POV SHERLYSetelah semua terpost satu per satu. Akhirnya aku bisa istirahat. Tinggal nanti untuk pengemasan lalu pengiriman ke kantor JNI. Kulihat saldo yang sudah bertambah banyak. Hampir saja menyentuh angka 20 juta. Tas ibu yang mendongkraknya.Kuusap keringat yang menetes di pipi samping, aku melirik ke arah Amira yang sudah tertidur pulas. Akupun menghampiri dan ikut tidur di sampingnya. Tidak perlu menunggu lama mata ini terpejam.**Aku terbangun saat suara ketukan pintu yang mengagetkan pendengaran. Aku berjalan ke luar, sebelum membuka pintu aku mengintip dulu dengan menyingkap sedikit kain korden di jendela.Ternyata pasangan suami istri dengan berpakaian rapi. Aku pun langsung bergegas membukakan pintu. Juga berbasa-basi sebentar, dan rupanya mereka yang akan membeli kulkas. Akupun langsung menyuruhnya masuk. Dengan kesusahan kami menggotong kulkas dua pintu itu. Akhirnya sampai juga nangkring di atas mobil box.Aku berdiri di luar menunggu sampai pergi si pembeli.Terli
“Eh, Tante di sini juga?“ ujarku berbasa-basi.“Iya, Sherly. Kebetulan pas keluar tadi kok rame-rame ya sudah aku samperin ke sini.““Ayok. Cepet semua ke rumahku sekarang!“ ajak ibu yang menawari tadi. Beliau nampak sangat berantusias sekali.Kami pun berbondong-bondong mengikuti Ibu tadi. Masuk ke dalam rumah yang berseberangan dengan rumah yang aku tinggali.Kuhitung para ibu tadi sekitar ada 7 orang. Belum sama anak mereka yang ikut. Kami pun langsung duduk lesehan di ruang tamu si ibu.“Bentar ya, Ibu-ibu. Tak buatkan minuman dulu.“Kami mengangguk serentak.“Amira ini anaknya siapa, Mbak. Kok aku belum pernah liat, Mbak belum hamil kok tiba-tiba nggendong anak?“ tanya wanita yang bertubuh kurus.Aku menoleh ke arah yang mengajakku berbicara. Aku mengulaskan senyuman untuknya, “Bingung mau mulai dari mana ceritanya ya, Bu.““Iya gak papa cerita saja, Sherly. Mereka orangnya pada baik kok,” ucap Tante Yanti sembari menepuk pundakku.Kupandangi mereka satu persatu. Sepertinya merek
“Sabar, Neng! Owh ya tadi katamu rumahnya dijual?“ “Owh dijual? Siapa yang ngejual?“ tanya Bu Reni.“aku, Bu. Aku tahu aku salah, waktu itu sedang emosi jadi langsung menghubungi agen properti untuk menjualkan rumah, dan ternyata langsung ada yang tertarik.““Wah, nanti kalau mereka pulang dari Bali gimana? Tapi ya baguslah jadi orang terlalu dzolim memang harus dikasih pelajaran.“ Wanita itu mengangguk-angguk sembari menopang dagunya dengan tangannya.“Iya, Bu. Aku hanya mengambil semua kerugianku, Bu. Em kira-kira Ibu di sini ada yang tahu tentang kontrakan rumah yang sedang kosong?“ tanyaku ke arah mereka secara gantian.“Buat, Kamu?““Enggak ... mungkin untuk keluarga Mas Pram soalnya mereka pulang rumah ini sudah terjual.““Owh iya, ya. Kamu ndak tega ya mereka jadi gelandangan? Kalau aku sih ya biarkan saja sekalian tepok tangan ke mereka.““Iya, Bu. ““Eh ada di samping pak Shomat ada rumah kosong, tapi ya gitu deh, rumahnya lama tidak berpenghuni. Pasti sudah banyak sarang la
Bab 23. POV Sherly.Esoknya ...Aku menimang-nimang beberapa perhiasan Ibu yang aku temukan di kamarnya. Sepertinya aku harus menyimpan dulu dan tidak jadi menjualnya. Aku berdiri lalu menaruh emas itu di sebuah kotak kecil yang tersimpan dalam box perhiasan. Lalu tidak lupa aku menguncinya. Jika seseorang menemukan kotak ini mereka bakal tidak menemukan ada emas di dalamnya karena kotak ini memang dirancang khusus untuk menyimpan barang berharga lalu ditutup dengan beberapa tempat untuk berhias.Setelahnya aku meletakkannya di ranjang. Kuraih tas besar yang tersimpan rapi di dalam lemari, aku harus cepat berkemas. Lemari pun sudah terjual hanya menunggu si pembeli datang untuk mengambil. Hari ini jadwalku ke kantor Samsat lagi untuk mengurus BPKB. Mungkin nanti aku ubah nomor alamat dan kutulis Alamat Tante Yanti saja. Jaga-jaga kalau jadinya lama.Tidur dengan Amira membuatku terasa begitu menyenangkan. Bahkan saat tengah malam bangun, aku begitu bahagianya membuatkan susu lalu me
Setelah membacanya segera aku mengetik pesan untuk membalasnya.[Owh ya, tunggu sebentar, Pak. Ini lagi perjalanan pulang.]Akupun langsung menyimpan Ponselnya kembali ke dalam tas. Lalu masuk ke mobil dan mengemudikannya.Sesampainya rumah sudah ada beberapa orang yang sedang Mondar-mandir mengintari depan Rumah, dilihat dari pakaiannya sih seperti pekerja kantoran.Tak ingin lama-lama aku segera menghampiri mereka dan menyalami mereka satu persatu. “Sherly, ini calon pembeli rumah, Kamu. Pak Wibowo namanya. Sepertinya sangat tertarik dengan rumah ini.“Aku mengangguk dan mengulaskan senyum ke arahnya.“Saya Sherly, Pak. “Setelahnya aku meminta ijin lalu membukakan pintu untuk mereka. Mereka pun langsung berkeliling rumah. Sementara aku mengekori mereka.Aku mengayunkan Amira yang sedang berada di gendonganku. Perasaanku was-was. Ada ketakutan tersendiri, bagaimana kalau sampai ia menjadi tidak tertarik dan membatalkan keinginannya setelah melihat kondisi rumah ini?Bagaimanapun wa
“Ia meninggal saat ingin melahirkan anak pertama kami,”Ia mengucapkan kata itu sembari mendongakkan kepalanya.“Terus sekarang anak, Bapak dirawat sama siapa?“ tanyaku simpati.“Ikut meninggal di dalam kandungan.““Inalillahi wa Inna ilaihi Raji'un. Yang sabar ya, Pak. Aku tidak tahu kalau ceritanya bakal seperti ini, kulihat, Pak Herman terlalu bahagia karena selalu tersenyum. Ternyata dibalik itu ...““Aku melakukan ini semata tuntutan kerja. Sebagai sales harus terlihat ramah seramah mungkin untuk menggaet pembeli.“Aku terpaku dalam lamunanku, kini canggung mulai menggerayangi diriku. Ingin sekali mengajak ngobrol tapi takut hanya akan menyinggung perasaannya.“Aku pamit dulu ya, Sher. Sudah sore. Aku harus kembali ke kantor,” pamitnya.“Makasih ya, pak. Kalau ada sesuatu jangan sungkan hubungi saya.““Harusnya aku yang ngomong gitu ke, kamu Sherly. Ya sudah nanti beri kabar ya kalau ada masalah!““Siap.“Aku memandangi punggung tegaknya yang melangkah keluar. Terimakasih ya Alla
Pov Pram.Akhirnya liburan panjang kami telah usai, sungguh berada di Bali dan sekitarnya membuat lupa diri. Membuat khilap semua orang. Bahkan uang saku pun tidak tersisa sama sekali, untungnya Sherly sudah memesankan tiket pulang pergi, tinggal nanti kasih kabar untuk menjemput kamu di bandara.Aku menyenderkan di kursi pesawat dan sebelahnya Clara, dia tertidur dalam duduknya. Aku membelai rambutnya. Kami melakukan terus tiap ada kesempatan bak bulan madu. Kami sudah meninggalkan Pulau Dewata.Sekarang hanya menunggu tiba di bandara. Aku belum memberi kabar ke Sherly untuk menjemput, ditambah sekarang ponsel harus dimatikan. Sepertinya lebih baik istirahat. Aku meraih kepala Clara lalu menyenderkan di bahuku. Setelahnya kami pun tertidur.**Setelah sampai kami turun dari pesawat, Alhamdulillah semua kondisi aman, tidak ada yang mengalami jetlag atau apalah itu.Kami pun duduk di kursi tunggu, sementara aku menghidupkan latar ponsel kembali. Sekian menit data kembali pulih, seger
Aku tertegun saat melihat pemandangan yang berbeda kali ini. Pagar rumah terbuka lebar. Dan ada beberapa tukang yang sedang sibuk dengan pekerjaannya.“Mereka lagi ngapain, Pram?“ tanya Bapak yang sudah berdiri di sebelahku.Aku bergeming. Aku juga tidak tahu, sepertinya rumah juga sudah pas sesuai keinginanku, hanya garasi saja yang perlu dirubah. Tapi ini Kenapa tembok depan dibobol begitu? Kenapa Sherly tidak koordinasi sama sekali sebelum menyuruh para tukang ini?“Pram, rumahnya mau diapain, Pram?“ Kini ibu yang ikut menanyaiku.Aku masih belum bisa menjawab. “Bapak, barangnya sudah saya turunkan semua, silahkan bayar tagihan dulu, Pak,” ucap Bapak sopir ke arahku.Aku tergagap. Merogoh semua kantong baju, tapi kosong. Aku baru sadar uangku habis. Aku pun masuk ke rumah, siapa tahu di dalam ada Sherly. Ataupun nemu duit di bawah ranjang.“Sherly! Kamu di mana?“teriakku melengking di dalam rumah, tidak aku perdulikan beberapa tukang yang menatapku keheranan.Aku mengintari semua