KU BUAT MISKIN SUAMI DAN KELUARGANYA
BAB 4
Ibu merasa udah Nenek-nenek emangnya? Ibu ngerasa matre emangnya? "
"Ya enggak lah, enak aja, aku ini masih cantik tau. "
"Yaudah, ngapain marah kalau gak ngerasa, " ucapku santai sembari melenggang meninggalkan mereka menuju kamarku.
"Hih, awas kamu ya, dasar mantu sialan!"
***
Tidak terasa waktu sudah menunjukkan pukul tujuh malam, Matahari pun sudah kembali ke peraduannya. Hari ini restoranku sangat ramai, kesibukanku membuat lupa sejenak dengan masalah-masalah rumah tangga ku.
"Alhamdulillah, hari ini pelanggan restoran meningkat, pendapatan hari ini pun terbilang lumayan. Dan rencananya aku mau pulang, karena badan sudah terasa sangat letih, biasanya jika aku sedang tidak ada maka orang kepercayaanku lah yang akan memantau restoran ini.
"Lina, saya mau pulang dulu ya, tolong handle semuanya, nanti laporannya kirim via email saya ya, " titahku pada Lina, orang kepercayaanku.
"Baik, Bu. "
***
Setelah menempuh perjalanan selama sepuluh menit, akhirnya aku sampai juga di rumah peninggalan orang tuaku ini. Setelah aku turun dari mobil dan mengunci nya, aku mempercepat langkah kakiku, karena aku sudah tidak sabar untuk segera membersihkan diri.
Saat aku meraih gagang pintu dan membukanya, aku langsung dibuat naik darah, bagaimana tidak, pemandangan di depanku membuat darah ini rasanya naik hingga ke ubun-ubun. Kulit kacang berserakan, bekas minuman manis yang tumpah dan berceceran di atas meja, juga bungkus makanan ringan yang sudah tak ada isinya pun bertebaran di sekitar sofa ruang tamu.
"Kurang ajar, ini pasti kalau gak perbuatan Ibu ya perbuatan Mimi," batinku geram. Kenapa aku bisa menduga kalau itu perbuatan salah satu diantara mereka, karena Mas Indra tidak pernah seperti ini, lagian ini bukan jam nya Mas Indra pulang kantor, biasanya dia akan sampai rumah setelah pukul delapan malam, karena jarak tempuh rumah ke kantornya cukup jauh.
Kupercepat langkahku menuju kamar Ibu dan juga Mimi, karena kebetulan kamar mereka berdampingan, sebelumnya ku ambil terlebih dahulu panci dan wajan dari dapurku, setelah mendapatkan barang yang kuinginkan, aku kembali menuju kamar keduanya dan....
Glontang....
Ku lemparkan panci dan wajan itu tepat mengenai pintu kamar mereka. Seketika itu juga keduanya keluar dengan wajah terkejut karena kupastikan mereka kaget dengan suara bising dari lemparan panci dan wajan milikku itu.
"Suara apa itu tadi? " ucap Ibu mertuaku sembari melongokkan kepalanya dan melihatku. Begitu juga dengan Mimi, ia pun melongokkan kepala untuk melihat apa yang terjadi di luar sini.
"Bagus ya hidup kalian udah berasa jadi nyonya besar, siapa yang habis berpesta di ruang tamu? "
"Aku, Mbak, kenapa? " jawab Mimi tanpa ada rasa bersalah dari wajahnya.
"Apa matamu buta ha! Tidakkah kau lihat ruang tamu berantakan seperti itu! "
"Alah, Ni, berlebihan sekali, tinggal beresin aja selesai kan, gak perlu pakai marah-marah, ganggu orang istirahat saja," mataku membulat mendengar ucapan Ibu mertua.
"Enteng sekali mulutmu berbicara, Bu, kalian pikir aku babu! Cepat sekarang beresin, atau kalau kalian menolak silahkan angkat kaki dari rumah ini! " hardikku karena aku sudah tidak tahan lagi dengan kekacauan yang mereka buat.
"Enak saja main usir, ini kan juga rumah anakku, kalau kau di cerai Indra baru tau rasa! " aku tersenyum miring mendengar ucapan tak tahu malu dari Ibu mertua.
"Bahkan jika aku dan Mas Indra bercerai maka kupastikan kalian menjadi gembel di jalanan sana! Bukannya aku tak tahu jika rumahmu disita bank, makanya kalian menumpang disini! " kutekankan kata menumpang pada Ibu mertuaku itu.
"Sudah gak usah kayak orang bego, Mimi cepat bereskan ruang tamu sekarang juga! Aku mau mandi, kalau sampai aku selesai mandi belum dibersihkan juga, bersiaplah angkat kaki dari rumahku! "
"Sana, Mi, beresin, kan kamu dan teman-temanmu yang bikin berantakan tadi," ucap Ibu mertua pada Mimi.
"Ibu lah yang beresin, masa aku sendiri. "
"Ya kan kamu yang bikin berantakan, ibu mana ada ikutan. "
"Gak mau ah kalau sendirian, bantuin lah, Bu, " Mimi memasang raut wajah masam.
"Udah cepetan sana, gak usah banyak drama, apa perlu ku seret keluar rumah! " sentakku pada Mimi, membuat Mimi sedikit ciut nyalinya.
"Dasar punya mantu lagaknya udah kayak bos besar aja, " gerutu Ibu mertua yang masih bisa kudengar.
"Kan aku memang bos, apa Ibu lupa siapa menantumu ini? Pokoknya kalau aku selesai mandi belum bersih juga, bersiaplah kalian segera berkemas dan pergi dari rumahku, aku tak mau menyimpan benalu tak tahu diri lama-lama didalam rumah. " ucapku sembari meninggalkan mereka dengan wajah yang tak bisa diartikan.
***
Aku sudah selesai melakukan serangkaian ritual mandi, dan tubuh ini terasa segar kembali, rasa penat yang tadi sempat hinggap, kini telah lenyap entah kemana. Aku keluar kamar dan berjalan menuju ruang tamu, ingin kulihat apakah Mimi dan Ibu mertua sudah selesai membereskan ruang tamu seperti semula apa belum.
"Kerja yang bagus, " ucapku sembari tersenyum saat melihat ruang tamu sudah kembali bersih. Saat aku ingin kembali ke kamar tiba-tiba suara Mas Indra menghentikan langkahku.
"Sungguh keterlaluan kamu Nia! " hardik Mas Indra yang masih menggunakan seragam kerja tersebut.
"Apaan sih, Mas, pulang kerja kok marah-marah gak jelas."
"Jelas marah, kenapa kamu jadikan Ibuku babu di rumah anaknya sendiri hah! "
"Rumah siapa Mas? Ini rumahku Mas, jangan lupa itu. "
"Ah, sama saja, rumahmu kan rumahku juga. "
"Cih, dasar tak tahu diri! " gumamku dalam hati.
"Lalu kau marah kenapa? Siapa yang jadikan orang tuamu itu babu? "
"Tadi, Ibu membereskan sampah makanan bekas kau dan teman-temanmu, kau kan yang menyuruh Ibuku membersihkannya? " ucapan Mas Indra membut keningku berkerut, Ibu mertua pasti sudah membuat fitnah murahan pada Mas Indra.
"Aku? Berpesta? Apa kau lupa, kalau aku tak suka pesta pora seperti yang kau bilang? Yang berpesta pora itu adik kesayanganmu itu, apa aku salah kalau menyuruhnya untuk membersihkan kembali semua yang sudah dibuat kotor? "
"Kita kan ada pembantu Nia, kenapa harus ribut dan menyuruh adik dan Ibuku membersihkannya sih? "
"Jangan pernah didik adikmu menjadi orang yang tak punya otak Mas, Bi Mar itu aku yang bayar, jadi cuma aku yang berhak memerintah Bi Mar bukan kalian, kalau kalian mau memerintah Bi Mar ya bayar, " kutekankan kata bayar pada Mas Indra biar dia tahu diri siapa dia di rumah ini.
"Uangmu juga uangku Nia, jadi apa salah nya Bi Mar juga membersihkan semua rumah ini meskipun itu adikku yang membuatnya kotor. "
"Enak saja, dimana-mana uang suami ya uang istri, uang istri bukan uang suami, kewajibanmu menafkahiku bukan sebaliknya, ngasih uang satu juta sebulan aja lagaknya udah kayak bos besar," ucapku sewot.
"Arghhh, dasar kamu ini bantah aja bisanya kalau dikasih tau! Pokoknya aku gak mau dengar kamu perintah-perintah Ibu dan Adikku seenaknya lagi! Awas! "
"Awas apa! Ayo katakan awas apa! "
"Ya gak apa-apa," Mas Indra tiba-tiba melempem seperti kerupuk kena siram air begitu melihatku sudah berkacak pinggang.
"Kalau kalian gak suka dengan aturan yang kubuat silahkan angkat kaki dari rumahku! Pintuku terbuka sangat lebar untuk orang seperti kalian pergi dari sini! "
"Kau, kau mengusirku Dek?"
"Iya, kenapa? Mau protes? " Mas Indra bungkam tidak menjawab sepatah kata pun.
"Dengar ya, Mas, ini rumahku, dan yang membayar Bi Mar itu uangku, bahkan untuk makan kalian disini juga uangku, kalau kalian mau protes mending kalian keluar dari sini, aku tidak akan menangisimu si lelaki kikir bin medit bin benalu bin parasit, bukankah kau yang menjadikanku seperti ini? justru aku tenang jika hidup tanpamu, mending aku menjanda daripada hidup dengan suami sepertimu, " tandasku pada Mas Indra sebelum meninggalkannya sendiri terpaku di ruang tamu.
KU BUAT MISKIN SUAMIKU DAN KELUARGANYABAB 5"Dengar ya, Mas, ini rumahku, dan yang membayar Bi Mar itu uangku, bahkan untuk makan kalian disini juga uangku, kalau kalian mau protes mending kalian keluar dari sini, aku tidak akan menangisimu si lelaki kikir bin medit bin benalu bin parasit, bukankah kau yang menjadikanku seperti ini? justru aku tenang jika hidup tanpamu, mending aku menjanda daripada hidup dengan suami sepertimu, " tandasku pada Mas Indra sebelum meninggalkannya sendiri terpaku di ruang tamu. "Sudahlah Indra, Ibu sudah terbiasa dihina begini, memang kita ini orang miskin jadi kita harus terima apapun perlakuan orang pada kita, tapi, kenapa orang itu harus menantu Ibu sendiri, hiks hiks hiks, " aku pun menghentikan langkah, suara Ibu mertua tiba-tiba saja terdengar ditelinga ini dan membuat keadan tambah panas, aku sangat tahu kalau ia tengah bersandiwara. "Cih, dasar drama sekali dia, apa dia tidak capek, hidupnya hanya dipenuhi dengan sandiwara, " guma
KU BUAT MISKIN SUAMIKU DAN KELUARGANYABAB 6"Nia jangan pergiiii! " pekik Mas Indra, tapi aku tak menghiraukannya. Aku terus berjalan keluar kamar, dan ternyata Mbok Mae sudah siap dan tengah menungguku di ruang tamu dengan barang bawaannya."Sudah siap, Mbok? Ayo ikut Nia masuk kedalam mobil," Mbok Mar pun mengikuti langkahku masuk ke dalam mobil. Sedangkan Ibu dan juga Mimi entah sedang apa mereka aku pun sudah tak peduli lagi. Kita lihat saja besok bisa apa mereka tanpaku dan Mbok Mar, dan besok akan aku berikan kejutan untuk para benalu itu. ***Sudah satu minggu aku pergi dari rumah, selama itu juga Mas Indra tak ada sekalipun menghubungiku. Sungguh bukan suami yang bertanggung jawab. Dan disinilah aku sekarang tinggal. Rumah dengan dua lantai, Mas Indra dan keluarganya tidak mengetahui jika aku memiliki rumah lain selain yang mereka tempati. Rumah ini aku beli jauh sebelum menikah dengan Mas Indra, jadi sudah dipastikan tidak ada uang Mas Indra didalamnya. Ah, bahk
"Halo, Bu, barang-barang sebagian sudah saya bawa, dan ini sudah ada didalam truk, " ucap orang suruhan Nia pada Nia melalui sambungan telepon. "Bagus, segera bawa ke alamat ini, dan letakkan saja di dalam ruangan kosong yang ada disana, karena memang sudah saya persiapkan sebelumnya, untuk eksekusi berikutnya nanti saya hubungi kalian.""Baik, Bu, terima kasih. ""Ibu, Mas Indra dan Mimi, nikmatilah kemiskinan kalian secara perlahan, " ucap Nia sembari menyeringai. ***"Hu hu hu hu, dasar menantu sialan, dia yang punya hutang kenapa kita yang harus menanggung hutangnya, hu hu hu, mana sebentar lagi teman-temanku mau reunian disini lagi, " gerutu Ibu Indra sembari menangis. Disaat Ibu Indra masih menangisi barang-barang yang disita, datanglah Indra dengan wajah paniknya. "Ibu, bagaimana ceritanya barang-barang bisa disita, tadi Mimi pas telepon aku masih meeting Bu, makanya gak bisa langsung pulang, " ucap Indra panik. "Hu hu hu, indra, istrimu itu memang benar-ben
"Ah, Jeng Wulan siapa yang bilang? Si Nia itu bisanya cuma nyusahin saja, ini murni rumah hasil kerja keras anak saya, eh kok malah di luar begini, ayo masuk, kita makan dulu, kebetulan sudah saya pesankan di restoran yang terkenal itu lho, bahkan bungkusnya saja belum saya buka, karena gak keburu waktunya, yuk masuk, o iya tapi maaf ya Jeng semua, sofanya tidak ada, yang lama sudah saya buang soalnya sudah jelek, saya udah pesan yang baru tapi katanya baru ada minggu depan. ""Ah Jeng Nita, santai aja gak masalah lagian gak usah repot-repot,""Gak ngerepotin kok Jeng Sari, kan sesekali saja, " jawab Bu Nita sembari menaikkan lengan bajunya sedikit ke atas sehingga menampakkan kilauan gelang emas yang digunakannya. "Duh, duh, duh, emas baru nih ye, perasaan pas reunian di rumah Jeng Sari kemarin gak pake yang ini kan ya, " ucap Bu Neni saat melihat gelang besar yang digunakan Bu Nita. "Hehehe biasalah, Jeng, jatah wajib tiap bulan dari anak kebanggaanku, ayo kita maka
"Bukan saya yang hutang Jeng semua, tapi menantu gila saya yang hutang. ""Terua kenapa barang di rumah Jeng Nita yang diambil kalau menantu Jeng yang hutang? ""Karena memang rumah ini atas nama Bu Nia, dan Bu Nia sudah menjaminkan sertifikat rumah ini beserta isinya kalau dia tak sanggup bayar, makanya kami kemari may ambil barang-barangnya misal nanti belum cukup juga ya terpaksa mau sita rumahnya. ""Lho, Jeng, bukannya ini rumah milik anakmu? Kenapa jadi atas nama Nia? Jadi benar apa yang aku bilang kalau sebenarnya ini tuh rumah menantu jeng Nita? ""Bu, bukan gitu jeng, saya bisa jelaskan, arghhh Indraaaaa! " pekik Bu Nita karena merasa sangat terpojok. Bu Nita berlari menuju kamar Indra dan membangunkannya. "Indra banguuun, rumah kamu mau disita! " hardii Bu Nita tepat di telinga Indra, membuat Indra terbangun dari tidurnya sembari terlonjak. "Ibu, apaan sih, ngagetin aja? ""Orang -orang itu datang Lagi ndra, cepat hadapi! ""orang-orang siapa, Bu? ""Penagih h
"Hellowwww epribadeh, itu tuh emas imitasi alias xuping, lha wong saya penjualnya kok,""Eh maaf, Bu, mungkin maksud Ibu memang menantu saya yang berhutang. Tapi sebaiknya besok saja kesini lagi, karena menantu saya sedang tidak ada, " sela Bu Nita dengan wajah yang sudah pucat pasi karena sebentar lagi kedoknya akan terbongkar. "Menantu-menantu apaan sih Bu Nita dari tadi? Saya gak ngerti deh, wong yang datang ke rumah saya dan ambil xuping itu sampean kok, bilang menantu sih, nih catetannya masih lengkap, " Bu Mira menjelaskan sembari memperlihatkan buku catatan yang ia bawa. "Jadi beneran ini hutangnya Jeng Nita? mana emas imitasi lagi, kenapa Jeng Nita bohong sama kita-kita? " ucap Bu Wulan sembari memelototkan matanya. "Bu, bukan maksud saya begitu Jeng, tapi, tapi, ini tuh sebenarnya ulah nya Nia. ""Ulah Nia gimana, jelas-jelas emas imitasinya Jeng pake, atau jangan-jangan benar kabar yang beredar kalau sebenarnya Jeng dan anak Jeng ini benalu di kehidupan men
"Eh, tunggu, ck! Iya-iya sebentar saya ambilkan uangnya, " ucap Bu Nita sembari menekuk wajahnya masam, dan masuk ke dalam mengambil uangnya untuk membayar cicilan. Setelah menunggu dua menit akhirnya Bu Nita kembali menemui Bu Mira untuk menyerahkan uang cicilan itu pada Bu Mira. "Nah gitu dong, daritadi kek, gak perlu pake otot kan, ingat minggu depan saya datang lagi kesini buat ambil uangnya! " ucap Bu Mira tegas dan berlalu dari hadapan Bu Nita. ***"Indra! Cepat hubungi Nia sekarang! Ini semua gara-gara istrimu yang tak berguna itu! Ibu jadi malu sama teman-teman Ibu, memang ya istrimu itu nyusahin orang aja bisanya! " ucap Bu Nita pada Indra, Bu Nita merasa kekacauan yang terjadi hari ini lantaran gara-gara ulah menantunya, dan Bu Nita merasa sangat kesal sekali dengan menantunya itu. "Aku udah coba hubungi Nia, Bu, tapi gak pernah diangkat, " jawab Indra dengan nada lemas. Bagaimana tidak jika biasanya Indra berada di titik ternyaman lantaran semua kebutuhan
"Duh, Ibu mertua yang terhormat, mungkin ucapan Ibu itu akan mempan jika berbicara dengan perempuan yang bodoh dan naif, tapi tidak denganku, urusan neraka atau surga ku itu bukan Ibu yang menentukan, melainkan Tuhanku yang menentukan, lagian apa Ibu tidak takut apa yang aku alami sekarang ini akan berbalik ke anak perempuan Ibu yaitu Mimi? Ingat, Bu, Ibu juga punya anak perempuan, jangan sampai apa yang Ibu tanam sekarang, Mimi yang akan memanennya. ""Ck, Ibu sangat yakin jika Mimi akan mendapatkan suami dan mertua yang sayang sama dia, secara aku sudah mendidik Mimi dengan sangat baik, bukan sepertimu, cuma tamatan SMA dan perempuan kampung. ""Halah, Bu, Bu, ngatain aku perempuan kampung, lah Ibu sama Mimi juga kan dari kampung,&
Saat itu juga darah mengalir dari kedua pangkal pahaku hingga aku berteriak kesakitan. Saat itulah para penjaga bergegas membawaku ke rumah sakit.Sesampainya di rumah sakit aku segera dibawa ke ugd, tapi karena aku merasa sudah tidak kuat menahan sakit yang menjalar di sekitar tubuhku tiba-tiba saja pandanganku berubah menjadi gelap.Saat aku terbangun, aku sudah mendapati diriku di ruangan perawatan dan ada dua orang penjaga yang menungguku disana. Waktu kuraba perutku aku mulai gusar karena mendapati perut yang sudah rata."Bu, bayiku mana?" ucapku kala itu pada penjaga yang belum menyadari kalau aku sudah sadar."Bu Risa sudah sadar? Tunggu sebentar ya, biar saya panggilkan do
Selama ini pun aku tak pernah mencari dimana keberadaan Risa, jujur hingga saat ini apa yang Risa perbuat masih belum bisa kumaafkan, saat ini aku hanya fokus untuk kerja dan mencari uang, rencananya aku ingin meminta Mimi untuk kembali melanjutkan kuliahnya yang sempat terputus karena keterbatasan biaya."Ndra, ini surat apa?" ucapan Ibu membuyarkan lamunanku tentang kehidupan masa laluku. Saat ini aku baru saja pulang dari tempatku bekerja."Oh, ini undangan pernikahan Nia dengan Pak Angga, Bu.""Maksud kamu Nia mantan istri kamu?" ucap Ibu sembari meletakkan teh hangat di depanku, Ibu memang selalu membuatkanku teh atau kopi setiap aku baru pulang kerja."Iya, Bu, Nia mantan istriku
Flashback onSeperti biasa jika pagi sudah menyapa, seorang penjaga yang ditugaskan Tedi untuk bersih-bersih rumah atau markas Tedi dan teman-temannya akan datang untuk membersihkan rumah tersebut, mulai dari menyapu, mengepel, serta mencabuti rumput jika dirasa sudah panjang. Tapi pagi itu si penjaga rumah dikejutkan dengan sosok Tedi yang sudah terbujur kaku tanpa mengenakan busana, dengan mata melotot bibir mengeluarkan busa putih, serta warna kulit yang sudah mulai membiru pucat."Allahu Akbar! Mas Tedi, kenapa, Mas!" pekik si penjaga tersebut. Usahanya membangunkan Tedi sia-sia, karena Tedi sudah tak lagi bernyawa.Tak mau dijadikan salah tuduhan si penjaga itu pun bergegas untuk menghubungi pihak kepolisian. Tak berselang lama, para polisi yang di tel
Sebelum memutuskan untuk benar-benar pergi, aku bergegas memakai pakaian ku, lalu dengan setengah berlari aku masuk kedalam mobil Tedi dan menghidupkan mesinnya lantas segera pergi dari rumah terkutuk itu.***Aku berhenti di jalanan yang lengang, aku melihat kanan, kiri dan sekitarnya, saat kurasa aman ku matikan mesin mobil lalu aku keluar dari mobil, kubuka penutup tangki bensin mobil lalu aku menghidupkan korek api yang terbuat dari kayu, lantas aku memasukkannya ke dalam tangki bensin. Dengan cepat aku berlari menjauh dari mobil Tedi sebelum mobil itu meledak, meskipun dengan susah payah aku berlari karena perutku yang buncit ini, hingga akhirnya...Duar....Mobil meledak dan terbakar, a
"Oke deh, aku tunggu," ucapku dengan sumringah. Mataku berbinar membayangkan aku kembali akan menikmati barang itu, entah kenapa hari ini aku hanya ingin ditemani oleh Tedi saja, mungkin ini bawaan si utun di dalam rahimku.Bergegas aku mengganti pakaianku, aku tak terbiasa memakai pakaian seksi jika sedang keluar maupun di rumah. Itu sengaja kulakukan agar orang lain tidak tahu sepak terjangku. Terkadang aku merutuki kebodohan orang-orang yang dengan berani live di sosmednya saat mereka tengah berpesta sabu, justru mereka membuat lubang neraka untuk hidup mereka sendiri, itulah aku katakan mereka itu bodoh bin tolol. Kalau mau bersenang-senang ya sah-sah saja, tapi tak perlu juga di umbar seperti itu hingga seluruh dunia tau kebodohan mereka.Ah, kenapa aku jadi mikirin hal gak jelas kayak tadi sih, inilah akibat k
"Nia? Kamu tak apa?" tanyaku khawatir."Yang kamu lihat gimana?""Maaf, aku gak sengaja, sini aku bantu," ucapku mencoba membantu Nia berdiri tapi tanganku ditepis oleh Nia."Gak usah, aku bisa sendiri!"Kutarik kembali tanganku dari depan Nia, Nia kini sudah berdiri dihadapanku, ah, betapa indah makhluk ciptaan Tuhan yang satu ini."Mas, minggir aku mau lewat!" suara Nia membuyarkan pikiranku yang entah lagi kemana. Kumiringkan tubuh ku agar Nia bisa lewat, hingga saat tubuh Nia berada didekatku tanpa sengaja aku mencium aroma shampo dari rambut Nia yang tergerai indah. Dan refleks aku memeluk Nia dan membenamkan kepalak
"Tanya pada Risa kenapa aku bisa memanggilnya murahan! Aku tak mau memperlihatkan bukti pada Ibu yang akan membuat Ibu shock lantas pingsan nantinya, sudah ya, aku mau ajk Ibu dan Mimi keluar sekarang jug, terimakasih sebelumnya sudah mau menampung keluargaku selama tiga bulan ini."Aku bergegas menuju belakang rumah dan menghampiri Ibu dan Mimi yang juga sudah siap dengan barang bawaan mereka yang tak banyak."Bu, Mi, sudah siap?" tanyaku pada Ibu dan Mimi."Sudah, Nak, ayo kita keluar." aku, Ibu dan Mimi melangkahkan kaki hingga sampai di ruang tamu, masih kulihat Bu Rodiyah menatapku dan keluargaku dengan tatapan yang seakan siap menerkam kami, tapi itu tak membuatku gentar, cukup sudah keluargaku diperlakukan tak layak oleh mereka.
Hari ini tepat aku sudah menerima gajiku, rencananya uang ini akan aku pergunakan untuk menyewa rumah petak untuk Ibu dan Mimi, untungnya beberapa bulan ini aku selalu mendapatkan uang tambahan karena aku sering masuk hingga malam. Jadi Pak Angga dengan murah hati menambah uang gajiku. Tentunya uang lemburan ini Risa tak mengetahuinya, dan saat ini uang bonusan yang aku kumpulkan ditambah dengan uang gajiku plus lemburan ku bulan ini ada sekitar Rp. 7.000.000,- kurasa ini cukup untuk menyewa rumah petak tiga bulan dan sisanya aku akan meminta Ibu dan Mimi membuka usaha untuk biaya hidup mereka, toh aku masih bekerja jadi aku masih punya gaji, dan rencananya aku juga akan tinggal bersama Ibu dan Mimi, cukup sudah aku hidup seatap dengan manusia iblis macam Risa."Mas, hari ini kamu gajian kan? Mana uangnya bawa sini, ada baju yang mau
"Bang, tunggu disini dulu ya, saya mau masuk kesana dulu, pokoknya jangan tinggalin saya, nanti saya bayar lebih," ucap Indra pada tukang ojek."Siap, Pak, kalau soal duit pokoknya beres. "Setelah meminta tukang ojek untuk menunggunya, Indra pun berjalan perlahan menuju rumah yang dimasuki Risa dan Tedi itu. Indra berjalan sembari mengendap-endap, Indra berjalan menuju teras depan, ia mengintip dari celah-celah jendela yang tak tertutupi hordeng, tampak sepi didalam, Indra kembali melanjutkan langkah kakinya, ia melewati garasi dan ternyata di garasi sudah terparkir tiga buah mobil selain mobil yang dipakai Risa dan Tedi. Sayup Indra mendengar suara dari ruangan sebelah garasi, lantas Indra mendekati jendela di ruangan itu. Beruntung jendela ti