Lim hanya tersenyum nanar, “Biasa, ayahku memukuliku lagi,” katanya dengan enteng sambil menyendokkan dessert ke mulutnya. Seolah itu adalah hal yang ringan.
Lani merasa nafsu makannya hilang.
“Kali ini kenapa lagi?”
Terdengan suara helaan napas yang dalam dari Lim “Aku membatalkan pertunangan kemarin lusa, jadi orangtuaku marah.”
Perkataan Lim cukup mengejutkan Lani
“Apa kamu baik-baik saja?” tanya Lani dengan nada khawatir. Sejenak kemudian dia merutuki dirinya sendiri. Tentu saja Lim tak baik-baik saja. Dia habis dipukuli ayahnya!
“Maaf.. maksudku... aku tahu kamu pasti sedang tidak baik-baik saja,”
Lim tersenyum kecut “Haha.. santai saja. Rasanya memang tidak menyenangkan, tapi disisi lain aku merasa sedikit bebas. Ini pertama kalinya aku memutuskan sesuatu sendiri... maksudku, membatalkan pertunangan..”
Lim melihat jam “Sudah jam sebelas, lebih b
“Ahh.. yaa, tidak masalah... jangan minta maaf, kamu tidak bersalah sama sekali,”Lani merasa atmosfir disekitar mereka menjadi berat. Ia menjadi berpikir keras, karena Lim tiba-tiba berterima kasih dan meminta maaf.“Oh iya Lan, kemarin aku bertemu Alec.”Perkataan Lim membuat mata Lani melebar,“Lalu..?” tanya Lani ragu-ragu.Lim melirik sebentar ke arah Lani yang berjalan di sampingnya.“Dia yang membunuh Blacky”Kali ini Lani benar-benar kaget. Dia seketika menghentikan langkahnya “APA?!”“Dia memang sengaja membunuh kucingmu, karena itu niatnya sejak awal. Laki-laki gila,”“Tidak mungkin! Kalau dia yang membunuh kenapa dia memberitahuku kalau kucingku mati keracunan? Dia juga memberitahuku dimana kuburan Blacky...?”Lim menatap Lani serius “Lan... jujur saja, aku merasa kasihan denganmu. Aku tahu Alec menyukaimu. Tapi di
“Ahhh...”Lani melihat pada Alec yang merintih kesakitan. Wajah Alec yang semula halus dan rupawan menjadi penuh lebam dan berdarah. Ia segera membawa Alec ke klinik universitas untuk mendapat pertolongan.Setelah diobati oleh perawat di sana, Lani mengajak Alec untuk berbincang.“Jadi, jelaskan padaku apa yang terjadi.”Alec membuang muka dengan sesekali meringis kesakitan sambil memegangi wajahnya.“Kalau aku bilang, apa kamu akan percaya padaku?”“Tentu, katakan saja.”Alec terlihat senang. Ia mulai memutar otak untuk memilih kata-kata dalam bercerita.“Oke, kalau begitu, dengarkan dengan baik...”Alec menundukkan kepalanya dan kemudian berbicara“Sebenarnya, tadi aku sempat berdebat dengan Nohan. Ia tiba-tiba datang untuk menjemputmu katanya. Aku sudah bilang kalau aku yang menjeputmu, tapi dia tidak mau mengalah. Jujur saja, aku tidak ingin dia
Hari itu langit tampak abu-abu. Warna langit yang biru mulai tertutup mendung. Lani melihat pohon tua yang sudah tidak berdaun dan hanya menyisakan ranting itu dengan perasaan sendu. Akankah pohon itu masih mau bertahan hidup? tanyanya dalam hati. Lani Lalu melihat ke depan dan menatap makam didepannya dengan tatapan kosong. "Apa kabar ibu ? Apa kamu bahagia sekarang ?" Dia diam beberapa menit. Tidak ada jawaban. "Aku membawakan bunga kesukaanmu, hortensia warna biru." Lani berjongkok dan menaruh bunga di atas makam yang penuh dengan rumput hijau itu. "Ibu kamu tahu.. sekarang aku sudah masuk kuliah. Aku masuk di jurusan kedokteran......Aku tidak bisa menjengukmu sebulan sekali sekarang. Aku harap ibu mengerti, karena aku akan kuliah di Singapura" Lani diam sejenak, lalu melanjutkan "Harusnya ibu tidak masalah, iya kan?" Raut muka Lani mulai terlihat sedih. Matanya memanas. "Ibu sendiri yang ingin mati. Meninggalkan aku..
Sopir taksi itu melanjutkan "Saya tidak paham sampai saya menjalani sebulan kehidupan setelah memiliki bayi. Istri saya yang tadinya berkarakter ceria, menjadi sering melamum dan sering bersedih. Saya akhirnya memberanikan diri untuk mengajaknya ke psikiater, tapi dia malah memusuhi saya, dia bilang saya menganggapnya gila dan sebagainya. Sulit sekali pokoknya"Supir itu mengambil napas sejenak. Mobil berhenti karena lampu lalu lintas menunjukkan warna merah. Terlihat beberapa sepeda motor berjejer di samping mobil yang Lani kendarai. Ada seorang pengendara sepeda motor yang membawa gerobak di belakangnya."Lalu ketika akhirnya istri saya mau diajak ke psikiater, ternyata dia didiagnosa mengalami depresi pasca melahirkan. Kata psikiater waktu itu, keputusan saya untuk fokus mengurus rumah tangga sangat tepat. Disitulah, saya sangat berterimakasih pada ayah anda. Akhirnya setelah beberapa minggu, istri saya perlahan keadaannya membaik, dia jarang melamun dan makan
Pagi itu Lani terbangun. Dia membuka mata dan mengerjap beberapa kali, rasanya tidak segar sama sekali walau habis tidur. Lani masih merasa capek dan rasanya ingin tidur kembali, tapi itu tidak mungkin karena dia ada jadwal kuliah jam 10 pagi. Lani lalu bersiap-siap dan memasukkan jas labnya ke dalam tas. Sebelum berangkat dia mengaca dahulu. Hari itu dia memakai kaos hitam dan bawahan jeans yang dia beli dari mall kemarin, dan menggunakan sneakers bututnya. Rambutnya yang hitam dia gerai dan tidak lupa dia membawa tali rambut yang dia gunakan sebagai gelang di tangannya. Untuk tidak terlihat pucat, dia memakai lipstik berwarna coral, dan sunscreen. Selebihnya dia tidak menggunakan makeup, atau parfum. Wajah cantik ibunya menurun kepada Lani. Sehingga walau diberikan sedikit sentuhan makeup berupa lipstik, dia tetap terlihat cantik. Hanya saja ekspresi wajahnya yang terlihat datar dan nampak tidak memiliki semangat. Dia menatap pantulan wajahnya di cermin. Tata
Tangannya menepuk dadanya pelan. "Tenang.. tenang... Jangan sakit" Lani menepuk dadanya dengan pelan sambil mencoba menenangkan diri, kemudian segera memasuki gedung apartemen yang sudah dihiasi dengan bunga-bunga dan balon-balon yang meriah, serta ucapan selamat ulang tahun yang begitu besar melengkung di atas pintu masuk. Lani mengedarkan pandangan, dia melihat teman-temannya memakai pakaian semi-formal untuk laki-laki dan kebanyakan perempuan menggenakan dress. Jika bukan karena nenek pemilik apartemen, sudah dipastikan dia akan menjadi tontonan karena mempermalukan dirinya sendiri. Lani menghela napas lega. Seseorang dengan sepatu pantofel hitam mengkilat berjalan mendekati Lani. "Kamu Lani, kan?" Suara berat itu membuat Lani menoleh ke arah sumber suara. Dia melihat sosok laki-laki dengan tinggi sekitar lima cm di atasnya, memakai jas hitam, dan berambut hitam pekat dengan kacamata yang membingkai wajahnya yang cukup
"Panggil aku Nohan" lalu mengulurkan tangannya pada Lani."Halo, Nohan, aku Lani" Lani menjabat tangan Nohan.Terasa hangat dan lembut, tapi juga kekar, Lani menyukainya. Mereka berjabat tangan cukup cukup Lama dari yang mereka kira."Hmmm.. tanganmu mungil sekali yaa" kata Nohan sambil tersenyum memandangi tangan mereka yang sedang berjabat.Lani kemudian menarik tangannya, dia tidak tahu apa yang sedang terjadi, karena dia biasanya tidak senyaman ini berada di dekat laki-laki. Untuk sesaat tadi, dia melupakan dirinya sendiri."Ehm..yahh, begitulah" jawaban Lani yang sedikit kikuk membuat dirinya sendiri heran, dia mengutuk dirinya sendiri, bagaimana bisa dia tidak bisa tidak berpikir dan mencari jawaban yang sedikit rasional. Pasti pria di depannya ini akan ilfil padanya."Santai saja, tadi aku cuma bercanda kok."Sebuah tangan mengelus rambut Lani, membuat Lani merasakan desiran aneh di dadanya. Perutnya seakan melilit
Lani pantulan dirinya pada air di dalam gelas yang dia pegang.Jam sudah menunjukkan pukul sebelas malam, dan laki-laki di depannya ini tidak kunjung ingin pergi."Apa masih ada yang ingin kamu bicarakan lagi?"Tidak ada respon, Lani melihat laki-laki di depannya ini memandang meja di depannya. Pikirannya tampak berkenalan jauh."Permisi??"Lani mengibaskan tangan di depan wajah laki-laki itu."Sejujurnya tidak ada yang ingin aku katakan lagi, tapi aku ingin berada disini untuk sementara waktu"Apa laki-laki ini jatuh cinta padaku? tapi itu tidak mungkin. Aku bukan orang yang mudah menarik perhatian laki-laki."Sebenarnya agak aneh bertanya ini padamu, tapi aku penasaran.. Apa kamu tertarik denganku?"Nohan tidak menyangka gadis itu begitu terang-terangan bertanya hal seperti itu."Tidak tahu, bagaimana aku bisa tahu sedang tertarik dengan seseorang atau tidak?"Lani memutar gelas di tangannya"Yah..
“Ahhh...”Lani melihat pada Alec yang merintih kesakitan. Wajah Alec yang semula halus dan rupawan menjadi penuh lebam dan berdarah. Ia segera membawa Alec ke klinik universitas untuk mendapat pertolongan.Setelah diobati oleh perawat di sana, Lani mengajak Alec untuk berbincang.“Jadi, jelaskan padaku apa yang terjadi.”Alec membuang muka dengan sesekali meringis kesakitan sambil memegangi wajahnya.“Kalau aku bilang, apa kamu akan percaya padaku?”“Tentu, katakan saja.”Alec terlihat senang. Ia mulai memutar otak untuk memilih kata-kata dalam bercerita.“Oke, kalau begitu, dengarkan dengan baik...”Alec menundukkan kepalanya dan kemudian berbicara“Sebenarnya, tadi aku sempat berdebat dengan Nohan. Ia tiba-tiba datang untuk menjemputmu katanya. Aku sudah bilang kalau aku yang menjeputmu, tapi dia tidak mau mengalah. Jujur saja, aku tidak ingin dia
“Ahh.. yaa, tidak masalah... jangan minta maaf, kamu tidak bersalah sama sekali,”Lani merasa atmosfir disekitar mereka menjadi berat. Ia menjadi berpikir keras, karena Lim tiba-tiba berterima kasih dan meminta maaf.“Oh iya Lan, kemarin aku bertemu Alec.”Perkataan Lim membuat mata Lani melebar,“Lalu..?” tanya Lani ragu-ragu.Lim melirik sebentar ke arah Lani yang berjalan di sampingnya.“Dia yang membunuh Blacky”Kali ini Lani benar-benar kaget. Dia seketika menghentikan langkahnya “APA?!”“Dia memang sengaja membunuh kucingmu, karena itu niatnya sejak awal. Laki-laki gila,”“Tidak mungkin! Kalau dia yang membunuh kenapa dia memberitahuku kalau kucingku mati keracunan? Dia juga memberitahuku dimana kuburan Blacky...?”Lim menatap Lani serius “Lan... jujur saja, aku merasa kasihan denganmu. Aku tahu Alec menyukaimu. Tapi di
Lim hanya tersenyum nanar, “Biasa, ayahku memukuliku lagi,” katanya dengan enteng sambil menyendokkan dessert ke mulutnya. Seolah itu adalah hal yang ringan.Lani merasa nafsu makannya hilang.“Kali ini kenapa lagi?”Terdengan suara helaan napas yang dalam dari Lim “Aku membatalkan pertunangan kemarin lusa, jadi orangtuaku marah.”Perkataan Lim cukup mengejutkan Lani“Apa kamu baik-baik saja?” tanya Lani dengan nada khawatir. Sejenak kemudian dia merutuki dirinya sendiri. Tentu saja Lim tak baik-baik saja. Dia habis dipukuli ayahnya!“Maaf.. maksudku... aku tahu kamu pasti sedang tidak baik-baik saja,”Lim tersenyum kecut “Haha.. santai saja. Rasanya memang tidak menyenangkan, tapi disisi lain aku merasa sedikit bebas. Ini pertama kalinya aku memutuskan sesuatu sendiri... maksudku, membatalkan pertunangan..”Lim melihat jam “Sudah jam sebelas, lebih b
“Bagaimana dengan kakakmu? Apa dia juga kamu beritahu rencanamu ini?”“Tidak, dia tidak peduli kalau itu tak menyangkut dirinya”Rupanya punya kakak atau tidak pun tak ada bedanya ya, pikir Lani.“Oh iya, kita besok ada jadwal kuliah ya?”“Ya,”“Katanya ada kafe baru di depan universitas, mau ke sana sehabis kelas?”“Baiklah,”Lim berjalan dari balkon menuju ruang tamu kecil di apartemennya Lani. “Blacky tertidur, mungkin karena panas dia jadi tiduran dilantai, padahal sudah aku bawakan tempat tidur di dekatnya. Kalungnya juga telah aku pakaikan. Cocok sekali!”“Terima kasih, kamu yakin uangya tak perlu aku ganti? Kamu membeli banyak barang loh,”Dengan mengibaskan tangan di depan wajahnya, Lim berkata “Tak perluuu, kan sudah aku bilang kalau Blacky itu seperti anakku sendiri,”“Kalau kamu mau ka
“Apa kamu sudah tidur?”Suara Nohan yang berat seperti suara khas pria terdengar merdu di telinga Lani.“Aku mau tidur, apa sudah selesai dengan pekerjaanmu?”“Belum, sekarang kami sedang beristirahat,”“Oooh.. Kalau begitu seharusnya kamu beristirahat,”“Ya, aku sedang melakukannya sekarang. Berbicara denganmu membuat rasa lelahku hilang,”Rasanya cukup menyenangkan, bibir Lani sedikit tertarik ke atas mendengarnya. Namun Ia tahu itu pastilah kebohongan. Tak mungkin Nohan tidak tahu kalau Lani yang menyebabkan kesulitan. Ia selama ini memata-matai Nohan untuk memenuhi ambisi Ayahnya.Ia teringat dengan Ibunya dalam mimpi ketika di perpustakaan. Ibunya berkata kalau Ia dimanfaatkan... Sekarang Ia merasa takut kalau ucapan ibunya benar.“Halo... Lan? Apa kamu sudah tidur?” Nohan bertanya karena Lani terdiam cukup lama.
“Aku tahu, tapi... tetap saja kan. Apa kamu tidak merasa jijik denganku?”Laki-laki beralis tebal itu menatap Lani. Ia sangat tampan. Matanya sangat jernih tertimpa sinar matahari sore.“Tidak! Sama sekali tidak! Aku menghargai orientasi seksualmu. Lagipula memangnya aku tuhan sampai berani melabeli kamu manusia menjijikkan?”Hahahahaha“Kadang kejujuranmu itu lucu juga ya?!” kata Adam jujur.Lani hanya meringis mendengarnya.“Aku senang bertemu denganmu. Seandainya aku tidak gay dikehidupan selanjutnya, aku akan jatuh cinta denganmu,”“Aku berharap jadi bunga saja kalau memang ada reinkarnasi.”“Kalau begitu aku akan menjadi kumbang, dan menemuimu, dan memakan nektarmu setiap hari,”“Aku akan menjadi bunga bangkai.”“Aku akan menjadi lalat!”Adam tidak ingin mengalah.“Ugh! Hentikan!!”
Ini pertama kalinya Nohan memasak untuk orang lain. Bulu matanya yang lentik mengikuti arah pandang mata Nohan terhadap perempuan yang sedang makan depannya. Suasana saat ini begitu tenang. Hanya terdengar dentingan alat makan.Ini normal, seperti suasana saat Ia makan dengan keluarganya di rumah. Namun, ada sesuatu yang kurang. Akhir-akhir ini Nohan melihat film bergenre romance untuk belajar. Sebuah film bisa mengajarkanmu untuk merasakan emosi yang belum pernah kamu rasakan. Itu salah satu dari keajaiban sebuah film. Ah, semua karya manusia seperti buku, komik, novel, dsb juga membantu. Namun, Nohan lebih suka menonton film daripada buku. Karena memakan waktu lebih singkat. Katakanlah terdapat tiga ratus halaman sebuah buku novel, jika diadaptasi dalam sebuah film, maka paling tidak durasinya hanya satu setengah jam, atau paling lama dua jam..? Sedangkan untuk membaca tamat tiga ratus halaman sebuah buku butuh waktu lebih lama dari itu.Tentu emosi dan desk
“Jangan kembali, dan tetap tenang di sana. Aku akan berbaik hati padamu kali ini. Moodku sedang bagus.”Semakin berjalan mendekati taman, samar-samar terdengar suara Alec yang sedang berbincang dengan seseorang melalui ponsel menggunakan bahasa Inggris. Ia tidak menyadari kehadiran Lani. Dengan tenang, Lani duduk tidak jauh dari tempat Alec. Ia ingin memberikan Alec privasi.“.......................”“Aku akan memberikannya hari ini. Kita lihat apa itu benar-benar bekerja. Tapi, kalau tidak sesuai harapan.... mungkin aku akan memberikanmu ‘hadiah’. Kamu suka hadiahku, kan?”“....!!!!”Suara seseorang dari ponsel Alec terdengar sedang berteriak. Lani berusaha untuk mengabaikannya. Bagaimanapun juga, itu bukanlah urusannya. Dia mencoba mengalihkan perhatiannya dengan mendongak ke atas. Melihat bintang di langit yang sedang bersinar terang.“Ssssst! Jangan berteriak, kam
Dengan langkah lebar-lebar, Lani memasuki kamarnya. Ia tampak tergesa-gesa. Dengan gerakan cepat, Ia meraih sebuah buku catatan, beberapa lembar kertas, dan alat tulisnya. Kemudian Ia menaruhnya di atas meja belajar.Ia membuka almari baju, dan memilih baju terusan hitam lengan panjang dengan renda putih di bagian kerah dan ujungnya. Baju tersebut berbahan katun, sehingga nyaman untuk dipakai. Setelah selesai berpakaian dengan cepat, Ia menuju meja riasnya. Rambutnya yang panjang Ia ikat tinggi-tinggi supaya tidak mengganggunya. Terkadang rambut panjang benar-benar susah untuk diatur.Setelah dirasa kuncirannya terasa nyaman, Ia meraih alat tulis dan buku yang tadi telah disiapkan di atas meja, dan mematikan lampu kamar.Ia pergi ke perpustakaan yang terletak di samping ruang kerja ayahnya. Ketika berjalan melewati ruang kerja tersebut, pintu ruangan tersebut selalu tertutup dengan rapat. Dan Lani tidak pernah memasukinya kalau bukan karena dipanggil