"Sepertinya tak adil kalau Abi atau Umi langsung menunjuk salah satu diantara kalian, jadi semalam Abi sudah sepakat sama Umi bahwa siapa yang akan memegang mandat ini akan kami berikan pada salah satu diantara kalian yang tentunya telah memenuhi syarat yang kami tetapkan! Ya kan Umi?" Abi mengalihkan pertanyaannya padaku.
"Tentu, sebelum aku umumkan syarat itu sebaiknya aku jabarkan dulu tentang amanah ini, memang gampang-gampang susah dan tentunya susah-susah tapi tetap mengembirakan kalau kalian bisa mengontrol pengeluaran yang tiap bulan akan terperinci. Pasti kalian sudah dengan seberapa besar nominal untuk keperluan rumah ini tiap bulannya. Abi memberikan jumplah nominal yang jumplahnya tiap bulan selama Umi yang pegang itu lebih, lebih banyak malah! Hingga ya beginilah Umi, bisa membeli apa yang Umi inginkan."
Kulirik Ratini dan Hendi sudah sangat sumringah dan yakin kalau apa yang ia inginkan akan segera terwujud.
"I-iya, Bi. Benar apa yang di katakan Mas Hendi!" kali ini Ratini juga ikut menimpali apa yang telah di sampaikan oleh Hendi."Kenapa tak memintaku saja sebagai suaminya yang mengantar, justru pergi diam-diam dengan orang lain?" Abi masih curiga dengan apa yang di lakukan Ratini. Aku mengangguk mengerti, ternyata Abi tak bisa percaya begitu saja!"Aku khawatir Abi kecapean, kan baru hari ini Abi pulang cepet, jadi aku pikir tak ingin menganggu waktu Abi dengan Umi dan Juna!"Naif sekali jawabanya, kami menjadi kambing hitamnya."Sekarang mana hasilnya?" kali ini Abi benar-benar sudah curiga dengan kelakuan istri keduanya."Eee... Dokternya nggak dateng hari ini, jadi udah ngantri tapi akhirnya pulang tanpa hasil. Ya kan, Mas?" tanya Ratini pada Hendi."I-iya, Bi, semua yang di katakan Ratini benar adanya."
Kucoba amati foto itu dengan segsama, foto yang sudah agak rusak karena terlipat-lipat, tapi aku masih yakin jika foto itu foto pernikahan. Satu pasang laki-laki dan perempuan tengah duduk melakukan ijab kobul."Seperti Ratini si perempuannya? Tapi... " kudekatkan lagi foto itu kemataku, siapa tahu dapat lebih jelas."Bukan Abi, laki-lakinya, aku sangat paham pada suamiku itu!"Aku memijit keningku yang terasa mulai pusing, banyak sekali rahasia Ratini yang benar-benar menjadi misteri. Belum terungkap satu misteri kini sudah muncul lagi misteri lain, sebenarnya siapa Ratini sebenarnya?"Umi... Kita jadi pergi kan?" tiba-tiba Nita mendekat padaku yang masih sedang memegang kening."Umi, Kenapa?" tanyanya kemudian yang melihat aku sedang memegangi sebuah foto."Foto pernikahan siapa ini, Umi?" Nita mengambil foto itu dari tanganku,
Terlihat wajah shok pada Umi Sepuh, dia bergeming dengan wajah yang mengeras. Semenit kemudian dia beranjak dari duduknya, Abi memilih diam tanpa kata."Usman, Salma, ikut Umi kekamar!" perintahnya tanpa menoleh. Abi seketika menatapku.Ratini dan Nita hanya saling pandang, mungkin mereka juga canggung dengan situasi seperti ini!"Ayo, Umi!" ajak Abi, seolah Abi tengah was-was tentang apa yang akan di sampaikan oleh Umi Sepuh.Aku mengangguk dan mengikuti langkah Abi menuju ke atas.Di sana Umi Sepuh sudah duduk pada kursi goyangnya, Aku dan Abi memilih duduk di karpet tepat di bawah Umi Sepuh.Wajah Abi tertunduk, tak berani menatap kearah Umi, aku hanya melihat dengan ekor mataku. Dia seolah seorang tertakwa kasus pencurian yang tertangkap basah.Umi Sepuh menghembuskan nafas berat, dia mungkin
"Usman, Tunggu!" Umi Sepuh menghentikan Abi melanjutkan kata-katanya.Kami semua menoleh pada Umi Sepuh tak terkecuali Abi."Kamu putuskan itu, apa sudah bicarakan dengan Salma?" tanya Umi Sepuh.Abi mengeleng, "Ini untuk menebus semua kesalahanku padanya Umi!"Umi mengeleng-ngelengkan kepala, mungkin tak mengerti jalan pikiran anak semata wayangnya itu."Dengan melukai perasaan wanita lain? Menjadikan mereka jandamu!" kali ini Umi Sepuh berkata sedikit penekanan."Kalau kamu pikir dengan menceraikan istri-istri yang lain dapat mengembalikan hati Salma yang terluka... Lakukanlah! Tapi... Harusnya kamu tak sebodoh itu, tanyakan dulu padanya apa yang membuat Salma dapat menyembuhkan luka hatinya!" Umi Sepuh berkata panjang lebar."Harusnya sebelum kamu putuskan itu! Tanyakan pada Salma, apakah denga
Sampai di Rumah Sakit dengan sigap para perawat membawa Juna yang masih terus kejang, rasa takut betul-betul menyerangku."Ibu tunggu di sini saja!" perintah seorang perawat ketika melewati pintu IGD."Tapi... Aku ingin temaninya, Sus. Aku Ibunya!" protesku."Biar dokter tangani dulu, Bu. Bantu do'anya saja!" Suster menutup pintu, aku terpuruk menangis sendiri."Umi, sabar ya! Insya Allahh Arjuna baik-baik, ayo kita berdo'a saja, Umi," ajak Nita mengangkat tubuhku di bantu oleh Marni.Aku duduk di kursi tunggu, tak henti aku terus berdzikir untuk meminta kesembuhan Juna. Semoga tak ada yang serius dengan penyakitnya ya Allah!Abi datang bersama Umi Sepuh, tergoboh langsung menuju ke-IGD."Abi... Umi!" aku beranjak dan langsung berlari kedalam pelukan Abi, rasanya takut sekali, ingin sedikit saja r
"Lancang sekali kamu!" cetus Umi Sepuh yang sudah sewot karena Hpnya terlempar.Hendi dengan berani maju kedepan, menentang Umi Sepuh tanpa takut sedikitpun."Wanita tua! Apa yang perlu di takutkan?!" Hendi kembali maju, aku pun bersiap ancang-ancang untuk siap melindungi Umi Sepuh.Tanpa di duga Ratini menjadi tameng Umi Sepuh ketika Hendi hendak meraih Umi."Sudah, Mas! Hentikan kekejamanmu, cukup sudah kamu buat hidupku sesuka hatimu! Kali ini aku tak ingin ada yang terluka, hanya karena melihatku seperti ini karena kamu!" hentak Ratini dengan wajah mengeras. Aku dan Nita justru di buat kaget.Drama apa lagi yang akan mereka buat? Sungguh aku tak mengerti jalan pikiran kedua ular berbisa ini!"Ratini?" sanggah Hendi. Ratini memasang wajah penuh penekanan."Cukup sudah, Mas. Selama ini aku menur
Ya Allah... Apa yang akan terjadi lagi, apakah kebohongan Ratini akan kembali berjaya dan berhasil menipu Umi Sepuh? Aku lelah, aku ingin secepatnya Ratini membuka kedoknya, rasanya tak sanggup jika terus melihat keluarga ini di timpa marabahaya. Sekarang Hendi sudah keluar dari rumah ini tapi masih ada ular berbisa yang mungkin masih kuat untuk menyebarkan racunnya.Aku dan Nita memilih duduk bersebelahan, sedangkan Umi Sepuh dan Ratini juga sudah duduk dengan posisi sama persis antara aku dan Nita."Baik, mulai saja ya, Umi Sepuh, Umi, Dik Ratini dan Dik Nita!" ucap Abi. Kami semua hanya mengangguk saja.Abi menghirup nafas berat dan juga sedikit berdo'a untuk memulai sebuah kata."Begini, masalah Dik Ratini, Abi sudah mendengarnya dari Umi Sepuh. Abi tak menyangka jika ternyata saudara Ratini itu tak lebih dari predator untuk keluarga kita. Abi benar-benar kecewa sekarang k
PoV Nita"Valen... Tambah lagi dong!" pintaku."Kamu ini, iuran berapa tadi buat beli minuman ini?" bukannya memberi dia malah bertanya.Aku memang jarang ikut iuran, karena aku tak punya uang. Orang tuaku jarang memberiku uang terlebih setelah mereka tahu aku ikut-ikutan dengan grup anak muda yang khas dengan baju hitam dan rompang ramping, rambut di tata keatas dan banyak tindikan di sana sini."Kasih saja lah, dia kan perempuan! Bisa kita gunakan kalau dia... " ucap Riko yang terkenal sangar tapi termasuk paling kaya diantara kami.Akhirnya Valen mengalah bahkan memberiku banyak minuman hingga membuat aku mabuk dan tak sadarkan diri, bangun tertidur pakaianku entah sudah terlepas dan ada lima laki-laki yang telah berada di sampingku dengan posisi tertidur pula.Sejak saat itu, aku resmi menjadi bagian dar
Kami melangkah menuju mushala rumah sakit, Umi Sepuh terus saja mengandeng tanganku tanpa terlepas."Kita akan berdo'a disana, meminta pada sang pencipta agar Usman baik-baik saja!" Umi Sepuh berkata yang aku jawab dengan anggukan saja.Setelah salat dan berdo'a, Umi Sepuh membalikan badannya. Dia menatapku sendu."Apa kamu menyesal telah menikah dengan anakku, Sal?" tanya Umi Sepuh tiba-tiba.Aku menggelengkan kepala, "tidak sama sekali, Umi. Salma yakin semua yang terjadi pada Salma adalah garis tuhan yang telah tertuliskan bahkan sebelum Salma lahir.""Selama ini Usman tak pernah memberimu kebahagian, mungkin semua inilah karmanya. Aku sendiri begitu sedih dengan semua ini, apalagi kamu yang telah tersakiti.""Sedih itu manusiawi, Umi. Namun bukan berarti menyesal dan merutuki nasib. Salma ikhlas menjalani semua ini."
Abi berhenti sejenak, melihat di mana tengah berdiri Ratini dan Hendi. Sedangkan Umi Sepuh terlihat duduk dengan tatapan sendu.Ada apa lagi ini? Batinku. Abi melangkah dengan pelan. Mendekat pada Umi Sepuh yang tengah terduduk."Akhirnya Abi pulang juga! Hai... Mba, gimana kabarnya?" Ratini berbasa basi menanyaiku. Aku sangat yakin jika mereka berdua ada maksud tertentu."Mau apa kamu kesini?" cetus Abi dengan tatapan tak suka.Ratini justru tersenyum, dia seolah sedang mengejek dengan pertanyaan Abi."Senang ya... Sekarang jadi istri satu-satunya Abi Usman sang Sultan!" Ratini berjalan mengitariku. Apa maunya?"Katakan, ada apa kalian datang kesini!" kali ini aku bersuara sedikit lantang."Duh...duh.... Sepertinya dua pasang suami istri ini sudah tak sabar untuk berganti nasib!" Dengan sombong R
Dengan rasa berdebar aku masih terus memandang pada mobil Abi yang baru datang, karena memang semua kaca yang hitam membuat kami tak tahu apakah Abi sendiri atau orang lain.Pak Sobri keluar lebih dulu dari sisi kemudi. Kalau Pak Sobri saja sudah boleh pulang berarti?Pak Sobri membuka pintu sisi belakang, dari samping ada Bagus yang keluar dan belakang Bagus Abi-lah yang menampakan wajahnya."Umi sepuh!" pekiku melihat wanita yang baru saja pintunya dibukakan oleh Pak Sobri.Aku langsung berlari mendekat, rasa haruku tak dapat kutahan lagi."Umi Sepuh baik-baik saja?" tanyaku khawatir pada wanita itu.Dia tersenyum, "aku baik-baik saja, Sal.""Syukurlah, Umi. Salma sangat khawatir.""Tentulah seperti itu, orang yang sudah menganggap Umi sebagai orang tuanya pasti akan sangat mengkh
"Sudah... Ayo kita pergi mengantar Ami dulu, nanti kita bicarakan setelah pulang!" Abi kali ini berkata tenang. Mungkin hanya menutupi saja, aku yakin dia sedang tak baik-baik saja.Aku mengangguk dan keluar, semua sudah siap untuk pergi mengantar Ami kepembaringan terakhir. Bahkan Abi meminta untuk mengantikan orang yang telah siap menopang keranda Ami.Aku dipapah Bik Sani yang juga tak surut tangisnya mengantar kepergian Ami. Sungguh aku tak kuat melihat Ami untuk terakhir kalinya. Saat tubuh Ami dimasukan keliang lahat, aku kembali tergugu, rasanya sesak sekali melihat orang yang telah merawatku dari kecil kini pergi untuk selamanya. Belum lagi aku sempat membalas jasa-jasanya.Abah terlihat tegar, walau aku tahu dia juga sangat kehilangan Ami. Karena selama ini dialah yang telah menemani hari-harinya. Sedangkan aku? Anak satu-satunya jauh darinya. Hingga kadang mereka mengeluh kesepian. Ya Allahhh.
Aku terbengong ketika Abi mengatakan bahwa kemarin sempat bersitegang merebutkan Nita. Kenapa Abi tak mengatakannya? Apakah ini yang membuat Abi semarah itu padaku, hingga merasa aku tak patut di maafkan! Aku menatap satu persatu dari Mila, Nita sampai Abi. Tak terkecuali Bagus. Mereka hanya terdiam dan lebih banyak mengangguk ketika Abi berkata."Sekarang kalau kamu tak percaya, tanyakan saja pada istriku yang merencanakan semua ini jika sungguh aku tak tahu apa-apa!" Abi menatapku."Maaf, Abi! Aku juga minta maaf, kemarin aku hanya menjalankan kewajibanku sebagai abdi negara dan melindungi Nita yang notabennya masih di bawah umur. Jadi saat aku ketahui bahwa Nita sudah menikah di usianya yang masih belum genap 17 tahun, kami melakukan investigasi."Jadi Bagus ini seorang polisi? Pantas saja tubuh dia begitu atletis."Sekali lagi maafkanku, Bi! Yang menyeret kedalam rana hukum."
Aku berusaha bersikap biasa, Abi masih diam. Tak ada banyak kata seperti biasa, bahkan dia memilih menghindar dariku. Mungkin saja dia masih kecewa atas apa yang telah aku lakukan. Terlebih tenyata Nita memang sudah benar-benar bercerai, aku tahu karena Nita memberitahuku lewat sambungan telfon."Sal! Usman akan pergi keluar kota, coba kamu ikutlah!" perintah Umi Sepuh saat kami makan malam.Kutatap Abi yang masih sibuk makan tanpa terganggu dengan apa yang baru saja disampaikan Umi Sepuh."Tapi, Umi... Salma tak ingin jauh dengan Juna dalam waktu lama. Lagian takut juga menganggu Abi." aku tertunduk, masih ada rasa segan pada Abi."Usman!" kali ini Umi Sepuh beralih pada Abi."Iya, Umi.""Ajaklah istrimu untuk liburan, honeymoon kedua mungkin!""Nanti saja, Umi. Aku pergi untuk urusan bisnis, kalau sampai na
"Dimana si Hendi! Di telfon ngga aktif juga? Bikes banget, mana aku bawa koper sebesar ini lagi!" gerutuku ketika keluar dari Gema Resident. Kalau ada Hendi di sini tak mungkin aku seperti ini. Si@l! umpatku."Awas saja kau bandot Usman. Hartamu pasti akan jatuh ketanganku, aku tinggal tunggu saja kapan waktunya tiba. Membuat Salma yang sombong dan sok alim itu mati kutu!" aku tersenyum sinis, dengan ekor mata kelirik pada bangunan berlantai dua yang baru saja aku tinggalkan.Tin... Tin....Aku terkaget ketika taxi online pesananku sudah tiba di tempat, segera sopir turun untuk membantuku memasukan koper besar kebagasi."Aku pastikan tujuh bulan lagi akan datang menemui mereka dan mengejutkan tentang apa yang akan aku berikan padanya!" aku kembali terngiang tentang bagaimana membuat sebuah perjanjian yang akan membuat aku mendapatkan k
"Apa yang akan kamu katakan, Usman?" cetus Umi Sepuh, "Kamu mau mengatakan tentang Nita kan? Tentang perjanjian Nita dengan Salma. Tentang kenapa Nita sampai Salma bayar untuk menjadi istrimu!"Seketika mata Abi membulat, seolah kaget dengan apa yang baru saja Umi Sepuh katakan."U-Umi Sepuh sudah tahu?" Abi bertanya dengan tergagap."Ya! Kenapa? masih mau menyalahkan Salma!"Abi terdiam, entah apa yang bergelayut dalam pikirannya. Untung saja aku sudah ceritakan semuanya terlebih dahulu pada Umi Sepuh.©©©©Kemarin...Tok... Tok...."Umi Sepuh memanggil Salma?""Iya, Sal. Masuklah!"Akupun segera masuk dan duduk tepat di sisinya, di sofa ruangan bekas kantor Abah Said.&nb
"Eh, Umi Sepuh! Nggak papa kok, Mi! Ini temen Salma aja di telfon nggak diangkat-angkat takutnya dia sedang dalam keadaan gawat darurat!" ucapku berbohong, semoga Umi Sepuh tak curiga."Oh! Pantes wajahmu panik begitu, semoga temanmu itu tak kenapa-kenapa!""Iya, Mi....""Oh, ya, kamu pernah mau cerita tentang masalalu Nita sama Umi, boleh dong kalau sekarang saja? Umi penasaran banget tentang dia!" kali ini ucapan Umi membuat aku tak berkutik. Aduh! Bagaimana ini, apa aku cerita sekarang saja.Kring...Tiba-tiba Hpku berdering, kulihat nama Mila. Alhamdulillah, akhirnya."Sebentar ya, Umi. Salma angkat telfon dulu." Umi mengangguk, aku mulai menjauh dengan Umi Sepuh. Aku sangat yakin Mila akan mengabarkan sesuatu yang akan membantuku menyelesaikan masalah."Assalamualaikum, Hallo, Mil. Bagaimana?