Dari perhatian ini juga Melati mulai tertarik pada suaminya itu. "Sial!" umpat Ratna saat mendengar suara Dewa. "Ada apa, Ma?" tanya Laura. "Mama minta uang pada Melati, tapi tadi Dewa yang bicara," ucap Ratna ketakutan. "Apa! Kenapa bisa, Mama ceroboh?" Laura menyalahkan ibunya yang sangat ceroboh. "Mana mama tahu Dewa ada di samping Melati. Bagaimana ini? Padahal dia mau melunasi pinjaman ke Bank." Ratna tampak bingung. Ia tak
15"Ada yang mencarimu, siapa dia?" tanya tuan Adam pada Dewa."Siapa?" Dewa tampak berpikir."Tata, tapi aku sudah mengusirnya," jawab tuan Adam."Tata ...." Dewa menggantung kalimatnya seolah sedang berpikir mencari ide untuk menjelaskan semua pada Melati. "Koleksi barumu?" tebak Melati, meski hatinya terluka."Bukan, dia hanya salah satu rekan kerja," kilah Dewa."Oh." Dalam hati Melati menangis, ia sangat berharap hubungan palsu itu dapat berubah. Namun, ia mulai tak yakin melihat sikap Dewa yang masih seperti itu."Kau lupa siapa aku bos? Aku adalah sekretarismu, yang sudah pasti tahu siapa rekan kerjamu," batin Melati.Tuan Adam tak jadi membicarakan sesuatu dengan putranya karena melihat Melati sedikit terganggu dengan kedatangan wanita yang mencari Dewa. Ia memilih pergi dari sana. Melati dan juga Dewa pun melupakan pagi ini, mereka berangkat ke kantor seperti biasa. Sore ini Melati meminta ijin pada Dewa untuk menjenguk Rara yang sedang sakit. Sebenarnya itu bukan alasan u
14"Jika kau bisa lakukan saja," tantang Melati."Kau yakin?" Laura mencoba memastikan apakah Melati benar-benar menantangnya."Kau lebih mengenal aku, Laura," ucap Melati."Kau benar, jangan menangis jika aku bisa merebut suamimu!" "Kau juga jangan menangis jika suamiku tak tertarik padamu," cibir Melati.Melati mempersilahkan Laura masuk, ia lalu mengantarkan dia ke kamar tamu. Sebenarnya ia sedikit takut akan kedatangan Laura, ya dia sadar siapa Dewa? Dia bisa saja tergoda dengan wanita lain apalagi wanita seperti Laura.Namun, entah apa yang membuat Melati merasa jika Dewa tak akan tergoda meski rasa takut lebih mendominasi di hatinya. Ia hanya berharap Dewa tidak tergoda dengan Laura. Ya, walau Melati tahu lelaki dengan julukan si mulut pedas itu masih sering berkencan dengan wanita lain di luar sana."Melati!" teriak Dewa."Ya, Mas!" sahut Melati yang langsung mengganti panggilannya. Ia pun segera berlari menghampiri suaminya."Mas?" Dewa mengerutkan keningnya."Ada Laura, aku
Ratna langsung mematikan panggilan teleponnya. Ia sangat ketakutan saat mendengar suara Dewa. Itu jelas membuat si mulut pedas itu tambah murka. "Jangan angkat panggilannya jika tidak bersamaku!" tegas Dewa yang sangat marah. "Baik," jawab Melati. "Jika dia mengancam laporkan padaku, beraninya dia mengusik orang terdekatku!" Dewa yang geram pun tak jadi melunasi pinjaman Ratna ke Bank. Ia ingin melihat sejauh mana wanita itu menindas Melati. Perhatian Dewa membuat Melati sedikit terbang. Ia pikir ini adalah awal dari perubahan sikap Dewa padanya. Dari perhatian ini juga Melati mulai tertarik pada suaminya itu. "Sial!" umpat Ratna saat mendengar suara Dewa. "Ada apa, Ma?" tanya Laura. "Mama minta uang pada Melati, tapi tadi Dewa yang bicara," ucap Ratna ketakutan. "Apa! Kenapa bisa, Mama ceroboh?" Laura menyalahkan ibunya yang sangat ceroboh. "Mana mama tahu Dewa ada di samping Melati. Bagaimana ini? Padahal dia mau melunasi pinjaman ke Bank." Ratna tampak bingung. Ia tak
Bab 12 "Siap diusir," jawab Dewa dengan nada tak suka."Pa, ayo kita sarapan!" Ajak mama Ria agar suasana tak semakin menegangkan.Lagi-lagi tuan Adam hanya tersenyum melihat sikap putranya, ia sama sekali tidak marah karena Dewa terus berdebat dengannya. Ia justru bahagia karena masih diberikan kesempatan untuk bercanda dengan putranya. Ya, tuan Adam menganggap ini adalah bercanda ala dia, bentuk kasih sayang antar ayah dan anak."Tempat untuk menampung kami, seperti istana atau gubuk reyot?" Dewa melontarkan pertanyaan pada ayahnya."Gubug yang nantinya akan Kau bangun menjadi istana," jawab tuan Adam disertai senyum."Papa semakin membuatku kehilangan kesabaran!" bentak Dewa."Mas, sabar. Dia papa, tak seharusnya Kamu membentaknya," ucap Melati mencoba mengingatkan Dewa."Diam dan tak usah ikut campur!" Dewa malah membentak Melati."Aku akan diam jika Kau diam!" Melati tak mau kalah dari si mulut pedas.Tuan Adam menatap kagum pada menantunya yang berani membentak putranya yang su
"Sayang, papa bukan benci atau sebagainya. Papa hanya ingin Kau menjadi lebih baik," imbuh mama Ria."Jika itu kata, Mama Dewa paham. Sebenarnya ini sulit untukku," lirih dewa.Mama Ria memeluk putranya, ia juga sebenarnya tak tega, akan tetapi demi kebaikan sang putra ia harus menyingkirkan egonya."Ada Melati yang bisa menjadi tempat untukmu bersandar, mama juga akan sering berkunjung ke rumah kalian," ucap mama Ria yang berharap bisa dimengerti Dewa.Dewa mengangguk, meski hati kecilnya menolak akan keputusan ayahnya itu. Melihat putranya setuju ia pun memanggil Melati untuk mulai mengemas pakaian mereka. Ya, meski besok mereka baru pindah tapi tak ada salahnya 'kan bersiap sekarang?Melati mulai mengemas semua pakaian mereka, ia hanya menyisakan beberapa pakaian agar saat mereka menginap di sini masih ada baju ganti. Sesekali Melati melirik ke arah Dewa yang masih tampak muram itu. Melati langsung memalingkan wajahnya saat Dewa menatapnya.Melati semakin panik saat si mulut pedas
Melati tersenyum lega mendengar kalimat demi kalimat yang keluar dari mulut tuan Robert. Ketakutannya sirna sudah ketika tahu jika lelaki paruh baya itu hanya menguji suaminya. "Jadi kerja sama ini masih bisa dilanjutkan?" Tuan Robert kembali bertanya.Dewa terlihat berpikir, ia masih dikuasai api amarah jadi pantas saja ia masih belum percaya apakah lelaki di hadapannya itu benar-benar serius dalam ucapannya atau hanya mempermainkannya."Tuan, saya minta maaf dengan hal yang sudah saya lakukan tadi. Tapi percayalah, saya hanya menguji, Anda." Tuan Robert mencoba memastikan Dewa."Baiklah kali ini saya mempercayai, Anda. Tapi jika hal seperti tadi terjadi lagi, jangan salahkan saya jika lepas kendali," ucap Dewa penuh ancaman."Siap, Tuan. Tenang saja, saya juga seperti, Anda," ujar tuan Robert."Seperti saya?" Dewa mengulang kalimat tuan Robert."Ya, seperti, Anda. Meski kita dikenal sebagai playboy, tapi kita tetap setia dengan satu wanita," jelas tuan Robert.Dewa tersenyum masam,
"Setiap lelaki tak hanya memandang fisik seseorang, kadang sebagian dari mereka hanya melihat apakah wanita itu liar atau tidak," jelas Dewa dengan nada penuh penekanan."Baik, Bos. Sebisa mungkin aku akan jaga diri," jawab Melati.Mereka pun masuk ke mobil dan segera menuju lokasi meeting yang sudah Melati siapkan. Selama perjalanan mereka berdiskusi tentang meeting yang akan dilaksanakan. Dewa akui kinerja Melati sangat luar biasa. Ia baru menemukan sekretaris seperti dia, yang sangat total dalam bekerja.Sesampainya di lokasi Dewa langsung menuju meja yang sudah disiapkan Melati. Tuan Robert pun sudah ada di sana. Dewa dan Melati pun langsung duduk."Senang bisa bertemu dengan pengusaha muda seperti, Anda," ucap tuan Robert sembari mengulurkan tangannya."Senang juga bisa bertemu dengan, Anda tuan Robert," ucap Dewa sambil menjabat tangan tuan Robert."Dia, sekretarismu?" Tuan Robert menunjuk Melati."Ya," jawab Dewa singkat."Wanita cantik, sayang dia menyembunyikan kecantikannya
"Aku mau," lirih Melati dengan nada tak meyakinkan."Padahal ini kewajibanmu, tapi Kau bahkan tak bisa meyakinkanku," cibir Dewa."Bos, aku—""Sudahlah, ingat jangan ganggu aku besok!" sela Dewa.Melati hanya bisa meremas ujung bajunya, ia merasa sakit hati mendengar sang suami yang memiliki mulut pedas melebihi pedasnya sambal. Bagaimana bisa seorang suami mengatakan akan berkencan dengan wanita lain dan menyuruh istrinya untuk tidak mengganggu?Namun, Melati memilih untuk tidur daripada meladeni si mulut pedas itu. Biar saja ia akan mengurusnya besok. Malam ini ia ingin mengistirahatkan tubuh dan otaknya dulu.Langit pagi tampak begitu cerah secerah hati Melati. Lho kok bisa cerah? Padahal hari ini suaminya akan berkencan dengan wanita lain. Tenang, Melati itu cerdas dan dia sudah menyiapkan berbagai rencana untuk menghadapi suaminya."Kenapa senyum-senyum, Kamu masih waras?" tanya Dewa sambil memasang dasi."Waras lah, Bos. Aku hanya sedang bahagia saja," jawab Melati sambil mengam
Dewa menoleh ke arah Melati, lewat matanya ia meminta sang istri untuk membantunya menjawab pertanyaan mama Ria. Namun, Melati enggan membantunya. Melati memilih diam dan menyimpan Wajah Dewa seketika memerah menahan amarah, rasanya dia ingin melempar Melati sejauh mungkin agar tak ia lihat. Dewa sangat geram pada Melati yang benar-benar tidak mau mengganggunya."Dewa, jawab mama!" bentak Mama Ria."Itu, Ma." Dewa menghentikan kalimatnya karena tak menemukan ide."Jangan bilang jika Kamu masih bermain dengan wanita di luar sana!" hardik mama Ria."Tidak, Ma. Dewa janji mulai detik ini tidak akan melakukan hal itu lagi." Dewa mengangkat kedua jarinya."Melati, apa yang dikatakan Dewa benar?" Kini mama Ria pun bertanya pada menantunya.Melati memikirkan apa yang akan dia ucapkan agar ibu mertuanya percaya sedangkan menemukan kalimat yang bisa meyakinkan mama Ria itu bukan hal yang mudah. Namun, tiba-tiba Melati punya ide.Ia "Itu, Ma disengat lebah betina," jawab Melati asal."Lebah,