Bab 2: Jejak Rahasia

Arya, seorang pria perlente dengan ekspresi sinis, tiba-tiba muncul dari dalam rumah. Langkahnya santai namun penuh wibawa saat dia mendekati Yasmin dan Dito yang masih berdiri di halaman. Suaranya terdengar tajam saat dia berbicara.

“Permainan yang sangat bagus, Yasmin! Kamu pergi dari rumah saat aku kerja, lalu pulang bersama seorang laki-laki. Apa kamu sudah puas menjadi jalang?”

Yasmin menatap Arya dengan ekspresi terkejut. “Mas Arya …” ucapnya lirih, terlihat gugup. “Kamu sudah pulang? Kenapa tidak mengabariku dulu?” Dia mencoba mendekat untuk menyalami suaminya, tetapi Arya dengan tegas menepis tangannya.

Dalam hati, Dito merasa heran. 'Bukankah kabarnya suami Yasmin saat ini sedang berada di luar negeri, dan baru kembali seminggu lagi? Tapi ini ...' Dito hanya kebingungan dengan situasi yang belum ia mengerti.

“Kenapa? Kamu pasti berharap aku lebih lama di luar negeri supaya kamu bisa puas bersenang-senang dengan selingkuhanmu, kan?” suara Arya semakin sinis. Dan membuat Dito semakin penasaran dengan apa yang sebenarnya terjadi.

“Enggak, Mas. Mas salah paham. Kita gak ada hubungan apa-apa, Mas. Dia justru orang yang tel—” ucapan Yasmin terhenti saat Arya mengangkat tangannya, memberi isyarat untuk diam.

“Sampai segitunya kamu, Yas? Mengkhianati aku hanya karena aku meminta kamu bersabar? Kamu sudah menghancurkan semuanya.” Nada bicaranya terdengar santai, tapi penuh ejekan.

Yasmin tampak terguncang, menunduk untuk menghindari tatapan suaminya. Begitupun Dito, dia masih tak tahu bagaimana harus bersikap.

Para wartawan yang tiba-tiba mengerumuni mereka membuat suasana semakin kacau. Kilatan kamera terus menerangi halaman rumah, dan Arya tampak menikmati keributan itu.

Arya melangkah masuk ke dalam rumah, diikuti oleh Yasmin dan Dito. Beberapa orang di dalam segera menutup pintu, menghalangi wartawan untuk mengikuti mereka. Di ruang tamu, suasana menjadi lebih tegang. Di sana, seorang wanita cantik dengan penampilan seksi berdiri menyambut dengan senyuman mengejek.

Arya melemparkan beberapa foto ke atas meja, membuatnya berserakan. “Jelaskan ini apa!” ucapnya dengan nada tinggi.

Yasmin meraih salah satu foto itu dengan tangan gemetar. Wajahnya memucat saat melihat gambar-gambar yang menunjukkan dirinya bersama pria yang kini berdiri di sebelahnya. Dalam foto-foto itu, mereka terlihat berpelukan, berciuman, bahkan ada yang seolah-olah berada di atas ranjang.

“Ini fitnah, Mas!” Yasmin bersuara tegas. “Aku tidak pernah melakukan hal keji seperti ini!”

“Fitnah?!” Arya mendekati Yasmin, mencengkeram bagian belakang kepalanya yang tertutup hijab, memaksa wanita itu mendongak. “Ini fakta, dan aku tidak sebodoh itu untuk membedakan mana yang asli dan palsu!”

Dito yang sejak tadi hanya diam menyaksikan akhirnya angkat bicara. “Jadi kau ini sebenarnya banci, ya? Menyedihkan sekali,” ejeknya, tak tahan melihat perlakuan kasar Arya terhadap Yasmin.

Arya melepaskan cengkeramannya dengan kasar, membuat Yasmin terlempar ke arah Dito. Refleks, Dito pun menangkapnya, sehingga mereka terlihat seperti sedang berpelukan. Arya bertepuk tangan dengan tawa mengejek.

“Wah, romantis sekali! Kalian bahkan terang-terangan berpelukan di depanku!” Arya menatap Yasmin dengan penuh penghinaan. “Dasar wanita murahan!”

“Cukup!” Yasmin berteriak keras, mencoba menghentikan segala tuduhan dan penghinaan yang dilontarkan suaminya. “Mas, ini semua salah paham. Aku bisa jelaskan semuanya. Aku diculik!” suaranya penuh emosi.

Arya mengabaikan penjelasannya. Dia menoleh pada Dito yang berdiri di sebelah Yasmin, lalu menarik kerah bajunya. “Dan kau, pria brengsek! Bawa kembali Yasmin! Aku tidak sudi mempunyai wanita murahan seperti dia!” Arya menyentak kasar kerah baju Dito sebelum melepaskannya.

Namun, Yasmin tiba-tiba mengangkat kepalanya. Wajahnya berubah, tidak lagi penuh ketakutan. Dengan langkah tegas, dia mendekati Arya.

“Aku mulai paham dengan semua ini, Mas,” ucapnya dengan suara dingin namun penuh wibawa. “Kamu mencaci dan menuduhku hanya berdasarkan foto tanpa mau mendengar penjelasanku. Baik. Aku akan pergi dari sini. Tapi ingat, Mas. Hukum tabur tuai itu ada, dan Allah tidak tidur.”

Yasmin menatap Arya dengan sorot menantang. Wajahnya penuh tekad. Kemudian, dia berbalik menuju pintu keluar. Namun, langkahnya terhenti di depan wanita seksi yang sejak tadi berdiri di sisi Arya.

“Satu lagi,” ucap Yasmin dengan suara lantang. “Aku bukan wanita MURAHAN!” Dia menekankan kata terakhir dengan tajam, membuat wanita itu terlihat kesal.

Setelah itu, Yasmin berjalan keluar dengan kepala tegak. Dito yang berdiri di sebelahnya segera mengekor, seolah enggan meninggalkan situasi yang masih penuh misteri.

Baru beberapa langkah mereka mencapai teras, terdengar tawa menggelegar dari dalam rumah. Tawa itu terdengar seperti penuh kepuasan, memecah keheningan yang sempat terjadi.

Apa yang mereka tertawakan?

Apa maksud semua ini?

Siapa wanita itu?

Pikirannya Dito kini dipenuhi teka teki yang sungguh membuatnya tak mengerti.

.

.