"Baik, Pak! Semua sudah diatur, sekarang Bapak tinggal tunggu saja di resto yang sudah disepakati!" ucap Dirga--Asisten kepercayaanku. Hari ini ada klien yang ingin bertemu membahas saham, meminta agar lebih nyaman untuk bertemu sambil makan siang.
"Ayo kita berangkat!" ucapku setelah melihat jam menunjukan pukul sebelas siang.
Setelah sampai tak berapa lama klienku datang, hasilnya sangat memuaskan, tanpa pikir panjang mereka yang selaku perusahaan Internasional dengan mudah menyetujui semua yang kami tawarkan.
"Baik, Pak Usman. Saya pergi dulu." kami saling berjabat tangan dan kemudian pergi meninggalkan resto.
"Dir, tolong beresi semua berkas, saya mau ketoilet dulu!" Dirga mengangguk dan langsung mengerjakan apa yang aku suruh. Baru beberapa langkah aku meninggalkan meja tanpa sengaja aku yang tengah bermain HP menabrak seorang perempuan.
Brukk..
"Ada apa, Dik? Katakan!" bujukku pada Nita yang masih dengan wajah ketakutan, Ratini masuk dan ikut nimbrung duduk di sebelah kiri Nita. Kulihat Nita melirik Ratini juga."Katakan, Dik. Ada Umi di sini, Kalau ada orang yang mau jahatin kamu, Umi lah orang pertama yang akan bertindak!" ucapku seraya mengengam tangan Nita agar ketakutannya berkurang."Ta-takut, Umi! Hikz... Hikz.... " sepertinya Nita masih ketakutan, akupun tak ingin memaksanya, kubiarkan dulu agar dia tenang. Kuajak dia Ratini juga keluar, aku tak ingin dia juga menganggu Nita, setidaknya biarkan dia berfikir jernih.Sore hari aku sengaja membuatkan teh aroma therapy untuk Nita, kuketuk pintu. Terlihat dia sudah sedikit agak tenang."Minumlah, ini bisa merilekskan tubuh serta pikiranmu!" kusodorkan padanya.Dia menerima dengan mengucapkan terima kasih, aku sedikit lega melihat dia sudah aga
Aku masih terus mengamati mereka, dari gerak tubuh, Hendi sedang menjelaskan sesuatu, sedangkan Ratini sedang posisi seolah marah. Tak lama kemudian Hendi memegang tangan Ratini, aku kaget dan hanya dapat menutup mulut. Semenit kemudian Hendi merengkuh tubuh Ratini dalam pelukannya."Bagaimana mungkin kakak sepupu semesra itu?" pikirku. Sejurus kemudian aku berinisiatif untuk mengambil ponsel dan merekam tindakan yang di luar nalar itu.Ketika kembali kebalkon, aku tak menemukan lagi kedua sosok itu, sepertinya mereka sudah kembali."Ah! Aku terlambat, harusnya aku dapat bukti bahwa kedekatan mereka bukan kakak beradik tapi sepasang kekasih."***"Umi, nanti malam kita hadiri pesta pernikahan rekan bisnis Abi. Kita berangkat pukul tujuh ya!" ucap Abi saat kami tengah sarapan."Baik, Bi.""Dandan yang cantik permaisuriku!" ucap A
Aku masuk kekamar, siap-siap mendengar apa yang akan terjadi, semoga Abi dapat menemukan orang lain di kamar Ratini. Semenit kemudian masih sepi, aku melangkah maju untuk melepas hijab ketika tiba-tiba pintu tertutup dengan sedikit keras."Astahfirullah...!" aku langsung membalikan badan dan menghadap kepintu, urung menaikan jilbab."Hendi! Ngapain kamu kesini?!" sergahku, hatiku berdegup kencang, rasanya ingin marah dan mengumpat padanya!Dengan senyum santai di berjalan mendekat kearahku! Aku mundur ketika ia makin dekat. Pikiranku kacau dan tak dapat berfikir jernih, apa yang akan dia lakukan padaku, Ya Allahhh... Berilah perlindungan-Mu."Jangan macam-macam kamu, Hendi!" hardikku lagi sebelum dia melangkah lebih dekat."Tenang, Umi. Kita cuma akan berbicara tentang kesepakatan saja! Aku tahu semua di sini mendapat pengaruh besar di dirimu termasu
"Sepertinya tak adil kalau Abi atau Umi langsung menunjuk salah satu diantara kalian, jadi semalam Abi sudah sepakat sama Umi bahwa siapa yang akan memegang mandat ini akan kami berikan pada salah satu diantara kalian yang tentunya telah memenuhi syarat yang kami tetapkan! Ya kan Umi?" Abi mengalihkan pertanyaannya padaku."Tentu, sebelum aku umumkan syarat itu sebaiknya aku jabarkan dulu tentang amanah ini, memang gampang-gampang susah dan tentunya susah-susah tapi tetap mengembirakan kalau kalian bisa mengontrol pengeluaran yang tiap bulan akan terperinci. Pasti kalian sudah dengan seberapa besar nominal untuk keperluan rumah ini tiap bulannya. Abi memberikan jumplah nominal yang jumplahnya tiap bulan selama Umi yang pegang itu lebih, lebih banyak malah! Hingga ya beginilah Umi, bisa membeli apa yang Umi inginkan."Kulirik Ratini dan Hendi sudah sangat sumringah dan yakin kalau apa yang ia inginkan akan segera terwujud.
"I-iya, Bi. Benar apa yang di katakan Mas Hendi!" kali ini Ratini juga ikut menimpali apa yang telah di sampaikan oleh Hendi."Kenapa tak memintaku saja sebagai suaminya yang mengantar, justru pergi diam-diam dengan orang lain?" Abi masih curiga dengan apa yang di lakukan Ratini. Aku mengangguk mengerti, ternyata Abi tak bisa percaya begitu saja!"Aku khawatir Abi kecapean, kan baru hari ini Abi pulang cepet, jadi aku pikir tak ingin menganggu waktu Abi dengan Umi dan Juna!"Naif sekali jawabanya, kami menjadi kambing hitamnya."Sekarang mana hasilnya?" kali ini Abi benar-benar sudah curiga dengan kelakuan istri keduanya."Eee... Dokternya nggak dateng hari ini, jadi udah ngantri tapi akhirnya pulang tanpa hasil. Ya kan, Mas?" tanya Ratini pada Hendi."I-iya, Bi, semua yang di katakan Ratini benar adanya."
Kucoba amati foto itu dengan segsama, foto yang sudah agak rusak karena terlipat-lipat, tapi aku masih yakin jika foto itu foto pernikahan. Satu pasang laki-laki dan perempuan tengah duduk melakukan ijab kobul."Seperti Ratini si perempuannya? Tapi... " kudekatkan lagi foto itu kemataku, siapa tahu dapat lebih jelas."Bukan Abi, laki-lakinya, aku sangat paham pada suamiku itu!"Aku memijit keningku yang terasa mulai pusing, banyak sekali rahasia Ratini yang benar-benar menjadi misteri. Belum terungkap satu misteri kini sudah muncul lagi misteri lain, sebenarnya siapa Ratini sebenarnya?"Umi... Kita jadi pergi kan?" tiba-tiba Nita mendekat padaku yang masih sedang memegang kening."Umi, Kenapa?" tanyanya kemudian yang melihat aku sedang memegangi sebuah foto."Foto pernikahan siapa ini, Umi?" Nita mengambil foto itu dari tanganku,
Terlihat wajah shok pada Umi Sepuh, dia bergeming dengan wajah yang mengeras. Semenit kemudian dia beranjak dari duduknya, Abi memilih diam tanpa kata."Usman, Salma, ikut Umi kekamar!" perintahnya tanpa menoleh. Abi seketika menatapku.Ratini dan Nita hanya saling pandang, mungkin mereka juga canggung dengan situasi seperti ini!"Ayo, Umi!" ajak Abi, seolah Abi tengah was-was tentang apa yang akan di sampaikan oleh Umi Sepuh.Aku mengangguk dan mengikuti langkah Abi menuju ke atas.Di sana Umi Sepuh sudah duduk pada kursi goyangnya, Aku dan Abi memilih duduk di karpet tepat di bawah Umi Sepuh.Wajah Abi tertunduk, tak berani menatap kearah Umi, aku hanya melihat dengan ekor mataku. Dia seolah seorang tertakwa kasus pencurian yang tertangkap basah.Umi Sepuh menghembuskan nafas berat, dia mungkin
"Usman, Tunggu!" Umi Sepuh menghentikan Abi melanjutkan kata-katanya.Kami semua menoleh pada Umi Sepuh tak terkecuali Abi."Kamu putuskan itu, apa sudah bicarakan dengan Salma?" tanya Umi Sepuh.Abi mengeleng, "Ini untuk menebus semua kesalahanku padanya Umi!"Umi mengeleng-ngelengkan kepala, mungkin tak mengerti jalan pikiran anak semata wayangnya itu."Dengan melukai perasaan wanita lain? Menjadikan mereka jandamu!" kali ini Umi Sepuh berkata sedikit penekanan."Kalau kamu pikir dengan menceraikan istri-istri yang lain dapat mengembalikan hati Salma yang terluka... Lakukanlah! Tapi... Harusnya kamu tak sebodoh itu, tanyakan dulu padanya apa yang membuat Salma dapat menyembuhkan luka hatinya!" Umi Sepuh berkata panjang lebar."Harusnya sebelum kamu putuskan itu! Tanyakan pada Salma, apakah denga