“Coba, Sherly. Kamu akan sangat pantas memakai Ini,” suruh Tante Yanti menyodorkan sebuah baju yang berwarna putih tulang dan ada beberapa mutiara yang terlihat.Aku membuka resleting pembungkus itu. Lagi, aku dibuat terkejut. Aku sangat yakin pakaian ini harganya pasti mahal, dan manik-manik pun sepertinya di Payet menggunakan tangan bukan mesin. Aku merabanya. Jujur sangat kagum dengan desainnya. Sangat simpel tapi elegan terlihat mewah. Maniknya ada di pinggang berbentuk kupu-kupu kecil. Juga ada lagi manik di bahu. Sangat cantik.Aku pun pamit ke toilet seraya mau ganti baju juga di sana. Tante Yanti mengangguk akupun langsung beranjak. Aku berjalan sesuai telunjuk Tante yang mengarahkan.Setelah menggantinya, aku sedikit terperanjat memandang diri ini dari pantulan cermin. Merasa kagum sendiri dengan tubuhku saat memakai gamis yang sedikit longgar. Aku melangkah keluar, Bu Yanti tersenyum ke arahku. Membuatku jadi tersipu malu, bahkan orang lain bisa berbuat baik. Tapi kenapa k
“Kamu sudah pernah berjumpa dengan Zen, Sherly?“ tanya Tante yang membuyarkan lamunan.Aku menoleh tertegun sejenak untuk menerima pertanyaannya. Aku mengernyit bagaimana mungkin aku pernah bertemu, bentuknya seperti apa? Tubuhnya kecil atau besar? Sungguh aku tidak penasaran dan tidak ingin tahu Apalagi menerka siapa dia. Ditambah aku juga jarang keluar dan nimbrung dengan tetangga membuatku kudet dengan kehidupan termasuk nama-nama para tetangga.Aku menggeleng menjawab pertanyaan Tante. Aku menoleh ke arahnya, ia tersenyum ke arahku lalu pandangannya kembali ke kaca depan.Aku pun melajukan lagi, mengikuti arah Google Maps yang sudah aku stel ke arah tujuan. 20 menit perkiraan Maps akan sampai. Kami pun kembali diam. Hingga tidak lama kami sampai di tempat tujuan.Tante turun lebih awal, ia menantiku di pintu gerbang pondoknya. Sementara mobil diparkir di depan Parkiran masjid yang terletak di samping Pondok.Kami pun masuk dan memberi tahu kan tujuan kamu untuk menjenguk putra T
POV Ibu mertua.Aku menatap jam yang terpasang di dinding ruang tamu. Angka sudah menunjukkan pukul setengah 10. Sherly tidak Juga kunjung pulang. Rasa lapar yang mendera sedari siang membuat perut ini serasa kram melilit. Aku beranjak mondar-mandir. Bapak pun habis sarapan langsung pergi dan belum pulang bahkan tidak meninggalkan uang serupiah pun. Aku bisa saja memakai uang pribadiku, tapi uang itu buat nambah besok ke Bali. Aku tidak ingin sampai di sana kekurangan uang. Bisa payah nanti.Sebentar. Jangan-jangan Sherly mau menipu?Lekas aku bangun dan beranjak menghampiri Pram yang sedang asyik bermain game di ponselnya.“Pram? Besok benar kan mau ke Bali?“ tanyaku memastikan.Pram menoleh setelah memencet tombol di ponselnya yang aku tidak paham apa itu.“Ya jadilah, Bu. Kita tunggu Sherly aja dulu untuk memastikan berangkat jam berapa.“Aku bergeming, aku menatap koper yang sudah siap, selimut bahkan bantal yang akan dibawa pergi besok. Andaikan Sherly membohongiku dan tidak ja
Tanpa menjawab dia berjalan masuk melaluiku, aku pun langsung menahan lengannya, enak saja! Sudah seharian tidak ngapa-ngapain sekarang pulang mau langsung ke kamar. Tidak akan aku biarkan. “Jangan durhaka, Kamu Sherly! Hanya telur saja tidak mampu. Gitu kok pengen jadi anak berbakti. Ngimpi! Ini alasan ibu gak suka sama, Kamu Sherly!“ “Lah! Ibu yang gak tau diri. Sudah tahu aku baru pulang langsung disuruh ini itu. Yang lapar siapa kenapa aku yang direpotin!“ sungutnya tidak terima. Aku menatap wajahnya. Kurang aja sekali, sudah mulai berani menjawab. Daritadi aku menunggunya demi terisi ini perut. Eh ternyata malah sama saja. “Lagian, Kamu pergi ke mana saja, Sherly. Bisa-bisanya sudah larut malam baru pulang. Jangan-jangan, Kamu lagi menggoda para lelaki di luar sana ya? Makanya sekarang kecapekan,“ tebakku dengan menatapnya tajam. “Astaghfirullah ... jahat sekali mulut, Ibu. Itu sudah termasuk fitnah, Bu!“ ucapnya melengking membuat Pram yang asik main game pun menoleh. “Kam
POV SHERLY.Aku terbangun jam setengah 4 sesuai alarm yang aku stel kemarin malam. Aku tidak ingin mereka gagal berangkat ke Bali hanya karena bangun kesiangan. Bisa gagal rencana yang kususun sedemikian rupa.Setelah duduk sejenak, akupun segera keluar kamar. Mengetuk pintu kamar Ibu sampai pintu dibukakan oleh sang empu.Tidak menunggu lama pintu itu dibuka, kepala Ibu dengan wajah yang ditutup masker putih menyembul keluar. “Ada apa sih! Menggangu saja!“ sungutnya tidak terima.“Ayo, Bu. Lekas siap-siap. Jangan sampai terlambat, kita juga harus berangkat ke bandara dulu.““Iya, Ibu tahu.“ Dia berbalik dan menutup pintunya kembali.Aku mengedikkan bahu lalu berjalan meninggalkannya dan menuju kamar Clara yang sudah dihuni bersama Mas Pram calon mantan suamiku.Aku mengetuknya. Mas Pram keluar setelah membukakan pintu. “Sudah bangun, Mas. Ayo lekas mandi! Baju sudah aku siapkan di koper, tinggal barang penting yang aku tidak tahu, Kamu simpan di mana,” jelasku sambil melirik ke dal
“Benar yang diomongin Sherly, Bu. Tinggal saja. Lebih aman di rumah daripada dibawa. Sana simpan dalam kamar!“ titah Bapak yang tiba-tiba sudah berada dekat Ibu.Ibu hanya menghentakkan kakinya tapi menurut dan masuk kembali ke kamarnya.Mas Pram mendekatiku, ia meraih kopernya.“Ini gabung kan, Dek sama punyamu?“Aku menggeleng. “Mas, sepertinya aku harus tinggal di rumah saja. Aku harus mengurus BPKB juga aku ragu-ragu kalau Clara yang jaga rumah ini,” lirihku.“Maksudnya?“ “Mm, sepertinya aku harus di rumah saja, Mas. Gak ikut.““Yang benar, Dek?““Iya, Mas.“ Aku mengangguk dan memasang wajah sedikit menyesal.“Berarti kalau tiketnya, Adek diganti sama Clara, gak papa kan, Dek?“ tanyanya ragu dan sedikit memohon ke arahku.Aku mengangguk, kukira respon dia akan sedih ketika aku tidak ikut, dan ternyata dia begitu girang saat melihatku mengangguk, lalu berlari ke arah Clara meninggalkanku.Dasar!“Yang benar, Mas? Terus Amira bagaimana?“ respon Clara terdengar jelas olehku.Aku tid
Mobil pun melaju dengan kecepatan sedang. Amira tertidur dalam gendonganku. Akupun segera mengambil ponselku yang aku bawa di dalam tas. Segera aku membagikan semua link boarding pass yang sudah dipesan ke nomornya mas Pram. Juga aku mentransfer 5 juta ke ATM nya.“Mas, nanti cek ponselmu ya! Tiket sudah aku share, duit juga sudah masuk ke rekeningmu,” ucapku agak mendoyongkan tubuhku agar mas Pram mendengar dengan jelas.“Oke. Siap.“Tidak lama mobil yang kami tumpangi pun sudah masuk masuk terminal Sukarno Hatta. Setelah mobil diparkir kami pun keluar. Aku ikut keluar dan mengantarkan mereka sampai benar-benar pesawat yang mereka tumpangi lepas landas.Kami masuk dan langsung berjalan ke arah lobi bandara. Lalu ke loket setelah itu diarahkan ke bagasi. Aku pun duduk di dekat boarding lounge. Sementara mereka yang sudah mendapatkan boarding pass setelah check in pun duduk di boarding lounge menunggu jam keberangkatan sesuai yang tertera.Tidak lama waktu tiba di jam pemberangkatan m
Sekarang jadwal hari ini menunggu pembeli datang ke rumah untuk mengambil barang. Aku pun langsung menyicil dan membersihkan barang yang sudah laku sementara Amira aku taruh di bawah dengan dialasi selimut tebal. Tidak lupa meninggalkan mainan untuknya.Setelah cukup aman, aku segera keluar meninggalkan Amira. Lalu aku menuju ke kamar untuk mengambil beberapa peralatan untuk konten.Aku mengunci semua pintu lalu menutup jendela dengan begrond kain. Lalu mengusun rak gantung baju portable yang sudah aku siapkan sedari awal. Kupasang ponsel ini ring highlight yang sudah tersedia lalu mengepaskan dan menyesuaikan dengan tempat aku berdiri. Setelah semua oke. Akupun membawa box container lalu mengambil baju Clara, Mas Pram lalu aku bawa ke luar dekat di mana aku live nanti.Aku pun segera mengambil kunci kamar yang ada di tas lalu mengeluarkannya dan berjalan ke arah kamar ibu dengan membawa box container kosong. Setelah bisa masuk tanpa menunggu lama, aku memilih baju yang sekiranya mas