Aku masih tak menyangka jika Umi Sepuh ternyata punya pikiran sejauh itu. Aku lega, setidaknya Umi Sepuh ternyata tak percaya begitu saja dengan Ratini, juga tak mudah terperangkap dalam permainannya.
"Duduklah, Sal! Banyak yang ingin Umi tanyakan."
Aku menuruti perintah Umi Sepuh dengan duduk di depannya. Ruangan yang mungkin lebih mirip kantor dengan kursi putar meja dan kursi lagi. Dipojokan sana ada sofa yang tertata rapi.
Sejenak Umi masih berdiam, aku cukup deg-degan dengan apa yang akan Umi bicarakan. Walau semua aku tak bersalah di sini, tetap saja berbicara dengan orang yang di hormati menimbulkan sensasi berdebar juga.
"Umi tahu, pasti sebenarnya sedikit banyak kamu tahu tentang Ratini! Karena aku yakin kamu orang yang paling penasaran dengannya sebelum Umi?"
Deg!
Kata-kata Umi tak meleset, seolah dia tahu segalan
Kini aku salah tingkah, bingung harus berkata apa setelah tadi keceplosan mengatakan itu."Salma? Jawab Umi! Apa maksudmu tadi?" Umi masih menyelidik."Bu-kan apa-apa, Umi. Tadi aku cuma salah bicara. Ayolah, Umi sekarang lebih baik kita kerumah mereka! Aku nggak mau Nita kenapa-kenapa! Pliss.... " rengekku pada Umi."Benar apa yang kamu katakan, Sal? Kamu sedang tak berbohong kan?" Umi tak penyerah, dia terus saja mengintrograsiku. Duh... Bagaimana ini?"Umi, nanti kapan-kapan Salma cerita ya! Untuk kali ini kita fokus saja pada Ratini dulu." aku berusaha membujuk Umi Sepuh agar tak menanyakan tentang kata-kata tadi, aku takut Umi Sepuh tahu masa lalu Nita sebelum benar-benar yakin bahwa Nita telah berubah.Akhirnya Umi kembali memilih duduk, manatap layar televisi kembali."Masih belum saatnya kita kesana! Tujuan awalku untuk m
"Ada apa, Umi?" tanya Mirna yang melihat aku terduduk lemas. Aku masih bergeming, pandanganku kosong, entah apa yang sedang berkecambuk dipikiranku."Umi Sepuh... Umi Sepuh!" hanya kata itu yang dapat aku sampaikan karena tak kuat untuk melanjutkan kata-kataku.Mirna membantuku berdiri, aku didudukan pada tepi ranjang. Mengambilkan air minum yang memang sudah tersedia di kamar Juna. Seketika aku tersadar dan langsung berjalan keluar untuk segera menuju rumah sakit."Ya Allah... Lindungi Umi Sepuh, semoga dia tak kenapa-kenapa!" do'aku terus menerus sepanjang perjalanan.Sampai di Rumah sakit, Abi, Nita sudah ada di sana tapi tanpa Ratini, kemana wanita liar itu? Pikirku."Umi...!" Nita langsung berhambur memelukku, dia seperti ketakutan.Kuusap lembut jilbabnya kemudian membawanya duduk, Abi masih terlihat mondar-mandir, mu
Aku larut dalam pikiranku sendiri, memang semua yang dikatakan Abi benar adanya. Rumah ini penuh masalah, Rumah tangga kami terus terombang-ambing dalam kalutnya lautan problema. Ah! Apakah ini cobaan untuk keluarga hamba ya Allah?"Umi!" panggil Abi membuyarkan lamunanku."I-iya, Bi?""Maafkan Abi ya, belum bisa memberi keluarga yang sakinah mawaddah warokmahh." Abi memegang bahuku.Aku tak mampu menjawab, hanya tatapan lurus yang jauh kesana. Abi... Tahukah kalau semua masalah ini timbul karena kehadiran Ratini! Gumam dalam hati.Sejurus kemudian aku tersenyum, "Abi... Kapan Umi Sepuh diterbangkan ke Taiwan untuk masa pemulihan?"Aku sengaja mengubah topik agar tak terus larut dalam duka atas semua yang terjadi."Esok hari, Mi. Do'akan semuanya lancar ya, Mi!""Tentu saja! U
kuusap tangan Nita yang dingin karena ketakutan, berusaha menguatkan bahwa semua akan baik-baik saja."Angel, apa semua omonganmu bisa di percaya?" tanyaku."Tentu, Mbak! Mbak bisa pegang kata-kataku."Aku mengangguk mengerti, tak ada raut kebohongan di matanya. Apa aku harus kerja sama dengan dia agar dapat membongkar kebusukan Ratini."Aku mau menawarkan kerja sama denganmu, apa kamu mau?" aku menatap tajam pada sorot mata Angel."Kerja sama? Kerja sama bagaimana?" dia membenarkan posisi duduknya."Ya, aku minta bantuan kamu untuk mengungkap siapa Ratini dan Hendi!" terlihat ada sorot ragu pada mata Angel."Bagaimana?" tanyaku lagi."Bu-bukan aku tak mau tapi... Mereka bukan orang yang gampang di tangkap, mereka itu seperti belut, licin tubuhnya untuk menangkap basah."
"Jangan fitnah kalau tak ada bukti!" Ratini juga berkata dengan lantang, sungguh benar-benar sudah di luar batas.Mungkin kini saatnya aku untuk mengungkap siapa Ratini!"Apa yang dikatakan Dik Nita aku sependapat," ucapku masih dengan nada santai.Terlihat Abi kaget dengan apa yang baru saja aku katakan."Aku sangat ragu dengan anak yang di kandung Ratini itu anaknya Abi, bukankah Dik Ratini itu di jual oleh Hendi yang tak lain adalah suaminya sendiri!"Abi lebih terlihat kaget lagi, sepintas menatap Ratini tak percaya kemudian kembali menatapku."U-Umi... Jangan bercanda!" suara Abi sedikit bergetar, Ratini masih terdiam tanpa suara."Semua yang dikatakan Umi benar adanya, Bi. Umi sebaiknya bongkar semua kebusukan dia!" Nita begitu mengebu-gebu."Iya, Bi. Ratini memang
"Kemana kira-kira Abi, Umi?" tanya Nita dengan nada panik."Entahlah, Dik! Umi sendiri bingung, lebih baik kita ketuk lagi." kucoba lagi untuk mengetuk pintu. Namun tetap nihil."Umi, Dik Nita!" dari belakang suara itu memanggil."Abi!" kami langsung berlari mendekat menuju dimana Abi berdiri."A-abi dari mana? Kami khawatir sekali! Terlebih dari tadi kita tak menemukan Abi!" ucapku."Abi dari post satpam Umi, karena tadi pagi kesini tak ada orang dan pulang dari kantor kesini lagi masih juga tak ada. Kata post satpam didepan sana Ratini keluar malam lalu, bersama beberapa mobil lain!""Maksud Abi, Ratini pergi di jemput orang?" tanyaku penasaran."Iya, menurut penuturan satpam beberapa malam rumah ini dijadikan ajang pesta! Entahlah untuk malam ini. Makanya Abi sengaja menunggu, siapa tahu mereka
"Bi! Pelan-pelan bawa mobilnya!" pekikku yang merasakan jika Abi membawa mobil dengan ugal-ugalan."Iya, Mi! Abi sudah tak sabar ingin secepatnya sampai.""Istighfar, Bi!"Aku terus saja menasehati Abi yang masih melajukan mobilnya dengan cepat, hanya dapat terus berdo'a agar tak sampai terjadi hal yang tak diinginkan. Akhirnya perasaanku sedikit lega ketika mobil memasuki pintu masuk perumahan Gema Resident.Abi menghentikan mobil, menurunkan kaca kemudian sejenak berbicara pada satpam penjaga."Baik, Terima kasih!"Abi kembali menutup kaca kemudian langsung menuju kerumah berlantai dua.Abi turun untuk membuka gerbang, tak ada mobil Hendi di sana, apa Ratini pulang sendiri. Pintu di ketuk dengan keras oleh Abi. Aku hanya dapat melihatnya, menunggu pintu di buka."Abi, Umi!" ucap Ratini begitu
Rasanya begitu sepi rumah ini di tinggal oleh Nita, biasanya rumah sedikit hidup dengan kehadirannya terlebih ketika masih ada Ratini. Pertengkaran demi pertengkaran yang mereka buat justru membuat suasana rumah ini terlihat ramai. Ups! Kenapa aku justru merindukan saat seperti itu, sungguh sudah tidak waras nih aku!"Lebih baik aku main sama Juna saja!" pekikku kemudian."Juna!" panggilku ketika memasuki kamarnya."Dia baru saja tidur, Umi." Mirna yang tengah membereskan kamar Juna menjawab. Kumonyongkan bibirku, kalau sudah begini terpaksa aku lebih memilih masuk kamar dan membaca kitab, kadang juga baca novel karya Bunda Asma Nadia. Husst... Jangan bilang-bilang ya!"Umi, Dik Nita!" teriak Abi ketika baru saja pulang dari kantor, terlihat dua paperbag berukuran kecil tengah Abi pegang."Abi sudah pulang?" ucapku sambil mencium takzim tangannya.