Terlihat wajah shok pada Umi Sepuh, dia bergeming dengan wajah yang mengeras. Semenit kemudian dia beranjak dari duduknya, Abi memilih diam tanpa kata.
"Usman, Salma, ikut Umi kekamar!" perintahnya tanpa menoleh. Abi seketika menatapku.
Ratini dan Nita hanya saling pandang, mungkin mereka juga canggung dengan situasi seperti ini!
"Ayo, Umi!" ajak Abi, seolah Abi tengah was-was tentang apa yang akan di sampaikan oleh Umi Sepuh.
Aku mengangguk dan mengikuti langkah Abi menuju ke atas.
Di sana Umi Sepuh sudah duduk pada kursi goyangnya, Aku dan Abi memilih duduk di karpet tepat di bawah Umi Sepuh.
Wajah Abi tertunduk, tak berani menatap kearah Umi, aku hanya melihat dengan ekor mataku. Dia seolah seorang tertakwa kasus pencurian yang tertangkap basah.
Umi Sepuh menghembuskan nafas berat, dia mungkin
"Usman, Tunggu!" Umi Sepuh menghentikan Abi melanjutkan kata-katanya.Kami semua menoleh pada Umi Sepuh tak terkecuali Abi."Kamu putuskan itu, apa sudah bicarakan dengan Salma?" tanya Umi Sepuh.Abi mengeleng, "Ini untuk menebus semua kesalahanku padanya Umi!"Umi mengeleng-ngelengkan kepala, mungkin tak mengerti jalan pikiran anak semata wayangnya itu."Dengan melukai perasaan wanita lain? Menjadikan mereka jandamu!" kali ini Umi Sepuh berkata sedikit penekanan."Kalau kamu pikir dengan menceraikan istri-istri yang lain dapat mengembalikan hati Salma yang terluka... Lakukanlah! Tapi... Harusnya kamu tak sebodoh itu, tanyakan dulu padanya apa yang membuat Salma dapat menyembuhkan luka hatinya!" Umi Sepuh berkata panjang lebar."Harusnya sebelum kamu putuskan itu! Tanyakan pada Salma, apakah denga
Sampai di Rumah Sakit dengan sigap para perawat membawa Juna yang masih terus kejang, rasa takut betul-betul menyerangku."Ibu tunggu di sini saja!" perintah seorang perawat ketika melewati pintu IGD."Tapi... Aku ingin temaninya, Sus. Aku Ibunya!" protesku."Biar dokter tangani dulu, Bu. Bantu do'anya saja!" Suster menutup pintu, aku terpuruk menangis sendiri."Umi, sabar ya! Insya Allahh Arjuna baik-baik, ayo kita berdo'a saja, Umi," ajak Nita mengangkat tubuhku di bantu oleh Marni.Aku duduk di kursi tunggu, tak henti aku terus berdzikir untuk meminta kesembuhan Juna. Semoga tak ada yang serius dengan penyakitnya ya Allah!Abi datang bersama Umi Sepuh, tergoboh langsung menuju ke-IGD."Abi... Umi!" aku beranjak dan langsung berlari kedalam pelukan Abi, rasanya takut sekali, ingin sedikit saja r
"Lancang sekali kamu!" cetus Umi Sepuh yang sudah sewot karena Hpnya terlempar.Hendi dengan berani maju kedepan, menentang Umi Sepuh tanpa takut sedikitpun."Wanita tua! Apa yang perlu di takutkan?!" Hendi kembali maju, aku pun bersiap ancang-ancang untuk siap melindungi Umi Sepuh.Tanpa di duga Ratini menjadi tameng Umi Sepuh ketika Hendi hendak meraih Umi."Sudah, Mas! Hentikan kekejamanmu, cukup sudah kamu buat hidupku sesuka hatimu! Kali ini aku tak ingin ada yang terluka, hanya karena melihatku seperti ini karena kamu!" hentak Ratini dengan wajah mengeras. Aku dan Nita justru di buat kaget.Drama apa lagi yang akan mereka buat? Sungguh aku tak mengerti jalan pikiran kedua ular berbisa ini!"Ratini?" sanggah Hendi. Ratini memasang wajah penuh penekanan."Cukup sudah, Mas. Selama ini aku menur
Ya Allah... Apa yang akan terjadi lagi, apakah kebohongan Ratini akan kembali berjaya dan berhasil menipu Umi Sepuh? Aku lelah, aku ingin secepatnya Ratini membuka kedoknya, rasanya tak sanggup jika terus melihat keluarga ini di timpa marabahaya. Sekarang Hendi sudah keluar dari rumah ini tapi masih ada ular berbisa yang mungkin masih kuat untuk menyebarkan racunnya.Aku dan Nita memilih duduk bersebelahan, sedangkan Umi Sepuh dan Ratini juga sudah duduk dengan posisi sama persis antara aku dan Nita."Baik, mulai saja ya, Umi Sepuh, Umi, Dik Ratini dan Dik Nita!" ucap Abi. Kami semua hanya mengangguk saja.Abi menghirup nafas berat dan juga sedikit berdo'a untuk memulai sebuah kata."Begini, masalah Dik Ratini, Abi sudah mendengarnya dari Umi Sepuh. Abi tak menyangka jika ternyata saudara Ratini itu tak lebih dari predator untuk keluarga kita. Abi benar-benar kecewa sekarang k
PoV Nita"Valen... Tambah lagi dong!" pintaku."Kamu ini, iuran berapa tadi buat beli minuman ini?" bukannya memberi dia malah bertanya.Aku memang jarang ikut iuran, karena aku tak punya uang. Orang tuaku jarang memberiku uang terlebih setelah mereka tahu aku ikut-ikutan dengan grup anak muda yang khas dengan baju hitam dan rompang ramping, rambut di tata keatas dan banyak tindikan di sana sini."Kasih saja lah, dia kan perempuan! Bisa kita gunakan kalau dia... " ucap Riko yang terkenal sangar tapi termasuk paling kaya diantara kami.Akhirnya Valen mengalah bahkan memberiku banyak minuman hingga membuat aku mabuk dan tak sadarkan diri, bangun tertidur pakaianku entah sudah terlepas dan ada lima laki-laki yang telah berada di sampingku dengan posisi tertidur pula.Sejak saat itu, aku resmi menjadi bagian dar
Aku masih tak menyangka jika Umi Sepuh ternyata punya pikiran sejauh itu. Aku lega, setidaknya Umi Sepuh ternyata tak percaya begitu saja dengan Ratini, juga tak mudah terperangkap dalam permainannya."Duduklah, Sal! Banyak yang ingin Umi tanyakan."Aku menuruti perintah Umi Sepuh dengan duduk di depannya. Ruangan yang mungkin lebih mirip kantor dengan kursi putar meja dan kursi lagi. Dipojokan sana ada sofa yang tertata rapi.Sejenak Umi masih berdiam, aku cukup deg-degan dengan apa yang akan Umi bicarakan. Walau semua aku tak bersalah di sini, tetap saja berbicara dengan orang yang di hormati menimbulkan sensasi berdebar juga."Umi tahu, pasti sebenarnya sedikit banyak kamu tahu tentang Ratini! Karena aku yakin kamu orang yang paling penasaran dengannya sebelum Umi?"Deg!Kata-kata Umi tak meleset, seolah dia tahu segalan
Kini aku salah tingkah, bingung harus berkata apa setelah tadi keceplosan mengatakan itu."Salma? Jawab Umi! Apa maksudmu tadi?" Umi masih menyelidik."Bu-kan apa-apa, Umi. Tadi aku cuma salah bicara. Ayolah, Umi sekarang lebih baik kita kerumah mereka! Aku nggak mau Nita kenapa-kenapa! Pliss.... " rengekku pada Umi."Benar apa yang kamu katakan, Sal? Kamu sedang tak berbohong kan?" Umi tak penyerah, dia terus saja mengintrograsiku. Duh... Bagaimana ini?"Umi, nanti kapan-kapan Salma cerita ya! Untuk kali ini kita fokus saja pada Ratini dulu." aku berusaha membujuk Umi Sepuh agar tak menanyakan tentang kata-kata tadi, aku takut Umi Sepuh tahu masa lalu Nita sebelum benar-benar yakin bahwa Nita telah berubah.Akhirnya Umi kembali memilih duduk, manatap layar televisi kembali."Masih belum saatnya kita kesana! Tujuan awalku untuk m
"Ada apa, Umi?" tanya Mirna yang melihat aku terduduk lemas. Aku masih bergeming, pandanganku kosong, entah apa yang sedang berkecambuk dipikiranku."Umi Sepuh... Umi Sepuh!" hanya kata itu yang dapat aku sampaikan karena tak kuat untuk melanjutkan kata-kataku.Mirna membantuku berdiri, aku didudukan pada tepi ranjang. Mengambilkan air minum yang memang sudah tersedia di kamar Juna. Seketika aku tersadar dan langsung berjalan keluar untuk segera menuju rumah sakit."Ya Allah... Lindungi Umi Sepuh, semoga dia tak kenapa-kenapa!" do'aku terus menerus sepanjang perjalanan.Sampai di Rumah sakit, Abi, Nita sudah ada di sana tapi tanpa Ratini, kemana wanita liar itu? Pikirku."Umi...!" Nita langsung berhambur memelukku, dia seperti ketakutan.Kuusap lembut jilbabnya kemudian membawanya duduk, Abi masih terlihat mondar-mandir, mu