Bab 8 : Asep adalah Dito

Dito menelan saliva yang mengganjal di tenggorokan. Sungguh, berada di posisi ini membuatnya tak nyaman. 

Arya masih tetap memindai wajahnya, lalu turun ke bawah sampai ke ujung kaki, naik ke atas hingga ujung rambutnya.

"Benar, kamu orang yang diutus Paman Baskoro?" ucap Arya masih memperhatikan.

"Benar, Tuan!" jawab Dito menunduk, berharap sedikit menutupi wajahnya.

"Cih! Rendah sekali seleranya." Arya berdecih menghina sosok di depannya, kemudian berlalu menuju mobilnya. 

Dito sendiri masih sibuk mengamati penampilannya yang dibilang rendahan oleh Arya. Semua biasa saja baginya. Memakai celana training yang biasa ia pakai untuk tidur dipadukan dengan atasan kemeja pendek warna biru muda. Sedang sendalnya ia memakai selop warna putih. Rasanya memang sungguh tidak ada yang aneh.

Setelah mobil Arya berlalu, Dito mengusap dadanya yang begitu lega karena penyamarannya berhasil. Kemudian ia masuk ke dalam rumah hendak mencari Yasmin untuk menanyakan hal apa yang harus ia kerjakan. Di sisi lain dirinya juga sudah sangat merindukan perempuan itu.

Namun, hampir semua ruang tamu dan dapur ia pindai, sosok Yasmin tak ditemukan batang hidungnya, sebab wanita berdarah Indonesia Turki itu kini tengah berada di dalam kamar Arya.

Wanita cantik berbulu mata lentik itu sedang memeriksa kamera kecil yang sengaja ia pasang di kamar suaminya, untuk menemukan bukti perselingkuhan supaya bisa dijadikan senjata untuk menggugat cerai.

Mengambil apa yang menjadi tujuannya, Yasmin kemudian keluar dari sana. Dia akan memberikan pada pamannya setelah ini.

"Yasmin." Seketika Yasmin terperanjat saat suara bariton memanggil namanya ketika selesai menutup pintu.

"Eh, kamu. Bikin kaget saja!" sungut Yasmin setelah melihat Dito yang menyamar sebagai Asep rupanya yang memanggil. Dia sudah khawatir kalau Arya yang datang.

"Maaf. Aku cuma ingin bicara denganmu," ujar Dito.

Sontak kening Yasmin berkerut. 'Siapa pria di depannya ini? Berani sekali berbicara seperti itu padaku. Bukankah dia cuma sopir suruhan paman?' batinnya.

"Kita harus ---" ucapan Dito terhenti manakala matanya tak sengaja melihat CCTV yang mengarah padanya.

Seketika itu Dito berubah peran. Lantas membungkuk hormat pada Yasmin. "Maaf, Non. Saya cuma mau bertanya, apakah ada pekerjaan yang harus saya kerjakan? Barangkali Nona membutuhkan bantuan saya."

Keheranan kembali melanda otak Yasmin. Bagaimana tidak? Mendadak laki-laki aneh di depannya berubah sikap. Akan tetapi dia tak ingin ambil pusing. Mungkin memang seperti itulah karakternya.

"Oh, ya. Saya mau ke pasar. Tolong antar saya. Kamu siapkan mobil saja."

"Baik, Non."

Setelah itu Dito melangkah, melakukan perintah majikannya. Ini kesempatan bagus untuk berbicara penting dengan wanita yang belakangan membuat hidupnya tak tenang.

Rupanya Arya mengawasi Yasmin di sudut rumah ini sehingga tak hanya Dito, tetapi Yasmin juga selalu waspada dalam segala tindakan.

Beberapa menit kemudian mereka telah berada di dalam mobil yang melaju sedang. Merasa sudah agak jauh dari rumah Arya, Dito berhenti, dan melepas kumis serta tahi lalat palsunya.

"Kenapa berhenti di sini? Aku mau ke kantor pamanku," protes Yasmin.

Dito menoleh. Di detik itulah Yasmin terkejut, melihat pemuda tampan yang menolongnya waktu itu kini berada di depannya.

"B-Bang Dito, kamu ...?" Yasmin bahkan sampai tergagap saking tidak menyangkanya.

"Iya, ini aku, Yas. Apa kabar?" Dito tersenyum manis.

"Jadi kamu menyamar sebagai Asep? Untuk apa?"

"Untuk menjagamu. Aku ...." Dito menjeda ucapannya sambil menatap lekat wajah cantik alami Yasmin. "Merindukan dan mengkhawatirkanmu," sambungnya yang berhasil membuat dada Yasmin berdebar keras seketika.

"Untuk a-apa? Aku baik-baik saja, kok." Kentara sekali Yasmin tengah kikuk sekarang. Apalagi bola mata Dito tak lepas sedikitpun dari memandang dirinya. "Jangan memandangku seperti itu, Bang."

"Hmmm, baiklah, tapi kamu harus pindah ke depan."

"Buat apa? Gak mau." Yasmin menggeleng dengan cepat meskipun sejujurnya hati dia bahagia mendapat perlakuan manis itu.

"Ya udah, kalau gitu aku mau nengok ke belakang terus, dan mobil ini gak akan melaju sampai kamu duduk di sampingku." Dito kembali menggoda Yasmin dengan menoleh ke belakang, dan akhirnya membuat Yasmin menyetujui kemauan sopir barunya itu.

"Iya, aku pindah, tapi Abang jangan liatin aku gitu dong, risih tahu! Ingat, aku ini bos Abang loh!" oceh Yasmin sambil berpindah tempat duduk.

"Iya, saya ingat kok, Nona Yasmin."

Karena berpindah hanya melewati jok tanpa keluar terlebih dahulu, kaki Yasmin tersandung sesuatu yang ada di sela jok, membuatnya terhuyung ke depan dan nyaris mencium pipi Dito, jika tidak segera berpegangan.

Namun, entah sengaja atau tidak, tangan pemuda tampan itu justru tak membantunya sama sekali seakan membiarkan tubuh ramping Yasmin jatuh ke depan atau kalau bisa dia akan menangkapnya dan membawa ke pangkuannya.

Mata mereka saling pandang begitu dekat sehingga membuat pegangan Yasmin melemah dan dia hampir terjerembab jika tidak segera ditangkap oleh Dito.

Alhasil, seperti yang diinginkan laki-laki berkulit kuning langsat itu, Yasmin terjatuh duduk di pangkuannya. Beberapa detik waktu seakan berhenti. Hanya debaran jantung bertalu kencang di antara dua insan itu, hingga sebuah klakson membuat keduanya terperanjat.

"Maaf," ucap Dito.

"Ah, iya. Aku juga," sahut Yasmin kikuk seraya beringsut dari pangkuan.

Perlahan roda empat itu kembali melaju. Dito tersenyum tipis menikmati momen yang baru saja terjadi.

Tak ingin waktu berlalu begitu cepat, Dito membuka obrolan. "Ada perlu apa kamu ke kantor Baskoro?"

"Mau menyerahkan bukti perselingkuhan Mas Arya. Aku sudah tidak sabar ingin bercerai dengannya." Seketika Yasmin menutup mulutnya yang begitu enteng menceritakan masalah pribadinya pada seorang pria.

Berbeda dengan Yasmin, Dito menanggapi dengan serius. "Mulai sekarang jangan percaya lagi pada Baskoro. Bukti apapun yang kamu miliki, jangan pernah sampai ke tangannya."

"Memangnya kenapa? Dia itu pamanku. Satu-satunya keluarga yang aku punya dan bersedia membantuku keluar dari neraka ini."

"Karena ...

.

.