Share

Bab 2 - Ayah Bucin

Penulis: asihmukti62
last update Terakhir Diperbarui: 2022-01-29 12:42:36

Apa yang layak untuk menggambarkan sosok Ibuku, Miranti Rahayu. Wanita yang tak hanya cantik wajah tapi juga cantik hatinya. Selama dua puluh tujuh tahun usiaku, tak sekalipun Ibu pernah berkata kasar, apa lagi berbuat kasar padaku. Pun dalam pergaulan dengan lingkungan sekitar, Ibu bukan tipe yang suka bergibah, membicarakan kejelekan orang lain. Sesekali ketika ada yang mengajaknya bergibah, beliau lebih sering diam, atau menghindar.

 

Kemunculan Ayah di rumah kami pun tak luput dari gibah tetanggaku. 

 

"Ibu nggak berniat menjelaskan pada mereka." 

 

Jujur aku mulai risih dengan pergunjingan tetangga. Ibu hanya tersenyum sambil terus mengaduk santan yang baru saja dimasukannya ke dalam wajan. 

 

"Hadeeeh ditanya malah senyum doang, mentang-mentang lagi kasmaran." 

 

"Biarkan saja nanti juga diam sendiri, kamu kaya nggak tau mereka saja." Akhirnya Ibu bersuara. 

 

"Tapi kan risih Bu, tadi Widuri dengar sendiri , mereka mengira ibu kumpul kebo sama mantan suami, mana ghibahnya keras banget lagi," protesku. 

 

Asli emosiku hampir tak terbendung, mendengar bagaimana mereka menjelek-jelekan Ibu. Yaaah bolehlah, mungkin mereka mengira tidak ada orang di rumah, karena Ayah ikut Ibu pergi belanja ke pasar, tapi membicarakan orang yang selama ini baik dengan mereka, sementara yang dibicarakan fitnah semua, bagaimana aku nggak mendidih. Mereka tidak tau saja kalau aku jongkok di balik tembok sedang nguping sambil temu kangen dengan bunga-bungaku. 

 

"Ibu dan ayah sudah lapor ke pak RT, bawa surat nikah juga. Biar nanti pak RT yang menjelaskan ke mereka," jawab ibu tanpa melihatku. 

 

"Tetep aja kesel, Bu! Tadi aku sudah mau keluar sebenernya, mau mereka apa sih? Kurang apa baiknya ibu sama mereka? Masih aja dinyinyiri di belakang."

 

"Sudah! Nanti kalau mereka tahu yang sebenarnya juga baik lagi."

 

Ibu selelu begitu, nggak asik kalau diajak bersekutu dalam huru-hara, positife vibes

banget bawaannyaan. 

 

"Ayah ke sini naik apa bu?" tanyaku mengalihkan pembicaraan.

 

"Kenapa tidak kamu tanyakan sendiri, Nduk."

 

Kuputar kedua bola mataku. Entahlah, aku merasa masih canggung dengan Ayah. Bingung saja mau memulai obrolan.

 

Sejenak ibu menghentikan kegiatan masaknya. "Ajaklah bicara Ayahmu, Nduuk. Yang terluka disini tidak hanya kita, dua puluh tahun dia menyimpan lukanya sendiri." 

 

"Dimana Ayah sekarang?" tanyaku, karena setelah pulang dari pasar ayah tak terlihat. 

 

"Tadi diajak ngobrol Pak Ratno." Pak Ratno adalah tetangga samping rumah yang seorang polisi. 

 

"Halo sayang." Memang panjang umur baru dibicarakan orangnya langsung muncul. 

 

"Masak apa, Bu." Ayah mendekat ke arah Ibu, setelah sebelumnya mencium puncak kepalaku. 

 

"Masak garang asem, Yah." 

 

"Ayam yang tadi kita beli di pasar kan ini?"Ibu hanya mengangguk sambil terus sibuk dengan masakannya. 

 

"Ini tadi ayah yang belanja loh, Wid," kata ayah antusias, "Ibumu belanja lama banget, kebanyakan nawar."

 

"Belanja di pasar memang harus nawar, ini ayam harusnya seratus dua puluh ribu juga dikasih." Elaah Ibuku sedang merajuk. 

 

"Lima belas ribu doang, Yang." Astaga sayang-sayangan kaya ABG aja. 

 

"Lima belas ribu lumayan loh Yah, beli bawang dapat setengah kilo, kangkung malah dapat 10 iket." Ibuku masih juga merajuk, manis banget. 

 

"Yasalam masih belum ikhlas juga? Tau nggak Wid? Sepanjang jalan Ibumu marah-marah gara-gara ayah nggak mau nawar." ayah tertawa, sementara ibu cemberut. 

 

Melihat interaksi ayah dan ibu membuat dadaku penuh, antara bahagia dan ingin menangis. Sedari tadi kusibukan diri membereskan peralatan dapur yang kotor, sambil memantau interaksi kedua orangtuaku. Tak ada kecanggungan di antar mereka. Semua terasa alami, hanya aku yang masih belum terbiasa.

 

"Lumayan tau, kamu sih belum pernah merasakan hidup nggak punya uang," gerutu ibu. 

 

Tiba-tiba suasana menjadi hening. Raut muka Ayah tiba-tiba mendung. 

 

"Maaf!" ucap Ayah lirih. "Maaf ayah tidak disamping kalian saat kalian hidup dalam kesusahan." Ibu yang sebelumnya memunggungi kami karena sedang mengiris tempe, berbalik lalu mendekat ke arah Ayah. 

 

"Yah, jangan begitu! Ibu nggak apa-apa kok." 

 

"Harusnya Ayah datang lebih cepat, kalian pasti mengalami banyak kesulitan." Mata Ayah mulai berkaca-kaca. 

 

"Ayah kan lihat kami baik-baik saja, berhenti menyalahkan diri sendiri." Ayah menarik Ibu ke dalam pelukannya, air matanya seolah enggan berhenti mengalir, sehingga menular pada Ibu.

 

Melihat pemandangan di depanku, pertahananku pun jebol, air mataku pun tumpah ruah tak tertahankan. Dan akhirnya aku ikut bergabung dalam pelukan mereka. Ikut menyelami rasa yang mereka rasakan antara sedih dan bahagia. 

 

Moment sedih tiba-tiba terganggu dengan bau gosong. Wajan yang sedang digunakan untuk menggoreng pisang sudah mulai berasap, buru-buru ku matikan kompor. Jangan tanya bagaimana nasib pisang gorengnya, sudah barang tentu tak terselamatkan, warna sudah menghitam karena gosong. 

 

Setelah menangis bersama, kali ini kami tertawa bersama. Begitulah hidup tangis dan tawa datang silih berganti, manusia hanya lakon yang mengambil perannya masing-masing. 

 

"Yaaaah nggak jadi makan pisang goreng, Mas." kata ibu. 

 

"Apa tadi?" tanya ayah. 

 

"Apa?" Ibu menaikan alisnya, bingung dengan pertanyaan Ayah. 

 

"Kamu panggil aku apa tadi?" 

 

"Panggil apa? Mas?" Ayah menjawab dengan menganggukan kepala sambil tersenyum dengan binar mata lucu. 

 

"Lama sekali aku merindukan panggilan itu, kamu panggil mas saja Yang, biar Widuri dan Toya yang memanggilku Ayah," ucap ayah sambil memeluk Ibu dari belakang. 

 

"Aku di sini loh ya, kalau lupa." sindirku melihat Ayah dan Ibu yang tak sungkan bermesraan di depanku.

 

"Kamu pengin punya adik lagi nggak, Mbak?" aku yang sedang membungkus garang asem dengan daun pisang hanya bisa melongo mendengar pertanyaan Ayah. Sementara Ibu langsung terbatuk-batuk membuat ayah buru-buru mengambilkannya air putih. 

 

"Kenapa sih, Yang?" tanya Ayah tanpa dosa telah melontarkan pertanyaan yang membuat kami shock

 

"Jangan panggil yang, Mas!" ucap Ibu disela batuknya. "Malu, kayak ABG yang yangan," lanjut Ibu. 

 

"Kenapa? Dulu juga Mas panggil sayang, kamu nggak apa-apa." Ayah masih ngeyel. 

 

"Itu kan dulu, sekarang kita sudah tua, malu. Apa kata tetangga nanti kalau dengar." 

 

"Iyaa iyaa, tapi program adiknya Toya tetap jalan ya? Terus kalau berdua saja panggil sayang nggak papa ya," tawar Ayah sambil memainkan alisnya.

 

Kenapa Ibu bisa cinta mati dengan laki-laki model kaya gini. Aku tersenyum geli melihat kelakuan Ayah yang tak henti menggoda Ibu.Sementara Ibu spontan memukulkan sodet kayu yang dipegangnya ke bahu ayah.

 

"Sakit Yang, kejam banget kamu," kata ayah sambil mengusap-usap bahu yang kena pukul Ibu. 

 

"Tidak tahu umur, aku sudah hampir lima puluh tahun masa mau hamil lagi." Roman picisan kembali tayang ini. 

 

"Masa sih Yang, kaya masih dua puluhan," goda Ayah lagi.

 

"Yang yeng yang yeng dibilangi juga, jangan panggil yang, Maaaaas." Ibu kembali melayangkan protesnya. 

 

"Kan nggak ada siap-siapa, Yang."

 

"Widuri kamu anggap apa? Galon?" Astaga Ibu analoginya, masa aku disamakan dengan galon. 

 

"Widuri kan anak kita, buah cinta kita bukan orang lain." 

 

"Terserah kamu saja lah, Mas." Ibu mulai pasrah menghadapi Ayah. 

 

"Jadi nggak papa ya panggil sayang? Program adiknya Toya gimana? Di ACC juga nggak?" 

 

"Yasalam Maaas, nggak selesai-selesai Ibu masaknya kalau dinganggu terus." Tampaknya ibu benar-benar mulai putus asa menghadapi keabsurdan ayah. 

 

"Wid kamu ajak ke depan Ayahmu! Biar Ibu yang selesaikan masaknya." 

 

"Loh, Mas kan mau bantu, Yang," tolak ayah. 

 

"Nggak nggak nggak! Bisa tahun depan baru selesai, kalau Mas ikut bantu."

 

"Lama amat tahun depan, nanti aku makan apa?" rajuk Ayah bak anak kecil, yang hanya di balas dengan lirikan tajam oleh Ibu. 

 

"Makan kamu aja ya?" bisik Ayah lirih di teling ibu, tapi masih dapat ku dengar, aku pun pura-pura nggak dengar. Kusibukan diriku dengan mencuci peralatan masak sambil bersenandung. 

 

"Aduh Yang sakit." Entah apa lagi yang dipukulkan ibu ke ayah kali ini. 

 

"Wid ajak Ayah ke dapan." Hilang sudah kesabaran ibu, didorongnya tubuh Ayah ke arahku. 

 

Kugandeng lengan Ayah menuju ke teras depan. Kami duduk di kursi teras sambil melihat beberapa tetangga yang lalu lalang di jalan depan rumah. Hari ini ibu meliburkan anak buahnya, mungkin ibu ingin menikmati kebersamaan dengan ayah tanpa ada yang mengganggu. 

 

"Ayah mau teh?" tanyaku memecah keheningan.

 

"Boleh, gulanya satu sendok saja,

Naak!" jawab Ayah. 

 

Ku beranjak ke dalam membuatkan Ayah teh. Tak lama aku kembali lagi ke teras dengan membawa nampat berisi secangkir teh dan sepiring lumpia goreng. 

 

Berdua kami larut dalam obrolan tentang masa lalu yang mulai bisa kuterima. Sosok ayah yang lama ku rindukan kini nyata di depank. Laki-laki yang sempat mematahkan hatiku sedang menikmati lumpia goreng, buah tanganku memarin dari

Semarang. 

 

Semua terasa indah, aku hanya berharap semoga ini bukan sementara. Lalu terbersit permintaan Ayah yang ingin membawa kami kembali ke Jakarta. 

 

Apa keputusanku kali ini? siapkah aku bertemu mereka yang pernah menoreh luka begitu dalam di hidup kami. Atau tetap disini dengan risiko harus kembali berpisah dengan ayah?

 

Dan aku masih saja bimbang. 

 

Bersambung. 

 

Bab terkait

  • Kucari Jodoh Yang Biasa Saja   Bab 3-Ibu Berhak Bahagia

    Teh di gelas Ayah masih setengah cangkir, sementara 3 biji lumpia di atas piring yang ku hidangkan sudah habis tak tersisa. Belum ada pembicaraan yang serius antara kami. Sesekali Ayah menanyakan nama tetangga yang melintas di depan rumah."Ayah mau lagi, lumpianya? Biar Widuri gorengin lagi," tawarku."Cukup lah Wid, nanti malah kekenyangan, sebentar lagi juga makan siang."Suasana sedikit canggung, mungkin karena aku merasa belum terbiasa dengan kehadiran Ayah di tengah-tengah kami. Kemungkinan Ayah pun sama."Eeemmm...sejak kapan Ayah tau keberadaan kami?" Untuk memecah kesunyian aku mencoba untuk mulai bicara sesuatu yang lebih pribadi."Sudah hampir satu bulanan," jawab Ayah sambil menyesap tehnya."Kok baru muncul sekarang.""Karena Ayah pengecut." Pandangan

    Terakhir Diperbarui : 2022-01-29
  • Kucari Jodoh Yang Biasa Saja   Bab 4- Dunia Milik Berdua

    Melihat Ayah dan Ibu kembali bersama benar-benar seperti mimpi. Aku bahkan sudah sempat menganggap Ayahku sudah meninggal. Rasa kecewa dan sakit hati memaksaku untuk melupakan Ayah dan keluarga kayanya. Tapi Tuhan ternyata berkehendak lain, Ayah sekarang ada di tengah kami.Ayah dan Ibu bak dua sejoli yang baru jatuh cinta. dimana ada Ibu di situ ada Ayah. Terlebih Ayah yang kelihatan sekalibucintingkat akut.Seperti pagi tadi mereka berdua pergi ke pasar. Berhubung letaknya tidak jauh dari rumah Ayah mengajak Ibu untuk jalan kaki. Ayah bahkan tak sungkan membawakan tas belanjaan Ibu.Aku bahkan melihat bagaimana tatapan tetangga saat Ayah dan Ibu lewat depan rumah mereka. Jelas sekali kecanggungan di wajah Ibu, tapi tidak bagi Ayah, laki-laki pemilik wajah blasteran Indonesia Jerman itu bahkan tidak sungkan menggandeng tangan Ibu, sementara tangan satunya membawa tas belanjaan. Sesek

    Terakhir Diperbarui : 2022-01-30
  • Kucari Jodoh Yang Biasa Saja   Bab5-Yang Biasa Saja

    Kupuaskan dua hari ini libur di rumah dengan tidak kemana-mana, benar-benar di rumah saja, menikmati kebersamaan dengan Ayah dan Ibu. Banyak kegiatan yang kami lakukan, dari beberes rumah, mengurus bunga, atau mencoba menu baru.Di setiap kegiatan kami Ayah tanpa sungkan ikut membantu, meskipun ada beberapa bantuannya yang bukannya meringankan tapi malah mengacaukan kata ibu. Tak jarang Ibu ngomel-ngomel karena Ayah hanya menambah pekerjaan saja."Udah lah, duduk saja kamu, Mas! Nggak selesai-selesai kalau begini caranya," protes Ibu saat melihat Ayah salah menyiram bunga anggrek koleksinya."Aduh maaf. Emang anggrek nggak boleh disiram apa gimana? Mas nggak tahu." Ayah mencoba membela diri."Bukannya nggak boleh disiram, Yah. Tapi nggak boleh berlebihan airnya nanti bisa busuk." Aku mencoba menerangkan pada Ayah."Astaghfirullah, maaf ya, yang! Nanti deh Mas belikan bunga anggrek. Mau yang macam apa, tinggal pilih aja.""Bukan m

    Terakhir Diperbarui : 2022-02-01
  • Kucari Jodoh Yang Biasa Saja   Bab 6- Mencoba Berdamai

    Jadwal keberangkatan kereta Ayah dan Ibu ke Jakarta pukul sepuluh malam ini. Setengah jam sebelum waktu keberangkatan kami telah sampai di Stasiun Tawang. Dari pada terburu-buru kata Ibu, jadi lebih baik berangkat lebih awal.Meskipun malam namun suasana stasiun cukup ramai. Beberapa calon penumpang juga tampak diantar oleh keluarganya. Para pedagang juga masih menjajakan dagangannya."Nggak ada yang kelupaan kan, Yang? Tiket sudah di cek?" tanya Ayah pada Ibu."Sudah tak masukan tas kok, ini..." jawab ibu sambil menunjukan dua lembar tiket kereta yang diambilnya dari dalam tas."Jangan kebanyakan makan mie instan!" Celetuk Ayah tiba-tiba pindah haluan topik."Apa sih, Yah?" tanyaku pura-pura tidak tahu."Ayah tadi lihat, lengkap bener koleksi mie instanmu. Koleksi itu perhiasan kek, ini koleksi kok mie instan," ejeknya sambil terkekeh."Susah dibilangi anakmu ini kok." Ibu turut memojokanku. Aku sendiri cuek bebek, lah gi

    Terakhir Diperbarui : 2022-02-28
  • Kucari Jodoh Yang Biasa Saja   Bab 7-Beby Siter Dadakan

    I luv u ols😍😍😍 Selamat membaca yaaaa...semoga kelen suka🥰🥰 ***** Akhir pekan tiba, tepat sesuai dugaanku, aku tidak jadi pergi mengunjungi Ayah dan Ibu di Jakarta. Kebiasaan mudik ke Kudus di akhir pekan pun kali ini tidak kulakukan. Mau mudik juga nggak ada ibu, pikirku. Akhirnya ku habiskan akhir pekanku di kos saja, beberes dan membaca novel. Menjelang sore, Mba Mira menghubungiku, dia mengajakku untuk menemaninya pergi ke suatu acara pada Minggu pagi, besok. Aku sudah mencium aroma-aroma tidak enak, palingan diajak juga untuk membantunya menjaga si kembar, anak mereka yang memang super aktif, intinya aku jadi babysister. Tapi dari pada bosen di kost sendirian, aku pun menerima ajakan Mbak Mira. Tidak masalah menjaga duo krucil gemoy. Toh mereka berdua selalu bisa jadi sekutuku. Keesokan harinya sekitar pukul sembilan, Mba Mira dan Mas Radit datang menjemputku. Aku yang telah siap bergegas keluar saa

    Terakhir Diperbarui : 2022-02-28
  • Kucari Jodoh Yang Biasa Saja   Bab 8 - Dia Yangti

    Hai Bestie, up lagi yaa, semoga kalian suka🥰🥰*****Setelah melayangkan banyak protes pada pasutri resek, yang masih saja cengangas-cengenges menanggapi kekesalanku, aku memutuskan langsung pulang ke kosan. Kekesalanku sedikit berkurang karena Mas Radit berbaik hati mengantarku dulu ke kost sebelum mereka pulang ke rumah."Ate Ui pulang dulu ya, Bos," pamitku pada Zaiden sebelum turun."Ate besok main lagi ya!" pinta si Bos kecil."Siap Bos," kataku sambil hormat."Tuan Putri nanti video call Ate Ui ya! Nanti ate kasih tau make up apa saja yang dibutuhkan seorang putri." Genderang perang siap ditabuh, Syanum kujadikan media untuk membalas keisengan pasutri kurang gawean yang sedang duduk di kursi depan."Wid awas ya, jangan coba-coba merusak kepolosan anakku, dengan hobi nggak jelasmu!" Tak perlu waktu lama Mba Mira langsung bereaksi."Wanita itu harus memiliki wawasan lua

    Terakhir Diperbarui : 2022-02-28
  • Kucari Jodoh Yang Biasa Saja   Bab 9-Menginap

    Yuuhuuu guys jangan lupa follow dan komentnya yaa, biar tambah semangat akunya😘😘😘****Tiga hari sudah tidak ada lagi kiriman sarapan untukku. Mas Dika benar-benar menepati janjinya untuk berhenti memperjuangkan cintanya. Selama tiga hari ini Mas Dika juga seperti menghindariku, tak sekalipun kami bertemu lagi setelah obrolan empat mata kami.Ada sedikit rasa kehilangan, ketika ada rutinitas yang tiba-tiba berhenti. Biasanya setiap pagi Mas Dika akan menyempatkan mampir ke ruanganku, selain memberikan sarapan pagi, juga untuk melayangkan gombalan-gombalan garingnya padaku.Yang kuinginkan bukanlah seperti ini. Aku ingin tetap menjalin perteman dengan Mas Dika. Mengesampingkan kisah yang memang sebenarnya belum dimulai, namun tapaknya Mas Dika tidak sependapat denganku. Karena jelas sekali dia benar-benar menghindariku."Melamun aja kamu, Wid." Mba Mira tiba-tiba d

    Terakhir Diperbarui : 2022-03-04
  • Kucari Jodoh Yang Biasa Saja   Bab 10-Sendok dan Garpu

    Hai Bestie bab 10 up yaa. Semoga kaian suka deh, pokoknya masih ada si bucin Satria sama si eneng cantik Widuri.*****Ketika waktu maghrib tiba, sudah menjadi kebiasaan di keluarga Mba Mira, untuk laki-laki biasanya salat di masjid, sementara yang perempuan akan salat berjamaah di musala rumah. Hari ini Mas Radit ke masjid bersama bos dan temannya yang baru kutahu bernama Bayu. Sementara kaum hawa yang telah selesai berjamaah, mulai berkutat dengan persiapan makan malam."Sambelnya mana, Lik Sur?" tanya Mba Rima setelah tak melihat sambel ikut tersaji di meja makan."Tadi kan Mba Widuri yang ngulek to, Mba. Di taruh mana aku kok nggak lihat, yo?" tanya Lik Sur padaku.Aku langsung teringat sambal yang tadi kutaruh di dekat rice cooker. "Owalah iya, tadi tak taruh di dekat rice cooker, malah lupa, tak ambil dulu ya." Aku segera melesat kembali ke dapur mengambil sambel.Saat kembali ke ruang makan, para pria telah duduk m

    Terakhir Diperbarui : 2022-03-06

Bab terbaru

  • Kucari Jodoh Yang Biasa Saja   Bab 13-Pagi yang Heboh

    Suasana pagi di rumah Mba Mira cukup membuat rooming di telinga. Mba Mira yang biasanya memang sudah cerewet, saat pagi hari kadar cerewetnya meningkat berkali-kali lipat. Seolah-oleh kalau berhenti bicara, maka berhenti pula bumi berputar. Ditambah dengan kelakuan si kembar yang tak mau diam, seolah memang sengaja untuk memancing emosi ibunya. Hanya Mas Radit yang tidak terpengaruh oleh kehebohan anak istrinya."Zaidan, letakkan mainannya!" teriak Mbak Mira yang kesekian kalinya."Zaidan, denger Bunda ngga? Letakan mainannya! Mandi dulu!" Mba Mira kembali mengulang titahnya dengan lebih keras."Iya iyaa, Idan mau mandi sama Ate Ui aja," jawab Si Bos kecil sambil mendekat ke arahku."Ate Ui sudah pakai baju kerja nanti basah, mandi sama Bunda saja!" Sang ibu menolak ide sang anak."Nggak mau!" tolak Zaidan dengan cepat."Yah, bantuin to ah! Kebiasaan nggak peka banget lihat istri repot." Kali ini Mba Mira mulai melebarkan g

  • Kucari Jodoh Yang Biasa Saja   Bab 12- Guling Hidup

    Mba Mira kubuat terbengong-bengong dengan pernyataanku yang tak ingin menikah. Sementara Aku masih menyelimuti seluruh tubuhku, tak berniat membukanya, lebih ketakut melihat tampang Mba Mira saat ini. Setelah saling terdiam beberapa saat, tiba-tiba selimut yang kupakai ditarik paksa oleh Mba Mira."Bocah edan! Maksudmu opo dengan tidak usah menikah?" tanya Mba Mira sambil melotot."Ya ora opo-opo, Mbak. Aku merasa nyaman sendiri begini," jawabku sambil kembali memakai selimut yang tadi ditarik Mba Mira."Kamu jangan egois to, Wid. Bagaimana perasaan ibumu kalau kamu tidak menikah? Ibumu kan sudah lama kepengin nimang cucu, Wid," cicit Mbak Mira sedikit menekan suaranya takut membangunkan seisi rumah.Kutarik napasku, lalu kuhembuskan dengan kasar. Ibuku? Mana mungkin aku melupakan perasaan Ibuku. Bagiku hal terpenting di dunia ini adalah Ibuku. Aku akan rela melakukan apapun asalkan beliau bahagia."Naah kan, nggak bisa jawab kan

  • Kucari Jodoh Yang Biasa Saja   Bab 11-Pillow Talk

    Hai kamu iya kamu selamat malam. Pak sendok up nieh. Semoga klen suka yaaa. Btw, ada yang nungguin pak sendok nggak nih? kalu sudah baca boleh loh tinggalin jejak, jangan lupa ulasannya yaa bintang lima dooong. i lup u ols🥰🥰*****Malam semakin larut, anak-anak Mba Mira sudah terlelap, setelah kubacakan mereka dongeng. Mba Mira sendiri biasanya akan tidur dengan Mas Radit dulu, namun akan bergabung denganku saat Mas Radit telah tidur. Pernah aku keberatan, nggak enak rasanya kalau kehadiranku mengganggu kebersamaan mereka, namun Mba Mira tidak peduli, dengan alasan sudah minta ijin Mas Radit, dan Mas Radit juga tidak keberatan.Pukul 21.15 kuputuskan untuk mengirim pesan pada ibuku, mengecek sudah tidur atau belum. Saat pesan yang kukirim langsung centang biru, segera saja ku-video call nomor Ibu."Assalamualaikum bu," sapaku ketika wajah Ibu telah mun

  • Kucari Jodoh Yang Biasa Saja   Bab 10-Sendok dan Garpu

    Hai Bestie bab 10 up yaa. Semoga kaian suka deh, pokoknya masih ada si bucin Satria sama si eneng cantik Widuri.*****Ketika waktu maghrib tiba, sudah menjadi kebiasaan di keluarga Mba Mira, untuk laki-laki biasanya salat di masjid, sementara yang perempuan akan salat berjamaah di musala rumah. Hari ini Mas Radit ke masjid bersama bos dan temannya yang baru kutahu bernama Bayu. Sementara kaum hawa yang telah selesai berjamaah, mulai berkutat dengan persiapan makan malam."Sambelnya mana, Lik Sur?" tanya Mba Rima setelah tak melihat sambel ikut tersaji di meja makan."Tadi kan Mba Widuri yang ngulek to, Mba. Di taruh mana aku kok nggak lihat, yo?" tanya Lik Sur padaku.Aku langsung teringat sambal yang tadi kutaruh di dekat rice cooker. "Owalah iya, tadi tak taruh di dekat rice cooker, malah lupa, tak ambil dulu ya." Aku segera melesat kembali ke dapur mengambil sambel.Saat kembali ke ruang makan, para pria telah duduk m

  • Kucari Jodoh Yang Biasa Saja   Bab 9-Menginap

    Yuuhuuu guys jangan lupa follow dan komentnya yaa, biar tambah semangat akunya😘😘😘****Tiga hari sudah tidak ada lagi kiriman sarapan untukku. Mas Dika benar-benar menepati janjinya untuk berhenti memperjuangkan cintanya. Selama tiga hari ini Mas Dika juga seperti menghindariku, tak sekalipun kami bertemu lagi setelah obrolan empat mata kami.Ada sedikit rasa kehilangan, ketika ada rutinitas yang tiba-tiba berhenti. Biasanya setiap pagi Mas Dika akan menyempatkan mampir ke ruanganku, selain memberikan sarapan pagi, juga untuk melayangkan gombalan-gombalan garingnya padaku.Yang kuinginkan bukanlah seperti ini. Aku ingin tetap menjalin perteman dengan Mas Dika. Mengesampingkan kisah yang memang sebenarnya belum dimulai, namun tapaknya Mas Dika tidak sependapat denganku. Karena jelas sekali dia benar-benar menghindariku."Melamun aja kamu, Wid." Mba Mira tiba-tiba d

  • Kucari Jodoh Yang Biasa Saja   Bab 8 - Dia Yangti

    Hai Bestie, up lagi yaa, semoga kalian suka🥰🥰*****Setelah melayangkan banyak protes pada pasutri resek, yang masih saja cengangas-cengenges menanggapi kekesalanku, aku memutuskan langsung pulang ke kosan. Kekesalanku sedikit berkurang karena Mas Radit berbaik hati mengantarku dulu ke kost sebelum mereka pulang ke rumah."Ate Ui pulang dulu ya, Bos," pamitku pada Zaiden sebelum turun."Ate besok main lagi ya!" pinta si Bos kecil."Siap Bos," kataku sambil hormat."Tuan Putri nanti video call Ate Ui ya! Nanti ate kasih tau make up apa saja yang dibutuhkan seorang putri." Genderang perang siap ditabuh, Syanum kujadikan media untuk membalas keisengan pasutri kurang gawean yang sedang duduk di kursi depan."Wid awas ya, jangan coba-coba merusak kepolosan anakku, dengan hobi nggak jelasmu!" Tak perlu waktu lama Mba Mira langsung bereaksi."Wanita itu harus memiliki wawasan lua

  • Kucari Jodoh Yang Biasa Saja   Bab 7-Beby Siter Dadakan

    I luv u ols😍😍😍 Selamat membaca yaaaa...semoga kelen suka🥰🥰 ***** Akhir pekan tiba, tepat sesuai dugaanku, aku tidak jadi pergi mengunjungi Ayah dan Ibu di Jakarta. Kebiasaan mudik ke Kudus di akhir pekan pun kali ini tidak kulakukan. Mau mudik juga nggak ada ibu, pikirku. Akhirnya ku habiskan akhir pekanku di kos saja, beberes dan membaca novel. Menjelang sore, Mba Mira menghubungiku, dia mengajakku untuk menemaninya pergi ke suatu acara pada Minggu pagi, besok. Aku sudah mencium aroma-aroma tidak enak, palingan diajak juga untuk membantunya menjaga si kembar, anak mereka yang memang super aktif, intinya aku jadi babysister. Tapi dari pada bosen di kost sendirian, aku pun menerima ajakan Mbak Mira. Tidak masalah menjaga duo krucil gemoy. Toh mereka berdua selalu bisa jadi sekutuku. Keesokan harinya sekitar pukul sembilan, Mba Mira dan Mas Radit datang menjemputku. Aku yang telah siap bergegas keluar saa

  • Kucari Jodoh Yang Biasa Saja   Bab 6- Mencoba Berdamai

    Jadwal keberangkatan kereta Ayah dan Ibu ke Jakarta pukul sepuluh malam ini. Setengah jam sebelum waktu keberangkatan kami telah sampai di Stasiun Tawang. Dari pada terburu-buru kata Ibu, jadi lebih baik berangkat lebih awal.Meskipun malam namun suasana stasiun cukup ramai. Beberapa calon penumpang juga tampak diantar oleh keluarganya. Para pedagang juga masih menjajakan dagangannya."Nggak ada yang kelupaan kan, Yang? Tiket sudah di cek?" tanya Ayah pada Ibu."Sudah tak masukan tas kok, ini..." jawab ibu sambil menunjukan dua lembar tiket kereta yang diambilnya dari dalam tas."Jangan kebanyakan makan mie instan!" Celetuk Ayah tiba-tiba pindah haluan topik."Apa sih, Yah?" tanyaku pura-pura tidak tahu."Ayah tadi lihat, lengkap bener koleksi mie instanmu. Koleksi itu perhiasan kek, ini koleksi kok mie instan," ejeknya sambil terkekeh."Susah dibilangi anakmu ini kok." Ibu turut memojokanku. Aku sendiri cuek bebek, lah gi

  • Kucari Jodoh Yang Biasa Saja   Bab5-Yang Biasa Saja

    Kupuaskan dua hari ini libur di rumah dengan tidak kemana-mana, benar-benar di rumah saja, menikmati kebersamaan dengan Ayah dan Ibu. Banyak kegiatan yang kami lakukan, dari beberes rumah, mengurus bunga, atau mencoba menu baru.Di setiap kegiatan kami Ayah tanpa sungkan ikut membantu, meskipun ada beberapa bantuannya yang bukannya meringankan tapi malah mengacaukan kata ibu. Tak jarang Ibu ngomel-ngomel karena Ayah hanya menambah pekerjaan saja."Udah lah, duduk saja kamu, Mas! Nggak selesai-selesai kalau begini caranya," protes Ibu saat melihat Ayah salah menyiram bunga anggrek koleksinya."Aduh maaf. Emang anggrek nggak boleh disiram apa gimana? Mas nggak tahu." Ayah mencoba membela diri."Bukannya nggak boleh disiram, Yah. Tapi nggak boleh berlebihan airnya nanti bisa busuk." Aku mencoba menerangkan pada Ayah."Astaghfirullah, maaf ya, yang! Nanti deh Mas belikan bunga anggrek. Mau yang macam apa, tinggal pilih aja.""Bukan m

DMCA.com Protection Status