RASA BERSALAH Baik Arini maupun Yovan tak bisa memejamkan mata semalaman. Mereka larut dalam pikirannya masing-masing. Tak ada kenyamanan sama sekali di tempat seharusnya sepasang pengantin baru menghabiskan waktu mereka. Arini bahkan hampir menyerah dan menyusul ke kamar anaknya untuk tidur disana. Namun dia sadar tak boleh bersikap ceroboh. Hingga menjelang subuh baru Arini merasa matanya berat. Tak lama setelahnya dia terlelap. Jika Yovan tak membangunkannya, tentu dia akan kehilangan waktu-waktu awal sholat subuh. “Rin, bangun.” Yovan mendengus. Arini sepertinya susah sekali membuka mata. Dia menyentuh pipi Arini dan menepuknya dari gerakan lembut hingga sedikit kasar. “Rin!” Barulah Arini yang tak sampai satu jam memejamkan mata itu menggeliat. Agak terkejut saat mendapati wajah Yovan cukup dekat dengan wajahnya. Wanita itu mengerjap beberapa kali dan meyakini apa yang dia lihat memang tak salah. “Mas?” ucapnya sambil mengambil posisi duduk. Dia membetulkan jilbab yang tet
PERDEBATAN “Mama,” panggil Rafa saat mendapati ibunya berjalan menuruni tangga. Akhirnya dia bisa bertemu Rafa setelah sekian hari tak bertatap muka langsung dengan anaknya. Arini memeluk Rafa cukup erat. Wangi tubuh anaknya membuat wanita itu betah menciumi putranya berkali-kali. Pemandangan itu membuat Bu Ningrum yang sudah ada di meja makan tersenyum. Sementara Yovan yang duduk di seberang ibunya berusaha tak terpengaruh dengan apa yang Arini lakukan. Dia fokus dengan setangkup roti yang dia olesi dengan selai kacang favoritnya. “Selamat pagi, Tuan Putri. Bagaimana keadaanmu? Yovan tak mengerjaimu semalam penuh ‘kan tadi malam?” Yovan tersedak mendengar pertanyaan ibunya. Arini hanya tersenyum sekilas dan mengalihkan perhatiannya pada Rafa. Anak laki-lakinya itu tampak gagah dengan baju seragamnya. Arini mengusap berkali-kali rambut anaknya yang tercium aroma sampo khas anak-anak.“Hari ini aku izin ke rumah, Ma. Orang dari pembenihan mau minta waktu untuk bertemu. Sepertinya
PERDEBATAN TAK BERUJUNG “Tahu apa kau tentang perasaan seorang Ayah pada anaknya, Pak Yovan?” Kekehan Yuda di seberang telepon sana membuat Yovan mengepalkan tangan. “Kau memang suami Arini dan mempunyai hak penuh terhadapnya, tapi hal itu tidak serta merta menjadikanmu punya kuasa untuk menghalangi Rafa bertemu denganku, Ayah kandungnya.”Yovan mengembuskan napas kencang. Dia akhirnya memilih menepikan mobil ke pinggir jalan karena tidak bisa konsentrasi menyetir. “Kau boleh menemui Rafa, tapi tanpa Arini.” Yovan mengangkat ujung bibirnya. Dia yakin sekali Yuda akan menolak keras karena dia paham sekali tujuan lelaki itu yang sebenarnya.Yovan melirik Arini saat Yuda terdiam. Lelaki itu menekan mode loudspeaker agar Arini bisa mendengar percakapan mereka. Dia ingin menunjukkan pada Arini tujuan sebenarnya Yuda selalu mencari celah untuk bisa berhubungan dengannya selama ini.“Baik, kapan itu? Aku mau, ada jadwal khusus antara aku dan Rafa. Bahkan, aku mau minimal dalam sebulan ada s
HUBUNGAN YANG MEMANAS “Jangan samakan masalahmu dengan masalah Raline!” Yovan kembali terpancing mendengar mendiang istrinya dibawa oleh Arini dalam pembicaraan mereka. “Dia sudah tidak ada. Jadi, tidak akan ada yang merasa dirugikan karenanya.”Arini tersenyum tipis mendengar bentakan Yovan. Dia memilih memasukkan ponselnya kembali ke dalam tas untuk menjeda pembicaraan. Arini sebisa mungkin menurunkan tensi pembicaraan yang kembali tinggi diantara mereka.“Rafa akan dirugikan karena Mas yang terlalu ikut campur dalam masalah ini.” Arini kembali berbicara setelah diam cukup lama. “Mas boleh memikirkan perasaan Mama, tapi tolong, pikirkan juga perasaan Rafa.”“Omong kosong!” Yovan terkekeh pelan mendengar ucapan Arini barusan. “Rafa tidak akan rugi, Arini. Dia bisa dekat dengan ayahnya itu adalah keinginan setiap anak. Jangan mencari-cari alasan agar tetap ada akses untuk berhubungan dengan Yuda.”“Kenapa Mas picik sekali? Mas selalu menuduh aku yang tidak-tidak.” Arini menoleh pada
TETANGGA RESE“Pagi Mbak Arini,” ucap Bu Rita, tetangga berjarak dua rumah yang sebelumnya ditinggali oleh Arini dan Rafa. “Nggak sama Mas Yovan?” lanjut wanita itu hingga membuat Arini yang baru bersiap membersihkan rumah menghentikan gerakannya. Nama Yovan yang wanita itu sebut membuat moodnya sedikit memburuk. Dia mengingat bagaimana sikap laki-laki itu saat di dalam mobil tadi. “Pengantin baru bukannya lagi mesra-mesranya? Kemana-mana selalu berdua. Dulu Mas Yovan sama Mbak Raline juga mesra begitu. Mereka berdua nempel seolah tak terpisahkan.” Arini menghela napasnya sesaat. Akhirnya dia paham mengapa wanita di depannya itu tak berniat beranjak dari posisinya saat ini. Dia ingin mengorek informasi kehidupannya pasca menjadi menantu Bu Ningrum. Arini menahan diri untuk tetap berwajah baik di depan wanita itu. Beberapa tetangganya sudah menceritakan bagaimana perangai Bu Rita selama ini. Arini hanya perlu berhati-hati agar tidak salah bicara di depan wanita itu. “Mas Yovan sepe
“Lho, Mbak Arini kok makin nggak sopan. Benar-benar Bu Ningrum kali ini salah memungut orang. Bisa-bisanya wanita urakan seperti dia dijadikan menantu! Beda sekali dengan Mbak Raline yang berkelas!” Bu Rita yang sudah terpojok memilih pergi dari tempatnya berdiri. Wanita itu tetap tak menyadari kekeliruannya. Dia tetap menganggap sikap Arini berlebihan. Arini sendiri tak berkedip melihat kepergian Bu Rita dengan wajah yang masam. Dengan jelas telinganya masih menangkap apa yang wanita itu katakan. Dadanya sesak seketika. Lagi-lagi dia harus mendengar nama Raline yang kali ini harus terseret dalam perdebatan sengit antara dirinya dengan Bu Rita. Tak hanya itu, kekesalan puncaknya tentu karena akhirnya dia menemukan siapa orang yang telah memberikan nomor ponselnya pada mantan suaminya. Arini melangkahkan kakinya yang seolah tak menapak di atas tanah. Wanita itu sedikit kehilangan keseimbangan tubuhnya. Rasanya tangisnya hendak pecah karena rasa kesal yang dia rasakan dari pagi dia b
“S*al!” Yuda mengembuskan napas kencang begitu mobil Yovan meninggalkan tempat itu. Dia tidak suka melihat cara lelaki itu bersikap. Yovan benar-benar menunjukkan arogansinya. Dia seolah ingin memperlihatkan kalau dia mempunyai kuasa penuh atas Arini.“Kurang baik ya hubungan Mas Yuda dengan Mas Yovan?”“Eh?” Yuda menautkan alis dan langsung menoleh ke sumber suara. Lelaki itu langsung tersenyum melihat Bu Rita. “Begitulah, Bu. Saya agak dipersulit untuk bertemu dengan anak saya sekarang.” Yuda memasang wajah prihatin.“Tapi, bukannya dulu-dulu juga Mas jarang kesini ya? Malah tidak pernah kesini. Saya lihat Mas Yuda kemari ya baru-baru ini saja pas Mbak Arini sudah menikah.” Bu Rita menautkan alis. Dia memperhatikan lelaki di hadapannya yang terlihat sedikit salah tingkah.“Eee, dulu kami ada jadwal bertemu rutin di luar, Bu. Arini akan membawa Rafa dan kami jalan bersama dengan istri saya juga. Sekarang ini sulit sekali. Yovan memberi keterbatasan akses sehingga saya sempat tidak bi
“Benar, Yah?” Mata Rafa langsung membulat mendengar mainan yang disebutkan ayahnya. Mainan itu memang sedang hits sekali di sekolah. Beberapa teman bahkan sengaja membawa ke sekolah. Apalagi, promosinya sangat gencar sekali. Di setiap sudut kota ada banner yang mempromosikan mainan itu.“Iya!” Yuda mengangguk mantap sambil mengacak rambut Rafa. Tidak salah dia melempar umpan menyebut robot bergerak tadi. Apalagi ditambah dengan mengatakan sudah ada izin dari Arini. Dengan mudah, dia bisa mengajak Rafa ke mobilnya.Yuda tersenyum lebar saat mobil mulai berjalan. Ada rasa haru yang menelusup begitu saja bisa sedekat ini dengan anaknya setelah sekian lama. Andai dulu dia tidak meninggalkan anak dan istrinya, mungkin saat ini mereka masih bahagia bersama.Yuda menyadari, walau dulu hidup serba kekurangan dengan Arini, tapi dia bahagia. Dia memang lelah fisik karena harus bekerja keras, tapi hati dan pikirannya tenang dan bahagia. Berbeda dengan sekarang, dia bekerja enak dalam ruangan ber
“Mama, senyum! Lihat kemari!” ucap Rafa sambil melambaikan tangan ke arah ibunya. Sebuah buket raksasa berisi foto-foto ibunya dihadiahkan anak laki-laki itu pada Arini. Wanita itu pun memeluk buketnya meski sedikit kepayahan. Berbagai karangan bunga berisi ucapan selamat untuk para wisudawan menghiasi setiap sudut halaman auditorium yang digunakan untuk acara wisuda kali ini.Senyum Arini mengembang sempurna. Suaminya berhasil menegakkan kepala wanita yang sempat kehilangan seluruh kepercayaan dirinya. Yovan pun terlihat amat puas dengan hasil kerjanya membujuk wanita itu. Senyuman menawan laki-laki itu membuat Arini merasa begitu dicintai laki-laki pemilik hidung mancung itu.“Papa ambil posisi di sebelah Mama. Jangan lupa Mama dipeluk!”Arahan dari Rafa membuat Arini dan Yovan tertawa. Mereka takjub sekali dengan perubahan pada diri Rafa. Apalagi setelah dia diberitahu bahwa adiknya akan lahir dalam hitungan hari. Dia makin menunjukkan sikap protektifnya pada sang ibu.“Sekarang Pa
Tentang Bahagia Arini memperhatikan pantulan dirinya di depan cermin. Kebaya berwarna hijau sage dengan kain batik yang membelit tubuh bagian bawahnya tak membuat dirinya berpuas diri. Matanya berkaca-kaca saat berkali-kali memutar dirinya di depan cermin. Kehamilannya di usia sembilan bulan ini membuat berat tubuhnya melonjak drastis. Pipinya membulat sempurna, belum lagi dagu yang seolah berjumlah dua hingga membuat dia kesusahan mengenakan kerudung untuk menutupi mahkotanya.Arini menjatuhkan dirinya di atas tepian kasur. Acara wisuda yang akan dilaksanakan beberapa jam lagi tiba-tiba membuat dirinya meragu. Penampilannya yang dia nilai akan menjadi bahan tertawaan banyak orang membuat Arini hampir menyerah untuk mempersiapkan diri. Sebuah ketukan ringan dari arah pintu membuat kepalanya menoleh.“Loh, belum siap juga? Kita harus datang di gedung satu jam lagi. Kenapa toga pun belum kamu pakai?” Suara suaminya membuat Arini makin tak bisa menahan laju air matanya. Make up natural
“Diminum, Bu.” Arini meletakkan es jeruk dan setoples kue kering. Wanita itu langsung duduk di sofa yang kosong. Dia tersenyum tipis saat melihat sejak tadi tangan Ratna terus-terusan memegang tanga Rafa.“Terima kasih.” Ratna mengambil gelas dan meminumnya beberapa tegukan. Rasa asam, manis dan segar memenuhi mulut Ratna. Minuman itu cocok sekali dinikmati saat hari cerah seperti siang ini. “Sudah berapa bulan?” Ratna memperhatikan perut Arini yang mulai menyembul.“Masuk lima.” Arini refleks mengelus perut. “Apa yang mau dibicarakan, Bu? Tidak biasanya Ibu pergi sendirian. Jarak rumah kesini lumayan jauh.” Arini memperhatikan wajah Ratna yang sejak tadi tampak mendung. Mata wanita tua itu dipenuhi kabut seakan menyimpan kesedihan yang tak berujung.“Ibu mau minta maaf ….” Ucapan Ratna terpotong karena tangis. Mantan mertua Arini mendadak terisak kencang. Dia tidak bisa mengendalikan air mata saat mengingat perlakuan buruknya pada Arini dulu. “Ibu mau minta maaf atas semua kesalahan
“Jadi, nanti perut Mama akan membesar ya, Ma? Terus Adik bayinya keluar dari mana?”Arini menarik napas panjang. Rafa memang banyak bertanya setelah mengetahui kalau di perutnya ada bayi. Anak lelaki itu sangat senang sekaligus juga penasaran. Berbagai pertanyaan dia lontarkan. Pertanyaan yang kadang membuat Arini harus memutar otak dengan keras agar bisa menjawab sesuai dengan umur dan pemahaman anaknya.“Manusia akan melalui tiga alam selama hidup. Pertama, alam dunia, tempat kita saat ini. Kedua, alam barzah, tempat kita menanti hari kiamat tiba. Ketiga, alam akhirat, tempat kita mempertanggungjawabkan semua perbuatan.” Arini menjawab setelah cukup lama terdiam. “Sudah dapat pelajaran di sekolah ‘kan tentang alam-alam ini?” Arini mengelus kepala Rafa pelan.Rafa mengangguk pelan. Anak itu ingat kata guru agamanya, kalau anak nakal, nanti dia akan mendapat balasan di akhirat. Kalau mencuri tangannya akan dipotong berkali-kali. Sebaliknya, kalau dia menjadi anak rajin dan senang memb
IRI “Mas, sudah kubilang percuma kita kemari. Memang Tuhan itu belum ngasih karena dia lihat Mas Yuda belum mampu menafkahi anak kita nantinya, jadi dia lebih milih buat nunda. Kok kamu jadi maksa-maksa gini? Buang-buang waktu tahu nggak?”Diandra mendekap kedua tangannya. Baru saja dia dan Yuda sampai di sebuah klinik kandungan yang direkomendasikan salah seorang temannya. Klinik yang saat Diandra melihat list harga konsultasi dan tindakan yang dilakukan cukup membuat matanya melotot tak percaya. Rasanya sayang sekali uang sebesar itu digunakan untuk hal tidak penting seperti ini.“Mas. Mending uangnya buat liburan atau memanjakan diri di spa seharian. Paling tidak untuk senang-senang dari pada ngendon di rumah seharian. Bukan nggak mungkin gara-gara stress di rumah yang membuatku susah hamil begini!”Yuda hampir membentak istrinya jika tak menyadari posisi mereka saat ini. Rasanya telinganya gatal mendengar istrinya berbicara kasar seolah ibunyalah penyebab dia belum juga diberi ke
KECEMASAN ARINI Arini meremas tangan suaminya. Laki-laki itu tersenyum. Setelah perdebatan panjang akhirnya Arini bersedia ke klinik yang sudah direkomendasikan dokter Wisnu saat Yovan menanyakan dokter kandungan yang bagus untuk istrinya. Sebenarnya bisa saja dia membawa Arini ke klinik yang dulu selalu dia datangi bersama Raline saat istri pertamanya itu hamil.Tetapi dia mengurungkan hal tersebut demi menjaga perasaan istrinya. Pasti Arini akan merasa tak nyaman karena menganggap Yovan sengaja membawa dirinya ke tempat dimana kenangannya bersama Raline sebagian besar terekam di sana. “Mas?”“Ya?” Senyum di bibir Yovan belum juga pudar. Bayangan tentang detik-detik pertama istrinya memberikan benda yang dia angsurkan sebelumnya membuat laki-laki itu tak bisa kehilangan kebahagiannya. Arini menunjukkan trip dua pada benda yang dibeli suaminya melalui layanan aplikasi belanja online itu. Yovan yang sebelumnya berdiri menyederkan tubuhnya di tembok depan itu hampir melompat kegiranga
TEST PACKMata Yovan kembali menyipit. Dia tak tahu apa yang terjadi dengan istrinya saat ini. Yang dia lakukan langsung beranjak ke kamar mereka di lantai dua. Dia kehilangan daya saat melihat istrinya bermuram hingga tak berani sama sekali dia mendebatnya. Laki-laki itu pun merasa mati langkah saat hari liburnya justru bertepatan dengan jadwal Rafa di rumah Yuda.Laki-laki itu bahkan ingin sekali melarang anaknya pergi ke rumah ayah kandungnya jika tak ingat hal itu akan membuat suasana sejuk yang tercipta dengan laki-laki itu akan kembali memanas dan tentu akan berdampak pada hubungan mereka. Apalagi Yuda sudah menjanjikan anaknya melakukan kegiatan yang sama lagi seperti saat itu. Memancing di danau dan membakar ikan di tepian yang membuat bibir mungil Rafa tak henti-hentinya bercerita aktivitas yang menyenangkan itu.Baru saja hendak memakai kaos berwarna merah miliknya, Arini yang tiba-tiba masuk mencegah laki-laki itu.“Jangan yang itu, Mas. Warna itu merusak pandangan mataku.
SIKAP ANEH ARINIArini duduk di atas sofa ruang belakang. Tatapannya tertuju ke arah luar jendela dimana pohon palem yang berderet rapi di halaman terlihat meliuk-liuk diterpa angin. Hujan yang turun membuat pepohonan di luar sana tampak segar. Aroma petrikor yang berasal dari tanah kering yang tersiram air hujan terasa sekali di indra penciuman Arini.Tetapi kali ini reaksi yang dirasakan Arini terasa lain. Tidak seperti biasanya saat hatinya bersorak menikmati aroma khas yang keluar saat awal-awal hujan turun. Arini bahkan beranjak dari posisi duduknya saat ini demi menutup jendela berharap bau khas itu segera menghilang secepatnya.“Kucari-cari kenapa justru di sini?”Suara suaminya membuat Arini tersentak. Beberapa saat kemudian dia membetulkan anak rambut yang berkeliaran bebas di dahinya. Keheningan rumah itu membuat mood Arini mudah sekali memburuk. Suaminya itu langsung mengambil posisi berhimpitan dengannya. Aneh, seketika Arini menggeser tubuhnya hingga menambah jarak di ant
“Mama!” Rafa berteriak senang saat mobil Yovan memasuki halaman. Bocah laki-laki itu langsung berlari saat Arini keluar dari mobil. “Kangen.” Rafa tertawa-tawa saat Arini memeluknya erat-erat. Dia semakin terkekeh geli saat Arini menciumi wajahnya bertubi-tubi.“Papa.” Rafa langsung menyalami Yovan setelah berhasil lepas dari pelukan Arini. Dia mengangguk senang saat Yovan dengan mudah mengangkat tubuhnya.Disini, Yuda mengeluh pelan melihat keharmonisan keluarga di hadapannya. Rafa tampak sangat senang digendong Yovan. Sementara Arini menggandeng tangan Yovan dengan sebelah tangan menenteng paper bag biru. Keluarga kecil yang terlihat sangat harmonis. Siapapun pasti akan mengira kalau Rafa adalah anak Arini dan Yovan.“Assalamualaikum, Mas.”“Waalaikumussalam.” Lamunan Yuda terhenti mendengar salam Arini. Dia langsung berdiri dan membalas jabat tangan Arini dan Yovan. “Masuk dulu. Mama dan Diandra sedang keluar. Mama mertua mau mengadakan hajatan jadi mereka bantu-bantu.”“Kami dilua