Aku masuk kekamar, siap-siap mendengar apa yang akan terjadi, semoga Abi dapat menemukan orang lain di kamar Ratini. Semenit kemudian masih sepi, aku melangkah maju untuk melepas hijab ketika tiba-tiba pintu tertutup dengan sedikit keras.
"Astahfirullah...!" aku langsung membalikan badan dan menghadap kepintu, urung menaikan jilbab.
"Hendi! Ngapain kamu kesini?!" sergahku, hatiku berdegup kencang, rasanya ingin marah dan mengumpat padanya!
Dengan senyum santai di berjalan mendekat kearahku! Aku mundur ketika ia makin dekat. Pikiranku kacau dan tak dapat berfikir jernih, apa yang akan dia lakukan padaku, Ya Allahhh... Berilah perlindungan-Mu.
"Jangan macam-macam kamu, Hendi!" hardikku lagi sebelum dia melangkah lebih dekat.
"Tenang, Umi. Kita cuma akan berbicara tentang kesepakatan saja! Aku tahu semua di sini mendapat pengaruh besar di dirimu termasu
"Sepertinya tak adil kalau Abi atau Umi langsung menunjuk salah satu diantara kalian, jadi semalam Abi sudah sepakat sama Umi bahwa siapa yang akan memegang mandat ini akan kami berikan pada salah satu diantara kalian yang tentunya telah memenuhi syarat yang kami tetapkan! Ya kan Umi?" Abi mengalihkan pertanyaannya padaku."Tentu, sebelum aku umumkan syarat itu sebaiknya aku jabarkan dulu tentang amanah ini, memang gampang-gampang susah dan tentunya susah-susah tapi tetap mengembirakan kalau kalian bisa mengontrol pengeluaran yang tiap bulan akan terperinci. Pasti kalian sudah dengan seberapa besar nominal untuk keperluan rumah ini tiap bulannya. Abi memberikan jumplah nominal yang jumplahnya tiap bulan selama Umi yang pegang itu lebih, lebih banyak malah! Hingga ya beginilah Umi, bisa membeli apa yang Umi inginkan."Kulirik Ratini dan Hendi sudah sangat sumringah dan yakin kalau apa yang ia inginkan akan segera terwujud.
"I-iya, Bi. Benar apa yang di katakan Mas Hendi!" kali ini Ratini juga ikut menimpali apa yang telah di sampaikan oleh Hendi."Kenapa tak memintaku saja sebagai suaminya yang mengantar, justru pergi diam-diam dengan orang lain?" Abi masih curiga dengan apa yang di lakukan Ratini. Aku mengangguk mengerti, ternyata Abi tak bisa percaya begitu saja!"Aku khawatir Abi kecapean, kan baru hari ini Abi pulang cepet, jadi aku pikir tak ingin menganggu waktu Abi dengan Umi dan Juna!"Naif sekali jawabanya, kami menjadi kambing hitamnya."Sekarang mana hasilnya?" kali ini Abi benar-benar sudah curiga dengan kelakuan istri keduanya."Eee... Dokternya nggak dateng hari ini, jadi udah ngantri tapi akhirnya pulang tanpa hasil. Ya kan, Mas?" tanya Ratini pada Hendi."I-iya, Bi, semua yang di katakan Ratini benar adanya."
Kucoba amati foto itu dengan segsama, foto yang sudah agak rusak karena terlipat-lipat, tapi aku masih yakin jika foto itu foto pernikahan. Satu pasang laki-laki dan perempuan tengah duduk melakukan ijab kobul."Seperti Ratini si perempuannya? Tapi... " kudekatkan lagi foto itu kemataku, siapa tahu dapat lebih jelas."Bukan Abi, laki-lakinya, aku sangat paham pada suamiku itu!"Aku memijit keningku yang terasa mulai pusing, banyak sekali rahasia Ratini yang benar-benar menjadi misteri. Belum terungkap satu misteri kini sudah muncul lagi misteri lain, sebenarnya siapa Ratini sebenarnya?"Umi... Kita jadi pergi kan?" tiba-tiba Nita mendekat padaku yang masih sedang memegang kening."Umi, Kenapa?" tanyanya kemudian yang melihat aku sedang memegangi sebuah foto."Foto pernikahan siapa ini, Umi?" Nita mengambil foto itu dari tanganku,
Terlihat wajah shok pada Umi Sepuh, dia bergeming dengan wajah yang mengeras. Semenit kemudian dia beranjak dari duduknya, Abi memilih diam tanpa kata."Usman, Salma, ikut Umi kekamar!" perintahnya tanpa menoleh. Abi seketika menatapku.Ratini dan Nita hanya saling pandang, mungkin mereka juga canggung dengan situasi seperti ini!"Ayo, Umi!" ajak Abi, seolah Abi tengah was-was tentang apa yang akan di sampaikan oleh Umi Sepuh.Aku mengangguk dan mengikuti langkah Abi menuju ke atas.Di sana Umi Sepuh sudah duduk pada kursi goyangnya, Aku dan Abi memilih duduk di karpet tepat di bawah Umi Sepuh.Wajah Abi tertunduk, tak berani menatap kearah Umi, aku hanya melihat dengan ekor mataku. Dia seolah seorang tertakwa kasus pencurian yang tertangkap basah.Umi Sepuh menghembuskan nafas berat, dia mungkin
"Usman, Tunggu!" Umi Sepuh menghentikan Abi melanjutkan kata-katanya.Kami semua menoleh pada Umi Sepuh tak terkecuali Abi."Kamu putuskan itu, apa sudah bicarakan dengan Salma?" tanya Umi Sepuh.Abi mengeleng, "Ini untuk menebus semua kesalahanku padanya Umi!"Umi mengeleng-ngelengkan kepala, mungkin tak mengerti jalan pikiran anak semata wayangnya itu."Dengan melukai perasaan wanita lain? Menjadikan mereka jandamu!" kali ini Umi Sepuh berkata sedikit penekanan."Kalau kamu pikir dengan menceraikan istri-istri yang lain dapat mengembalikan hati Salma yang terluka... Lakukanlah! Tapi... Harusnya kamu tak sebodoh itu, tanyakan dulu padanya apa yang membuat Salma dapat menyembuhkan luka hatinya!" Umi Sepuh berkata panjang lebar."Harusnya sebelum kamu putuskan itu! Tanyakan pada Salma, apakah denga
Sampai di Rumah Sakit dengan sigap para perawat membawa Juna yang masih terus kejang, rasa takut betul-betul menyerangku."Ibu tunggu di sini saja!" perintah seorang perawat ketika melewati pintu IGD."Tapi... Aku ingin temaninya, Sus. Aku Ibunya!" protesku."Biar dokter tangani dulu, Bu. Bantu do'anya saja!" Suster menutup pintu, aku terpuruk menangis sendiri."Umi, sabar ya! Insya Allahh Arjuna baik-baik, ayo kita berdo'a saja, Umi," ajak Nita mengangkat tubuhku di bantu oleh Marni.Aku duduk di kursi tunggu, tak henti aku terus berdzikir untuk meminta kesembuhan Juna. Semoga tak ada yang serius dengan penyakitnya ya Allah!Abi datang bersama Umi Sepuh, tergoboh langsung menuju ke-IGD."Abi... Umi!" aku beranjak dan langsung berlari kedalam pelukan Abi, rasanya takut sekali, ingin sedikit saja r
"Lancang sekali kamu!" cetus Umi Sepuh yang sudah sewot karena Hpnya terlempar.Hendi dengan berani maju kedepan, menentang Umi Sepuh tanpa takut sedikitpun."Wanita tua! Apa yang perlu di takutkan?!" Hendi kembali maju, aku pun bersiap ancang-ancang untuk siap melindungi Umi Sepuh.Tanpa di duga Ratini menjadi tameng Umi Sepuh ketika Hendi hendak meraih Umi."Sudah, Mas! Hentikan kekejamanmu, cukup sudah kamu buat hidupku sesuka hatimu! Kali ini aku tak ingin ada yang terluka, hanya karena melihatku seperti ini karena kamu!" hentak Ratini dengan wajah mengeras. Aku dan Nita justru di buat kaget.Drama apa lagi yang akan mereka buat? Sungguh aku tak mengerti jalan pikiran kedua ular berbisa ini!"Ratini?" sanggah Hendi. Ratini memasang wajah penuh penekanan."Cukup sudah, Mas. Selama ini aku menur
Ya Allah... Apa yang akan terjadi lagi, apakah kebohongan Ratini akan kembali berjaya dan berhasil menipu Umi Sepuh? Aku lelah, aku ingin secepatnya Ratini membuka kedoknya, rasanya tak sanggup jika terus melihat keluarga ini di timpa marabahaya. Sekarang Hendi sudah keluar dari rumah ini tapi masih ada ular berbisa yang mungkin masih kuat untuk menyebarkan racunnya.Aku dan Nita memilih duduk bersebelahan, sedangkan Umi Sepuh dan Ratini juga sudah duduk dengan posisi sama persis antara aku dan Nita."Baik, mulai saja ya, Umi Sepuh, Umi, Dik Ratini dan Dik Nita!" ucap Abi. Kami semua hanya mengangguk saja.Abi menghirup nafas berat dan juga sedikit berdo'a untuk memulai sebuah kata."Begini, masalah Dik Ratini, Abi sudah mendengarnya dari Umi Sepuh. Abi tak menyangka jika ternyata saudara Ratini itu tak lebih dari predator untuk keluarga kita. Abi benar-benar kecewa sekarang k