"Apa kamu sudah menemui gurunya Desti?" tanya Mas Ferdi.Tapi aku tak menjawab apalagi meliriknya, mataku fokus pada Desti yang sedang berbaring dengan raut kesedihan."Kak, gimana sekarang? Apa yang sakit?" tanyaku lembut dan tatapan yang tenang.Desti diam terpaku menatapku setelah itu air matanya luruh, beberapa detik kemudian ia sesenggukan hingga kedua bahunya terguncang.Aku memeluknya dengan erat, aku tahu mentalnya terguncang saat ini karena perlakuan temannya itu sekaligus kata-kata penghakiman dari Mas Ferdi.Lelaki itu memang tak berguna, ia tak pantas menjadi seorang ayah."Maafin Kakak," ujarnya disela Isak tangis."Mama maafkan kok, Sayang, sudah ga apa-apa ya." Kuelus rambutnya yang dililit perban.Entah luka apa saja yang ada di tubuh anak itu, yang jelas saat ini aku fokus pada kesehatan mentalnya."Pantesan tingkal laku Desti kaya preman, ternyata kamu yang manjain dia, Yul, udah tahu anak salah masih dibela, begini akibatnya!" bentak Mas Ferdi.Untuk kedua kalinya a
(POV FERDI)Di dalam mobil aku tercenung melihat Poto yang dikirimkan oleh Yuli, dari gestur tubuh aku sangat tahu itu adalah Susan dan Arya.Arya adalah temanku sekaligus pemilik club malam yang kami kelola saat ini, sebelumnya Susan memang izin padaku untuk pergi bersama temannya ke daerah Bogor.Namun, istriku itu tak mengatakan jika ia akan pergi atau menemui Arya di sana, hatiku sangat gelisah sekarang, terlebih nomor ponsel Susan tak bisa dihubungi."Halo, Yuli, kamu dapat Poto itu dari siapa sih?" tanyaku saat panggilan sudah tersambung.Tetapi di sebrang sana Yuli tak juga bicara, perempuan itu benar-benar menyebalkan."Yuli!""Haloo!" Aku pun mematikan panggilan lalu keluar dari mobil dan kembali ke ruangan Desti, Yuli pasti ada di sana saat ini.Tetapi di persimpangan jalan aku melihat Yuli berjalan menuju kantin rumah sakit, aku berjalan cepat menghampirinya."Yuli, tunggu."Ia menoleh sekilas lalu tetap melakukan langkah dan mengacuhkanku."Yuli!"Aku terpaksa menyentuh p
(POV FERDI)[Tumben, bukannya tadi Susan rame-rame ya liburan ke Bogor sama kalian]Aku masih berharap Mela mengatakan ya, berharap jika Poto yang dikirimkan Yuli tadi hanya editan.[Ga ada tuh, ga ada yang ke Bogor kok, Fer, mungkin dia liburan sama teman-temannya di Genk lain]Aku menyenderkan kepala ke sofa, berpikir keras untuk mengetahui sebenarnya, bersama siapa Susan pergi, benarkah bersama teman-temannya ataukah hanya berdua dengan Arya.Akhirnya aku menurunkan ego, mengikuti Susan ke kamar, ia sedang duduk di meja rias membersihkan makeup."Yang.""Hem," jawabnya tanpa menoleh."Tadi pergi sama siapa aja?""Ya sama temen-temen arisanku, Mela, Alia, Zulfa dan yang lainnya, emang kenapa sih?""Jadi Mela juga ikut?" tanyaku lagi dengan dada mulai bergemuruh."Iya ikut."Terasa ada yang dihantam di dalam dada, bagaimana tak kecewa barusan Mela dan genknya mengatakan tidak ikut lalu kenapa bisa Susan mengatakan ya?"Mau bebersih dulu ya, Mas. Malam ini kamu aja yang ke club, aku m
Setelah dua bulan lebih akhirnya penyidik memberi kabar perihal kasus kebakaran restoran, mereka memutuskan untuk menutup kasus tersebut karena dinilai tidak ada perkembangan apapun.Mereka menganggap jika kebakaran itu murni kecelakaan, sementara ceceran bensin yang ditemukan di dalam diduga milik Caca untuk mengisi motornya yang kehabisan bensin, dan memang di TKP motor Caca ditemukan dalam keadaan bensin yang kering."Bagaimana menurutmu tentang kasus kebakaran itu, Dre? Aku rasa tidak masuk akal," ujarku.Selama ini Andre selalu menemaniku mengawal kasus kebakaran yang dirasa sangat lambat ini."Aku juga sependapat sama kamu, Yul, tapi bagaimana lagi, penyidik sudah membuat keputusan. Sudahlah kamu ikhlaskan saja ya, insya Allah setelah ini apapun usahamu semoga semakin sukses."Aku memalingkan wajah tak lagi menanggapi ucapannya, rasanya geram saja pada pihak kepolisian yang dirasa tidak mengusut tuntas kebakaran itu.Dan anehnya feelingku mengatakan ada seseorang dibalik penyid
Aku tersenyum masam menatapnya."Itu ga mungkin, Nak. Mama sama Om Andre ga mungkin nikah. Kakak ga perlu khawatirkan Mama, fokus belajar dan raih cita-cita, kita buktikan sama ayahmu kalau kalian bisa sukses tanpanya, dan suatu saat nanti buat ayahmu menyesal, ok.""Gitu ya, Ma. Tapi Om Andre baik loh, kenapa ga bisa? Dia udah punya istri ya?""Setahu Mama sih belum, nanti juga kalau kamu udah gede ngerti, udah ah jangan ngomongin Om Andre terus."Putriku itu terkekeh, tapi aku suka melihat senyumnya, semenjak kejadian nahas yang menyebabkan ia masuk rumah sakit waktu itu Desti kembali menjadi gadis periang, aku telah berhasil mengembalikan kepercayaan dirinya.Ia juga bisa mengatasi bullyan dari teman-temannya di sekolah, termasuk menghadapi anak bernama Mita."Ma, kalau Tante Susan udah lahiran sudah pasti Ayah akan semakin lupa ya sama kita, aku tuh kasian Dara kadang dia suka ngelamun kalau lihat anak tetangga kita boncengan sama ayahnya."Kali ini dadaku yang berdebar, mungkin D
Dengan langkah pelan aku berjalan tepat di belakang punggung Mas Ferdi, saat kakiku berdiri tepat di belakang Mas Ferdi lelaki bernama Latif itu memberi kode."Apa?" tanya Mas Ferdi, setelah itu ia menoleh ke belakang dan kami langsung bersitatap.Ada sedikit keterkejutan di wajah lelaki itu. Namun, beberapa detik kemudian ia berhasil kembali menyembunyikan ketakutan itu."Oh jadi kalian saling mengenal ya?" tanyaku."Emm ... Bu Yuli, apa kabar? Apa Anda mengenal Pak Ferdi?" tanya Pak Latif.Aku menyeringai tipis melihat gelagatnya."Dia adalah mantan suami saya, tetapi melihat hal ini membuat saya memahami sesuatu." Aku tersenyum memperlihatkan deretan gigi."Maksud Anda?" tanya Pak Latif pura-pura tak mengerti.Entahlah, aku merasa jika dalang kebakaran restoran itu adalah Mas Ferdi, lalu lelaki itu meny*gok Pak Latif agar memperlambat penyelidikan kasus ini."Fikir saja sendiri." Aku tersenyum masam, lalu mengalihkan perhatian pada Andre yang sudah memilih tempat duduk."Apa lelaki
Mengurus tiga anak itu ternyata tidak semudah yang kubayangkan, ditambah Mas Ferdi sama sekali tak peduli dengan kebutuhan mereka, biaya hidup dan sekolah mereka, lelaki itu telah lupa daratan apalagi sebentar lagi Susan akan melahirkan."Pikirkan aja dulu, Yul," ujar ibu lagi."Bagaimana kalau Ibu tinggal di rumahku aja? Jadi 'kan enak Dara ada temennya.""Bukan Ibu ga mau tapi kasihan Lira, Ibu takut ninggalin anak gadis di rumah sendirian, Yul," jawab ibu."Ya sudahlah, Bu, untuk sementara waktu jalani aja seperti ini."Aku menundukkan kepala, tubuh ini merasa lelah karena seharian mengurus usaha, lalu sekarang aku dihadapkan dengan psikis anak-anak yang kekurangan kasih sayang orang tua."Yang sabar ya, secapek apapun dan senakal apapun anak-anakmu tetaplah bersikap baik terhadap mereka.""Ayo, Ma, Adek udah siap." Dara berlari dari dalam kamar sambil menggendong tas sekolahnya."Ayo, salaman sama Nenek dulu ya.""Adek pulang dulu ya, Nek." "Hati-hati, Sayang," tutur ibu sambil m
(POV FERDI)"Mas, perutku sakit," ujar Susan sambil merintih.Aku meliriknya yang memang sedang mengelus-elus perut menahan kesakitan, dan bulan ini usia kandungannya memang menginjak sembilan bulan"Ya udah kita ke klinik sekarang."Ia mengangguk setelah itu berdiri mengambil tas besar yang berisi alat-alat melahirkan dan bayi baru lahir, sementara aku ke luar rumah memanaskan mobil."Ayo Mas bantu."Istriku itu tertatih masuk ke dalam mobil, sementara aku berlari kencang mengitari mobil lalu masuk ke dalamnya dan mengemudikan mobil dengan kecepatan penuh.Hatiku sangat bahagia sekali, mengingat setelah sepuluh tahun lamanya aku menanti bayi lelaki lalu sekarang mimpi itu akan segera terwujud, terlebih baru kutahu jika bayi di dalam perut Susan ini kembar.Tak kubayangkan bagaimana ramainya rumahku dengan celoteh mereka suatu saat nanti.Tepat di hadapan klinik air ketuban Susan pecah, beruntung dokter Mutia ada di tempat sehingga kami tak perlu ke rumah sakit atau harus ditangani as