KUBUAT MISKIN SUAMI DAN KELUARGANYA
BAB 3
"Yaudah ayo kita sarapan, sana kamu panggil Mimi dan Ibu, kita sarapan bareng, " ujar Mas Indra memerintahku.
"Emang siapa yang ngajak Mas sarapan? "
"Lah, itu kamu beli sarapan buat kita kan? "
"Enak aja, kalau mau sarapan belilah sana sendiri, ini aku beli untuk diriku, Nia si cantika mantuliti," kutinggalkan Mas Indra yang masih terpaku mencerna ucapanku itu.
"Nia, jangan kurang ajar kau! Cepat sekarang belikan aku, Ibu dan Mimi sarapan! Aku udah telat nih! " hardik Mas Indra padaku saat dirinya tersadar kalau aku sudah tidak ada lagi dihadapannya.
"Cih, tak usah lah yau, beli aja sana sendiri, kau kira aku pembokat main suruh-suruh, lagian kamu ada kasih duit gak buat beli sarapan? "
"Aku kan udah kasih duit sama kamu tadi malam, pakailah uang itu duku."
Aku medelik mendengar ucapan suamiku yang tanpa dosa itu, ringan sekali dia berbicara.
"Uang yang kau beri itu untuk bayar listrik sama air, kalau mau makan bawa sini lagi uangmu, kau kira ini tempat penampungan gratis apa! " hardikku pada Mas Indra.
"Ck, pakailah dulu uangmu, nanti aku ganti, nanti keburu Ibu dan Mimi bangun gak enak aku sama mereka. "
"Oke, asal ada syaratnya."
"Apa-apaan sih kamu, makan aja pake syarat segala. "
"Yaudah kalau gak mau, gak aku belikan," ucapku cuek dan kembali duduk di kursi makanku.
"Ck, baiklah terserah kamu aja, apa syaratnya. "
"Syaratnya mudah saja, setiap uang yang aku keluarkan untuk keperluan mu dan keluargamu harus kau ganti setiap kau terima gaji, jadi setiap tanggal mu gajian Mas harus lunasi dulu hutang nya sama aku baru berikan sisanya pada Ibu, gimana? "
"Masa harus sampai begitu sih, Dek. "
"Ya itu terserah Mas, mau apa enggak. "
"Yaudah iya aku mau, cepatlah sana beli. "
"Eits tunggu dulu, ada lagi. "
"Apalagiii, keburu Ibu bangun. "
"Sabar dong, cuma bentar," aku pun bergegas menuju kamar, dan mengambil kertas, pulpen serta materai, setelah aku mengambil semua yang aku butuhkan, aku kembali ke meja dan menemui Mas Indra.
"Mas tanda tangan disini. "
"Apa ini? "
"Perjanjian, kalau nanti Mas lalai aku bisa masukin Mas ke penjara, gimana? "
"Aaarghhh, kamu apa-apaan sih, soal makan aja pake segala kayak begitu," muka Mas Indra sudah memerah, ia juga mengepalkan tangannya.
"Terserah, mau ya tanda tangan, gak mau ya gak masalah, sana beli makan sendiri, tinggal minta lagi uang mu yang kamu kasih ke Ibu dan Mimi kan gampang."
"Mau taruh dimana muka aku kalau harus minta kembali uang yang sudah aku kasih ke mereka Ni. "
"Emang gue pikirin, itu urusan Mas sama mereka," jawabku acuh.
"Dasar istri durhaka kamu ini! "
"Lalu apa sebutan yang pantas untuk laki-laki sepertimu! Benalu? Parasit? "
"Yaudahlah mana sini kertasnya! "
Akhirnya Mas Indra dengan sangat terpaksa mau menandatangani kertas kosong bermaterai yang aku berikan. Baguslah ini akan menjadi senjata untuk menekannya, suami tak tahu diri sepertinya memang harus dibinasakan.
Setelah Mas Indra menandatangani, aku mengambil kembali kertas itu dan menyimpannya, nanti di restoran akan aku isi pasal perjanjiannya.
"Dasar Mas Indra bodoh, mau-maunya menandatangani kertas kosong begini, " gumamku dalam hati sembari tersenyum sinis.
***
"Hoam, wah, ada nasi uduk, " ucap Ibu mertuaku yang baru saja bangun dari tidurnya. Kondisinya sangat berantakan, rambut awut-awutan dan iler masih menempel di wajahnya. Aku bergidik geli melihatnya, sungguh tidak sepadan dengan gayanya yang sok sosialita.
"pantaslah anaknya begitu, lha biangnya juga begitu, " batinku.
Setelah Ibu mertua keluar, kemudian menyusul anak perempuan satu-satunya yaitu Mimi, kondisi Mimi pun tak jauh beda dengan mereka, sungguh pemandangan yang menjijikkan, tiga orang makan dengan lahap tanpa mencuci muka dan gosok gigi terlebih dahulu.
Entahlah bagaimana bisa dulu aku mau menikah dengan Mas Indra, bukan hanya perangainya yang buruk, pun dengan kebiasaannya yang jorok.
"Begini dong jadi menantu itu, kalau pagi sarapan sudah tersedia, jadi kalau kita bangun tidur lapar kan tinggal menuju meja makan saja, " ucap Ibu mertua angkuh.
"Cih, dia belum tahu saja jika aku sudah buat perjanjian dengan anak laki-lakinya itu, tentu saja perjanjian itu akan sangat menguntungkan ku nantinya." gumamku dalam hati.
"Bu, aku pamit berangkat kerja dulu ya, kalau kalian mau makan, tinggal telepon Nia saja, nanti Nia bisa antarkan makanan aro restorannya," ucapan enteng Mas Indra tentu saja membuatku mendelikkan mata.
Apa-apaan dia seenaknya saja memintaku menjamu Ibunya dengan makanan mewah dari restoran ku yang terkenal lezat dan harganya menguras kantong itu.
"Eh, tapi gak papa juga lah, kan Mas Inra sudah tandatangan tadi, jadi ya aku masukkan perincian hutang dia aja," batinku.
"Oke, Mas, tenang aja, nanti kalau lapar tinggal telepon, nanti masakan dari restoran ku, cuss, langsung meluncur kemari, " ucapku pada Mas Indra sembari tersenyum manis kearah Mas Indra.
"Yaudah sana hati-hati, kerja yang bener, biar banyak dapat duitnya, " seloroh Ibu mertua pada suamiku.
"Dasar nenek peot matre, " gumamku lirih.
"Apa kamu bilang? " ternyata Si Nenek peot itu mendengar ucapanku, aku pun tak kurang akal tinggal aku bilang saja kalau aku tengah berdendang.
"Ah, emangnya aku ngomong apaan? "
"Kamu ngatain Ibu, Nenek peot matre? "
"Ibu merasa udah Nenek-nenek emangnya? Ibu ngerasa matre emangnya? "
"Ya enggak lah, enak aja, aku ini masih cantik tau. "
"Yaudah, ngapain marah kalau gak ngerasa, " ucapku santai sembari melenggang meninggalkan mereka menuju kamarku.
"Hih, awas kamu ya, dasar mantu sialan!" tak ku hiraukan hardikan Ibu mertuaku, karena aku harus bergegas berangkat ke restoran milikku.
KU BUAT MISKIN SUAMI DAN KELUARGANYABAB 4Ibu merasa udah Nenek-nenek emangnya? Ibu ngerasa matre emangnya? ""Ya enggak lah, enak aja, aku ini masih cantik tau. ""Yaudah, ngapain marah kalau gak ngerasa, " ucapku santai sembari melenggang meninggalkan mereka menuju kamarku."Hih, awas kamu ya, dasar mantu sialan!"***Tidak terasa waktu sudah menunjukkan pukul tujuh malam, Matahari pun sudah kembali ke peraduannya. Hari ini restoranku sangat ramai, kesibukanku membuat lupa sejenak dengan masalah-masalah rumah tangga ku. "Alhamdulillah, hari ini pelanggan restoran meningkat, pendapatan hari ini pun terbilang lumayan. Dan rencananya aku mau pulang, karena badan sudah terasa sangat letih, biasanya jika aku sedang tidak ada maka orang kepercayaanku lah yang akan memantau restoran ini. "Lina, saya mau pulang dulu ya, tolong handle semuanya, nanti laporannya kirim via email saya ya, " titahku pada Lina, orang kepercayaanku. "Baik, Bu. "***Setelah menempuh perjalana
KU BUAT MISKIN SUAMIKU DAN KELUARGANYABAB 5"Dengar ya, Mas, ini rumahku, dan yang membayar Bi Mar itu uangku, bahkan untuk makan kalian disini juga uangku, kalau kalian mau protes mending kalian keluar dari sini, aku tidak akan menangisimu si lelaki kikir bin medit bin benalu bin parasit, bukankah kau yang menjadikanku seperti ini? justru aku tenang jika hidup tanpamu, mending aku menjanda daripada hidup dengan suami sepertimu, " tandasku pada Mas Indra sebelum meninggalkannya sendiri terpaku di ruang tamu. "Sudahlah Indra, Ibu sudah terbiasa dihina begini, memang kita ini orang miskin jadi kita harus terima apapun perlakuan orang pada kita, tapi, kenapa orang itu harus menantu Ibu sendiri, hiks hiks hiks, " aku pun menghentikan langkah, suara Ibu mertua tiba-tiba saja terdengar ditelinga ini dan membuat keadan tambah panas, aku sangat tahu kalau ia tengah bersandiwara. "Cih, dasar drama sekali dia, apa dia tidak capek, hidupnya hanya dipenuhi dengan sandiwara, " guma
KU BUAT MISKIN SUAMIKU DAN KELUARGANYABAB 6"Nia jangan pergiiii! " pekik Mas Indra, tapi aku tak menghiraukannya. Aku terus berjalan keluar kamar, dan ternyata Mbok Mae sudah siap dan tengah menungguku di ruang tamu dengan barang bawaannya."Sudah siap, Mbok? Ayo ikut Nia masuk kedalam mobil," Mbok Mar pun mengikuti langkahku masuk ke dalam mobil. Sedangkan Ibu dan juga Mimi entah sedang apa mereka aku pun sudah tak peduli lagi. Kita lihat saja besok bisa apa mereka tanpaku dan Mbok Mar, dan besok akan aku berikan kejutan untuk para benalu itu. ***Sudah satu minggu aku pergi dari rumah, selama itu juga Mas Indra tak ada sekalipun menghubungiku. Sungguh bukan suami yang bertanggung jawab. Dan disinilah aku sekarang tinggal. Rumah dengan dua lantai, Mas Indra dan keluarganya tidak mengetahui jika aku memiliki rumah lain selain yang mereka tempati. Rumah ini aku beli jauh sebelum menikah dengan Mas Indra, jadi sudah dipastikan tidak ada uang Mas Indra didalamnya. Ah, bahk
"Halo, Bu, barang-barang sebagian sudah saya bawa, dan ini sudah ada didalam truk, " ucap orang suruhan Nia pada Nia melalui sambungan telepon. "Bagus, segera bawa ke alamat ini, dan letakkan saja di dalam ruangan kosong yang ada disana, karena memang sudah saya persiapkan sebelumnya, untuk eksekusi berikutnya nanti saya hubungi kalian.""Baik, Bu, terima kasih. ""Ibu, Mas Indra dan Mimi, nikmatilah kemiskinan kalian secara perlahan, " ucap Nia sembari menyeringai. ***"Hu hu hu hu, dasar menantu sialan, dia yang punya hutang kenapa kita yang harus menanggung hutangnya, hu hu hu, mana sebentar lagi teman-temanku mau reunian disini lagi, " gerutu Ibu Indra sembari menangis. Disaat Ibu Indra masih menangisi barang-barang yang disita, datanglah Indra dengan wajah paniknya. "Ibu, bagaimana ceritanya barang-barang bisa disita, tadi Mimi pas telepon aku masih meeting Bu, makanya gak bisa langsung pulang, " ucap Indra panik. "Hu hu hu, indra, istrimu itu memang benar-ben
"Ah, Jeng Wulan siapa yang bilang? Si Nia itu bisanya cuma nyusahin saja, ini murni rumah hasil kerja keras anak saya, eh kok malah di luar begini, ayo masuk, kita makan dulu, kebetulan sudah saya pesankan di restoran yang terkenal itu lho, bahkan bungkusnya saja belum saya buka, karena gak keburu waktunya, yuk masuk, o iya tapi maaf ya Jeng semua, sofanya tidak ada, yang lama sudah saya buang soalnya sudah jelek, saya udah pesan yang baru tapi katanya baru ada minggu depan. ""Ah Jeng Nita, santai aja gak masalah lagian gak usah repot-repot,""Gak ngerepotin kok Jeng Sari, kan sesekali saja, " jawab Bu Nita sembari menaikkan lengan bajunya sedikit ke atas sehingga menampakkan kilauan gelang emas yang digunakannya. "Duh, duh, duh, emas baru nih ye, perasaan pas reunian di rumah Jeng Sari kemarin gak pake yang ini kan ya, " ucap Bu Neni saat melihat gelang besar yang digunakan Bu Nita. "Hehehe biasalah, Jeng, jatah wajib tiap bulan dari anak kebanggaanku, ayo kita maka
"Bukan saya yang hutang Jeng semua, tapi menantu gila saya yang hutang. ""Terua kenapa barang di rumah Jeng Nita yang diambil kalau menantu Jeng yang hutang? ""Karena memang rumah ini atas nama Bu Nia, dan Bu Nia sudah menjaminkan sertifikat rumah ini beserta isinya kalau dia tak sanggup bayar, makanya kami kemari may ambil barang-barangnya misal nanti belum cukup juga ya terpaksa mau sita rumahnya. ""Lho, Jeng, bukannya ini rumah milik anakmu? Kenapa jadi atas nama Nia? Jadi benar apa yang aku bilang kalau sebenarnya ini tuh rumah menantu jeng Nita? ""Bu, bukan gitu jeng, saya bisa jelaskan, arghhh Indraaaaa! " pekik Bu Nita karena merasa sangat terpojok. Bu Nita berlari menuju kamar Indra dan membangunkannya. "Indra banguuun, rumah kamu mau disita! " hardii Bu Nita tepat di telinga Indra, membuat Indra terbangun dari tidurnya sembari terlonjak. "Ibu, apaan sih, ngagetin aja? ""Orang -orang itu datang Lagi ndra, cepat hadapi! ""orang-orang siapa, Bu? ""Penagih h
"Hellowwww epribadeh, itu tuh emas imitasi alias xuping, lha wong saya penjualnya kok,""Eh maaf, Bu, mungkin maksud Ibu memang menantu saya yang berhutang. Tapi sebaiknya besok saja kesini lagi, karena menantu saya sedang tidak ada, " sela Bu Nita dengan wajah yang sudah pucat pasi karena sebentar lagi kedoknya akan terbongkar. "Menantu-menantu apaan sih Bu Nita dari tadi? Saya gak ngerti deh, wong yang datang ke rumah saya dan ambil xuping itu sampean kok, bilang menantu sih, nih catetannya masih lengkap, " Bu Mira menjelaskan sembari memperlihatkan buku catatan yang ia bawa. "Jadi beneran ini hutangnya Jeng Nita? mana emas imitasi lagi, kenapa Jeng Nita bohong sama kita-kita? " ucap Bu Wulan sembari memelototkan matanya. "Bu, bukan maksud saya begitu Jeng, tapi, tapi, ini tuh sebenarnya ulah nya Nia. ""Ulah Nia gimana, jelas-jelas emas imitasinya Jeng pake, atau jangan-jangan benar kabar yang beredar kalau sebenarnya Jeng dan anak Jeng ini benalu di kehidupan men
"Eh, tunggu, ck! Iya-iya sebentar saya ambilkan uangnya, " ucap Bu Nita sembari menekuk wajahnya masam, dan masuk ke dalam mengambil uangnya untuk membayar cicilan. Setelah menunggu dua menit akhirnya Bu Nita kembali menemui Bu Mira untuk menyerahkan uang cicilan itu pada Bu Mira. "Nah gitu dong, daritadi kek, gak perlu pake otot kan, ingat minggu depan saya datang lagi kesini buat ambil uangnya! " ucap Bu Mira tegas dan berlalu dari hadapan Bu Nita. ***"Indra! Cepat hubungi Nia sekarang! Ini semua gara-gara istrimu yang tak berguna itu! Ibu jadi malu sama teman-teman Ibu, memang ya istrimu itu nyusahin orang aja bisanya! " ucap Bu Nita pada Indra, Bu Nita merasa kekacauan yang terjadi hari ini lantaran gara-gara ulah menantunya, dan Bu Nita merasa sangat kesal sekali dengan menantunya itu. "Aku udah coba hubungi Nia, Bu, tapi gak pernah diangkat, " jawab Indra dengan nada lemas. Bagaimana tidak jika biasanya Indra berada di titik ternyaman lantaran semua kebutuhan
Saat itu juga darah mengalir dari kedua pangkal pahaku hingga aku berteriak kesakitan. Saat itulah para penjaga bergegas membawaku ke rumah sakit.Sesampainya di rumah sakit aku segera dibawa ke ugd, tapi karena aku merasa sudah tidak kuat menahan sakit yang menjalar di sekitar tubuhku tiba-tiba saja pandanganku berubah menjadi gelap.Saat aku terbangun, aku sudah mendapati diriku di ruangan perawatan dan ada dua orang penjaga yang menungguku disana. Waktu kuraba perutku aku mulai gusar karena mendapati perut yang sudah rata."Bu, bayiku mana?" ucapku kala itu pada penjaga yang belum menyadari kalau aku sudah sadar."Bu Risa sudah sadar? Tunggu sebentar ya, biar saya panggilkan do
Selama ini pun aku tak pernah mencari dimana keberadaan Risa, jujur hingga saat ini apa yang Risa perbuat masih belum bisa kumaafkan, saat ini aku hanya fokus untuk kerja dan mencari uang, rencananya aku ingin meminta Mimi untuk kembali melanjutkan kuliahnya yang sempat terputus karena keterbatasan biaya."Ndra, ini surat apa?" ucapan Ibu membuyarkan lamunanku tentang kehidupan masa laluku. Saat ini aku baru saja pulang dari tempatku bekerja."Oh, ini undangan pernikahan Nia dengan Pak Angga, Bu.""Maksud kamu Nia mantan istri kamu?" ucap Ibu sembari meletakkan teh hangat di depanku, Ibu memang selalu membuatkanku teh atau kopi setiap aku baru pulang kerja."Iya, Bu, Nia mantan istriku
Flashback onSeperti biasa jika pagi sudah menyapa, seorang penjaga yang ditugaskan Tedi untuk bersih-bersih rumah atau markas Tedi dan teman-temannya akan datang untuk membersihkan rumah tersebut, mulai dari menyapu, mengepel, serta mencabuti rumput jika dirasa sudah panjang. Tapi pagi itu si penjaga rumah dikejutkan dengan sosok Tedi yang sudah terbujur kaku tanpa mengenakan busana, dengan mata melotot bibir mengeluarkan busa putih, serta warna kulit yang sudah mulai membiru pucat."Allahu Akbar! Mas Tedi, kenapa, Mas!" pekik si penjaga tersebut. Usahanya membangunkan Tedi sia-sia, karena Tedi sudah tak lagi bernyawa.Tak mau dijadikan salah tuduhan si penjaga itu pun bergegas untuk menghubungi pihak kepolisian. Tak berselang lama, para polisi yang di tel
Sebelum memutuskan untuk benar-benar pergi, aku bergegas memakai pakaian ku, lalu dengan setengah berlari aku masuk kedalam mobil Tedi dan menghidupkan mesinnya lantas segera pergi dari rumah terkutuk itu.***Aku berhenti di jalanan yang lengang, aku melihat kanan, kiri dan sekitarnya, saat kurasa aman ku matikan mesin mobil lalu aku keluar dari mobil, kubuka penutup tangki bensin mobil lalu aku menghidupkan korek api yang terbuat dari kayu, lantas aku memasukkannya ke dalam tangki bensin. Dengan cepat aku berlari menjauh dari mobil Tedi sebelum mobil itu meledak, meskipun dengan susah payah aku berlari karena perutku yang buncit ini, hingga akhirnya...Duar....Mobil meledak dan terbakar, a
"Oke deh, aku tunggu," ucapku dengan sumringah. Mataku berbinar membayangkan aku kembali akan menikmati barang itu, entah kenapa hari ini aku hanya ingin ditemani oleh Tedi saja, mungkin ini bawaan si utun di dalam rahimku.Bergegas aku mengganti pakaianku, aku tak terbiasa memakai pakaian seksi jika sedang keluar maupun di rumah. Itu sengaja kulakukan agar orang lain tidak tahu sepak terjangku. Terkadang aku merutuki kebodohan orang-orang yang dengan berani live di sosmednya saat mereka tengah berpesta sabu, justru mereka membuat lubang neraka untuk hidup mereka sendiri, itulah aku katakan mereka itu bodoh bin tolol. Kalau mau bersenang-senang ya sah-sah saja, tapi tak perlu juga di umbar seperti itu hingga seluruh dunia tau kebodohan mereka.Ah, kenapa aku jadi mikirin hal gak jelas kayak tadi sih, inilah akibat k
"Nia? Kamu tak apa?" tanyaku khawatir."Yang kamu lihat gimana?""Maaf, aku gak sengaja, sini aku bantu," ucapku mencoba membantu Nia berdiri tapi tanganku ditepis oleh Nia."Gak usah, aku bisa sendiri!"Kutarik kembali tanganku dari depan Nia, Nia kini sudah berdiri dihadapanku, ah, betapa indah makhluk ciptaan Tuhan yang satu ini."Mas, minggir aku mau lewat!" suara Nia membuyarkan pikiranku yang entah lagi kemana. Kumiringkan tubuh ku agar Nia bisa lewat, hingga saat tubuh Nia berada didekatku tanpa sengaja aku mencium aroma shampo dari rambut Nia yang tergerai indah. Dan refleks aku memeluk Nia dan membenamkan kepalak
"Tanya pada Risa kenapa aku bisa memanggilnya murahan! Aku tak mau memperlihatkan bukti pada Ibu yang akan membuat Ibu shock lantas pingsan nantinya, sudah ya, aku mau ajk Ibu dan Mimi keluar sekarang jug, terimakasih sebelumnya sudah mau menampung keluargaku selama tiga bulan ini."Aku bergegas menuju belakang rumah dan menghampiri Ibu dan Mimi yang juga sudah siap dengan barang bawaan mereka yang tak banyak."Bu, Mi, sudah siap?" tanyaku pada Ibu dan Mimi."Sudah, Nak, ayo kita keluar." aku, Ibu dan Mimi melangkahkan kaki hingga sampai di ruang tamu, masih kulihat Bu Rodiyah menatapku dan keluargaku dengan tatapan yang seakan siap menerkam kami, tapi itu tak membuatku gentar, cukup sudah keluargaku diperlakukan tak layak oleh mereka.
Hari ini tepat aku sudah menerima gajiku, rencananya uang ini akan aku pergunakan untuk menyewa rumah petak untuk Ibu dan Mimi, untungnya beberapa bulan ini aku selalu mendapatkan uang tambahan karena aku sering masuk hingga malam. Jadi Pak Angga dengan murah hati menambah uang gajiku. Tentunya uang lemburan ini Risa tak mengetahuinya, dan saat ini uang bonusan yang aku kumpulkan ditambah dengan uang gajiku plus lemburan ku bulan ini ada sekitar Rp. 7.000.000,- kurasa ini cukup untuk menyewa rumah petak tiga bulan dan sisanya aku akan meminta Ibu dan Mimi membuka usaha untuk biaya hidup mereka, toh aku masih bekerja jadi aku masih punya gaji, dan rencananya aku juga akan tinggal bersama Ibu dan Mimi, cukup sudah aku hidup seatap dengan manusia iblis macam Risa."Mas, hari ini kamu gajian kan? Mana uangnya bawa sini, ada baju yang mau
"Bang, tunggu disini dulu ya, saya mau masuk kesana dulu, pokoknya jangan tinggalin saya, nanti saya bayar lebih," ucap Indra pada tukang ojek."Siap, Pak, kalau soal duit pokoknya beres. "Setelah meminta tukang ojek untuk menunggunya, Indra pun berjalan perlahan menuju rumah yang dimasuki Risa dan Tedi itu. Indra berjalan sembari mengendap-endap, Indra berjalan menuju teras depan, ia mengintip dari celah-celah jendela yang tak tertutupi hordeng, tampak sepi didalam, Indra kembali melanjutkan langkah kakinya, ia melewati garasi dan ternyata di garasi sudah terparkir tiga buah mobil selain mobil yang dipakai Risa dan Tedi. Sayup Indra mendengar suara dari ruangan sebelah garasi, lantas Indra mendekati jendela di ruangan itu. Beruntung jendela ti