"Aku akan menjamin hidup dan keluargamu, asalkan mau menikah dengan putraku.”Kata-kata itu menghantam kesadaran Melati seperti badai yang tiba-tiba menerjang di siang hari yang tenang. Matanya melebar, keningnya berkerut, tak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. Dia menatap pria di hadapannya, Tuan Adam, bos besar di perusahaan ini, yang kini duduk dengan sikap penuh wibawa di balik meja kerjanya yang besar dan mewah."Maaf, Tuan." Suara Melati terdengar ragu. Ia yakin, pasti ada sesuatu yang salah. Mungkin dia salah dengar. Namun tatapan tajam pria tua itu membuktikan bahwa ucapannya bukanlah gurauan. Tidak ada cengiran, tidak ada tanda-tanda bahwa ini hanya percakapan biasa antara seorang CEO dan pegawai rendahan seperti dirinya.Tuan Adam, pria paruh baya dengan rambut mulai memutih di beberapa bagian, memiliki reputasi yang tak terbantahkan di kalangan pebisnis. Semua orang tahu, dia adalah pria pekerja keras yang tidak mudah dipengaruhi emosi. Namun, saat ini, tawaran
"Kita harus berdiskusi tentang pernikahan dadakan sekaligus palsu ini," jelas Dewa."Diskusi?" Melati mengerutkan keningnya karena kebingungan."Jujur aku tak mau menikah dengan wanita jelek sepertimu. Kekasihku saja cantik-cantik. Tapi, ayah mengancam ku akan menghapus namaku dari warisannya dan ini juga demi mama," jelas Dewa."Lalu?" Melati masih belum paham maksud Dewa."Aku sudah membuat surat perjanjian pra nikah untuk kita." Dewa memberikan sebuah kertas yang sudah ia isi."Apa ini?"Melati membelalakan matanya saat membaca isi dari perjanjian pra nikah itu.Perjanjian pra nikah.1. Bersikap layaknya suami istri pada umumnya di depan orang tuaku.2. Tidak boleh mencampuri urusan masing-masing.3. Tak ada malam pertama dan seterusnya. Tapi jika aku khilaf, tolong dimaklumi."Perjanjian macam apa ini, kenapa poin ketiga seperti ini?" Protes Melati."Ya, aku lelaki normal jika suatu saat aku khilaf mau bagaimana lagi," dalih Dewa."Ini tidak adil! Ini namanya mau menang sendiri, t
"Tidak ada masalah, Ma," jawab Dewa.Dengan wajah masam Dewa melakukan itu dengan sangat terpaksa, ia juga menutup matanya karena tak mau melihat wajah istrinya yang jelek.Pengantin baru itu menyalami beberapa tamu yang hadir. Melati sedikit ketakutan saat Randi datang dan mendekat ke arahnya."Melati selamat ya, Sayang. Semoga menjadi keluarga yang sakinah mawadah dan warahmah." Randi pun memeluk keponakannya dan mengucapkan selamat."Terimakasih, Om," ucap Melati yang terlihat tak nyaman dalam posisi itu.Ratna dan Laura pun ikut mengucapkan selamat pada Melati. Meski dalam hati ia sangat iri."Melati, Kau pakai susuk apa? Bisa-bisanya mendapatkan target sehebat ini dengan wajah dan penampilanmu yang jauh dari kata sempurna," bisik Laura."Itu rahasia Allah, Laura. Aku hanya menjalankan skenario Allah," jawab Melati dengan bijak."Kau sangat menyebalkan, aku doakan semoga rumah tanggamu tak akan lama!" umpat Laura."Jika itu terjadi, itu bukan karena doamu. Tapi itu karena Allah ya
Melati kembali menggeleng, ia masih tak ingin mengatakan siapa lelaki brengsek yang sudah membuat dunianya hancur."Melati, katakan atau aku akan melakukannya!" ancam Dewa lagi."Om Randi!" teriak Melati sebelum Dewa melepaskan kaos yang ia pakai.Suasana pun seketika hening, Dewa tak menyangka jika lelaki brengsek itu justru orang terdekat Melati."Brengsek!" Dewa mengepalkan tangannya karena tak bisa membayangkan betapa sadisnya lelaki itu menghancurkan hidup Melati waktu itu.Sementara Melati menutup tubuhnya dengan selimut, ia takut jika Dewa akan melakukan hal yang pernah dilakukan Randi padanya."Minumlah." Dewa menyodorkan segelas air putih agar Melati sedikit tentang."Terima kasih," ucap Melati sambil menerima gelas itu."Kapan ini terjadi?" Dewa kembali bertanya."Beberapa tahun yang lalu, saat aku berusia tujuh belas tahun," jawab Melati."Kenapa Kau diam dan tidak melaporkan ini pada Tantemu?""Sudah, tapi Tante mengira akulah yang menggoda suaminya. Bahkan Tante dan Laura
"Gara-gara membantumu aku jadi sudah melanggar perjanjian itu! Lagipula sepertinya akan susah kita berpisah karena papa dan mama tak akan semudah itu melepaskan kita," jelas Dewa.Entah mengapa Melati sedikit bahagia mendengar jika perjanjian itu dibatalkan. Setidaknya ada tempat untuk ia berlindung. Selama ini dia merasa hidup seorang diri, satu-satunya keluarga yang ia punya justru menjadi musuh terbesarnya.Bertahun-tahun Melati harus hidup sendirian melawan setiap masalah yang ia hadapi. Bertahun-tahun juga ia harus menyembunyikan luka yang selama ini membelenggunya.Kedatangan Dewa seperti sinar matahari yang menerangi dunianya. Ia tak menyangka jika orang yang selalu mencemoohnya justru menjadi pelindungnya saat ini. Persetan dengan alasan apa mereka terikat dalam hubungan pernikahan ini, yang pasti bagi Melati saat ini dia menemukan tempat berlindung."Jadi, Kau mau membuat perjanjian baru?" tebak Melati.Dalam hati ia berdoa agar Dewa tak memikirkan lagi tentang surat perjanji