Tangannya menepuk dadanya pelan.
"Tenang.. tenang... Jangan sakit"
Lani menepuk dadanya dengan pelan sambil mencoba menenangkan diri, kemudian segera memasuki gedung apartemen yang sudah dihiasi dengan bunga-bunga dan balon-balon yang meriah, serta ucapan selamat ulang tahun yang begitu besar melengkung di atas pintu masuk.
Lani mengedarkan pandangan, dia melihat teman-temannya memakai pakaian semi-formal untuk laki-laki dan kebanyakan perempuan menggenakan dress. Jika bukan karena nenek pemilik apartemen, sudah dipastikan dia akan menjadi tontonan karena mempermalukan dirinya sendiri.
Lani menghela napas lega.
Seseorang dengan sepatu pantofel hitam mengkilat berjalan mendekati Lani.
"Kamu Lani, kan?"
Suara berat itu membuat Lani menoleh ke arah sumber suara. Dia melihat sosok laki-laki dengan tinggi sekitar lima cm di atasnya, memakai jas hitam, dan berambut hitam pekat dengan kacamata yang membingkai wajahnya yang cukup rupawan dengan rahang yang tegas di wajahnya.
"Ya" jawab Lani singkat, Josua teman sekelas Lani yang populer. Para gadis di kelasnya sering membicarakan tentang pria ini ketika berkumpul. Ternyata kalau dilihat dari dekat dia terlihat lebih tampan.
"Aku Josua, teman sekelasmu dan teman satu organisasimu"
"Ooohh" Lani tahu itu,tanpa diberitahu Josua secara langsung sekalipun. Karena kehadiran Josua selalu membuat heboh, dan itu membuat Lani merasa sedikit tidak nyaman.
Lani mengedarkan pandangan dan melihat sekumpulan gadis yang melihatnya dengan tatapan menusuk karena Josua mengajak Lani mengobrol.
"Tadi diantar pacarmu ya ?"
Pertanyaan Josua membuat Lani mengangkat alis karena terkejut. Apakah seorang bujang yang diantar laki-laki sudah pasti dia adalah pacarnya? Sungguh Lani sepertinya tidak mengerti cara pikir laki-laki di depannya ini.
"Bukan" Jawab Lani singkat, berharap Josua mengerti kalau Lani memang tidak tertarik dengan lawan bicaranya, dan Josua dengan senang hati bisa pergi tanpa harus diusir.
Lani benar-benar risih sekarang. Ada lebih banyak pasang mata yang melihatnya mengobrol dengan Josua, dan beberapa berbisik-bisik sambil menghujani Lani dengan pandangan menusuk. Dia benar-benar ingin menikmati pesta dengan tenang, tidak terlihat mencolok, dan pulang dengan aman ke apartemennya.
"Jadi kamu belum memiliki pacar yaa.."
Lani menghela napas dengan kasar. Saatnya dia benar-benar menyudahi percakapan ini. Lagipula topik pembicaraan tentang pacar tidak menarik minatnya sama sekali.
Dia menatap mata Josua lekat-lekat dengan bibir datar tanpa ekspresi sama sekali. Seharusnya dia bakal mengerti kalau Lani ingin Josua pergi, sekarang juga.
Akan tetapi sepertinya maksud dan keinginan Lani tidak bisa berjalan dengan baik. Josua tiba-tiba mendekatkan wajahnya ke tubuh Lani, dan membisikkan sesuatu.
"Mau jadi pacarku ?"
Mata Lani terbelalak kaget. Hembusan napas hangat Josua yang berada di sekitar telinganya membuat Lani merinding. Dia berjalan mundur hingga terdapat jarak yang cukup diantara mereka.
Lani melihat Josua dengan tatapan yang serius, sementara Josua menatap Lani dengan mata berbinar. Itu mengingatkannya pada kucingnya di rumah. Menggemaskan. Menyadari pikirannya yang sepertinya mulai sedikit terganggu dengan kehadiran Josua, dia menarik napas panjang, dan menahannya selama 12 detik, lalu mengeluarkannya perlahan. Hal tersebut efektif membuat Lani bisa berpikir rasional kembali.
"Aku ucapkan terimakasih atas tawarannya. Tapi aku belum menginginkan pacar sekarang"
Josua mengedipkan matanya, ekspresinya seperti terkejut. Namun ekspresi itu hanya berlangsung singkat. Lalu berganti dengan senyuman misterius.
"Yah.. sepertinya ini akan jadi penolakanku yang pertama"
Josua terkekeh geli atas penolakan Lani.
"Kabari aku kalau kamu butuh pacar atau kekasih, bagaimana ?"
Josua melihat Lani dengan penuh minat. Lani yang di tatap Josua seperti itu justru penasaran. Karena di kampusnya ada banyak perempuan yang lebih unggul dari Lani, dalam segi apapun itu.
"Apa yang kamu suka dariku?" Tanya Lani
"Hmm.." Tangan Josua memegang janggutnya, terlihat seperti orang yang sedang berpikir. Matanya bergerak mengamati Lani dari atas ke bawah
"Karena kamu cantik, pandai, dan tidak terlihat tenang. Aku sering mengamatimu dari awal masuk kuliah. Karena aku orangnya begini, sepertinya akan cocok denganmu." Josua menggaruk tengkuknya dan tersenyum dan kulit pipinya yang putih pucat itu bersemu merah, seperti orang yang sedang tersipu. Lani mengamati itu semua, dan dia akui, Josua itu memang menggemaskan dan memiliki daya pikat untuk disukai. Tapi tidak untuk menjadi pacar, bagi Lani.
"Apa maksudmu dengan kata 'karena aku orangnya begini'?"
"Ehmm.. yah, maksudku aku mudah sekali terbawa suasana, dan banyak orang memperhatikanku. Jadi lama-lama aku menikmati peran sebagai orang yang cukup populer. Tapi, aku terkadang tidak bisa mengendalikan diri, dan sering menuruti kemauan orang lain. Itu membuatku lelah, jujur saja. Lalu ketika melihat kamu yang bisa hidup sendiri, kemana-mana sendiri, atau terkadang cuek jika ada beberapa orang yang membicarakanmu itu membuatku ingin mengenalmu dan menjadi dekat denganmu"
Lani tidak percaya dengan apa yang dia dengar. Sekarang tatapan Lani menjadi sedikit lebih ramah. Dia sepertinya paham dengan apa yang Josua maksud. Itu bukanlah cinta, untuk saat ini. Lani yakin itu. Satu hal yang Lani yakini, dalam hukum percintaan adalah tidak ada kata 'karena'. Josua sepertinya hanya kagum dengan Lani atau mungkin hanya ingin dekat dalam lingkup pertemanan.
"Aku pikir, sekarang ini perasaanmu padaku hanya sebatas kagum. Lagipula, memang apa artinya seorang pacar bagimu?"
Josua yang sebelumnya tersenyum perlahan menjadi serius dan menatap Lani.
"Aku..." Ucapan Josua terhenti, dia memegang keningnya, lalu mengusap rambutnya kebelakang. Dia mengalihkan pandangan ke arah lain sejenak lalu kembali menatap Lani.
"Aku selama ini mengencani mereka yang aku anggap menarik perhatianku, karena kita memang sama-sama tertarik. Tapi.."
"Tapi?"
"Tapi biasanya hubungan kami hanya berlangsung beberapa bulan saja." Josua melihat gelas yang dia bawa di tangannya.
"Aku pikir, seorang pacar atau kekasih itu sangat penting untuk membuatku merasa bahagia. Mereka akan menemaniku saat aku ingin keintiman, kamu tahu kan. Itu akan sangat menyenangkan, apalagi kalau baru jadian, rasanya aku ingin selalu di dekatnya"
"Apa bedanya dengan teman, dan sahabat? Mereka juga bisa memberikan hubungan yang erat dan hangat, mereka juga bisa menemanimu, dan yang paling penting, putus hubungan dengan sahabat lebih jarang terjadi daripada putus hubungan dengan kekasih"
Penjelasan Lani membuat Josua terperangah. Dia memperhatikan ucapan Lani, dan membuatnya kembali merenungi arti dari sebuah hubungan yang sebenarnya. Diam-diam, logika Josua menyetujui ucapan Lani. Kalau dipikir-pikir, alasan Josua ingin pacar karena ingin memiliki hubungan yang erat, dan hangat, bisa mengerti satu sama lain dengan baik. Tapi sudah berkali-kali berganti pasangan, nyatanya Josua merasa semakin kesulitan mendapatkan apa yang dia inginkan. Entah kenapa, selama ini hubungannya dengan para mantan kekasihnya memang hanya sebatas status saja, dan berkencan seperti untuk formalitas. Dia tidak memiliki kesempatan untuk menunjukkan dirinya yang sebenarnya, dan selalu melakukan apapun untuk melayani mereka sesempurna mungkin. Itulah yang membuat Josua selalu menginginkan wanita yang lebih sempurna untuk menjadi pasangannya. Dia merasa berhak untuk mendapat yang lebih baik karena dia memang sesempurna itu, dia tampan, kaya, dan terkenal. Jadi setiap ada perempuan yang levelnya di atas pacarnya saat itu, baik dari segi fisik, harta ataupun lainnya, maka dia merasa harus mendapatkan wanita tersebut, dan meninggalkan pasangannya saat itu. Hal itu membuatnya sadar. Alih-alih mendapat kekasih untuk berbagi rasa, dia malah menggunakan mantan-mantannya untuk menaikkan status sosialnya supaya semakin diakui. Dia merasa menyesal.
Tapi, perasaannya kepada Lani berbeda. Lani sangat berbeda dengan mantannya, walaupun secara fisik Lani memang menarik dan pintar, tapi mantannya ada yang levelnya di atas Lani. Tapi kemudian entah kenapa Lani selalu berada di benaknya akhir-akhir ini. Bahkan dia hadir di mimpinya. Josua yakin kalau dia memang mencintai Lani.
"Hah.. ha ha ha" Josua terkekeh.
Lani mengerutkan alis, karena bingung dengan tingkah Josua yang tiba-tiba tertawa, padahal tidak ada yang melucu.
"Padahal kita hanya berbincang beberapa menit, tapi kamu sudah membuatku berpikir.. tidak, bahkan lebih dari itu, kamu membuatku mengenali diriku sendiri dan menyadarkan aku kalau sudah tersesat jauh. Aku jadi ingin memilikimu, Lani"
"Aku tidak bisa jatuh cinta pada orang yang tidak aku kenal dengan baik, Josua. Bahkan aku ragu, apakah aku percaya dengan cinta itu sendiri. Jadi, maafkan aku, aku permisi"
Lani meninggalkan Josua, yang kemudian didekati oleh beberapa perempuan yang sedari tadi telah melihat Josua dengan penuh minat. Lani sadar, kehidupan Josua berbeda jauh dengannya, jadi besar kemungkinan mereka tidak akan cocok satu sama lain. Ibarat ikan yang jatuh cinta dengan makhluk darat, kalau memang perbedaan mereka sebesar itu, lebih baik tidak usah mencoba bersatu daripada menyiksa satu sama lain. Lagipula ada hubungan yang jauh lebih aman daripada pacar, yaitu pertemanan dan persahabatan.
Lani mengedarkan pandangan diantara banyak orang di ruangan itu. Dia mencari Lim untuk segera memberika kado ulangtahunnya, bersalaman, dan pulang. Lani melihatnya, Lim sangat anggun dengan gaun putih gading yang panjang hingga menyentuh lantai, dengan kain kaca yang berlapis-lapis. Dia menawan seperti seorang peri. Beberapa gerombolan laki-laki melihat Lim sambil terenyum dan sesekali melirik Lim. Di sana, Lim berdiri didampingi kedua orang tuanya, yang terlihat serasi sekali, sama-sama berwajah rupawan. Tidak heran anaknya secantik itu, batin Lani. Melihat keluarga Lim, mengingatkannya pada ayah dan ibunya. Kenapa nasibnya tidak seberuntung Lim, pikirnya. Seandainya ibunya masih hidup pasti dia akan mendapatkan kasih sayang yang berlimpah dari ibunya, dan ayahnya tidak akan berpaling pada para wanita lacur yang hanya ingin mengeruk uang di dompet ayahnya. Memikirkan tu membuat Lani sebal sendiri.
Lani segera menyingkirkan pikiran itu dan berjalan menuju tempat Lim berada.
Lim yang melihat kehadiran Lani benar-benar merasa bahagia. Dia memeluk Lani singkat, dan berkata "Terimakasih sudah benar-benar datang"
Lim juga memperkenalkan Lani pada kedua orangtuanya.
"Mama, papa, ini Lani. Teman dekatku"
Orang tua Lim melihat Lani dan tersenyum
"Halo Tante, Om, perkenalkan saya Lani"
Lani menyalami mereka satu persatu.
Setelah itu mereka mengobrol sebentar dan Lani pamit untuk pulang.
"Kenapa tergesa-gesa mau pulang?" Tanya ayahnya Lim
"Ehh.. emmm..." ketika Lani masih berpikir, Lim segera menyela
"Lani tadi habis mengikuti organisasi sampai sore, dan besok dia harus pergi ke Afrika untuk kegiatan sukarelawan, jadi dia harus pulang ayah, dia kan harus siap-siap dan istirahat jugaa" Jelas Lim, dan membuat Lani mengangguk setuju.
"Benar, om, tante. Maaf saya harus segera pulang"
"Ooohh.. baiklah kalau begitu. Apa kamu tadi membawa kendaraan kesini?" tanya Ibunya Lim
"Tidak, saya tadi diantar ke sini"
"Ayah, sepertinya tadi rekan kerjanya paman ada yang pamit mau pulang, bukankah lebih baik dia mengantar Lani juga? Kebetulan mereka satu arah, tempat tinggal Lani berada di arah yang sama dengan hotel yang ditempati rekan kerjanya paman tadi"
"Benar juga! Aku akan menghubungi pamanmu. Kamu tunggu sebentar disini ya Lani, jangan keburu pulang" ucap ayah Lani, lalu dia segera pergi mencari tempat untuk menelpon.
"Tidak perlu repot Lim, aku bisa memesan taksi kok"
Lani ingin pulang dengan tenang. Lagipula, jika dia bersama rekan kerja pamannya Lim pasti akan canggung. Karena besar kemungkinan itu om-om, jadi dia tidak tahu harus membahas apa selama di perjalanan nanti.
Tidak lama kemudian Ayah Lim datang dengan muka cerah, dan itu pertanda buruk bagi Lani. Karena... "Dia sudah ada di bawah Lan, mobilnya berwarna hitam, sekarang berada di dekat pintu keluar apartemen." Lani akan menghabiskan waktu selama kurang lebih 45 menit bersama om-om yang tidak dia kenal.
"Buruan Lan," Lim mendorong Lani pergi
"Baik.. saya pamit dulu, om, tante."
"Sampai jumpa dua minggu lagi Lim!"
Lani keluar dari hall apartemen yang ramai akan teman-temannya yang menikmati pesta itu, dan berjalan menuju pintu masuk untuk mencari mobil hitam yang di maksud Ayahnya Lim.
Lani langsung menemukannya ketika berada di dekat pintu masuk, karena memang hanya ada satu mobil hitam di sana. Ada seorang laki-laki yang berdiri di samping mobil, dengan menyandarkan tubuhnya pada mobil, dan memegang handphone. Sinar dari layar handphone menerangi wajah laki-laki itu. Wajahnya benar-benar terpahat secara sempurna. Dia terlihat masih sangat muda, dengan setelah jas hitam dan sepatu hitam, sangat sesuai dengan rambut hitam laki-laki itu. Tubuhnya ramping, tapi berisi, benar-benar proporsi yang sempurna. Wajahnya terlihat serius menatap layar handphone. Lani tidak ingin mengganggu konsentrasi laki-laki itu, jadi dia akan menunggu sampai urusan laki-laki itu selesai. Lani tidak sadar kalau dia tersenyum melihat laki-laki didepannya tersebut. Hingga laki-laki itu menoleh ke arah Lani yang juga masih menatapnya. Mereka saling menatap, dan mengagumi satu sama lain.
"Apa kamu rekan kerja pamannya Lim?" tanya Lani untuk mencairkan suasana yang aneh itu.
Laki-laki itu yang tadinya bersandar, menegakkan tubuhnya sehingga dia berdiri dengan sempurna.
"Aku tidak tahu nama keponakannya, tapi, aku memang disini menunggu seorang gadis dari pesta ulang tahun itu" ucapnya dengan nada yang ramah.
Bahkan suaranya saja semenawan orangnya, pikir Lani.
"Yahh.. dan gadis itu, aku, om"
"Apa aku setua itu untuk kamu panggil Om?" Laki-laki itu berjalan mendekati Lani dengan senyum yang terukir di wajah tampannya."Jadi, aku harus memanggilmu bagaimana?"
Laki-laki itu mendekat hingga parfumnya tercium oleh Lani.
"Panggil aku Nohan"
"Panggil aku Nohan" lalu mengulurkan tangannya pada Lani."Halo, Nohan, aku Lani" Lani menjabat tangan Nohan.Terasa hangat dan lembut, tapi juga kekar, Lani menyukainya. Mereka berjabat tangan cukup cukup Lama dari yang mereka kira."Hmmm.. tanganmu mungil sekali yaa" kata Nohan sambil tersenyum memandangi tangan mereka yang sedang berjabat.Lani kemudian menarik tangannya, dia tidak tahu apa yang sedang terjadi, karena dia biasanya tidak senyaman ini berada di dekat laki-laki. Untuk sesaat tadi, dia melupakan dirinya sendiri."Ehm..yahh, begitulah" jawaban Lani yang sedikit kikuk membuat dirinya sendiri heran, dia mengutuk dirinya sendiri, bagaimana bisa dia tidak bisa tidak berpikir dan mencari jawaban yang sedikit rasional. Pasti pria di depannya ini akan ilfil padanya."Santai saja, tadi aku cuma bercanda kok."Sebuah tangan mengelus rambut Lani, membuat Lani merasakan desiran aneh di dadanya. Perutnya seakan melilit
Lani pantulan dirinya pada air di dalam gelas yang dia pegang.Jam sudah menunjukkan pukul sebelas malam, dan laki-laki di depannya ini tidak kunjung ingin pergi."Apa masih ada yang ingin kamu bicarakan lagi?"Tidak ada respon, Lani melihat laki-laki di depannya ini memandang meja di depannya. Pikirannya tampak berkenalan jauh."Permisi??"Lani mengibaskan tangan di depan wajah laki-laki itu."Sejujurnya tidak ada yang ingin aku katakan lagi, tapi aku ingin berada disini untuk sementara waktu"Apa laki-laki ini jatuh cinta padaku? tapi itu tidak mungkin. Aku bukan orang yang mudah menarik perhatian laki-laki."Sebenarnya agak aneh bertanya ini padamu, tapi aku penasaran.. Apa kamu tertarik denganku?"Nohan tidak menyangka gadis itu begitu terang-terangan bertanya hal seperti itu."Tidak tahu, bagaimana aku bisa tahu sedang tertarik dengan seseorang atau tidak?"Lani memutar gelas di tangannya"Yah..
"Apa itu menyenangkan bisa ganti-ganti pasangan semudah itu?""Hmm.. awalnya ini terasa menyenangkan, seolah-olah aku diinginkan semua orang. Tapi, entah kenapa hubunganku terasa hambar""Aku berkencan, dan melakukan hal-hal romantis selayaknya pasangan muda lainnya, tapi ada sesuatu yang membuatku merasa kalau hubunganku dengan mantan-mantanku itu bukan sesuatu yang aku cari selama ini"Lan dan Josua terdiam, sejenak suasana di antara mereka menjadi hening."Aku baru mengetahui kalau sudah tersesat jauh dari tujuanku ketika berbincang denganmu di pestanya Lim"Tangan Josua meraih tangan Lani yang terletak di atas pangkuan Lani."Lan.. aku pikir kamu bisa menyelamatkan aku dari rasa tersesatku ini. Apa kamu mau menjadi pacarku?""Apa?""Kamu mau menjadi pacarku Lan? Aku janji akan memutuskan hubungan dengan mantan-mantanku, dan hanya melihatmu seorang"Lani merasa tidak nyaman, dan melepaskan tangannya dari genggaman Jos
"Kenapa kakak disini sendiri?""Ah! Kakak tidak bisa tidur. Apa kamu juga?"Aneh rasanya Lani bertanya seperti itu. Jika dia menjadi anak itu pasti tidak akan bisa tidur nyenyak setiap malam. Anak itu bernama Imanuel, dia tidak memiliki ayah, dan ibunya berdagang dengan kios kecil yang pembelinya pun juga tidak banyak. Bajunya sangat kotor, dan ada beberapa jahitan di sana. Jantung Lani seperti ditusuk jarum melihat keadaan anak itu."Aku sudah tidur tadi, tapi tiba-tiba terbangun"Tidak beberapa lama, suara perut yang lapar terdengar dari tubuh Imanuel.Ah, lapar rupanya. Kata Lani dalam hati."Mau mie? Kakak punya mie dan cemilan""MAU!"Hanya karena makanan mata anak itu bisa bersinar. Mudah sekali membuatnya senang."Hehe, baiklah, tunggu disini ya"Lani pergi ke dalam tenda dan mengambil beberapa stok makanan dari tasnya.Dia menuju ke dispenser untuk memasak mie kemasan cup.Ketika mengha
"Hmm.. karena kamu ada dendam dengan Alex?" Lani mencoba menebak Josua tersenyum "Salah, aku beri satu kali lagi kesempatan" "Supaya aku tidak ada yang membantu?" Lani menoleh ke arah Josua dengan raut sedikit sebal "Bukannya kita teman? Kenapa kamu mengusir orang yang akan membantu temanmu?" Mendengar itu Josua tersenyum dan menghela napas "Hampir tepat. Alasannya karena aku hanya tidak suka kalau Alex membantumu. Kalau aku bisa membantumu kenapa harus Alex?! Harusnya kamu minta tolong langsung ke aku Lan!" Penjelasan Josua membuat Lani tidak mengerti jalan pikir laki-laki disampingnya itu "Haah??" "Aku tidak mengerti jalan pikiranmu, kamu mengambil jalan yang sulit. Harusnya biarkan saja Alex membantu, kamu jadi tidak perlu bawa bawaan berat itu, dan bisa bawa kresek snack ini yang lebih ringan" Lani menunjukkan kresek yang dia bawa "Kalau ada dua orang yang membantuku kan aku jadi lebih senang" Josua menyerah.
"Apa ada yang ingin kamu sampaikan lagi?""Kita sudah 3 tahun tidak saling berbicara, apa kamu tidak merindukanku?"Lani mendengus kesal mendengar pertanyaan basa-basi tersebut"Tidak perlu basa-basi denganku. Mempercayaimu sebagai teman dekat adalah kesalahanku di masa lalu. Apa bos tersayangmu itu masih memberimu tugas menjadi teman palsu?" tanya Lani dengan nada ketus."Hahahaha! secara tidak langsung kamu pernah menganggapku sebagai teman dekat, aku merasa tersanjung. Tapi sayang sekali, kali ini orang lain telah menggantikan tugasku. Apa kamu sedih?"Mendengar penjelasan dari Amanda membuat lani geram. Padahal Ia ingin punya kehidupan yang bebas sewaktu kuliah. Namun ayahnya selalu saja memata-matainya."Katakan, siapa orangnya?""Huh?? Apa aku tidak salah dengar? Tentu saja aku tidak akan memberitahumu, hahahaha! Oh iyaa, aku kasih tau sedikit, dia adalah orang yang memberi tahu kontakmu, alamat
Hari itu adalah hari terakhir mereka mengajar. Maka diadakan ujian pada anak-anak yang diajar untuk mengukur perkembangan kemampuan mereka setelah dilakukan program mengajar oleh tim sukarelawan. Lani melihat Imanuel yang duduk di pojokan. Anak itu merasa semangat, namun terkadang terlihat sedih. Ia jadi teringat perkataan anak itu semalam. Imanuel berkata kalau dia akan meminta pertimbangan pada ibunya. Sikap hati-hati dalam memutuskan sesuatu pada anak itu Lani akui cukup hebat. Tidak banyak anak yang akan berpikir panjang di usia kanak-kanak. Lani semakin yakin, kalau dia memilih anak yang tepat. "Baiklah... sekarang karena kalian sudah selesai ujian, maka hari terakhir ini kita akan bersenang-senang, dan makan-makan! Apa kalian setuju?!!" ucap salah satu rekan Lani dengan antusias. Hal tersebut tentunya disetujui oleh anak-anak dengan riuh. Para anggota sukarelawan membawa banyak makanan di atas nampan, dan beberapa box snack dan beberapa bone
Kedua tangan Lani mengepal erat. Kali ini Bella hampir saja membuat kewaspadaannya menurun. Ia tidak akan semudah itu percaya kepada orang lain. Diluar tubuhnya sendiri, semua adalah orang asing yang tidak bisa dipercaya. Senyum mengembang di wajah Lani "Terima kasih, Bell. Aku tahu bisa mempercayakan semuanya padamu" tentu saja semua itu hanya kata-kata manis Lani. Namun diluar dugaan, Bella tiba-tiba memeluk Lani dengan erat. Tubuh Lani membeku, dia tidak pernah dipeluk seerat ini setelah mamanya meninggal. Lani Ingin memeluk Bella kembali, namun tangannya terhenti diudara. Dia tidak boleh terlena, pikirnya. "Sekarang kita benar-benar berteman ya, Lan" kata Bella sambil tetap memeluk Lani "Ya, tentu.." tentu saja ini semua hanya rekayasakata Lani dalam hati "Uhh.. Bell sebaiknya kita ke kelas sekarang" Lani sebenarnya hanya beralasan supaya Bella tidak memeluknya terlalu lama. Mendengar perkataan Lani, Bella me
“Ahhh...”Lani melihat pada Alec yang merintih kesakitan. Wajah Alec yang semula halus dan rupawan menjadi penuh lebam dan berdarah. Ia segera membawa Alec ke klinik universitas untuk mendapat pertolongan.Setelah diobati oleh perawat di sana, Lani mengajak Alec untuk berbincang.“Jadi, jelaskan padaku apa yang terjadi.”Alec membuang muka dengan sesekali meringis kesakitan sambil memegangi wajahnya.“Kalau aku bilang, apa kamu akan percaya padaku?”“Tentu, katakan saja.”Alec terlihat senang. Ia mulai memutar otak untuk memilih kata-kata dalam bercerita.“Oke, kalau begitu, dengarkan dengan baik...”Alec menundukkan kepalanya dan kemudian berbicara“Sebenarnya, tadi aku sempat berdebat dengan Nohan. Ia tiba-tiba datang untuk menjemputmu katanya. Aku sudah bilang kalau aku yang menjeputmu, tapi dia tidak mau mengalah. Jujur saja, aku tidak ingin dia
“Ahh.. yaa, tidak masalah... jangan minta maaf, kamu tidak bersalah sama sekali,”Lani merasa atmosfir disekitar mereka menjadi berat. Ia menjadi berpikir keras, karena Lim tiba-tiba berterima kasih dan meminta maaf.“Oh iya Lan, kemarin aku bertemu Alec.”Perkataan Lim membuat mata Lani melebar,“Lalu..?” tanya Lani ragu-ragu.Lim melirik sebentar ke arah Lani yang berjalan di sampingnya.“Dia yang membunuh Blacky”Kali ini Lani benar-benar kaget. Dia seketika menghentikan langkahnya “APA?!”“Dia memang sengaja membunuh kucingmu, karena itu niatnya sejak awal. Laki-laki gila,”“Tidak mungkin! Kalau dia yang membunuh kenapa dia memberitahuku kalau kucingku mati keracunan? Dia juga memberitahuku dimana kuburan Blacky...?”Lim menatap Lani serius “Lan... jujur saja, aku merasa kasihan denganmu. Aku tahu Alec menyukaimu. Tapi di
Lim hanya tersenyum nanar, “Biasa, ayahku memukuliku lagi,” katanya dengan enteng sambil menyendokkan dessert ke mulutnya. Seolah itu adalah hal yang ringan.Lani merasa nafsu makannya hilang.“Kali ini kenapa lagi?”Terdengan suara helaan napas yang dalam dari Lim “Aku membatalkan pertunangan kemarin lusa, jadi orangtuaku marah.”Perkataan Lim cukup mengejutkan Lani“Apa kamu baik-baik saja?” tanya Lani dengan nada khawatir. Sejenak kemudian dia merutuki dirinya sendiri. Tentu saja Lim tak baik-baik saja. Dia habis dipukuli ayahnya!“Maaf.. maksudku... aku tahu kamu pasti sedang tidak baik-baik saja,”Lim tersenyum kecut “Haha.. santai saja. Rasanya memang tidak menyenangkan, tapi disisi lain aku merasa sedikit bebas. Ini pertama kalinya aku memutuskan sesuatu sendiri... maksudku, membatalkan pertunangan..”Lim melihat jam “Sudah jam sebelas, lebih b
“Bagaimana dengan kakakmu? Apa dia juga kamu beritahu rencanamu ini?”“Tidak, dia tidak peduli kalau itu tak menyangkut dirinya”Rupanya punya kakak atau tidak pun tak ada bedanya ya, pikir Lani.“Oh iya, kita besok ada jadwal kuliah ya?”“Ya,”“Katanya ada kafe baru di depan universitas, mau ke sana sehabis kelas?”“Baiklah,”Lim berjalan dari balkon menuju ruang tamu kecil di apartemennya Lani. “Blacky tertidur, mungkin karena panas dia jadi tiduran dilantai, padahal sudah aku bawakan tempat tidur di dekatnya. Kalungnya juga telah aku pakaikan. Cocok sekali!”“Terima kasih, kamu yakin uangya tak perlu aku ganti? Kamu membeli banyak barang loh,”Dengan mengibaskan tangan di depan wajahnya, Lim berkata “Tak perluuu, kan sudah aku bilang kalau Blacky itu seperti anakku sendiri,”“Kalau kamu mau ka
“Apa kamu sudah tidur?”Suara Nohan yang berat seperti suara khas pria terdengar merdu di telinga Lani.“Aku mau tidur, apa sudah selesai dengan pekerjaanmu?”“Belum, sekarang kami sedang beristirahat,”“Oooh.. Kalau begitu seharusnya kamu beristirahat,”“Ya, aku sedang melakukannya sekarang. Berbicara denganmu membuat rasa lelahku hilang,”Rasanya cukup menyenangkan, bibir Lani sedikit tertarik ke atas mendengarnya. Namun Ia tahu itu pastilah kebohongan. Tak mungkin Nohan tidak tahu kalau Lani yang menyebabkan kesulitan. Ia selama ini memata-matai Nohan untuk memenuhi ambisi Ayahnya.Ia teringat dengan Ibunya dalam mimpi ketika di perpustakaan. Ibunya berkata kalau Ia dimanfaatkan... Sekarang Ia merasa takut kalau ucapan ibunya benar.“Halo... Lan? Apa kamu sudah tidur?” Nohan bertanya karena Lani terdiam cukup lama.
“Aku tahu, tapi... tetap saja kan. Apa kamu tidak merasa jijik denganku?”Laki-laki beralis tebal itu menatap Lani. Ia sangat tampan. Matanya sangat jernih tertimpa sinar matahari sore.“Tidak! Sama sekali tidak! Aku menghargai orientasi seksualmu. Lagipula memangnya aku tuhan sampai berani melabeli kamu manusia menjijikkan?”Hahahahaha“Kadang kejujuranmu itu lucu juga ya?!” kata Adam jujur.Lani hanya meringis mendengarnya.“Aku senang bertemu denganmu. Seandainya aku tidak gay dikehidupan selanjutnya, aku akan jatuh cinta denganmu,”“Aku berharap jadi bunga saja kalau memang ada reinkarnasi.”“Kalau begitu aku akan menjadi kumbang, dan menemuimu, dan memakan nektarmu setiap hari,”“Aku akan menjadi bunga bangkai.”“Aku akan menjadi lalat!”Adam tidak ingin mengalah.“Ugh! Hentikan!!”
Ini pertama kalinya Nohan memasak untuk orang lain. Bulu matanya yang lentik mengikuti arah pandang mata Nohan terhadap perempuan yang sedang makan depannya. Suasana saat ini begitu tenang. Hanya terdengar dentingan alat makan.Ini normal, seperti suasana saat Ia makan dengan keluarganya di rumah. Namun, ada sesuatu yang kurang. Akhir-akhir ini Nohan melihat film bergenre romance untuk belajar. Sebuah film bisa mengajarkanmu untuk merasakan emosi yang belum pernah kamu rasakan. Itu salah satu dari keajaiban sebuah film. Ah, semua karya manusia seperti buku, komik, novel, dsb juga membantu. Namun, Nohan lebih suka menonton film daripada buku. Karena memakan waktu lebih singkat. Katakanlah terdapat tiga ratus halaman sebuah buku novel, jika diadaptasi dalam sebuah film, maka paling tidak durasinya hanya satu setengah jam, atau paling lama dua jam..? Sedangkan untuk membaca tamat tiga ratus halaman sebuah buku butuh waktu lebih lama dari itu.Tentu emosi dan desk
“Jangan kembali, dan tetap tenang di sana. Aku akan berbaik hati padamu kali ini. Moodku sedang bagus.”Semakin berjalan mendekati taman, samar-samar terdengar suara Alec yang sedang berbincang dengan seseorang melalui ponsel menggunakan bahasa Inggris. Ia tidak menyadari kehadiran Lani. Dengan tenang, Lani duduk tidak jauh dari tempat Alec. Ia ingin memberikan Alec privasi.“.......................”“Aku akan memberikannya hari ini. Kita lihat apa itu benar-benar bekerja. Tapi, kalau tidak sesuai harapan.... mungkin aku akan memberikanmu ‘hadiah’. Kamu suka hadiahku, kan?”“....!!!!”Suara seseorang dari ponsel Alec terdengar sedang berteriak. Lani berusaha untuk mengabaikannya. Bagaimanapun juga, itu bukanlah urusannya. Dia mencoba mengalihkan perhatiannya dengan mendongak ke atas. Melihat bintang di langit yang sedang bersinar terang.“Ssssst! Jangan berteriak, kam
Dengan langkah lebar-lebar, Lani memasuki kamarnya. Ia tampak tergesa-gesa. Dengan gerakan cepat, Ia meraih sebuah buku catatan, beberapa lembar kertas, dan alat tulisnya. Kemudian Ia menaruhnya di atas meja belajar.Ia membuka almari baju, dan memilih baju terusan hitam lengan panjang dengan renda putih di bagian kerah dan ujungnya. Baju tersebut berbahan katun, sehingga nyaman untuk dipakai. Setelah selesai berpakaian dengan cepat, Ia menuju meja riasnya. Rambutnya yang panjang Ia ikat tinggi-tinggi supaya tidak mengganggunya. Terkadang rambut panjang benar-benar susah untuk diatur.Setelah dirasa kuncirannya terasa nyaman, Ia meraih alat tulis dan buku yang tadi telah disiapkan di atas meja, dan mematikan lampu kamar.Ia pergi ke perpustakaan yang terletak di samping ruang kerja ayahnya. Ketika berjalan melewati ruang kerja tersebut, pintu ruangan tersebut selalu tertutup dengan rapat. Dan Lani tidak pernah memasukinya kalau bukan karena dipanggil