“Bagaimana? tentang orang tua ku yang menginap, aku tidak ingin mereka tahu bahwa kita ingin bercerai” sambungnya lagi.
Namun Alesya sudah sangat dikejar waktu lalu ia segera mengambil tasnya. “Nanti kita bicarakan, ketika aku pulang!” balas Alesya tergesa-gesa sembari menutup pintu dengan rapat.
"Kan...selalu saja begitu!" celetuknya setengah kesal.
Flashback.
Aidan jadi teringat, disaat mereka baru menikah. Saat umur pernikahan mereka masih lima bulan, waktu dipagi hari, Alesya menyiapkan segela keperluan Aidan dari makanan hingga pakaian. Padahal saat itu mereka sudah mempunyai pembantu.
Alesya membantu memakaikan dasi Aidan dengan senyum manis, “Aku ingin bekerja di perusahaan Desain grafis! apakah boleh?” tanya Alesya dengan senyum manis, agar disetujui.
“Aku tidak ingin kau kelelahan! jadi tidak boleh, biarkan aku saja yang memenuhi segala kebutuhan isteriku yang manis ini,” ucapnya dengan lembut, sembari memeluk Alesya dengan penuh kehangatan.
Aidan tersenyum kecut saat mengingat momen itu, yang bahkan tidak pernah bisa ia lupakan.
***
Alesya berlari seraya melihat jam tangannya. Lima menit lagi, akan terlambat dari jam yang sudah ditentukan, oleh perusahaan yang memberikan wawancara.
Ketika saat memasuki lobi kantor, ia tidak sengaja menabrak seseorang pria.
BRUKKK!
“KAU!!! BISA PAKAI MATA TIDAK?” bentak Alesya seraya memungut tasnya yang terjatuh dilantai.
“Mintak maaf sekarang juga!” perintah lelaki yang sudah menabraknya.
Alesya tidak habis pikir, ia langsung menantang orang yang menabraknya dengan mendekatkan wajahnya.
Lalu, Pria berjas hitam, yang menabrak Alesya membuka kacamatanya, dengan bahasa tubuhnya yang angkuh. Ia mendongakkan kepalanya. Matanya terlihat sinis menatap Alesya.
Bukannya melawan lagi Alesya malah membisu seketika. Ternyata lelaki yang ada dihadapannya adalah Grey temannya Misami.
Glek!
Alesya menelan ludahnya, ia tidak lagi menghiraukan yang telah terjadi. Ia dengan kelincahannya melarikan diri dari Grey.
"Jangan Kabur!" cegat Grey dengan suara bermartabat.
Grey tampak tidak asing, dengan wajah wanita yang menabraknya. Lalu saat berjalan keruangannya, ia baru ingat, bahwa wanita itu adalah teman Misami. “Apa yang dilakukannya disini!” gumamnya.
***
Alesya yang sudah telat sepuluh menit, menerobos masuk keruangan wawancara dengan tingkat percaya diri yang tinggi.
Tampak masih banyak orang berjejer duduk. sembari menunggu nomor mereka disebut. diantara mereka ada yang memegang secarik kertas, seraya menghapalnya dengan suara kecil.
Seketika jantung Alesya berdegup kencang. perutnya juga memulas tiba-tiba, kepercayaan dirinya mulai goyah. Ia mencoba berbaur diantara mereka dan tanpa sengaja, ia mendengarkan pembicaraan membuat kakinya gemetar.
“Katanya, salah satu pewawancara kita adalah direktur perusahaan disini!” ucap wanita berkacamata yang berada disamping Alesya.
“Apa tidak mungkin! habislah kita” timpal wanita lainnya.
Alesya menarik nafasnya dalam-dalam lalu membuangnya.
“Nomor sembilan! ” teriak petugas yang sedang menjaga.
Alesya Maju dengan membusungkan dadanya, ia membereskan rambut dan pakaiannya, yang sedikit acak-acakan akibat menabrak Grey tadi.
Ia memasuki ruangan dengan tenang, namun saat menyadari ternyata salah satu pewawancara adalah Grey, ia menjadi membatu seketika.
Alesya juga menemukan Tag nama diatas meja, yang sedang digunakan Grey. Tertulis jelas Direktur. Alesya terperangah tak percaya. Ia Mencoba tetap tenang, berpura-pura tidak mengenal Grey.
Grey terlihat tersenyum sinis. "Tolong ganti dengan peserta lain!" Suruhnya kepada petugas tadi.
Alesya yang merasa ini jalan satu-satunya agar dia bisa keluar dari rumah Aidan, Mencoba melawan. “Apa anda selalu mencampur adukan, urusan pribadi dengan pekerjaan!?” hardik Alesya dengan menatap tajam Grey.
Grey lalu tertawa mendengar pernyataan Alesya, “Baiklah, baiklah.Jadi! kenapa kamu ingin bekerja disini?” tanyanya dengan nada mengejek.
“Saya tidak ingin bergantung dengan seorang jadi saya ingin bekerja untuk menghasilkan uang" jawab Alesya santai.
"Itu artinya kamu bersedia, bekerja dimana saja, asalkan menghasilkan uang?" sambung pewawancara wanita, yang tampil seksi.
“Tidak! Saya ingin memanfaatkan pengetahuan saya! yang cocok untuk perusahaan ini. untuk menghasilkan uang” balasnya dengan tegas.
Terlihat lelaki paruh baya tampak berbisik dengan wanita seksi disebelah Grey.
***
Aidan yang telah berada di kantor, tampak sibuk mengetik di komputernya, ia sesekali melirik kearah ruangan Morin. Aidan benar-benar memberi malu pada dirinya sendiri. Pada saat kejadian setelah makan malam, mereka minum-minum, Aidan yang sudah mabuk berat akibatnya muntah dimobilnya Morin. Mau tidak mau Morin yang harus mengantarnya kembali kerumah.
“Huh syukurlah! dia tidak datang” gumam Aidan seraya menghelakan nafasnya.
“Siapa yang tidak datang?” bisik Morin ditelinga Aidan. yang menimbulkan udara panas ditelinganya. Posisi mereka seakan sedang bermesraan.
Spontan Aidan menatap kearah Morin dengan jarak yang dekat. Morin sampai kaget, ia dengan canggung menjaga jarak. Tampak pipinya mengeluarkan rona merah.
“Bu..Maafkan saya atas perihal tadi malam!” Aidan membungkukkan badannya, tanda ia menyesal sudah menyusahkan bosnya.
“Tidak perlu minta maaf, aku juga senang kok.” Morin tersenyum manis.
Aidan bisa lega sekarang, karena ia tidak perlu lagi merasa bersalah.
"Bagaimana tugas yang diberi, apa udah selesai?” tanya Morin basa-basi.
“Sebentar lagi, saya akan mengirimkan melalui email!” beritahunya sedikit kelelahan.
“Baiklah, kerjakan saja dengan pelan!” ujarnya lalu berjalan menuju keruangannya dengan senyum tipis.
Setelah Alesya selesai dihujani banyak pertanyaan, ia tampak berkeringat dipelipis matanya. Lalu wanita seksi yang bernama Buk Misila Menyuruh Alesya untuk keluar, dan menunggu pengumuman losos tidaknya melalui email dari pihak mereka.
Alesya berpamitan, kepada orang-orang didepannya, dengan menyalami satu-persatu. Namun pada saat giliran Grey. “ Lihat saja, Aku akan meremukkan tangannya!" dongkolnya ngebatin.
yang ternyata hanya gertaknya saja. Saat sudah bersalaman, Alesya malah mengenggam tangan Grey, dengan lembut seraya tersenyum manis. “Maafkan saya pak! atas perilaku saya tadi!“ Cengir Alesya, lalu ia berpamitan menundukkan kepalanya.
Setelah Alesya keluar, Grey mulai tersenyum atas tingkah laku Alesya. Kedua pegawai Grey menoleh tidak percaya kepadanya. Baru pertama kali melihat bos mereka tersenyum kepada orang Asing.
Lalu ia berdehem, “Hmm... Bagaimana menurut kalian? Tentang perempuan tadi? “ dalihnya mengubah ekspresinya.
“Mungkin dia cocok, dengan kriteria yang sedang kita Cari!” jawab pria paruh baya disamping Grey.
“Betul!tadi dia menjawab pertanyaan dengan cekatan.” tmbrung Buk Misilla dengan santai.
“Dia sangat berisik!!” Yang dibalas Grey langsung. Hingga membuat kedua orang itu membisu ditempat.
***
Alesya yang merasa lega, sedari keluar dari perusahaan yang telah menguras tenaganya. Ia bersantai di bangku panjang, yang tidak jauh dari tempat wawancara tadi. Kaki dan tangannya dibiarkan lurus kedepan untuk mendapatkan ketenangan.
Ia memperhatikan orang-orang yang sedang lalu lalang melintasinya. Tetapi pandangannya teralihkan, oleh Aidan yang sedang berjalan bersama perempuan yang semalam ia lihat. “Aah, Benar! tempat ini kan tidak jauh dari perusahaan tempat Aidan bekerja!” gumam Alesya seraya memanyunkan bibir.
Lalu Alesya terdiam sejenak ia berpikiran sesuatu. “Tunggu... berarti, perusahaan yang aku lamar berdampingan dengan tempat kerja Aidan? Oh shit no way!!!” teriaknya yang langsung berdiri tanpa sadar, akibat keterkejutannya.
Pejalan yang lewat, Melihat sinis kearah Alesya seperti orang aneh. Alesya yang sadar menundukkan kepalanya, “Maafkan, atas keributan saya!” ucapnya dengan malu.
Alesya mendapati sepatu seseorang tepat dibawah padangannya. “Maafkan saya, tolong silahkan lewat!” pintanya, seraya merentangkan tangannya sebelah kiri.
Namun sepatu tersebut tidak juga beranjak pergi, hingga membuat Alesya kebingungan, dan langsung mendongakkan kepalanya ingin menantang sipemilik sepatu. Tapi apa yang ia dapatkan wajah Aidan yang tengah menatapnya.
“Kenapa disini!!Apa mau menemuiku?” tanya Aidan yang tampak dingin.
Deg.
Alesya menemukan, bahwa agak jauh terlihat perempuan yang bersamanya tadi, sedang menunggu.
“Jadi! kau berbicara dingin kepadaku, karena wanita itu? Apakah alasan ingin menceraikanku apa sebab dia juga?” batinnya, yang tidak berani ia utarakan begitu saja, bisa-bisa Aidan menganggapnya cemburu jika mengatakan itu.
“Geer saja!!! Lihat tuh!” Seraya menunjukan perusahaan tempat ia melamar, “Itu tempat wawancara yang kubilang padamu!” Sombong Alesya mengangkat bibirnya.
Wanita kebulekan yang sudah sedari tadi menunggu, ia menghampri Aidan. “Siapa dia?” tanyanya penasaran.
Alesya dalam keadaan perasaan yang tidak senang, hingga mengucapkan kata yang menyelekit. “Aku temannya!“ sambung Alesya yang tidak ingin Aidan yang menjawab duluan, takut lelaki itu akan menjawab seperti yang Alesya utarakan, ia hanya tidak ingin mendapatkan kebenaran yang membuatnya sakit hati.
Aidan tampak tersenyum mendengar perkataan yang terlontar dari Alesya. Ia pun mulai berpikir bahwa Aidan sangat setuju apa yang telah dikatakannya. “Oh.. Teman ya, kenalin saya bos Devisi Aidan panggil saja morin!” ucapnya seraya mengulurkan tangannya, dengan senyum ramah. “Saya Alesya Keiko! biasa dipanggil Alesya.” Sambungnya menjabat tangan yang telah diulurkan Morin dengan senyum sedikit kaku. Tiba-tiba Aidan menerima telepon dari teman kantornya, “Baiklah saya akan segera kesana!” jawabnya tanpa terdengar suara dari sipenelpon. “Ada apa?” tanya Morin langsung. “Ini, Zelius menyuruh segera kekantor sebab, ada urusan yang harus ditangani!” balasnya menatap Morin. Alesya yang menyaksikan mereka sedang mengobrol santai, membuat Alesya seperti tidak terlihat diantara mereka. “Kami pergi dulu!” ucapnya kepada Alesya dengan nada datar. Morin yang hanya menunduk dengan senyum ramahnya, ikut berpamitan kepada Alesya. Mereka lalu beranjak meninggalkan Alesya. Yang sedang menatap j
Aidan menuju kekamar, ia ingin beristirahat. Namun mendapati Alesya sudah tertidur pulas, "Dia selalu saja, tidur seperti kelinci!" gumam Aidan hingga Senyumnya terpancar seketika. Aidan duduk menyendiri dibalkon, ia mengingat kejadiaan saat dikantor. Bahwa ia akan mendapatkan tugas keluar negeri atas apresiasi proyek yang telah ia kerjakan. Ia berpikir bagaimana akan mengatakannya kepada Alesya. Pagi telah memancarkan cahayanya, Aidan telihat terburu-buru kekantor. Alesya yang masih berbaring ditempat tidur, mendapati dasi yang dikenakan Aidan belum rapi, ia bangkit menghampiri Aidan dengan tampilan acak-acakan, ia menoleh kearah dada Aidan. "Ada apa? Kenapa melihat dadaku!" tanya Aidan kebingungan sembari menutup dadanya. "Badanmu, tolong menunduk sedikit." perintah Alesya setengah mengantuk. Aidan yang seperti terhipnotis, langsung menunduk seketika, dengan wajah yang masih bingung. Alesya merapikan dasi yang dikenakan Aidan, "Kau ini! Masa memakai dasi masih belum bisa j
Hingga spontan Grey menjauhkan ponselnya akibat suara Dino yang menyakitkan telinga. "Kalau tidak ada perlu akan kumatikan!" Respon Grey yang seketika hendak mematikan ponselnya.Dengan cepat Dino mencegah, "Hei tunggusebentar ini penting!" Cegatnya."Aku sibuk! tolong beritahu dalam satu menit." Ancam Grey sebab, ia tahu hal yang dikatakan Dino pasti tidak akan penting."Boy.. Listen to my words oke, begini malam ini, aku mengadakan pesta Halloween, jadi kuharap kau datang menggunakan kos... "Tutttt!!Belum sempat Dino menyambung katanya, Grey dengan tidak berperasaan mematikan ponselnya."Sudah kuduga dia pasti berbicara hal yang tidak penting!" Gerutu Grey sambil menjauhkan Ponsel yang ia pegang.***Alesya ingin keluar sebentar membeli beberapa pakaian untuk kerjanya, dan juga kostum Halloween. Ia tidak sengaja berpapasan dengan Ibu mertuanya, yang kebetulan juga akan pergi bersama
"Aku berjanji! tidak akan membuat sial kepada bosku lagi." Balas Alesya serius, ia juga mengangkat tangannya menghormat kepada Grey. "Kau terlalu overreacting tau ngak?" Ujar Grey seraya menyentil dahi Alesya. Tanpa disadari ia tersenyum atas perilaku Alesya yang menurutnya menarik. Alesya terperangah dengan senyum Grey yang ternyata sangat menyilaukan bagaikan cahaya melintasi kegelapan. "Tidak, sadarlah. Pria yang ada dihadapanmu tetaplah orang kejam, walaupun menawan!" Kata batin Alesya yang mencoba tidak terkecoh. "Aku akan pergi.!" Kata Grey yang sudah berdiri disamping Alesya. Namun Alesya masih terdiam terpaku, "Hei kau dengar tidak?" Tanya Grey, mencoba menyadarkan Alesya. "Kau sadar tidak, Bahwa kau sangat menawan saat tersenyum!" Utara Alesya tanpa sadar, ia menoleh Grey dengan senyum manis. DEG! Tiba-tiba Grey bergeming seketika pipinya perlahan berubah menjadi sedikit merah. "Dasar. Kau pikir aku akan memaafkanmu, setelah berkata seperti itu?" Grey berkelit tidak t
Aidan ingin berdiri agar kelihatan sopan, namun dicegat oleh Morin. “ Santai saja, lanjutkan makanmu!” pinta Morin. Aidan hanya tersenyum dan kembali duduk dengan santai seraya bertanya. “Apa Ibuk butuh sesuatu?” Morin tidak mengindahkan pertanyaan Aidan malahan dia sudah duduk di kursi kosong disamping Aidan. “Tidak, hanya saja aku ingin bersantai,” imbuhnya dengan senyum lebar. Aidan sedikit canggung karena Pria hidung belang yang melewati mereka menatap iri kepada Aidan, bagaimana tidak Morin sungguh sangat cantik. “Kenapa diam saja?” tanya Morin. “Apa jangan-jangan... Aku menganggumu? Lanjutnya kembali. “Eh? Bukan begitu!” sanggah Aidan cepat. Morin terkekeh melihat Aidan yang menanggapi serius. “Kau imut sekali,” lontar Morin spontan. Aidan menanggapi ucapan Morin dengan wajah menunduk malu. “Dia suka sekali bercanda,” gerutu Aidan dengan suara pelan. Dan mereka berakhir dengan makan bersama, hingga jam menunjukkan waktu makan siang telah berlalu. *** Alesya kelelahan ak
“Aku tidak boleh seperti ini! Aku harus segera pergi.” tekadnya meyakinkan. Alesya tanpa pikir panjang berlari secepat kilat. Aidan menghambur keluar namun tidak lagi melihat sosok Alesya ditepi jalan. “Dia pasti kabur, dasar!” gerutunya seraya kembali kemobil. Alesya ternyata tidak pergi, ia bersembunyi dibelakang pohon sambil memegang dadanya yang seperti tercabik-cabik. Dan tanpa sadar airmatanya menetes. “ Eh? Air apa ini? Apakah hujan?” tanyanya, ia menundukan kepalanya dan menahan isak tangisnya. “Tidak jangan lagi, tolong biarkan airmata ini jatuh untuk yang terakhir,” lirihnya pasrah. *** “Berhenti disini saja!”pinta Morin. Aidan menginjak rem, dan mempersilahkan Morin turun. “Aku akan segera menyiapkan laporan yang tertunda tadi, malam ini!” Ucapnya saat Morin membuka sabuk pengamannya. “Apakah ingin singgah sebentar? Dan menyelesaikan bersama?” saran Morin. “Tidak perlu! Isteri saya pasti sedang menunggu dirumah,” sambungnya, seraya tersenyum. “Baiklah, kalau begitu.
“Mama dan papa malam ini tidak tidur disini. Jadi aku akan tidur dikamar sebelah,” beritahunya sambil bergegas keluar setelah mengambil pakaian gantinya. “Hei...”panggil Alesya, ia juga mengepalkan tanganya. Namun raut wajahnya dalam keadaan tenang. “Ada apa?” sahut Aidan dingin. “Tidak ada!” Alesya menutup pintu segera. Ia masih mengepalkan tangannya dengan senyum kecut. “ Ini sudah berakhir! Tolong tidak usah dipikirkan lagi,” tekadnya menyemangati. Burung mencericip dari luar jendela, menandakan pagi telah tiba. Sejak kejadian tadi malam Alesya menjadi sulit tidur. Ia bangun perlahan dengan keadaan kurang fit. Tok tok tok! Alesya tidak mengindahkan ketukan pintu, ia kembali berselubung diselimutnya. “Rasakan! Siapa suruh tidur dikamar lain.” Batinnya menggerundel. “Aidan, nak. Bangun sudah pagi!” panggil buk Mutia. Alesya melompat dari tempat tidurnya mendengar suara orang yang dia tidak sukai dan langsung merapikan diri. Ia membuka pintu dan mendapati wajah buk Mutia beruba
“Kenapa tidak mengetuk pintu dari depan saja!?” celetuknya. “Aku sudah mengetuk dan memanggil! Jadi tidak perlu bertanya lagi. Ayo kita keluar dari sini.” usul Alesya yang tidak ingin membuang waktu.“Kalau begitu, ikut sarapan denganku!” ajak Aidan.“Kau saja! harini aku mulai kerja. Jadi, aku tidak ingin terlambat,” tolak Alesya.“Baiklah aku tidak akan memaksa!” Aidan berjalan keluar.“Tunggu sebentar!” cegat Alesya menhampiri Aidan.“Kau berubah pikiran?” ucapnya mengangkat alis sebelah.Alesya merapikan rambut Aidan yang acak-acakan.Aidan dengan sigap menepis tangan Alesya dengan cepat. “Apa yang kau lakukan?”“Aku tadi berbohong kepada ibumu, mengatakan kau tadi sedang mandi! jadi, kau harus rapi!” paparnya seraya tersenyum. “Tidak perlu! Aku bisa merapikan sendiri. Dan mulai sekarang jangan menyentuhku sembarangan lagi!” sergah Aidan dan langsung membalikan badannya sembari mengambil pakaian yang akan dikenakannya.Alesya menoleh jam dinding, ternyata sudah menujukkan pukul
Pelan-pelan dia membuka pintu, tapi tidak ada satupun orang diruang tamu. “Syukurlah tidak ada nenek tua itu disana!” batin Alesya merasa lega. lalu menapakkan kakinya dianak tangga menuju kamarnya.“Akh lelah sekali...” Alesya merasa lega setelah membaringkan tubunya dikasur. Bahkan ia tidak sadar bahwa Aidan belum juga pulang.***Morin telah selesai memasak, dia menarik lengan Aidan agar mengikutinya keruangan makan. “Taraa... Lihat semua ini makanan kesukaanmu,” imbuhnya menunjukkan kearah meja, hidangan yang sudah tertata rapi bak restoran bintang 5. Disitu ada lobster lada hitam, Chicken teriyaki, tumis sayur, dan juga curry rice. Semua adalah makanan kesukaannya Aidan.Aidan terperangah seaka tidak percaya saat melihat hidangan yang tampak lezat itu selesai hanya dalam 30 menit. Melihat itu perutnya secara almiah mengeluarkan bunyi.Krukk!Morin mendengar suara perut Aidan yang sudah memberontak membuat perempuan itu tertawa geli. “Kelihatannya perutmu sudah keroncongan, langsu
Setelah makan siang bersama Morin. Tampak Aidan tengah mengetik dilaptotnya dengan serius. Ia seketika teringat omongan kekasihnya Morin bahwa Direktur mereka ingin mengadakan kerja sama antara perusahaan yang berada disamping kantor mereka. Aidan tahu jika kantor tersebut tempat Alesya bekerja. Jadi ia ingin menolak, tapi direkturlah yang langsung menunjuk orang yang ikut dalam bisnis itu, dan nama Aidan ada tercantum dengan jelas disecarik kertas pengumuman. Kini Aidan hendak pulang, ia juga membereskan segala yang berserakan dimeja. Dan setelah sampai diparkiran yang tampak tidak ada orang itu, Morin tiba-tiba saja mengetuk kaca mobil Aidan.Tok, tok, tok! Aidan menurunkan kaca mobilnya. “Ada apa Bu?” tanya Aidan yang masih belum beranjak keluar dari mobilnya. “Panggil Morin! Karena ini sudah diluar jam kerja. kamu menyebalkan sekali, ” rengek Morin manja merungutkan bibirnya.“Hehehe maksud saya Morin,” balas Aidan tersenyum kepada kekasihnya tersebut.“Hmmmm... Ngomong-ngomong
“Akhirnya selesai,” Alesya menyelonjorkan punggungnya dikursi tempat kerjanya. “Akh, pinggang ku sakit sekali!” keluh Alesya yang kesal akibat Aidan yang sangat ganas tadi malam, membuat pinggang-nya seperti akan patah.Misami mengirim pesan kepada Alesya {Apakah kamu baik-baik saja?} Isi pesan sahabatnya tersebut.“Aku tidak baik-baik saja,” gumam Alesya yang langsung menelepon Misami. [Halo Mi!]“Hmm Ada apa?” sahut Misami dengan suara serak tampak seperti baru bangun.“Apakah kamu pulang dengan selamat?” tanya Alesya untuk memastikan keadaan sahabatnya itu setelah kejadian semalam.“Tentu saja, jika tidak bagaimana aku bisa mengangkat telepon darimu, kamu berharap aku tewas gara-gara pukulun pria brengsek yang tak seberapa itu?” seloroh Misami tertawa lu. Agar sang sahabat tidak khawatir.“Syukurlah, kukira kamu mendapatkan luka serius setelah pukulan itu. Kamu tahukan tenaga Pria itu sangat kuat. Leher ku saja masih berbekas! Ah andai saja aku punya kekuatan sudah kuhabisi dia, ”
Aidan duduk memutar-mutarkan kursi tampak isi pikirannya masih terbayang-bayang akan malam yang panas yang telah dilakukannya bersama Kena. “Sial, bisakah aku tidak memikirkan hal itu lagi,” decihnya kesal. Namun lagi-lagi pikirannya malah mengingat saat Alesya memberikan ciuman panas untuknya. Dan hal itu sukses membuat wajah Aidan menjadi merah padam dengan hanya mengingatnya saja. “Aakh.. Bagaimana ini, aku bisa gila!” Aidan mengacak-ngacak rambutnya seolah pikirannya sedang bercabang-cabang.Untung saja Zellius sang sahabat datang menemuinya. “Kamu sudah jadian dengan bu Morin?” bisik lelaki itu seraya melirik disekelilingnya agar tidak ada orang yang mendengar.“Sudah,” dijawab Aidan dengan tampang bak benang kusut.“Tapi kenapa wajahmu seperti orang yang tidak gajian satu bulan,” tanya Zellius yang tampak bingung.“Aku hanya lelah saja sehabis mengerjakan tugas yang menumpuk,” dalih Aidan menunjukkan kertas-kertas yang sudah tersusun rapi.“Hei... kamu sangat beruntung tahu! Lih
Ia melirik perlahan kesamping kanan menyipitkan matanya, memastikan pria mana yang telah melakukan malam yang penuh gairah dengannya. Alis mata Alesya terangkat keatas bersamaan bola matanya menjadi terbuka lebar seperti akan melompat saat tahu bahwa Aidan lah yang telah melakukannya. “Apa yang terjadi disini?” gumanya seraya mengingat-ingat kejadian tadi malam. Dan dia semakin menjadi gelisah saat sudah mengingat bahwa dia yang telah melemparkan diri kepelukan Aidan dan memaksanya melakukan kehendaknya. “Memalukan sekali!” lontarnya tidak percaya lalu mengacak rambutnya. Bukan Alesya saja yang kaget, Aidan yang sedari tadi telah bangun malah malu untuk membuka matanya. “Bagaimana aku bisa keluar dari sini?” ucap batinnya mencari kalimat yang pas untuk menjelaskan. Aidan sengaja menggerakkan tubuhnya berpura-pura bahwa dia baru saja terbangun. Glek. Alesya spontan kembali berpura-pura tidur. Menarik selimut untuk menutupi seluruh tubunya. Sehingga tidak sengaja tubuh polos Aidan te
Aidan telah berada didepan kamar, ia mengetuk pintu. Tidak ada jawaban dari dalam, ia membuka handle perlahan. Namun tidak ada Alesya didalam. “Dia belum pulang juga?” gumam lelaki itu melirik jam tangannya. “Padahal sudah larut malam!” lanjutnya sembari berganti pakaian. Grey tampak sungkan mengantar Alesya kedalam, ia takut akan disalahpahami seperti malam itu. Padahal dia sudah berada didepan rumah Alesya dan tinggal membawa masuk. “Hey bangun!” panggilnya menjawil bahu Alesya yang sedikit bergerak. Kelopak mata Aleysa terangkat perlahan, matanya berputar dan masih setengah sadar diakibatkan alkohol. “Mana Pria jalang tadi?” racaunya dengan mata menyipit. “Dia sudah babak belur! Ini sudah didepan rumahmu, beristirahatlah,” pintanya membukakan sabuk pengaman Alesya. Grey membukakan handle disebelah Alesya dengan lebar agar Aleysa keluar dengan nyaman. “Pelan-pelan jalanya, Aku tidak bisa mengantarmu sampai didepan pintu, Suamimu akan salah paham!” ucapnya yang dijawab Alesya den
“Tidak!” jawab Grey singkat malah meneguk minuman Alesya. “Minum saja semua!” bentak Alesya merengutkan wajahnya sembari berjalan kearah orang-orang yang sedang menari.“Mau kemana?” tanya Grey menggoyangkan lembut gelas yang berisi wine dengan kaki dilipatkan. “Bukan urusanmu!” Dibalas ketus oleh Alesya, ia melenggang menuju kearah Misami yang sudah teler, sangat panas berjoget seperti itu, membuat lelaki menghampirinya dan perlahan ikut berjoget disebelahnya. “Mau keluar bersamaku?” ajak Lelaki yang tampak mencurigakan itu. Misami tidak menghiraukan ajakan lelaki tersebut, tubuhnya masih tidak berhenti berjoget. Pria itu marah menarik paksa lengan Misami. “Jangan sok jual mahal!" Amuknya dengan mata menyala. Alesya mendapati sahabatnya dalam bahaya ia berlari secepat mungkin mendaratkan pukulannya kewajah pria itu. “Sadar diri dengan bentuk rupamu!” hina Alesya mencekram tangan Pria itu. Pria itu meringis kesakitan memegang wajahnya. “Wanita sialan! apa-apaan kau?” murkanya men
“Aku akan bercerai dengan isteriku! Dan singkatnya kami sudah tidak bersama selama tiga bulan, dan sekarang tinggal menunggu persetujuannya!” jelasnya tersenyum kecut. “Kalau begitu ayo kita pacaran, lalu, segera selesaikan hubunganmu dengan isterimu.” Balas Morin lirih, matanya juga sudah berkaca-kaca seolah ingin menangis. Akhrinya penantian panjangnya terbayarkan juga, karena sudah sejak sekolah menengah Morin menaruh perasaan kepada Aidan. *** “Kalian berdua kemana saja? aku lelah mencari tahu!” rengek Misami lesu. “Aku tadi mencari angin segar, dan tidak sengaja bertemu dengan Pak Grey diatap, jadi kami mengobrol sebentar tentang pekerjaan!” terangnya yang tidak ingin disalahpahami. “Oh benarkah?” Dino datang tiba-tiba menaruh curiga kepada mereka. Ia melipatkan tangannya didada sembari memperhatikan Grey. “Kenapa wajahmu merah begitu? Apa yang telah kalian lakukan dibelakang kami?” Iterogasinya ingin mendapatkan cerita menarik. “Ayo mulai acaramu sekarang!” dalih Grey menye
“Sudahla tidak usah banyak bicara, Antarkan aku ketempat dudukku! ” timpalnya dengan wajah ketus seakan risih. “Baik, ikuti aku!” Ajak Dino memegang lengan Grey.“Tanganmu kau taruh dimana?” sindir Grey agar dilepaskan.“Kau ini pemalu sekali!” goda Dino sengaja membuat Grey geli.“Mulutmu seperti wanita!” ejek Grey yang tidak mau kalah.“Wah, jadi selama ini kau menganggap ku wanita, aduh aku jadi khawatir.” timpal Dino menutup dadanya seolah sedang dilecehkan.Alesya sudah mendengar percakapan menjijikkan mereka, walau Grey tidak sadar bahwa dia telah berada dibelakang mereka, karena ingin menanyakan toilet dimana. Ia mencoba masuk dalam percakapan mereka. “Apa kalian saling menyukai?” tanyanya tanpa menyapa terlebih dahulu.“Astaga, kaget aku!” ucap Dino spontan sembari memeluk erat leher Grey. Semakin membuat Alesya salah paham dan menggoda bosnya. “Aku tidak lihat apa-apa, lanjutkan bermesraannya.” Alesya tersenyum geli meninggalkan mereka berdua.“Hey kau salah paham! Ini tidak