"Katakan padaku sekarang, di rumah sakit mana Desti berada?" tanyaku dengan suara bergetar."Nanti akan kuberitahu, tapi barusan gurunya menelpon agar salah satu orang tua Desti menemuinya di sekolah, biarkan aku menyusul ke rumah sakit sementara kamu temui gurunya di sekolah, aku malas dan juga malu sekali dengan tingkah anak itu."Mas Ferdi mematikan panggilan padahal aku masih ingin berbicara dengannya, terpaksa aku mengikuti maunya, menginjak pedal gas dengan kecepatan penuh menuju sekolah Desti.Setelah sampai aku menutup pintu mobil dengan terburu-buru dan berlari kencang menuju kantor sekolah ini, suasana koridor sekolah ini nampak sepi mungkin semua murid sudah selesai beristirahat dan kembali ke kelasnya masing-masing."Desti bertengkar di kantin sekolah, Bu, menurut informasi dari teman-temannya dia yang duluan pakai kekerasan, ya memang sih awalnya Mita yang mengejek Desti, mungkin Desti terpancing emosi, dia menyerang Mita pakai garpu, Mita melawan dan akhirnya mereka sali
"Apa kamu sudah menemui gurunya Desti?" tanya Mas Ferdi.Tapi aku tak menjawab apalagi meliriknya, mataku fokus pada Desti yang sedang berbaring dengan raut kesedihan."Kak, gimana sekarang? Apa yang sakit?" tanyaku lembut dan tatapan yang tenang.Desti diam terpaku menatapku setelah itu air matanya luruh, beberapa detik kemudian ia sesenggukan hingga kedua bahunya terguncang.Aku memeluknya dengan erat, aku tahu mentalnya terguncang saat ini karena perlakuan temannya itu sekaligus kata-kata penghakiman dari Mas Ferdi.Lelaki itu memang tak berguna, ia tak pantas menjadi seorang ayah."Maafin Kakak," ujarnya disela Isak tangis."Mama maafkan kok, Sayang, sudah ga apa-apa ya." Kuelus rambutnya yang dililit perban.Entah luka apa saja yang ada di tubuh anak itu, yang jelas saat ini aku fokus pada kesehatan mentalnya."Pantesan tingkal laku Desti kaya preman, ternyata kamu yang manjain dia, Yul, udah tahu anak salah masih dibela, begini akibatnya!" bentak Mas Ferdi.Untuk kedua kalinya a
(POV FERDI)Di dalam mobil aku tercenung melihat Poto yang dikirimkan oleh Yuli, dari gestur tubuh aku sangat tahu itu adalah Susan dan Arya.Arya adalah temanku sekaligus pemilik club malam yang kami kelola saat ini, sebelumnya Susan memang izin padaku untuk pergi bersama temannya ke daerah Bogor.Namun, istriku itu tak mengatakan jika ia akan pergi atau menemui Arya di sana, hatiku sangat gelisah sekarang, terlebih nomor ponsel Susan tak bisa dihubungi."Halo, Yuli, kamu dapat Poto itu dari siapa sih?" tanyaku saat panggilan sudah tersambung.Tetapi di sebrang sana Yuli tak juga bicara, perempuan itu benar-benar menyebalkan."Yuli!""Haloo!" Aku pun mematikan panggilan lalu keluar dari mobil dan kembali ke ruangan Desti, Yuli pasti ada di sana saat ini.Tetapi di persimpangan jalan aku melihat Yuli berjalan menuju kantin rumah sakit, aku berjalan cepat menghampirinya."Yuli, tunggu."Ia menoleh sekilas lalu tetap melakukan langkah dan mengacuhkanku."Yuli!"Aku terpaksa menyentuh p
(POV FERDI)[Tumben, bukannya tadi Susan rame-rame ya liburan ke Bogor sama kalian]Aku masih berharap Mela mengatakan ya, berharap jika Poto yang dikirimkan Yuli tadi hanya editan.[Ga ada tuh, ga ada yang ke Bogor kok, Fer, mungkin dia liburan sama teman-temannya di Genk lain]Aku menyenderkan kepala ke sofa, berpikir keras untuk mengetahui sebenarnya, bersama siapa Susan pergi, benarkah bersama teman-temannya ataukah hanya berdua dengan Arya.Akhirnya aku menurunkan ego, mengikuti Susan ke kamar, ia sedang duduk di meja rias membersihkan makeup."Yang.""Hem," jawabnya tanpa menoleh."Tadi pergi sama siapa aja?""Ya sama temen-temen arisanku, Mela, Alia, Zulfa dan yang lainnya, emang kenapa sih?""Jadi Mela juga ikut?" tanyaku lagi dengan dada mulai bergemuruh."Iya ikut."Terasa ada yang dihantam di dalam dada, bagaimana tak kecewa barusan Mela dan genknya mengatakan tidak ikut lalu kenapa bisa Susan mengatakan ya?"Mau bebersih dulu ya, Mas. Malam ini kamu aja yang ke club, aku m
Setelah dua bulan lebih akhirnya penyidik memberi kabar perihal kasus kebakaran restoran, mereka memutuskan untuk menutup kasus tersebut karena dinilai tidak ada perkembangan apapun.Mereka menganggap jika kebakaran itu murni kecelakaan, sementara ceceran bensin yang ditemukan di dalam diduga milik Caca untuk mengisi motornya yang kehabisan bensin, dan memang di TKP motor Caca ditemukan dalam keadaan bensin yang kering."Bagaimana menurutmu tentang kasus kebakaran itu, Dre? Aku rasa tidak masuk akal," ujarku.Selama ini Andre selalu menemaniku mengawal kasus kebakaran yang dirasa sangat lambat ini."Aku juga sependapat sama kamu, Yul, tapi bagaimana lagi, penyidik sudah membuat keputusan. Sudahlah kamu ikhlaskan saja ya, insya Allah setelah ini apapun usahamu semoga semakin sukses."Aku memalingkan wajah tak lagi menanggapi ucapannya, rasanya geram saja pada pihak kepolisian yang dirasa tidak mengusut tuntas kebakaran itu.Dan anehnya feelingku mengatakan ada seseorang dibalik penyid
Aku tersenyum masam menatapnya."Itu ga mungkin, Nak. Mama sama Om Andre ga mungkin nikah. Kakak ga perlu khawatirkan Mama, fokus belajar dan raih cita-cita, kita buktikan sama ayahmu kalau kalian bisa sukses tanpanya, dan suatu saat nanti buat ayahmu menyesal, ok.""Gitu ya, Ma. Tapi Om Andre baik loh, kenapa ga bisa? Dia udah punya istri ya?""Setahu Mama sih belum, nanti juga kalau kamu udah gede ngerti, udah ah jangan ngomongin Om Andre terus."Putriku itu terkekeh, tapi aku suka melihat senyumnya, semenjak kejadian nahas yang menyebabkan ia masuk rumah sakit waktu itu Desti kembali menjadi gadis periang, aku telah berhasil mengembalikan kepercayaan dirinya.Ia juga bisa mengatasi bullyan dari teman-temannya di sekolah, termasuk menghadapi anak bernama Mita."Ma, kalau Tante Susan udah lahiran sudah pasti Ayah akan semakin lupa ya sama kita, aku tuh kasian Dara kadang dia suka ngelamun kalau lihat anak tetangga kita boncengan sama ayahnya."Kali ini dadaku yang berdebar, mungkin D
Dengan langkah pelan aku berjalan tepat di belakang punggung Mas Ferdi, saat kakiku berdiri tepat di belakang Mas Ferdi lelaki bernama Latif itu memberi kode."Apa?" tanya Mas Ferdi, setelah itu ia menoleh ke belakang dan kami langsung bersitatap.Ada sedikit keterkejutan di wajah lelaki itu. Namun, beberapa detik kemudian ia berhasil kembali menyembunyikan ketakutan itu."Oh jadi kalian saling mengenal ya?" tanyaku."Emm ... Bu Yuli, apa kabar? Apa Anda mengenal Pak Ferdi?" tanya Pak Latif.Aku menyeringai tipis melihat gelagatnya."Dia adalah mantan suami saya, tetapi melihat hal ini membuat saya memahami sesuatu." Aku tersenyum memperlihatkan deretan gigi."Maksud Anda?" tanya Pak Latif pura-pura tak mengerti.Entahlah, aku merasa jika dalang kebakaran restoran itu adalah Mas Ferdi, lalu lelaki itu meny*gok Pak Latif agar memperlambat penyelidikan kasus ini."Fikir saja sendiri." Aku tersenyum masam, lalu mengalihkan perhatian pada Andre yang sudah memilih tempat duduk."Apa lelaki
Mengurus tiga anak itu ternyata tidak semudah yang kubayangkan, ditambah Mas Ferdi sama sekali tak peduli dengan kebutuhan mereka, biaya hidup dan sekolah mereka, lelaki itu telah lupa daratan apalagi sebentar lagi Susan akan melahirkan."Pikirkan aja dulu, Yul," ujar ibu lagi."Bagaimana kalau Ibu tinggal di rumahku aja? Jadi 'kan enak Dara ada temennya.""Bukan Ibu ga mau tapi kasihan Lira, Ibu takut ninggalin anak gadis di rumah sendirian, Yul," jawab ibu."Ya sudahlah, Bu, untuk sementara waktu jalani aja seperti ini."Aku menundukkan kepala, tubuh ini merasa lelah karena seharian mengurus usaha, lalu sekarang aku dihadapkan dengan psikis anak-anak yang kekurangan kasih sayang orang tua."Yang sabar ya, secapek apapun dan senakal apapun anak-anakmu tetaplah bersikap baik terhadap mereka.""Ayo, Ma, Adek udah siap." Dara berlari dari dalam kamar sambil menggendong tas sekolahnya."Ayo, salaman sama Nenek dulu ya.""Adek pulang dulu ya, Nek." "Hati-hati, Sayang," tutur ibu sambil m
Setelah ditelusuri lebih dalam aku menemukan sebuah situs web khusus para pria hidung belang, di sana mereka bisa membahas para organ intim wanita yang pernah mereka cicipi berikut dengan Poto b*gilnya.Yang membuat otakku panas ialah poto Desti juga ada di sana, beberapa pria berkomentar tentang bentuk tubuh anakku, bahkan diantara mereka dengan terang-terangan mengincar tubuh putriku itu."Bagaimana ini, Lira?"Gadis itu langsung meluncur ke restoran begitu mengetahui Poto sy*r Desti tersebar."Apa Poto itu diambil ketika Desti diculik kemarin ya?" tanya Lira."Aku tak mau tahu Poto itu diambil kapan, yang kumau poto-poto anakku terhapus, apa kamu bisa membantuku?"Digulung emosi aku sampai membentak adik sendiri, beruntung Lira tak membalas gertakanku, ia hanya melirikku sekilas lalu kembali fokus pada laptopnya.Sebagai seorang ibu tentu hatiku sakit melihat poto-poto Desti tersebar luas apalagi dengan busana tidak pantas, selama ini aku selalu menjaganya, memastikan jika ia baik-
Aku pun meninggalkannya di luar rumah karena masih banyak yang harus kupersiapkan di dalam.Benar saja rambut Dara belum disisir, sedangkan Dita teriak-teriak mencari seragamnya, dan Desti gadis itu sedang makan sambil melamun, insiden penculikan itu benar-benar telah merenggut keceriaannya."Dara, cepat sisir rambutmu ya, Kak Haikal sudah datang itu.""Ya, Ma, bentar ini balesin chat Amina dulu." Aku geleng-geleng kepala, seperti biasa ponsel telah menyibukkan anak-anakku."Dita! Coba cari seragam olahraganya di keranjang, siapa tahu belum di setrika sama Mbak Ani!" teriakku dengan suara memekik."Duuh Mbak Ani gimana sih, kok seragam aku belum disetrika, mau dipake sekarang, Ma, gimana dong?!" teriak Dita yang menyalahkan asisten rumah tangga kami.Aku terpaksa naik ke lantai atas padahal ingin sekali bicara dengan Desti."Sini Mama setrikain, kamu cepetan keringin dulu itu rambutnya." "Gitu dong dari tadi."Aku berdecak kesal, setiap pagi pasti ada saja yang diributkan, kukira se
"Aku sudah bicara dengan Haikal, dia bersedia jadi supir anak-anakmu, Yul," ujar AndreSedikit tak percaya dengan apa yang diucapkannya, karena kulihat Haikal adalah lelaki gagah dan masih muda, bahkan terakhir kudengar ia memiliki pekerjaan."Masa sih dia mau, Dre, bukankah dia memiliki pekerjaan?" tanyaku."Ya dia mau, karena dia tak hanya mendapatkan gaji darimu tapi dariku juga, lalu dia bisa melanjutkan kuliahnya yang sempat tertunda sambil bekerja," jawab Andre."Memangnya anak itu putus kuliah?""Ya, semenjak keadaan ekonomi kakakku melemah, Haikal memilih berhenti kuliah dan membantu orang tuanya mencari nafkah.""Oh begitu, tapi kamu tak perlu ikut-ikutan menggajinya, Dre, aku sanggup kok memberikan gaji yang besar untuknya."Aku merasa tak enak saja pada Andre, sudah mobil ia yang carikan bahkan ia ikut andil dalam pembelian mobil ini, Andre terlalu banyak membantu kehidupanku, sementara aku tidak bisa melakukan apa-apa untuknya."Ga apa-apa, Yul, itung-itung aku bantu dia s
(POV Susan)"Ya makanya dicoba dulu, dan ingat jika dia ke sini kamu harus memelas dan memohon, juga jangan coba-coba memancing amarahnya."Ia berdecak sambil memalingkan wajah, aku tahu ia paling anti kalah dengan mantan istrinya itu, tapi bagaimana lagi saat ini posisi kami memang lemah, tak memiliki jabatan dan juga uang, sementara Mbak Yuli memiliki segalanya, dengan uangnya itu ia bisa membeli nyawa dan hidup seseorang."Aku pulang dulu, Mas, semoga saja Mbak Yuli mau membebaskanmu."Tak ada kata yang terucap darinya sebelum kepergianku.Di depan rumah bercat abu tua ini aku berdiri, rumah minimalis dua lantai itu sudah banyak mengalami perubahan, Mbak Yuli sudah banyak merenovasi bagian-bagian tertentu hingga terlihat nyaman.Mengesampingkan rasa malu aku mengetuk pintu, semoga saja wanita itu masih ada di rumahnya pagi ini.Pintu rumah terbuka nampaklah Mbak Yuli dengan setelan kerjanya, mata kami sempat bersitatap dalam diam beberapa detik."Susan?"Aku mengukir senyum tipis d
(POV SUSAN)"Apa, Dokter? Perempuan lagi?" Dokter Lia itu tersenyum sambil menganggukkan kepala."Iya, Bu, semuanya normal ya, Ibu harus banyak gerak biar persalinannya lancar nanti."Aku tak percaya setelah beberapa kali melakukan USG ternyata benar bayi yang kukandung berjenis kelamin perempuan lagi.Entah bagaimana reaksi Mas Ferdi nanti jika tahu anak yang ia harapkan laki-laki ternyata lahir perempuan lagi."Mau laki-laki atau perempuan yang penting sehat dan selamat, Bu," ujar Dokter Lia.Ia tak mengerti saja bagaimana keadaan rumah tanggaku, aku sangat takut Mas Ferdi tak tahan lalu pergi meninggalkan kami seperti dulu ia meninggalkan Mbak Yuli.Dulu saat si kembar masih kecil aku tak terlalu risau ditinggalkannya, karena aku merasa bisa mandiri, tetapi sekarang aku bergantung seratus persen padanya setelah mengandung anak ini dan tak lagi bekerja di club malam."Apa kamu bilang?! Perempuan lagi, bener ga itu hasilnya jangan-jangan salah lagi kayak yang udah-udah."Benar saja
(PoV Ferdi) Yuli sudah melapor maka lambat laun aku akan dipanggil polisi, sekarang keadaannya sudah berbeda, aku tak bisa menggunakan uang untuk membebaskan diri dari tuduhan seperti beberapa tahun silam.Aku mengacak rambut, kenapa hidup dengan Susan banyak sekali masalah, bahkan di usia pernikahan yang ketujuh masih juga belum mendapatkan kedamaian.*"Yang datang semalam siapa?" tanya Susan saat merapikan baju di kamar."Anak buah Vincen, mereka menghajarku semalam, mereka juga bilang kalau Vincen mecat aku."Susan menghentikan aktivitasnya, dengan mulut menganga ia menatapku."Kok menghajar kamu bukannya hutangmu sudah lunas? Terus sekarang kita gimana kalau kamu dipecat?"Susan memang mengetahui semua rencanaku pada Desti, dan dia mendukungnya, katanya yang penting hutang kami lunas dan beban kami hilang.Tak mudah untuk melakukan hal itu, aku harus melakukan penyelidikan terlebih dahulu agar mudah menyerahkan Desti pada Vincen."Yuli berhasil membawa kabur Desti sebelum anak i
(POV FERDI)Tengah malam pintu rumahku ada yang mengetuk beberapa kali, Susan terus saja menepuk pundakku menyuruh membuka pintu."Apaan sih ah, kamu aja sana yang buka!" Aku menepis kasar tangannya."Ya ampun, Mas! Aku tuh lagi hamil besar mau istirahat, aku capek ngurusin kedua anak kamu dari pagi, bisa ga sih ngertiin aku!" bentaknya.Sudah tujuh tahun kami membina rumah tangga ini, bukan semakin harmonis malah semakin sering cekcok setiap hari Setiap hari selalu saja ada hal yang membuat kami ribut, entah itu anak-anak, masalah keuangan dan yang lainnya.Sampai saat ini aku masih berharap anak yang ada di rahim Susan itu perempuan, aku melarang Susan bertanya soal jenis kelamin anak itu ketika di USG, aku takut saja jika bayi dalam perutnya itu perempuan lagi."Ya udah iya aku yang buka!" tegasku sambil menyibak selimut.Aku berjalan menghidupkan lampu menuju pintu, saat pintu terbuka nampaklah lima orang lelaki bertubuh tinggi besar, aku tahu dia anak buah Vincen.Vincen adalah
Pemuda bernama Haikal itu bersalaman denganku dan ibu, lalu kami masuk ke dalam.Setelah ganti baju aku menceritakan kejadian sebenarnya pada ibu, termasuk keterlibatan Mas Ferdi dengan penculikan Desti.Jelas saja ibu dan Lira murka mendengar lelaki itu dalang dari masalah ini."Dasar laki berotak batu," ujar Lira."Ini ga bisa dibiarkan, Yul, si Ferdi itu harus dipenjara," ujar ibu."Iya sebaiknya kamu segera melapor ke polisi, Yul," ujar Andre "Baiklah, aku ambil hape dulu ya."Menelpon seorang penyidik yang menangani kasus penculikan Desti, mereka menyuruhku datang ke kantor siang ini dengan Desti untuk memberi keterangan."Gimana? Udah di telpon?" tanya Andre."Sudah, aku sama Desti disuruh ke kantor nantisiang.""Baiklah, aku pulang dulu ya, nanti siang aku kemari lagi nemenin kalian.""Terima kasih ya." Lagi-lagi hanya sebuah senyuman yang kuberikan untuk membalas jasanya.Jika Andre bukan orang kaya sudah pasti aku memberikan sejumlah uang besar padanya, tetapi tentu saja And
"Bagaimana ini?" tanyaku dengan napas terengah-engah menatap Andre "Mana pistolmu, Yul?"Aku langsung memberikan benda itu padanya dan entah apa yang ingin ia lakukan, lalu kaca mobil di sampingnya terbuka setengah, seorang lelaki langsung menodongkan pedang ke leher Andre."Serahkan harta berharga kalian!" tegas laki-laki yang mengenakan penutup kepala tersebut.Perlahan Andre mulai menodongkan pistol ke orang tersebut, dapat kulihat mata lelaki itu membeliak."Jangan halangi jalanku kalau tidak kepalamu akan pecah saat ini juga," ancam Andre.Lalu di belakang mobilku terdengar seorang berteriak lantang."Mundur! Mereka membawa pistol!"Hingga akhirnya segerombolan orang itu kembali mundur dan masuk kembali ke semak-semak, aku bernapas lega ternyata tidak ada pertumpahan darah lagi.Orang-orang itu ketakutan melihat senjata api di tangan Andre dan sepupunya di mobil belakang, jika pun melawan mereka sudah pasti kalah.Mobil kembali melaju membelah jalanan malam tanpa arah tujuan."M