Share

Tanda Merah

"Siapa, Mel” tanya Rara.

“Tante,” jawab Melati sambil mengangkat panggilan itu.

“Melati Kau tak lupa hari ini ‘kan?” Ratna mengingatkan Melati akan sesuatu.

“Ya, aku akan segera mentransfer uang yang, Tante butuhkan,” jawab Melati.

Melati mentransfer sejumlah uang yang ia miliki ke Ratna. Hal ini sudah terjadi semenjak Melati bekerja, padahal ia tahu selama ini Ratna mengasuh dan membesarkannya dengan uang kedua orang tuanya, bukan uang milik tantenya. Ia mengetahui semua itu saat pengacara ayahnya memberitahunya.

“Kenapa tantemu tak pernah berubah?” tanya Rara yang geram karena sudah bisa menebak alasan Ratna menghubungi Melati.

“Sulit untuk ia berubah,” jawab Melati.

“Harusnya Kau minta bantuan bos, agar tantemu tak mengganggu lagi,” saran Rara.

“Kau pikir aku siapa? Kami hanya menikah pura-pura,” jelas Melati.

“Jadi, apa ada malam pertama?” tanya Rara yang sangat penasaran.

Melati melirik tajam ke arah sahabatnya itu, bagaimana bisa memilih malam pertama menjadi pertanyaan? Dia saja masih tak percaya dengan malam pertama yang sudah dilalui karena malam itu ia berjuang melawan trauma terbesarnya, jadi jangan ditanya bagaimana pengalaman malam pertama padanya.

“Ada?” desak Rara lagi.

“Rahasia!”

“Masa main rahasia sih sama aku,” protes Rara.

“Terserah aku!”

Melati berlalu dan kembali mengerjakan pekerjaannya agar cepat selesai. Namun, ponselnya kembali berdering dan mana ibu mertuanya yang muncul di layar ponselnya.

“Ada apa, Ma?” tanya Melati sopan.

“Sayang, Kau dan Dewa masih di kantor ya?” Ria malah balik bertanya.

Melati terdiam cukup lama, bagaimana bisa dia mengatakan jika Dewa sudah pulang sedari tadi?

“Melati, apa Kau dengar mama?”

“Iya, Ma. Iya, kami masih di kantor sebentar lagi akan pulang,” jawab Melati berbohong.

“Oke, baiklah. Mama hanya takut Dewa masih suka pergi ke tempat yang membuatnya hancur,” lirih mama Ria.

“Tenang saja, Ma. Kalau begitu Melati ke ruangan mas Dewa dulu ya.”

“Iya, Sayang.”

Melati langsung mematikan panggilan itu. Dia mulai panik karena Dewa belum sampai di rumah, padahal lelaki itu sudah pergi dari tadi. Melati pun berpikir ke mana ia harus mencari sang suami palsunya itu.

“Ikut papa, Nak!”

Melati mendongakkan kepalanya saat mendengar suara tuan Adam.

“Ikut ke mana, Pa?” tanya Melati kebingungan.

“Menjemput suamimu yang nakal itu,” jawab tuan Adam dengan wajah yang memerah menahan amarah.

“Pa, beritahu alamatnya saja biar Melati ke sana sendiri.”

Melati berusaha membujuk agar ayah mertuanya tak ikut untuk mencari Dewa karena ia melihat Api amarah di mata tuan Adam. Ia tak mau terjadi sesuatu pada ayah mertuanya.

“Baik, tapi Kau harus pergi bersama Leo.” Tuan Adam memberikan syarat.

“Iya, Pa,” jawab Melati.

Tak lama Leo datang, ia langsung paham perintah apa yang akan dia dapat dari tuan Adam karena ia melihat sendiri Dewa pulang tanpa Melati.

“Kau sudah tahu tugasmu?” tanya tuan Adam.

“Sudah, Tuan. Saya akan mengantar nyonya Melati untuk mencari bos Dewa,” jawab Leo.

“Bagus, jika dia macam-macam hajar saja biar tahu rasa dia!” Perintah tuan Adam.

“Baik, Tuan.”

Leo dan Melati pun segera meninggalkan kantor dan langsung menuju lokasi di mana Dewa berada. Tak butuh waktu lama bagi Leo mengendarai mobil menuju lokasi itu.

“Nyonya sebaiknya, Anda tetap di mobil biar saya saja yang menemui bos,” ucap Leo.

“Kenapa? Aku tidak apa-apa kok,” kekeh Melati.

“Tapi, Nyonya saran saya tetaplah di sini.” Leo masih menghalangi agar Melati tak masuk.

Namun, Melati tak menghiraukan perkataan Leo ia tetap masuk. Sesampainya di dalam Melati mencari sang suami, matanya menyapu seisi ruangan. Namun, ia tak menemukan sosok yang dicari.

“Dia di kamar 106,” ucap Leo sambil menyerahkan cardlock pada Melati.

“Kau tahu dia ada di sana. Kenapa tak bicara langsung?” Hardik Melati.

“Maaf, Nyonya.” Leo menundukkan wajahnya.

Melati meraih cardlock itu dan segera menuju kamar yang di maksud Leo. Melati menatap pintu kamar bertuliskan 106. Ia sangat dilema akan membuka atau tidak. Ia sudah bisa menebak apa yang terjadi di dalam sana.

Pintu pun terbuka lebar, Leo menepuk keningnya karena melihat sang bos berada di kondisi yang membahayakan. Dewa ditemukan dalam keadaan yang tak pantas dilihat. Leo berjalan maju takut Melati pingsan. Namun, semua diluar ekspektasinya.

“Kenapa Kau ke mari?” tanya Dewa saat melihat Melati sudah ada di hadapannya.

“Aku istrimu dan aku akan membawamu pulang!” bentak Melati.

“Tapi, apa hak mu untuk mengaturku?”

“Karena aku istrimu!” bentak Melati.

“Ck … Istri palsu!” Dewa balik membentak.

“Terserah, yang terpenting saat ini Kau harus pulang!”

“Aku tidak mau!”

Keduanya pun terlibat perdebatan yang cukup sengit. Namun, akhirnya perdebatan itupun dimenangkan oleh Melati. Dewa kira dia pendiam dan penurut. Namun, tebakannya salah. Baru satu hari menjadi istrinya Melati sudah menunjukkan siapa dirinya.

Melati memakaikan pakaian Dewa secara paksa dan segera menarik lengannya ke luar dari kamar penuh dosa itu. Leo pun segera mengekor di belakang mereka.

“Leo, langsung ke rumah!” Perintah Melati.

“Baik, Nyonya,” jawab Leo.

“Jangan karena aku menyentuhmu di malam pertama kita, Kau jadi seenaknya mengaturku,” bisik Dewa.

“Status ku saat ini adalah istrimu, tak ada hubungannya dengan malam itu!” tegas Melati.

“Kau ….” Dewa tak melanjutkan kalimatnya karena begitu geram dengan sikap istri palsunya itu.

Melati lalu melirik suami palsunya dan mengecek penampilannya yang ternyata sudah tak layak untuk dipandang. Melati pun merapikan penampilan Dewa yang acak-acakan.

“Mama khawatir Kau kembali ke tempat itu,” ucap Melati.

“Lalu?”

“Bersikaplah menjadi anak yang baik di depan ibumu, buat dia bahagia,” saran Melati.

“Tidak usah mengajariku!” protes Dewa.

“Hanya mengingatkan,” ucap Melati dengan senyum manisnya.

Manis? Ya jika dicermati meski Melati menutupi kecantikannya dengan make up jelek di wajahnya. Namun, itu tak bisa membohongi kecantikannya yang sesungguhnya.

Mobil pun sampai di rumah, Dewa hendak turun akan tetapi Melati menghentikannya.

“Ada apa?” tanya Dewa dengan malas.

“Di depan mama dan papa aku harus panggil kamu apa, Bos?” tanya Melati yang bingung.

“Terserah.”

“Kalau aku panggil mas boleh?” tanya Melati.

Terserah”

Mereka pun segera masuk, tanpa meminta izin Melati langsung menggandeng lengan Dewa saat memasuki rumah dan tak ada penolakan dari lelaki itu.

“Melati, Dewa sudah pulang?” tanya mama Ria saat melihat mereka.

“Iya, Ma. Maaf ya kami sedikit telat, Mas Dewa menemaniku menyelesaikan beberapa pekerjaan,” jelas Melati berbohong.

“Anak mama memang suami idaman,” puji mama Ria.

“Iya dong,” sahut Dewa dengan sombongnya.

Mama Ria tersenyum melihat putranya yang memperlihatkan tanggung jawabnya. Namun, ia bertanya-tanya saat melihat tanda merah di leher putranya padahal tadi pagi ia tak melihatnya.

“Dewa, kenapa dengan lehermu?”

bersambung

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status