"Halo, Bu, barang-barang sebagian sudah saya bawa, dan ini sudah ada didalam truk, " ucap orang suruhan Nia pada Nia melalui sambungan telepon.
"Bagus, segera bawa ke alamat ini, dan letakkan saja di dalam ruangan kosong yang ada disana, karena memang sudah saya persiapkan sebelumnya, untuk eksekusi berikutnya nanti saya hubungi kalian."
"Baik, Bu, terima kasih. "
"Ibu, Mas Indra dan Mimi, nikmatilah kemiskinan kalian secara perlahan, " ucap Nia sembari menyeringai.
***
"Hu hu hu hu, dasar menantu sialan, dia yang punya hutang kenapa kita yang harus menanggung hutangnya, hu hu hu, mana sebentar lagi teman-temanku mau reunian disini lagi, " gerutu Ibu Indra sembari menangis.
Disaat Ibu Indra masih menangisi barang-barang yang disita, datanglah Indra dengan wajah paniknya.
"Ibu, bagaimana ceritanya barang-barang bisa disita, tadi Mimi pas telepon aku masih meeting Bu, makanya gak bisa langsung pulang, " ucap Indra panik.
"Hu hu hu, indra, istrimu itu memang benar-benar kurang ajar, dia berhutang entah untuk apa, dan katanya lagi kalau barang-barang yang diambil belum cukup nilainya untuk melunasi hutang Nia, mereka mau balik lagi dan menyita juga rumah ini. "
"Ya gak bisa gitu dong, seenaknya main ambil rumah orang. Aku juga berhak atas rumah ini secara aku suaminya Nia. "
"Tapi, Ndra, kalau memang Nia sudah menggadaikan sertifikat rumah ini, lalu kamu bisa apa?"
"Ya tinggal kita tuntut ke pengadilan lah, Bu, bagaimanapun rumah ini kan jadi harta gono-gini nantinya. "
"O iya, ya, kenapa Ibu lupa ya, kan harta istri juga harta suami. "
"Nah, itu Ibu ingat, sudah gak usah nangis lagi, dan kata Ibu, Ibu mau ngadain acara reunian sama teman-teman lama Ibu disini kan?"
"Iya, tapi gimana dong, sofa nya udah gak ada. "
"Alah gelar karpet aja, bilang aja lagi beli sofa yang baru soalnya sofa yang lama udah jelek jadi dibuang gitu. "
"Iya juga ya, kamu benar, tapi, Ndra, Ibu minta uang dong, buat beli makanan di restoran untuk jamuan teman-teman Ibu. "
"Aku udah gak ada uang lagi, Bu, kan Ibu bisa minta makanan dari restorannya Nia."
"O iya, tapi kalau mereka minta uang buat bayar gimana Ndra? "
"Bilang aja kalau gak mau kasih ntar dilaporkan ke Nia buat pecat mereka, bagaimanapun juga Ibu kan mertua Nia jadi juga berhak memerintah mereka. "
"Oke deh, ide kamu boleh juga, yaudah Ibu mau pesan dulu. "
"Yaudah aku mau istirahat dulu aku capek. "
"Lho kamu gak balik lagi Ndra ini kan masih jam nya kerja. "
"Aku tadi sudah izin cuma setengah hari saja, Bu, jadi gak perlu balik lagi, sekarang mau istirahat dulu."
"Yaudah Ibu juga mau pesan makanan sekarang, soalnya acaranya sebentar lagi." setela Indra masuk ke kamarnya, Ibu Indra pun bergegas menghubungi nomor restaurant Nia untuk memesan makanan di sana.
"Halo, selamat siang, terima kasih sudah menghubungi restoran Niajib, ada yang bisa kami bantu? " ucap suara seorang customer service dari seberang telepon.
"Heh, saya Ibu mertua Bos kamu, si Nia itu, saya mau pesan Ikan gurame bakar dua porsi, udang saus tiram dua porsi, cumi bakar madu empat porsi sama capcay kuahnya dua porsi dan cah kangkung nya dua porsi juga, segera kirim ke alamat rumah Nia ya, saya tunggu sekarang, harus di buatkan kalau tidak kamu saya adukan sama Nia dan akan dipecat!" Ibu Indra lantas mematikan sambungan teleponnya. Sementara sang customer servis hanya geleng-geleng kepala setelah mendapat telepon dari Ibu Indra.
***
"Ya halo, " saat ini Nia yang masih berdiam diri di rumah rahasianya tengah menerima telepon dari salah satu karyawannya. Selama menyelesaikan misi, Nia memang menyerahkan sementara restaurant pada orang kepercayaannya, sedangkan Nia hanya memantau dari jauh saja.
"Maaf, Bu, mengganggu, ini barusan Ibu mertua Bu Nia telpon dan beliau pesan sejumlah makanan yang lumayan banyak, dia mengancam kalau tidak dibuatkan maka kami akan dipecat, Bu. "
"Oh ya? Siapa yang berani pecat kalian selain saya? Saya bosnya bukan Ibu mertua saya. "
"Iya Bu, maaf, tapi kami takut karena beliau Ibu mertua Bu Nia."
"Yasudah karena sudah terlanjur, buatkan saja pesanan mereka TAPI ganti menu yang dia minta, buatkan saja menu yang paling murah yang ada di restorant kita. "
"Tapi, Bu, kalau Ibu mertua Bu Nia marah gimana? "
"Itu urusan saya, yang jelas tidak akan ada yang bisa mecar kalian selain saya. "
"Baik, Bu, terima kasih. "
"Dasar satu keluarga parasit semuanya, kayaknya aku harus cepat-cepat melepaskan diri dari mereka, makin lama kelakuan mereka makin menjadi. "
***
"Jeng Asri, Jeng Neni, Jeng Wulan, Jeng Sari, ya ampun kita sudah lama ya gak ketemu." ucap Bu Nita, mertua Nia, menyambut kedatangan teman lama nya.
"Ya ampun, Jeng Nita makin hari makin cetae aja deh Jeng, ngomong-ngomong ini rumah anakmu? Wah besar dan mewah ya," ucap Bu Asri sembari memandang kagum bangunan milik mendiang orangtua Nia itu.
"Ah iya dong Jeng, anak saya itu memang hebat, di usia muda dia sudah punya jabatan penting di kantornya hingga bisa membangun rumah sebesar ini. "
"Tapi kalau gak salah dari kabar yang beredar, katanya rumah ini milik menantu Jeng Nita? " tanya Bu Wulan.
"Ah, Jeng Wulan siapa yang bilang? Si Nia itu bisanya cuma nyusahin saja, ini murni rumah hasil kerja keras anak saya, eh kok malah di luar begini, ayo masuk, kita makan dulu, kebetulan sudah saya pesankan di restoran yang terkenal itu lho, bahkan bungkusnya saja belum saya buka, karena gak keburu waktunya, yuk masuk, o iya tapi maaf ya Jeng semua, sofanya tidak ada, yang lama sudah saya buang soalnya sudah jelek, saya udah pesan yang baru tapi katanya baru ada minggu depan. "
"Ah Jeng Nita, santai aja gak masalah lagian gak usah repot-repot,"
"Gak ngerepotin kok Jeng Sari, kan sesekali saja, " jawab Bu Nita sembari menaikkan lengan bajunya sedikit ke atas sehingga menampakkan kilauan gelang emas yang digunakannya.
"Ah, Jeng Wulan siapa yang bilang? Si Nia itu bisanya cuma nyusahin saja, ini murni rumah hasil kerja keras anak saya, eh kok malah di luar begini, ayo masuk, kita makan dulu, kebetulan sudah saya pesankan di restoran yang terkenal itu lho, bahkan bungkusnya saja belum saya buka, karena gak keburu waktunya, yuk masuk, o iya tapi maaf ya Jeng semua, sofanya tidak ada, yang lama sudah saya buang soalnya sudah jelek, saya udah pesan yang baru tapi katanya baru ada minggu depan. ""Ah Jeng Nita, santai aja gak masalah lagian gak usah repot-repot,""Gak ngerepotin kok Jeng Sari, kan sesekali saja, " jawab Bu Nita sembari menaikkan lengan bajunya sedikit ke atas sehingga menampakkan kilauan gelang emas yang digunakannya. "Duh, duh, duh, emas baru nih ye, perasaan pas reunian di rumah Jeng Sari kemarin gak pake yang ini kan ya, " ucap Bu Neni saat melihat gelang besar yang digunakan Bu Nita. "Hehehe biasalah, Jeng, jatah wajib tiap bulan dari anak kebanggaanku, ayo kita maka
"Bukan saya yang hutang Jeng semua, tapi menantu gila saya yang hutang. ""Terua kenapa barang di rumah Jeng Nita yang diambil kalau menantu Jeng yang hutang? ""Karena memang rumah ini atas nama Bu Nia, dan Bu Nia sudah menjaminkan sertifikat rumah ini beserta isinya kalau dia tak sanggup bayar, makanya kami kemari may ambil barang-barangnya misal nanti belum cukup juga ya terpaksa mau sita rumahnya. ""Lho, Jeng, bukannya ini rumah milik anakmu? Kenapa jadi atas nama Nia? Jadi benar apa yang aku bilang kalau sebenarnya ini tuh rumah menantu jeng Nita? ""Bu, bukan gitu jeng, saya bisa jelaskan, arghhh Indraaaaa! " pekik Bu Nita karena merasa sangat terpojok. Bu Nita berlari menuju kamar Indra dan membangunkannya. "Indra banguuun, rumah kamu mau disita! " hardii Bu Nita tepat di telinga Indra, membuat Indra terbangun dari tidurnya sembari terlonjak. "Ibu, apaan sih, ngagetin aja? ""Orang -orang itu datang Lagi ndra, cepat hadapi! ""orang-orang siapa, Bu? ""Penagih h
"Hellowwww epribadeh, itu tuh emas imitasi alias xuping, lha wong saya penjualnya kok,""Eh maaf, Bu, mungkin maksud Ibu memang menantu saya yang berhutang. Tapi sebaiknya besok saja kesini lagi, karena menantu saya sedang tidak ada, " sela Bu Nita dengan wajah yang sudah pucat pasi karena sebentar lagi kedoknya akan terbongkar. "Menantu-menantu apaan sih Bu Nita dari tadi? Saya gak ngerti deh, wong yang datang ke rumah saya dan ambil xuping itu sampean kok, bilang menantu sih, nih catetannya masih lengkap, " Bu Mira menjelaskan sembari memperlihatkan buku catatan yang ia bawa. "Jadi beneran ini hutangnya Jeng Nita? mana emas imitasi lagi, kenapa Jeng Nita bohong sama kita-kita? " ucap Bu Wulan sembari memelototkan matanya. "Bu, bukan maksud saya begitu Jeng, tapi, tapi, ini tuh sebenarnya ulah nya Nia. ""Ulah Nia gimana, jelas-jelas emas imitasinya Jeng pake, atau jangan-jangan benar kabar yang beredar kalau sebenarnya Jeng dan anak Jeng ini benalu di kehidupan men
"Eh, tunggu, ck! Iya-iya sebentar saya ambilkan uangnya, " ucap Bu Nita sembari menekuk wajahnya masam, dan masuk ke dalam mengambil uangnya untuk membayar cicilan. Setelah menunggu dua menit akhirnya Bu Nita kembali menemui Bu Mira untuk menyerahkan uang cicilan itu pada Bu Mira. "Nah gitu dong, daritadi kek, gak perlu pake otot kan, ingat minggu depan saya datang lagi kesini buat ambil uangnya! " ucap Bu Mira tegas dan berlalu dari hadapan Bu Nita. ***"Indra! Cepat hubungi Nia sekarang! Ini semua gara-gara istrimu yang tak berguna itu! Ibu jadi malu sama teman-teman Ibu, memang ya istrimu itu nyusahin orang aja bisanya! " ucap Bu Nita pada Indra, Bu Nita merasa kekacauan yang terjadi hari ini lantaran gara-gara ulah menantunya, dan Bu Nita merasa sangat kesal sekali dengan menantunya itu. "Aku udah coba hubungi Nia, Bu, tapi gak pernah diangkat, " jawab Indra dengan nada lemas. Bagaimana tidak jika biasanya Indra berada di titik ternyaman lantaran semua kebutuhan
"Duh, Ibu mertua yang terhormat, mungkin ucapan Ibu itu akan mempan jika berbicara dengan perempuan yang bodoh dan naif, tapi tidak denganku, urusan neraka atau surga ku itu bukan Ibu yang menentukan, melainkan Tuhanku yang menentukan, lagian apa Ibu tidak takut apa yang aku alami sekarang ini akan berbalik ke anak perempuan Ibu yaitu Mimi? Ingat, Bu, Ibu juga punya anak perempuan, jangan sampai apa yang Ibu tanam sekarang, Mimi yang akan memanennya. ""Ck, Ibu sangat yakin jika Mimi akan mendapatkan suami dan mertua yang sayang sama dia, secara aku sudah mendidik Mimi dengan sangat baik, bukan sepertimu, cuma tamatan SMA dan perempuan kampung. ""Halah, Bu, Bu, ngatain aku perempuan kampung, lah Ibu sama Mimi juga kan dari kampung,&
Setelah Nia berhasil mendapatkan nomor kamar suaminya. Nia dan kedua orang suruhannya pun berjalan menuju kamar tersebut. Sesampainya disana Nia dan kedua anak buahnya saling pandang. Terdengar sangat jelas suara menjijikkan dari dalam sana, terbukti jika didalam tengah terjadi pertempuran panas dua insan manusia berbeda kelamin tersebut.Dengan berbekal gawai dan menghidupkan kamera dengan mode video, Nia memerintah salah seorang anak buahnya untuk mengetuk pintu dan mengaku sebagai pelayan hotel.TokTokTokSuara di ketuk hingga beberapa kali, Nia bersembunyi di balik dinding kamar y
"Jangan, Dek, please, Mas ngaku salah tapi tolong jangan lakukan itu! Kalian lepaskan saya, akan saya laporkan kalian ke polisi karena sudah menganiaya saya! " ancam Indra pada kedua bodyguard Nia, tapi sayang mereka tak menghiraukan ucapan Indra. Hingga saat Nia akhirnya berhasil memasukkan ikan lele tersebut ke dalam celana dalam Indra yang masih terbungkus celana boxer tersebut, Indra memekik karena selain merasa geli Indra juga merasakan miliknya seperti ada yang mematuk (eh bener gak sih kalo di patil lele rasanya kayak dipatuk gitu? ) hingga akhirnya Indra pun pingsan.Nia cukup puas melihat aksi yang ia lakukan pada calon mantan suaminya tersebut, dan kini saatnya Nia memberi pelajaran pada sang gundik."Hai, gimana keadaanmu? Baik kan?&n
"Pst, pst, hei kamu siapa kenapa menangis? " tanyaku pada sosok yang entah manusia atau bukan. Sesaat setelah mendengarku memanggilnya, dia menengadahkan wajahnya hingga menatap wajahku, dan aku pun sontak terkejut hingga membuat tubuhku berjingkat."Astaga! Risa? Kok kamu jadi kayak siluman tuyul begini? Mana kamu gak pake baju lagi. Apa yang terjadi? " tanyaku yang masih tidak percaya jija sosok yang kukira makhluk gaib di depanku ini adalah Risa, kekasih gelapku."Ini semua perbuatan istrimu, Mas! " pekik Risa dan ia pun semakin menambah volume suara tangisannya.Ya Tuhan, aku gak sangka Nia menjadi bar-bar begini, mimpi apa Risa bisa jadi kayak begini bentuknya.
Saat itu juga darah mengalir dari kedua pangkal pahaku hingga aku berteriak kesakitan. Saat itulah para penjaga bergegas membawaku ke rumah sakit.Sesampainya di rumah sakit aku segera dibawa ke ugd, tapi karena aku merasa sudah tidak kuat menahan sakit yang menjalar di sekitar tubuhku tiba-tiba saja pandanganku berubah menjadi gelap.Saat aku terbangun, aku sudah mendapati diriku di ruangan perawatan dan ada dua orang penjaga yang menungguku disana. Waktu kuraba perutku aku mulai gusar karena mendapati perut yang sudah rata."Bu, bayiku mana?" ucapku kala itu pada penjaga yang belum menyadari kalau aku sudah sadar."Bu Risa sudah sadar? Tunggu sebentar ya, biar saya panggilkan do
Selama ini pun aku tak pernah mencari dimana keberadaan Risa, jujur hingga saat ini apa yang Risa perbuat masih belum bisa kumaafkan, saat ini aku hanya fokus untuk kerja dan mencari uang, rencananya aku ingin meminta Mimi untuk kembali melanjutkan kuliahnya yang sempat terputus karena keterbatasan biaya."Ndra, ini surat apa?" ucapan Ibu membuyarkan lamunanku tentang kehidupan masa laluku. Saat ini aku baru saja pulang dari tempatku bekerja."Oh, ini undangan pernikahan Nia dengan Pak Angga, Bu.""Maksud kamu Nia mantan istri kamu?" ucap Ibu sembari meletakkan teh hangat di depanku, Ibu memang selalu membuatkanku teh atau kopi setiap aku baru pulang kerja."Iya, Bu, Nia mantan istriku
Flashback onSeperti biasa jika pagi sudah menyapa, seorang penjaga yang ditugaskan Tedi untuk bersih-bersih rumah atau markas Tedi dan teman-temannya akan datang untuk membersihkan rumah tersebut, mulai dari menyapu, mengepel, serta mencabuti rumput jika dirasa sudah panjang. Tapi pagi itu si penjaga rumah dikejutkan dengan sosok Tedi yang sudah terbujur kaku tanpa mengenakan busana, dengan mata melotot bibir mengeluarkan busa putih, serta warna kulit yang sudah mulai membiru pucat."Allahu Akbar! Mas Tedi, kenapa, Mas!" pekik si penjaga tersebut. Usahanya membangunkan Tedi sia-sia, karena Tedi sudah tak lagi bernyawa.Tak mau dijadikan salah tuduhan si penjaga itu pun bergegas untuk menghubungi pihak kepolisian. Tak berselang lama, para polisi yang di tel
Sebelum memutuskan untuk benar-benar pergi, aku bergegas memakai pakaian ku, lalu dengan setengah berlari aku masuk kedalam mobil Tedi dan menghidupkan mesinnya lantas segera pergi dari rumah terkutuk itu.***Aku berhenti di jalanan yang lengang, aku melihat kanan, kiri dan sekitarnya, saat kurasa aman ku matikan mesin mobil lalu aku keluar dari mobil, kubuka penutup tangki bensin mobil lalu aku menghidupkan korek api yang terbuat dari kayu, lantas aku memasukkannya ke dalam tangki bensin. Dengan cepat aku berlari menjauh dari mobil Tedi sebelum mobil itu meledak, meskipun dengan susah payah aku berlari karena perutku yang buncit ini, hingga akhirnya...Duar....Mobil meledak dan terbakar, a
"Oke deh, aku tunggu," ucapku dengan sumringah. Mataku berbinar membayangkan aku kembali akan menikmati barang itu, entah kenapa hari ini aku hanya ingin ditemani oleh Tedi saja, mungkin ini bawaan si utun di dalam rahimku.Bergegas aku mengganti pakaianku, aku tak terbiasa memakai pakaian seksi jika sedang keluar maupun di rumah. Itu sengaja kulakukan agar orang lain tidak tahu sepak terjangku. Terkadang aku merutuki kebodohan orang-orang yang dengan berani live di sosmednya saat mereka tengah berpesta sabu, justru mereka membuat lubang neraka untuk hidup mereka sendiri, itulah aku katakan mereka itu bodoh bin tolol. Kalau mau bersenang-senang ya sah-sah saja, tapi tak perlu juga di umbar seperti itu hingga seluruh dunia tau kebodohan mereka.Ah, kenapa aku jadi mikirin hal gak jelas kayak tadi sih, inilah akibat k
"Nia? Kamu tak apa?" tanyaku khawatir."Yang kamu lihat gimana?""Maaf, aku gak sengaja, sini aku bantu," ucapku mencoba membantu Nia berdiri tapi tanganku ditepis oleh Nia."Gak usah, aku bisa sendiri!"Kutarik kembali tanganku dari depan Nia, Nia kini sudah berdiri dihadapanku, ah, betapa indah makhluk ciptaan Tuhan yang satu ini."Mas, minggir aku mau lewat!" suara Nia membuyarkan pikiranku yang entah lagi kemana. Kumiringkan tubuh ku agar Nia bisa lewat, hingga saat tubuh Nia berada didekatku tanpa sengaja aku mencium aroma shampo dari rambut Nia yang tergerai indah. Dan refleks aku memeluk Nia dan membenamkan kepalak
"Tanya pada Risa kenapa aku bisa memanggilnya murahan! Aku tak mau memperlihatkan bukti pada Ibu yang akan membuat Ibu shock lantas pingsan nantinya, sudah ya, aku mau ajk Ibu dan Mimi keluar sekarang jug, terimakasih sebelumnya sudah mau menampung keluargaku selama tiga bulan ini."Aku bergegas menuju belakang rumah dan menghampiri Ibu dan Mimi yang juga sudah siap dengan barang bawaan mereka yang tak banyak."Bu, Mi, sudah siap?" tanyaku pada Ibu dan Mimi."Sudah, Nak, ayo kita keluar." aku, Ibu dan Mimi melangkahkan kaki hingga sampai di ruang tamu, masih kulihat Bu Rodiyah menatapku dan keluargaku dengan tatapan yang seakan siap menerkam kami, tapi itu tak membuatku gentar, cukup sudah keluargaku diperlakukan tak layak oleh mereka.
Hari ini tepat aku sudah menerima gajiku, rencananya uang ini akan aku pergunakan untuk menyewa rumah petak untuk Ibu dan Mimi, untungnya beberapa bulan ini aku selalu mendapatkan uang tambahan karena aku sering masuk hingga malam. Jadi Pak Angga dengan murah hati menambah uang gajiku. Tentunya uang lemburan ini Risa tak mengetahuinya, dan saat ini uang bonusan yang aku kumpulkan ditambah dengan uang gajiku plus lemburan ku bulan ini ada sekitar Rp. 7.000.000,- kurasa ini cukup untuk menyewa rumah petak tiga bulan dan sisanya aku akan meminta Ibu dan Mimi membuka usaha untuk biaya hidup mereka, toh aku masih bekerja jadi aku masih punya gaji, dan rencananya aku juga akan tinggal bersama Ibu dan Mimi, cukup sudah aku hidup seatap dengan manusia iblis macam Risa."Mas, hari ini kamu gajian kan? Mana uangnya bawa sini, ada baju yang mau
"Bang, tunggu disini dulu ya, saya mau masuk kesana dulu, pokoknya jangan tinggalin saya, nanti saya bayar lebih," ucap Indra pada tukang ojek."Siap, Pak, kalau soal duit pokoknya beres. "Setelah meminta tukang ojek untuk menunggunya, Indra pun berjalan perlahan menuju rumah yang dimasuki Risa dan Tedi itu. Indra berjalan sembari mengendap-endap, Indra berjalan menuju teras depan, ia mengintip dari celah-celah jendela yang tak tertutupi hordeng, tampak sepi didalam, Indra kembali melanjutkan langkah kakinya, ia melewati garasi dan ternyata di garasi sudah terparkir tiga buah mobil selain mobil yang dipakai Risa dan Tedi. Sayup Indra mendengar suara dari ruangan sebelah garasi, lantas Indra mendekati jendela di ruangan itu. Beruntung jendela ti