Setelah pernikahan selama tiga tahun
Aidan merasakan kehampaan yangsangat mendalam, ia merasa seperti siput tanpa cangkang sangat jauh berbeda saat mereka perpacaran dulu. “Aku sudah muak denganmu!” ucapnya kala itu.Alesya yang mendengar pun tidak terkejut sama sekali, terlihat ia juga sudah mulai jenuh atas pernikahan mereka, "Aku tidak ingin cerai!" tolaknya nyaris tanpa ekspresi.
Aidan tampak sangat frustasi. Apa yang didengarnya, padahal Alesya jelas sekali jauh lebih jenuh darinya. Namun kenapa ia menolak? lelaki itu berpikir ini tidak masuk akal. “KAU DENGAR TIDAK!?AKU SUDAH MUAK DAN INGIN CERAI!!!” Aidan lalu meninggikan suaranya agar Alesya mengerti.
“AKU DENGAR!” Alesya tak kalah meninggikan suaranya dari lelaki itu.
Aidan menjadi membisu mendengar bentakan itu jadi ia menunduk kesal, kenapa malah dia yang seolah salah disini? padahal rumah tangganya retak akibat sang isteri.
“Maksudku kita tidak perlu cerai sekarang, dan kau juga tidak perlu menganggap aku ada dirumah ini. Cukup kita menganggap satu sama lain tidak penting.” Alesya memelankan suaranya, lalu perempuan itu membanting pintu rumah dengan kuat, pergi keluar tanpa menghiraukan Aidan.
Aidan yang sedang kalap melemparkan barang-barang yang ada disekitarnya.
Alesya Sedang menunggu seseorang di ruangan rumah sakit. Orang itu akhirnya muncul, lalu mereka berbincang satu sama lain. “Apa sudah dicek bagaimana?" ujarnya kepada pria berseragam putih yaitu dokter Kandungan.
Seolah wajahnya menekuk kebawah dan mengambil nafas dalam-dalam. Ia seperti tidak ingin membuka mulut. Alesya sudah mengerti apa yang akan diberitahukan pria itu kepadanya, jadi ia tidak mau mendengarnya lebih lanjut. Dengan sopan ia permisi dan beranjak pergi.
Alesya duduk di persimpangan jalan dekat rambu-rambu lalu lintas. Ia tampak menggelitir jari-jarinya yang kurus sesekali menarik masuk cincin pernikahan mereka. Raut wajahnya seperti benang kusut yang tidak bisa di perbaiki lagi. Ia menengok sekelilingnya tampak pejalan kaki yang lewat melintas. Seperti tidak ada beban dipikiran mereka, seolah Alesya sendiri yang menanggung beban yang berat. Ia terus melamun, seperti tidak ada lagi hal yang dapat ia lakukan. Lalu lamunannya terusik oleh pria yang turun dari mobil, tampak sedang mengelus-ngelus perut istrinya yang tengah hamil tua, mereka berjalan tepat berada di samping Alesya.
Alesya melemparkan senyum sinis kepada kedua orang itu, seakan ia terlihat aneh di saat pasangan tersebut memperhatikannya dan saling berbisik-bisik.
Sudah cukup puas menyendiri, Alesya menapakkan kakinya keaspal. Ia sebenarnya enggan sekali untuk pulang, namun ia tidak mempunyai tujuan lagi. Ia tidak ingin pulang kerumah orang tuanya karena takut dicerca. Sebab demi menikah dengan suaminya sekarang, ia membantah orangtuanya sehingga membuat pembatas antara mereka. Dengan langkah kaki yang berat Alesya kembali kerumah, dengan membawa beberapa kudapan. Waktu sudah menunjukkan pukul 8 malam. Ia berpikiran bahwa Aidan sedang pergi bersama teman-temannya. Tidak ada kejanggalan dihatinya, saat menyantap makanan yang ia beli dengan lahap. Walau Alesya merasa tertekan , ia tetap masih bisa merasakan kelaparan yang hebat hingga tidak bisa menahannya.
Kreees!
“keripik ini enak sekali! Kue ini juga enak.”
Semua terlihat enak dimatanya.Tiba-tiba Aidan keluar dari kamar mandi yang hanya menggunakan handuk di bawah tubuhnya.Alesya mematung, terlihat masih ada sisa makanan melekat dibirnya. Aidan hanya diam ia mengabaikan Alesya dan ingin berganti pakaian.
“Biasanya kau pergi disaat jam seperti ini?”
tanya Alesya dengan tidak meperdulikan pertengkaran mereka tadi sore.Aidan dengan enteng memakan kripik dan juga kue Alesya. “Hari ini mereka tidak datang mejemputku,” kelitnya padahal ia yang tidak ingin pergi karena merasa bersalah telah membentak Alesya. “Mari kita bikin kesepakatan,” usul Aidan yang duduk disofa tepat berhadapan dengan Alesya.
“Daripada kesepakatan, lebih baik kau memakai pakaianmu terlebih dahulu!” Alesya melempar tubuh setengah telanjang Aidan dengan bantal.
“Kenapa harus malu? kitakan suami isteri!”
Tidak sengaja kata-kata itu keluar dari mulut Aidan, sehingga membuat mereka berdua membatu.“Sudahla lupakan, kesepakatan apa maksudmu?” tanya Alesya sebagai bentuk pengalihan.
“Kita tidak akan cerai untuk sekarang, tapi ada tiga syarat yang harus dipatuhi dengan mutlak.” Aidan mulai menatap perempuan itu serius.
Alesya juga mendengar dengan serius perkataan Aidan, lalu ia bertanya, “Beritahu aku apa syaratnya?” Alesya sungguh tidak sabar mendengar perkataan Aidan selanjutnya.
“Pertama jangan ikut campur urusan pribadi kita, kedua kita boleh mencari pasangan lain, ketiga setelah kita menemukan kebahagiaan masing-masing ayo kita cerai!" imbuhnya tanpa merasa ada beban sedikitpun.
Senyum Alesya tergelincir saat mendengar hal itu, tidak tahu kenapa dadanya terasa sesak, bukan berarti itu bukan usulan yang bagus, malah itu yang Alesya inginkan. “Baiklah, aku setuju!” terimanya yang tidak ingin dikatain lelaki itu berpikiran sempit.
Lalu kedua orang itu mengenggam tangan mereka satu sama lain.
*****
Salah satu alasan keretakan hubungan mereka disebabkan mereka terlalu muda untuk membina rumah tangga, sifat mereka belum dewasa dan kekakanan. Setiap pertengkaran kecil pasti akan menjadi besar. Serta ketidak pedulian mereka satu sama lain saat menginjak ketiga tahun bersama. Benar saja umur mereka pertama kali menikah ialah 18 tahun setelah tamat SMA. Aidan yang mengusulkan pernikahan tersebut agar mereka selalu bersama-sama.
“Mulai sekarang aku akan tidur dilantai! kau tetap ditempat tidur,” usul Aidan yang disetujui langsung oleh Alesya.
Mereka beralih ketempat tidur masing-masing dan Aidan sudah berganti pakaian tidur.
"Selamat tidur!" Ujar Aidan sembari mematikan lampu.
“Tolong jangan matikan lampu!” sanggah Alesya dengan cepat.
“Kenapa?” jawab lelaki itu bingung.
“Karena ini masih jam delapan malam,” jawabnya melirik kearah jam dinding.
Mereka berdua saling menatap, dan terkekeh sembari menutup mulut menahan tawa yang tidak bisa terbendung. Melihat betapa konyolnya tingkah laku mereka, setelah pertengkaran terjadi.
“Baiklah, kalau begitu apa mau main game?” usul Aidan agar tidak canggung dan kembali seperti biasanya.
"Baiklah, kali ini aku akan mengalahkanmu." Alesya duduk dengan semangat.
Mereka mengambil ponsel masing-masing dan duduk bersampingan. Aidan mencoba memulai permainan, dengan menekan tombol start. Lalu mereka bermain dengan perasaan serius tanpa menghiraukan satu sama lain.
***
Cahaya pagi mulai menembus masuk ke jendela rumah Aidan, lalu terpampang keadaan suami isteri tersebut dalam keadaan tidur terlentang di tempat tidur. Tanpa ada selimut menghiasi tubuh mereka.
Aidan Bangun duluan, ia meregangkan seluruh tubuhnya. Mengingat kejadian tadi malam, saat Alesya mencoba memukulnya dengan tangan karena kalah dalam pertarungan yang membuat lelaki itu tersenyum simpul.
Ia mengambil selimut dari dalam lemari. Lalu menutupi badan Alesya dengan melemparkan selimut tanpa perasaan. Aidan mencoba bertingkah selayaknya, tanpa menggunakan perasaan lagi.
Alesya yang sudah terbangun melihat kesekelilingnya, terlihat Aidan sudah pergi ketempat kerjanya. Ia lalu keruang makan tapi tidak ada satupun tertinggal makanan disana. Ia berpikir dulu mungkin saat mereka saling perhatian Aidan selalu memasakkan makanan atau jika tidak, lelaki itu membeli diluar pasti menyisihkannya untuk Alesya. Namun Alesya tidak perlu berharap itu lagi. Ia menghormati keputusan sang suami karena mungkin dia terlalu muak untuk bersama dengan Alesya. Pada saat itu juga mereka menikah masih muda jadi kemungkinan cinta itu hanya sesaat, dan Alesya menerima itu semua karena tidak juga bisa memberi keturunan untuk Aidan.
Alesya dengan jemarinya yang lincah memotong-motong sayur dan juga ayam, ia membersihkannya lalu memasukan kepanci secara perlahan untuk dijadikan sup. Kebetulan pembantunya sedang pergi, jadi hanya bisa mengandalkan diri sendiri. Sembari menunggu ia tengah mencari-cari pekerjaan disitus internet dengan teliti. Pandangannya teralihkan dengan pekerjaan dikantor pusat Design grafis. Ia tertarik dengan gaji dan juga posisinya. “Aku akan segera membuat surat lamaran!” Alesya mengretekkan jemarinya dengan semangat membara. Lalu dengan jemarinya yang lincah mencoba mengetik dengan cepat. Hambatan pun datang setelah ia hampir selesai mengisi data-data dirinya, Sup yang dimasaknya pun meluap menimbulkan suara air yang mengganggu.
Alesya yang sudah hampir selesai, dengan tidak senang hati berlari mematikan api kompor. Akhirnya Surat yang ia bikin, sudah selesai dikirimt. Tinggal menikmati hidangan yang sudah memanggilnya dari tadi.Ia memotret makanannya menggunakan ponsel. dengan senyum tersungging dibibirnya.Lalu mengirim foto tersebut kepada sahabatnya Misami.“Bagaimana?aku sudah pandai memasak! rasanya enak sekali!” Alesya membanggakan diri lalu mengirimnya.****Aidan sedang mengetik pekerjaan yang diberi bos satu devisi dengannya, yaitu Morin klexin Ia adalah wanita lajang, berawakan tinggi putih, dan memiliki wajah kebulekan. Dia lebih tua tiga tahun dari Aidan.Ia selalu saja menyuruh Aidan mengerjakan sesuatu, dan selalu saja menggodanya dengan perkataan yang membuat jantung berdebar.Aidan sudah selesai mengerjakan tugas yang diberi Morin, dan terlihat sudah hari semakin gelap, ia kelelahan lalu berselonjo
“Dino Foster, salam kenal gadis cantik!" Lalu ia berdiri memegang serta Mencium tangan Alesya dengan senyuman menggoda.Alesya buru-buru menarik tangannya, ia tampak geli atas perilaku Dino.“Sembarang cium.” Misami menoyor kepala Dino dengan tangannya. Dino kelihatan bersemangat ia mengambil Wine dan menaruhnya digelas kosong.“Mau minum?” Menawarkan kepada Alesya.Alesya tanpa menunggu lama, Langsung mengambil gelas yang diberi Dino, meneguknya hingga tandas."Wow.wow..Tunggu!! kau kehausan?" Heboh Dino yang Kaget. Hingga suaranya menembus ketelinga Grey."Berisik Mau kuhajar!?"Hardik Grey yang risih.“Tenang..Tenang!! Bagaimana, kalau kita memainkan permainan?” Usul Misami yang langsung di setujui Dino. Hanya Alesya dan Grey tidak menjawab.“Kalian ini, memang mirip! Ayolah hari ini saja kita bersenang-senang.” Dino merengek sambil
Alesya menghempaskan tubuh Aidan Ketempat tidur dengan galak, “Pantas saja dia ingin sekali bercerai.” Alesya tersenyum kecut, saat menatap wajah Aidan yang tertidur pulas.Ia juga memastikan bahwa Aidan tidak kedinginan lalu mengambil selimut dan melekatkan ketubuhnya.Alesya tidak bisa tidur, kelihatan pikirannya sedang bercabang, ia teringat Kenangan sewaktu pertama kali Aidan melamarnya yang sangat melekat dipikirannya.Sewaktu itu, ketika mereka berada dikapal menuju pulau terpencil, Aidan berpura-pura tenggelam dari kapal, semua orang berekting panik berusaha mencari Aidan. Hanya Alesya sendiri yang tidak tahu, bahwa itu hanyalah kebohongan belaka.Disaat Aidan dinyatakan tidak dapat ditemukan, Alesya tertunduk lemas ia berteriak Histeris, juga menangis terisak.Lalu Mereka sepakat kembali, agar tim penyelamat yang akan mencari. Alesya yang hanya tertunduk saat kapal berjalan, tidak tahu Bahwa mereka berhenti di sebuah
“Bagaimana? tentang orang tua ku yang menginap, aku tidak ingin mereka tahu bahwa kita ingin bercerai” sambungnya lagi. Namun Alesya sudah sangat dikejar waktu lalu ia segera mengambil tasnya. “Nanti kita bicarakan, ketika aku pulang!” balas Alesya tergesa-gesa sembari menutup pintu dengan rapat. "Kan...selalu saja begitu!" celetuknya setengah kesal. Flashback. Aidan jadi teringat, disaat mereka baru menikah. Saat umur pernikahan mereka masih lima bulan, waktu dipagi hari, Alesya menyiapkan segela keperluan Aidan dari makanan hingga pakaian. Padahal saat itu mereka sudah mempunyai pembantu. Alesya membantu memakaikan dasi Aidan dengan senyum manis, “Aku ingin bekerja di perusahaan Desain grafis! apakah boleh?” tanya Alesya dengan senyum manis, agar disetujui. “Aku tidak ingin kau kelelahan! jadi tidak boleh, biarkan aku saja yang memenuhi segala kebutuhan isteriku yang manis ini,” ucapnya dengan lembut, sembari memeluk Alesya dengan penuh kehangatan. Aidan tersenyum kecut sa
Aidan tampak tersenyum mendengar perkataan yang terlontar dari Alesya. Ia pun mulai berpikir bahwa Aidan sangat setuju apa yang telah dikatakannya. “Oh.. Teman ya, kenalin saya bos Devisi Aidan panggil saja morin!” ucapnya seraya mengulurkan tangannya, dengan senyum ramah. “Saya Alesya Keiko! biasa dipanggil Alesya.” Sambungnya menjabat tangan yang telah diulurkan Morin dengan senyum sedikit kaku. Tiba-tiba Aidan menerima telepon dari teman kantornya, “Baiklah saya akan segera kesana!” jawabnya tanpa terdengar suara dari sipenelpon. “Ada apa?” tanya Morin langsung. “Ini, Zelius menyuruh segera kekantor sebab, ada urusan yang harus ditangani!” balasnya menatap Morin. Alesya yang menyaksikan mereka sedang mengobrol santai, membuat Alesya seperti tidak terlihat diantara mereka. “Kami pergi dulu!” ucapnya kepada Alesya dengan nada datar. Morin yang hanya menunduk dengan senyum ramahnya, ikut berpamitan kepada Alesya. Mereka lalu beranjak meninggalkan Alesya. Yang sedang menatap j
Aidan menuju kekamar, ia ingin beristirahat. Namun mendapati Alesya sudah tertidur pulas, "Dia selalu saja, tidur seperti kelinci!" gumam Aidan hingga Senyumnya terpancar seketika. Aidan duduk menyendiri dibalkon, ia mengingat kejadiaan saat dikantor. Bahwa ia akan mendapatkan tugas keluar negeri atas apresiasi proyek yang telah ia kerjakan. Ia berpikir bagaimana akan mengatakannya kepada Alesya. Pagi telah memancarkan cahayanya, Aidan telihat terburu-buru kekantor. Alesya yang masih berbaring ditempat tidur, mendapati dasi yang dikenakan Aidan belum rapi, ia bangkit menghampiri Aidan dengan tampilan acak-acakan, ia menoleh kearah dada Aidan. "Ada apa? Kenapa melihat dadaku!" tanya Aidan kebingungan sembari menutup dadanya. "Badanmu, tolong menunduk sedikit." perintah Alesya setengah mengantuk. Aidan yang seperti terhipnotis, langsung menunduk seketika, dengan wajah yang masih bingung. Alesya merapikan dasi yang dikenakan Aidan, "Kau ini! Masa memakai dasi masih belum bisa j
Hingga spontan Grey menjauhkan ponselnya akibat suara Dino yang menyakitkan telinga. "Kalau tidak ada perlu akan kumatikan!" Respon Grey yang seketika hendak mematikan ponselnya.Dengan cepat Dino mencegah, "Hei tunggusebentar ini penting!" Cegatnya."Aku sibuk! tolong beritahu dalam satu menit." Ancam Grey sebab, ia tahu hal yang dikatakan Dino pasti tidak akan penting."Boy.. Listen to my words oke, begini malam ini, aku mengadakan pesta Halloween, jadi kuharap kau datang menggunakan kos... "Tutttt!!Belum sempat Dino menyambung katanya, Grey dengan tidak berperasaan mematikan ponselnya."Sudah kuduga dia pasti berbicara hal yang tidak penting!" Gerutu Grey sambil menjauhkan Ponsel yang ia pegang.***Alesya ingin keluar sebentar membeli beberapa pakaian untuk kerjanya, dan juga kostum Halloween. Ia tidak sengaja berpapasan dengan Ibu mertuanya, yang kebetulan juga akan pergi bersama
"Aku berjanji! tidak akan membuat sial kepada bosku lagi." Balas Alesya serius, ia juga mengangkat tangannya menghormat kepada Grey. "Kau terlalu overreacting tau ngak?" Ujar Grey seraya menyentil dahi Alesya. Tanpa disadari ia tersenyum atas perilaku Alesya yang menurutnya menarik. Alesya terperangah dengan senyum Grey yang ternyata sangat menyilaukan bagaikan cahaya melintasi kegelapan. "Tidak, sadarlah. Pria yang ada dihadapanmu tetaplah orang kejam, walaupun menawan!" Kata batin Alesya yang mencoba tidak terkecoh. "Aku akan pergi.!" Kata Grey yang sudah berdiri disamping Alesya. Namun Alesya masih terdiam terpaku, "Hei kau dengar tidak?" Tanya Grey, mencoba menyadarkan Alesya. "Kau sadar tidak, Bahwa kau sangat menawan saat tersenyum!" Utara Alesya tanpa sadar, ia menoleh Grey dengan senyum manis. DEG! Tiba-tiba Grey bergeming seketika pipinya perlahan berubah menjadi sedikit merah. "Dasar. Kau pikir aku akan memaafkanmu, setelah berkata seperti itu?" Grey berkelit tidak t
Pelan-pelan dia membuka pintu, tapi tidak ada satupun orang diruang tamu. “Syukurlah tidak ada nenek tua itu disana!” batin Alesya merasa lega. lalu menapakkan kakinya dianak tangga menuju kamarnya.“Akh lelah sekali...” Alesya merasa lega setelah membaringkan tubunya dikasur. Bahkan ia tidak sadar bahwa Aidan belum juga pulang.***Morin telah selesai memasak, dia menarik lengan Aidan agar mengikutinya keruangan makan. “Taraa... Lihat semua ini makanan kesukaanmu,” imbuhnya menunjukkan kearah meja, hidangan yang sudah tertata rapi bak restoran bintang 5. Disitu ada lobster lada hitam, Chicken teriyaki, tumis sayur, dan juga curry rice. Semua adalah makanan kesukaannya Aidan.Aidan terperangah seaka tidak percaya saat melihat hidangan yang tampak lezat itu selesai hanya dalam 30 menit. Melihat itu perutnya secara almiah mengeluarkan bunyi.Krukk!Morin mendengar suara perut Aidan yang sudah memberontak membuat perempuan itu tertawa geli. “Kelihatannya perutmu sudah keroncongan, langsu
Setelah makan siang bersama Morin. Tampak Aidan tengah mengetik dilaptotnya dengan serius. Ia seketika teringat omongan kekasihnya Morin bahwa Direktur mereka ingin mengadakan kerja sama antara perusahaan yang berada disamping kantor mereka. Aidan tahu jika kantor tersebut tempat Alesya bekerja. Jadi ia ingin menolak, tapi direkturlah yang langsung menunjuk orang yang ikut dalam bisnis itu, dan nama Aidan ada tercantum dengan jelas disecarik kertas pengumuman. Kini Aidan hendak pulang, ia juga membereskan segala yang berserakan dimeja. Dan setelah sampai diparkiran yang tampak tidak ada orang itu, Morin tiba-tiba saja mengetuk kaca mobil Aidan.Tok, tok, tok! Aidan menurunkan kaca mobilnya. “Ada apa Bu?” tanya Aidan yang masih belum beranjak keluar dari mobilnya. “Panggil Morin! Karena ini sudah diluar jam kerja. kamu menyebalkan sekali, ” rengek Morin manja merungutkan bibirnya.“Hehehe maksud saya Morin,” balas Aidan tersenyum kepada kekasihnya tersebut.“Hmmmm... Ngomong-ngomong
“Akhirnya selesai,” Alesya menyelonjorkan punggungnya dikursi tempat kerjanya. “Akh, pinggang ku sakit sekali!” keluh Alesya yang kesal akibat Aidan yang sangat ganas tadi malam, membuat pinggang-nya seperti akan patah.Misami mengirim pesan kepada Alesya {Apakah kamu baik-baik saja?} Isi pesan sahabatnya tersebut.“Aku tidak baik-baik saja,” gumam Alesya yang langsung menelepon Misami. [Halo Mi!]“Hmm Ada apa?” sahut Misami dengan suara serak tampak seperti baru bangun.“Apakah kamu pulang dengan selamat?” tanya Alesya untuk memastikan keadaan sahabatnya itu setelah kejadian semalam.“Tentu saja, jika tidak bagaimana aku bisa mengangkat telepon darimu, kamu berharap aku tewas gara-gara pukulun pria brengsek yang tak seberapa itu?” seloroh Misami tertawa lu. Agar sang sahabat tidak khawatir.“Syukurlah, kukira kamu mendapatkan luka serius setelah pukulan itu. Kamu tahukan tenaga Pria itu sangat kuat. Leher ku saja masih berbekas! Ah andai saja aku punya kekuatan sudah kuhabisi dia, ”
Aidan duduk memutar-mutarkan kursi tampak isi pikirannya masih terbayang-bayang akan malam yang panas yang telah dilakukannya bersama Kena. “Sial, bisakah aku tidak memikirkan hal itu lagi,” decihnya kesal. Namun lagi-lagi pikirannya malah mengingat saat Alesya memberikan ciuman panas untuknya. Dan hal itu sukses membuat wajah Aidan menjadi merah padam dengan hanya mengingatnya saja. “Aakh.. Bagaimana ini, aku bisa gila!” Aidan mengacak-ngacak rambutnya seolah pikirannya sedang bercabang-cabang.Untung saja Zellius sang sahabat datang menemuinya. “Kamu sudah jadian dengan bu Morin?” bisik lelaki itu seraya melirik disekelilingnya agar tidak ada orang yang mendengar.“Sudah,” dijawab Aidan dengan tampang bak benang kusut.“Tapi kenapa wajahmu seperti orang yang tidak gajian satu bulan,” tanya Zellius yang tampak bingung.“Aku hanya lelah saja sehabis mengerjakan tugas yang menumpuk,” dalih Aidan menunjukkan kertas-kertas yang sudah tersusun rapi.“Hei... kamu sangat beruntung tahu! Lih
Ia melirik perlahan kesamping kanan menyipitkan matanya, memastikan pria mana yang telah melakukan malam yang penuh gairah dengannya. Alis mata Alesya terangkat keatas bersamaan bola matanya menjadi terbuka lebar seperti akan melompat saat tahu bahwa Aidan lah yang telah melakukannya. “Apa yang terjadi disini?” gumanya seraya mengingat-ingat kejadian tadi malam. Dan dia semakin menjadi gelisah saat sudah mengingat bahwa dia yang telah melemparkan diri kepelukan Aidan dan memaksanya melakukan kehendaknya. “Memalukan sekali!” lontarnya tidak percaya lalu mengacak rambutnya. Bukan Alesya saja yang kaget, Aidan yang sedari tadi telah bangun malah malu untuk membuka matanya. “Bagaimana aku bisa keluar dari sini?” ucap batinnya mencari kalimat yang pas untuk menjelaskan. Aidan sengaja menggerakkan tubuhnya berpura-pura bahwa dia baru saja terbangun. Glek. Alesya spontan kembali berpura-pura tidur. Menarik selimut untuk menutupi seluruh tubunya. Sehingga tidak sengaja tubuh polos Aidan te
Aidan telah berada didepan kamar, ia mengetuk pintu. Tidak ada jawaban dari dalam, ia membuka handle perlahan. Namun tidak ada Alesya didalam. “Dia belum pulang juga?” gumam lelaki itu melirik jam tangannya. “Padahal sudah larut malam!” lanjutnya sembari berganti pakaian. Grey tampak sungkan mengantar Alesya kedalam, ia takut akan disalahpahami seperti malam itu. Padahal dia sudah berada didepan rumah Alesya dan tinggal membawa masuk. “Hey bangun!” panggilnya menjawil bahu Alesya yang sedikit bergerak. Kelopak mata Aleysa terangkat perlahan, matanya berputar dan masih setengah sadar diakibatkan alkohol. “Mana Pria jalang tadi?” racaunya dengan mata menyipit. “Dia sudah babak belur! Ini sudah didepan rumahmu, beristirahatlah,” pintanya membukakan sabuk pengaman Alesya. Grey membukakan handle disebelah Alesya dengan lebar agar Aleysa keluar dengan nyaman. “Pelan-pelan jalanya, Aku tidak bisa mengantarmu sampai didepan pintu, Suamimu akan salah paham!” ucapnya yang dijawab Alesya den
“Tidak!” jawab Grey singkat malah meneguk minuman Alesya. “Minum saja semua!” bentak Alesya merengutkan wajahnya sembari berjalan kearah orang-orang yang sedang menari.“Mau kemana?” tanya Grey menggoyangkan lembut gelas yang berisi wine dengan kaki dilipatkan. “Bukan urusanmu!” Dibalas ketus oleh Alesya, ia melenggang menuju kearah Misami yang sudah teler, sangat panas berjoget seperti itu, membuat lelaki menghampirinya dan perlahan ikut berjoget disebelahnya. “Mau keluar bersamaku?” ajak Lelaki yang tampak mencurigakan itu. Misami tidak menghiraukan ajakan lelaki tersebut, tubuhnya masih tidak berhenti berjoget. Pria itu marah menarik paksa lengan Misami. “Jangan sok jual mahal!" Amuknya dengan mata menyala. Alesya mendapati sahabatnya dalam bahaya ia berlari secepat mungkin mendaratkan pukulannya kewajah pria itu. “Sadar diri dengan bentuk rupamu!” hina Alesya mencekram tangan Pria itu. Pria itu meringis kesakitan memegang wajahnya. “Wanita sialan! apa-apaan kau?” murkanya men
“Aku akan bercerai dengan isteriku! Dan singkatnya kami sudah tidak bersama selama tiga bulan, dan sekarang tinggal menunggu persetujuannya!” jelasnya tersenyum kecut. “Kalau begitu ayo kita pacaran, lalu, segera selesaikan hubunganmu dengan isterimu.” Balas Morin lirih, matanya juga sudah berkaca-kaca seolah ingin menangis. Akhrinya penantian panjangnya terbayarkan juga, karena sudah sejak sekolah menengah Morin menaruh perasaan kepada Aidan. *** “Kalian berdua kemana saja? aku lelah mencari tahu!” rengek Misami lesu. “Aku tadi mencari angin segar, dan tidak sengaja bertemu dengan Pak Grey diatap, jadi kami mengobrol sebentar tentang pekerjaan!” terangnya yang tidak ingin disalahpahami. “Oh benarkah?” Dino datang tiba-tiba menaruh curiga kepada mereka. Ia melipatkan tangannya didada sembari memperhatikan Grey. “Kenapa wajahmu merah begitu? Apa yang telah kalian lakukan dibelakang kami?” Iterogasinya ingin mendapatkan cerita menarik. “Ayo mulai acaramu sekarang!” dalih Grey menye
“Sudahla tidak usah banyak bicara, Antarkan aku ketempat dudukku! ” timpalnya dengan wajah ketus seakan risih. “Baik, ikuti aku!” Ajak Dino memegang lengan Grey.“Tanganmu kau taruh dimana?” sindir Grey agar dilepaskan.“Kau ini pemalu sekali!” goda Dino sengaja membuat Grey geli.“Mulutmu seperti wanita!” ejek Grey yang tidak mau kalah.“Wah, jadi selama ini kau menganggap ku wanita, aduh aku jadi khawatir.” timpal Dino menutup dadanya seolah sedang dilecehkan.Alesya sudah mendengar percakapan menjijikkan mereka, walau Grey tidak sadar bahwa dia telah berada dibelakang mereka, karena ingin menanyakan toilet dimana. Ia mencoba masuk dalam percakapan mereka. “Apa kalian saling menyukai?” tanyanya tanpa menyapa terlebih dahulu.“Astaga, kaget aku!” ucap Dino spontan sembari memeluk erat leher Grey. Semakin membuat Alesya salah paham dan menggoda bosnya. “Aku tidak lihat apa-apa, lanjutkan bermesraannya.” Alesya tersenyum geli meninggalkan mereka berdua.“Hey kau salah paham! Ini tidak