Pagi itu Lani terbangun. Dia membuka mata dan mengerjap beberapa kali, rasanya tidak segar sama sekali walau habis tidur. Lani masih merasa capek dan rasanya ingin tidur kembali, tapi itu tidak mungkin karena dia ada jadwal kuliah jam 10 pagi.
Lani lalu bersiap-siap dan memasukkan jas labnya ke dalam tas. Sebelum berangkat dia mengaca dahulu. Hari itu dia memakai kaos hitam dan bawahan jeans yang dia beli dari mall kemarin, dan menggunakan sneakers bututnya. Rambutnya yang hitam dia gerai dan tidak lupa dia membawa tali rambut yang dia gunakan sebagai gelang di tangannya. Untuk tidak terlihat pucat, dia memakai lipstik berwarna coral, dan sunscreen. Selebihnya dia tidak menggunakan makeup, atau parfum. Wajah cantik ibunya menurun kepada Lani. Sehingga walau diberikan sedikit sentuhan makeup berupa lipstik, dia tetap terlihat cantik. Hanya saja ekspresi wajahnya yang terlihat datar dan nampak tidak memiliki semangat.
Dia menatap pantulan wajahnya di cermin. Tatapan matanya kosong, sudut bibirnya sedikit tertarik ke bawah.
"Senyum lani!"
Ucap Lani pada dirinya sendri
Dia mencoba menarik sudut bibirnya ke atas, lalu menarik pipinya ke atas sehingga akan membuat matanya tampak seperti garis melengkung.
Dia mengulangi itu beberapa kali, lalu berangkat ke kampus.
Sesampainya di kampus, dia segera memasuki ruangan lab tempat dia praktik hari ini. Sudah ada beberapa orang yang duduk di depan lab, tapi Lani enggan menyapa. Dia duduk di salah satu bangku yang kosong untuk menunggu jam masuk lab.
Tidak Lama, seorang dosen yang juga memiliki profesi dokter masuk ke dalam lab dengan mengenakan jas lab. Dosen itu berjalan dengan cepat, di belakangnya ada seorang laki-laki yang membawa tumbukan buku dan membawa tas laptop. Nampaknya di asisten lab.
Lani juga memasuki lab dan duduk di salah satu tempat duduk yang kosong. Dosen segera membuka perkuliahan dengan diawali salam dan menanyakan kabar. Perkuliahan diawali dengan pemaparan materi oleh dosen dan melihat slide presentasi yang ditampilkan oleh asisten lab. Setelah itu mereka melakukan praktik selama kurang lebih selama 90 menit.
Setelah perkuliahan selesai, Lani segera keluar ruangan, tapi Lim berteriak keras
"Lani! Tunggu! Semuanya jangan keluar dulu!" seru Lim
Lani sedikit terkejut, dan segera berbalik melihat arah sumber suara.
"Aku ada pengumuman sebentar!" Lim berjalan ke depan kelas dan berdiri di dekat meja proyektor.
"Halo teman-teman, maaf telah mengganggu waktu kalian" Lim tersenyum dengan cerah.
"Tanggal 27 nanti adalah hari ulangtahunku" Lanjut Lim
Satu lab menjadi ramai
"Tolong perhatikan sebentar!" Lim menginterupsi supaya suaranya dapat terdengar jelas, dan berhasil membuat hening.
"Jadi aku akan mengundang kalian semua ke acara ulangtahunku!"
"Waaaahhhhh"
ucap hampir seluruh orang di ruang itu
"Bagaimana dengan dresscodenya?" Tanya seseorang di ruang itu
"Tidak ada dresscode. Datang saja dengan pakaian seperti biasa dan menikmati pestanya. Stefani akan membagikan undangannya, dan pastikan kalian datang, mengerti ??"
Stefani mulai membagikan undangannya ke masing-masing orang di ruang itu. Sementara Lim memberikan undangan kepada Lani secara langsung. Sambil menyerahkan dia berkata.
"Aku akan sangat menunggu kehadiranmu. Kamu adalah orang yang pertama kali makan bersamaku ketika di kampus ini. Apa kamu ingat?"
Lani menggerakkan bola matanya ke kiri dan melihat Lim. Perempuan bernama Lim itu menunggu jawabannya dengan mata berbinar.
"Ya, tentu saja. Terimakasih telah mengundangku"
Lani menyunggingkan senyum, dan segera pamit, akan tetapi Lim mencegahnya.
"Apa kamu ada acara? Kenapa terburu-buru ingin pergi?" Tanya Lim
"Tidak, tapi aku ingin pergi ke cafetaria untuk makan"
Jawab Lani sekenanya.
"Kalau begitu aku ikut!" Lim berkata dengan riang dan membuat Lani merasa tidak enak untuk menolak.
"Baiklah, tapi hanya berdua saja ya"
"Baiklah.. tidak masalah. Aku akan berpamitan pada Stefani dulu" Lim segera pergi untuk berpamitan dengan stefani dan berlari kecil menghampiri Lani. Lalu mengapit lengan Lani.
"Ayo!" Ucapnya sambil membawa Lani keluar lab menuju cafetaria kampus.
Sesampai di sana, Lani memesan makanan. Harga di cafetaria itu cukup murah untuk kantung mahasiswa. Tapi sebenarnya Lani tidak masalah soal harga.
Setelah itu, dia mengambil tempat duduk di dekat tembok. Lim menyusul lani dengan membawa baki pesanannya.
"Makanan disini sangat murah ternyata! Bukan begitu?"
Lim duduk di depan Lani.
"Ya. Rasanya juga cukup enak menurutku"
Ucap Lani yang segera menyendokkan makanan ke mulutnya.
"Benar.. Aku tidak pernah makan makanan enak yang harganya semurah ini!" Lim terus menyendokkan makanan ke mulutnya dengan Lahap.
Mereka tidak melakukan percakapan, dan makan dengan hening. Setelah makanan habis, Lim membuka suara.
"Uhm.. Lani, kenapa kamu tadi tidak ingin mengajak Stefani ikut bersama kita?"
Lani mencari-cari alasan yang sekiranya masuk akal, tapi tidak menemukannya.
"Karena aku lebih suka sendiri"
Jawabnya jujur
"Iya aku tau kamu suka sendiri, tapi kenapa kamu melakukan itu ?! Maksudku apa kamu tidak bosan ke mana-mana sendiri?"
Lani berpikir sejenak sebelum menjawab pertanyaan Lim, yang sebenarnya tidak dia ketahui jawabannya. Dia hanya merasa suka saja melakukan aktivitas sendirian.
"Aku hanya suka melakukan semuanya sendiri. Kalau kamu tanya alasannya, maka jawabanku adalah rasa suka itu"
"hmmm begitu yaa" Lim mengaduk minuman di depannya dengan sedotan
"Sebenarnya aku sering mengamatimu, apa kamu sadar akan itu?"
Lani melihat Lim dan berkata
"Untuk apa kamu mengamatiku?"
"Karena kamu menarik saja, hehe" Lim tersenyum lebar
"Ooh"
Lim melihat Lani, kedua ujung bibirnya terangkat, matanya membentuk sebuah garis.
"Seperti biasa ya Lan, kamu cuek. Seandainya aku bisa sepertimu, pasti hidupku lebih tenang"
Alis Lani terangkat, matanya melihat Lim yang berada di depannya
"Sepertinya kita harus masuk kelas"
Perkataan Lani membuat Lim melihat jam tangannya, bola matanya membesar
"Gawat! Kita bisa terlambat!"
Dengan tergesa-gesa, Lim segera merapikan barang-barangnya dan segera bangkit. Lani berjalan mengikuti Lim dibelakangnya.
.
.
Keberadaan Lim sangat membantu Lani dalam perkuliahan. Mereka selalu bersama ketika makan siang, dan pulang bersama ketika Lani tidak ada kegiatan organisasi.
Hari ini adalah hari ulang tahun Lim. Lani telah menyiapkan kado. Sebelum berangkat, dia melihat pantulan dirinya di cermin. Rambut tergerai, kaos hitam, jeans, dan sneakers bututnya.
Ketika berjalan keluar dari apartemen, dia berpapasan dengan pemilik apartemen.
"Selamat sore Lani, apa ada kelas sore ini ?" Nenek itu tersenyum
"Selamat sore.." Lani juga tersenyum
"Saya mau ke acara ulangtahunnya temanku"
Mendengar ucapan Lani, nenek itu berhenti tersenyum, matanya terbelalak melihat penampilan Lani dari ujung rambut ke ujung kaki. Lani mengikuti arah pandang nenek tersebut dan melihat pakaian yang dia kenakan. Alis Lani mengernyit, penasaran apa ada yang salah dengan dirinya.
"Lani, ayo masuk ke rumahku dulu"
Nenek itu menarik tangan Lani pelan dan membawanya ke dalam rumahnya, di lantai satu apartemen.
"Kenapa nek ?"
"Kamu tidak bisa pergi ke pesta dengan baju seperti itu"
"Tapi.. kata temanku bajunya bebas"
Nenek pemilik apartemen melihat mata Lani dan menyipitkan mata, kedua ujung bibirnya tertarik ke atas membentuk senyuman
"Sudahlah, nanti kamu juga akan paham sesampai di sana"
"Duduklah di sofa, aku akan meminjamkanmu baju yang cantik"
Kedua mata lani terbelalak, "Ehh.. tidak perlu !" kedua tangannya mengisyaratkan penolakan atas maksud nenek itu.
"Sudahlah...tidak perlu sungkan. Aku punya banyak baju cantik yang masih baru"
Nenek itu masuk ke dalam ruangan, dan segera keluar dengan beberapa potong pakaian seperti gaun.
"Coba kamu pakai ini" Semua pakaian yang dibawanya diberikan kepada Lani.
Lani menghela napas panjang.
"Baiklah"
"Kamu bisa ganti pakaian di sana" Sambil menunjuk sebuah ruangan, yang ternyata kamar cucu laki-lakinya.
Lani segera ganti pakaian, dan setelah berganti sebanyak empat kali, dia memilih dress hitam yang simpel dengan hiasan pita di ujung lengannya.
"Nenek! Aku pulang!" Terdengar suara teriakan laki-laki.
Mata Lani membulat, dia tahu kalau itu suara cucu si nenek pemilik apartemen. Lani segera membereskan pakaian yang berserakan. Ketika Lani membuka pintu, dia berhadapan dengan dada bidang laki-laki. Dengan refleks, Lani melihat ke atas. Matanya bertatapan dengan manik mata cokelat yang jernih. Lani mengamati wajah dihadapannya, hidungnya lancip, dan bibirnya mungil. Cantik, batin Lani.
"Kenapa kamu di kamarku?" Suaranya berat khas laki-laki membuatnya sadar. Lani mengedipkan mata dan mengalihkan pandangan .
"Ehh..maaf, tadi aku disuruh ganti baju di sini"
Lani mencoba tidak gugup dan berbicara sesantai mungkin.
"Ooohhh"
Laki-laki itu mengambil jarak mundur, dan mengamati Lani dari atas hingga ke bawah. Tangannya memegang dagu, membuatnya tampak seperti seorang pengamat.
"Sepertinya ada yang kurang"
Lalu berjalan mendekati Lani, dan mencopot topi hitam yang dipakai Lani.
Mata Lani membesar sambil menatap laki-laki itu "Apa yang kamu lakukan?!"
"Dress kurang cocok kalau dipakaikan topi, aku punya aksesoris yang bagus. Kemarilah!"
Tangan Lani ditarik pelan, lalu didudukkan di pinggir kasur.
Laki-laki itu mengambil sesuatu di almarinya, lalu memasangnya di rambut Lani. Menyisir rambut Lani dengan pelan, dan melihat Lani sekali lagi.
"Hm... cantik!"
Bibir laki-laki itu tertarik ke atas, menunjukkan lesung pipi kecil di sudut bibir.
"Lani!" Nenek pemilik kosan tiba-tiba datang menghampiri mereka berdua.
"Lihat nek! Bukankah Lani jadi cantik karena hiasan di kepalanya?"
Dengan bangga dia menunjukkan Lani kepada neneknya
"Benar! dia jadi cantik sekali, ya.." Nenek pemilik kosan tersenyum puas, begitu juga cucunya
Lani melirik ke arah jam dinding. Pestanya akan berlangsung setengah jam lagi. Sepertinya dia akan terlambat.
"Maaf, aku harus pergi sekarang, setengah jam lagi acaranya akan dimulai"
"Aku akan mengantarmu, kalau naik bus atau taksi kamu pasti akan terlambat"
"Ehhh .."
Nenek pemilik apartemen yang melihat cucunya begitu antusias pun tersenyum
"Sudahlah tidak perlu sungkan Lani. Cucuku anak baik, aku jadi tenang kalau anak secantik kamu diantar cucuku"
Lagi-lagi nenek itu tersenyum. Membuat perasaan Lani menjadi aneh. Senyuman seseorang bisa membuatnya luluh dan tidak bisa menolak. Senyuman seseorang ternyata agak menakutkan.
"Lani, ayo!" Teriak cucu nenek dari luar
"Bajunya taruh disini saja Lan"
Lani menaruh bajunya di sudut kasur
"Terimakasih, Nek" Ucap Lani tulus.
"Sama-sama.. sana bergegaslah"
Lani berjalan cepat berjalan ke luar rumah
Laki-laki itu menaiki motor ninja, dan memakai jaket.
"Ini helmnya"
Lani menerima helm itu. Ini pertama kalinya dia naik motor. Dia juga tidak tahu cara mengancingkan helmnya.
"Aku tidak tahu cara mengaitnya" Lani menunjukkan pengait helm di bawah dagunya.
"Sini, mendekatlah"
Lani mendekatkan tubuhnya.
Laki-laki itu mendekatkan wajahnya yang tertutup helm dan memasangkan pengait helm Lani.
Kedua mata mereka sempat bertemu dan menimbulkan perasaan aneh yang tidak nyaman pada Lani.
Lani menaiki motor itu dan memegang ujung jaket Laki-laki di depannya.
"Aku akan ngebut, jadi.." Dia menarik kedua tangan Lani untuk memeluk pinggangnya.
Awalnya Lani terkejut karena dia tidak pernah bersentuhan dengan laki-laki seintim ini, tapi dia tidak tahu cara menaiki motor yang benar, jadi dia berusaha menyesuaikan diri.
"Peganganlah seperti ini"
"Apa kamu tahu alamatnya?" Tanya Lani.
"Aku tadi sempat melihat undanganmu di ruang tamu, jadi tenang saja aku tidak akan tersesat kok"
Laki-laki itu segera mengendarai motor dengan kecepatan penuh.
"Apa harus secepat ini?!"
Tanya Lani dengan berteriak
"Iya! Jaraknya agak jauh, berpeganganlah yang kuat!" Jawabnya dengan suara yang keras
Lani merapatkan pelukannya dan memejamkan mata. Jantungnya berdegup kencang. Parfum laki-laki itu tercium kuat. Aroma pinus yang menenangkan.
Setelah kurang lebih seperempat jam berkendara, mereka sampai di sebuah apartemen mewah. Motor yang mereka naiki berhenti di depan sebuah gedung yang menjulang tinggi.
Laki-laki itu melepaskan helm dikepalanya. Dia melihat ke arah antai satu gedung apartemen yang sudah dihiasi bunga-bunga ala pesta yang megah.
"Wah.. meriah sekali ya!"
Lani menarik ujung jaket laki-laki di depannya, dan membuat si pemilik jaket menoleh ke belakang.
"Tolong lepaskan helmku"
Laki-laki itu mendekatkan wajahnya ke wajah Lani, dan melepaskan pengait di helmnya. Lani mengamati wajah laki-laki itu, bulu matanya lentik. Laki-laki di depannya benar-benar indah.
Helm di kepala Lani ditarik ke atas sehingga membuat sebagian rambut panjangnya mencuat ke atas. Tangan laki-laki itu merapikan rambut Lani, namun tangan Lani segera mencegahnya.
"Aku bisa sendiri"
Lani turun dari motor, dan mengucapkan terima kasih kepada laki-laki itu.
"Jam berapa selesainya ?" Tanya laki-laki itu.
"Emm.. acaranya selesai dalam dua jam, tapi sepertinya aku akan pulang lebih awal. Kenapa?"
Mata laki-laki itu bergerak ke kiri dan ke kanan, lalu melihat Lani sekilas dan mengalihkan pandangan. Dia tampak gelisah.
"Mmm.. aku berencana akan menjemputmu nanti" Kedua matanya melihat Lani
"Kalau kamu mengizinkan.." Lalu matanya melihat ke bawah. Dia tidak tahu kenapa merasa aneh hanya untuk menanyakan boleh tidaknya menjemput Lani.
"Apa tidak merepotkan?" Tanya Lani
"Tentu saja tidak!" Jawab laki-laki itu dengan cepat.
Bola mata Lani bergerak gelisah, dia berpikir supaya bisa pulang dengan aman dan damai.
"Hmm..."
"Sepertinya aku akan naik taksi saja" Jawab Lani
Laki-laki di depannya tersenyum dan mengalihkan pandangan. Tangannya menggaruk tengkuk kepalanya.
"Apa kamu tidak nyaman denganku?"
Bola mata Lani membesar dan mulutnya setengah terbuka mendengar pertanyaan itu
"Ehh??.."
Dia mencari cara supaya dapat menjawab pertanyaan itu tanpa menyakiti hati lawan bicaranya.
"Aku hanya ingin pulang sendiri, lagipula kamu sudah mengantarku. Nanti aku akan mengambil baju di rumah nenekmu"
Laki-laki di depannya menghela napas panjang
"Yah.. baiklah. Akan aku tunggu di rumah"
Laki-laki itu memakai helm dan segera menghidupkan mesin motornya
"Sampai nanti Lani"
Dia menepuk puncak kepala Lani pelan, dan segera memacu motornya menjauhi tempat Lani berdiri dengan cepat.
Perasaan aneh itu datang lagi kepada Lani. Jantungnya seperti berhenti berdetak ketika kepalanya ditepuk pelan. Lalu jantungnya menjadi terpacu dengan cepat ketika laki-laki itu meninggalkannya sendiri.
Tangannya menepuk dadanya pelan. "Tenang.. tenang... Jangan sakit" Lani menepuk dadanya dengan pelan sambil mencoba menenangkan diri, kemudian segera memasuki gedung apartemen yang sudah dihiasi dengan bunga-bunga dan balon-balon yang meriah, serta ucapan selamat ulang tahun yang begitu besar melengkung di atas pintu masuk. Lani mengedarkan pandangan, dia melihat teman-temannya memakai pakaian semi-formal untuk laki-laki dan kebanyakan perempuan menggenakan dress. Jika bukan karena nenek pemilik apartemen, sudah dipastikan dia akan menjadi tontonan karena mempermalukan dirinya sendiri. Lani menghela napas lega. Seseorang dengan sepatu pantofel hitam mengkilat berjalan mendekati Lani. "Kamu Lani, kan?" Suara berat itu membuat Lani menoleh ke arah sumber suara. Dia melihat sosok laki-laki dengan tinggi sekitar lima cm di atasnya, memakai jas hitam, dan berambut hitam pekat dengan kacamata yang membingkai wajahnya yang cukup
"Panggil aku Nohan" lalu mengulurkan tangannya pada Lani."Halo, Nohan, aku Lani" Lani menjabat tangan Nohan.Terasa hangat dan lembut, tapi juga kekar, Lani menyukainya. Mereka berjabat tangan cukup cukup Lama dari yang mereka kira."Hmmm.. tanganmu mungil sekali yaa" kata Nohan sambil tersenyum memandangi tangan mereka yang sedang berjabat.Lani kemudian menarik tangannya, dia tidak tahu apa yang sedang terjadi, karena dia biasanya tidak senyaman ini berada di dekat laki-laki. Untuk sesaat tadi, dia melupakan dirinya sendiri."Ehm..yahh, begitulah" jawaban Lani yang sedikit kikuk membuat dirinya sendiri heran, dia mengutuk dirinya sendiri, bagaimana bisa dia tidak bisa tidak berpikir dan mencari jawaban yang sedikit rasional. Pasti pria di depannya ini akan ilfil padanya."Santai saja, tadi aku cuma bercanda kok."Sebuah tangan mengelus rambut Lani, membuat Lani merasakan desiran aneh di dadanya. Perutnya seakan melilit
Lani pantulan dirinya pada air di dalam gelas yang dia pegang.Jam sudah menunjukkan pukul sebelas malam, dan laki-laki di depannya ini tidak kunjung ingin pergi."Apa masih ada yang ingin kamu bicarakan lagi?"Tidak ada respon, Lani melihat laki-laki di depannya ini memandang meja di depannya. Pikirannya tampak berkenalan jauh."Permisi??"Lani mengibaskan tangan di depan wajah laki-laki itu."Sejujurnya tidak ada yang ingin aku katakan lagi, tapi aku ingin berada disini untuk sementara waktu"Apa laki-laki ini jatuh cinta padaku? tapi itu tidak mungkin. Aku bukan orang yang mudah menarik perhatian laki-laki."Sebenarnya agak aneh bertanya ini padamu, tapi aku penasaran.. Apa kamu tertarik denganku?"Nohan tidak menyangka gadis itu begitu terang-terangan bertanya hal seperti itu."Tidak tahu, bagaimana aku bisa tahu sedang tertarik dengan seseorang atau tidak?"Lani memutar gelas di tangannya"Yah..
"Apa itu menyenangkan bisa ganti-ganti pasangan semudah itu?""Hmm.. awalnya ini terasa menyenangkan, seolah-olah aku diinginkan semua orang. Tapi, entah kenapa hubunganku terasa hambar""Aku berkencan, dan melakukan hal-hal romantis selayaknya pasangan muda lainnya, tapi ada sesuatu yang membuatku merasa kalau hubunganku dengan mantan-mantanku itu bukan sesuatu yang aku cari selama ini"Lan dan Josua terdiam, sejenak suasana di antara mereka menjadi hening."Aku baru mengetahui kalau sudah tersesat jauh dari tujuanku ketika berbincang denganmu di pestanya Lim"Tangan Josua meraih tangan Lani yang terletak di atas pangkuan Lani."Lan.. aku pikir kamu bisa menyelamatkan aku dari rasa tersesatku ini. Apa kamu mau menjadi pacarku?""Apa?""Kamu mau menjadi pacarku Lan? Aku janji akan memutuskan hubungan dengan mantan-mantanku, dan hanya melihatmu seorang"Lani merasa tidak nyaman, dan melepaskan tangannya dari genggaman Jos
"Kenapa kakak disini sendiri?""Ah! Kakak tidak bisa tidur. Apa kamu juga?"Aneh rasanya Lani bertanya seperti itu. Jika dia menjadi anak itu pasti tidak akan bisa tidur nyenyak setiap malam. Anak itu bernama Imanuel, dia tidak memiliki ayah, dan ibunya berdagang dengan kios kecil yang pembelinya pun juga tidak banyak. Bajunya sangat kotor, dan ada beberapa jahitan di sana. Jantung Lani seperti ditusuk jarum melihat keadaan anak itu."Aku sudah tidur tadi, tapi tiba-tiba terbangun"Tidak beberapa lama, suara perut yang lapar terdengar dari tubuh Imanuel.Ah, lapar rupanya. Kata Lani dalam hati."Mau mie? Kakak punya mie dan cemilan""MAU!"Hanya karena makanan mata anak itu bisa bersinar. Mudah sekali membuatnya senang."Hehe, baiklah, tunggu disini ya"Lani pergi ke dalam tenda dan mengambil beberapa stok makanan dari tasnya.Dia menuju ke dispenser untuk memasak mie kemasan cup.Ketika mengha
"Hmm.. karena kamu ada dendam dengan Alex?" Lani mencoba menebak Josua tersenyum "Salah, aku beri satu kali lagi kesempatan" "Supaya aku tidak ada yang membantu?" Lani menoleh ke arah Josua dengan raut sedikit sebal "Bukannya kita teman? Kenapa kamu mengusir orang yang akan membantu temanmu?" Mendengar itu Josua tersenyum dan menghela napas "Hampir tepat. Alasannya karena aku hanya tidak suka kalau Alex membantumu. Kalau aku bisa membantumu kenapa harus Alex?! Harusnya kamu minta tolong langsung ke aku Lan!" Penjelasan Josua membuat Lani tidak mengerti jalan pikir laki-laki disampingnya itu "Haah??" "Aku tidak mengerti jalan pikiranmu, kamu mengambil jalan yang sulit. Harusnya biarkan saja Alex membantu, kamu jadi tidak perlu bawa bawaan berat itu, dan bisa bawa kresek snack ini yang lebih ringan" Lani menunjukkan kresek yang dia bawa "Kalau ada dua orang yang membantuku kan aku jadi lebih senang" Josua menyerah.
"Apa ada yang ingin kamu sampaikan lagi?""Kita sudah 3 tahun tidak saling berbicara, apa kamu tidak merindukanku?"Lani mendengus kesal mendengar pertanyaan basa-basi tersebut"Tidak perlu basa-basi denganku. Mempercayaimu sebagai teman dekat adalah kesalahanku di masa lalu. Apa bos tersayangmu itu masih memberimu tugas menjadi teman palsu?" tanya Lani dengan nada ketus."Hahahaha! secara tidak langsung kamu pernah menganggapku sebagai teman dekat, aku merasa tersanjung. Tapi sayang sekali, kali ini orang lain telah menggantikan tugasku. Apa kamu sedih?"Mendengar penjelasan dari Amanda membuat lani geram. Padahal Ia ingin punya kehidupan yang bebas sewaktu kuliah. Namun ayahnya selalu saja memata-matainya."Katakan, siapa orangnya?""Huh?? Apa aku tidak salah dengar? Tentu saja aku tidak akan memberitahumu, hahahaha! Oh iyaa, aku kasih tau sedikit, dia adalah orang yang memberi tahu kontakmu, alamat
Hari itu adalah hari terakhir mereka mengajar. Maka diadakan ujian pada anak-anak yang diajar untuk mengukur perkembangan kemampuan mereka setelah dilakukan program mengajar oleh tim sukarelawan. Lani melihat Imanuel yang duduk di pojokan. Anak itu merasa semangat, namun terkadang terlihat sedih. Ia jadi teringat perkataan anak itu semalam. Imanuel berkata kalau dia akan meminta pertimbangan pada ibunya. Sikap hati-hati dalam memutuskan sesuatu pada anak itu Lani akui cukup hebat. Tidak banyak anak yang akan berpikir panjang di usia kanak-kanak. Lani semakin yakin, kalau dia memilih anak yang tepat. "Baiklah... sekarang karena kalian sudah selesai ujian, maka hari terakhir ini kita akan bersenang-senang, dan makan-makan! Apa kalian setuju?!!" ucap salah satu rekan Lani dengan antusias. Hal tersebut tentunya disetujui oleh anak-anak dengan riuh. Para anggota sukarelawan membawa banyak makanan di atas nampan, dan beberapa box snack dan beberapa bone
“Ahhh...”Lani melihat pada Alec yang merintih kesakitan. Wajah Alec yang semula halus dan rupawan menjadi penuh lebam dan berdarah. Ia segera membawa Alec ke klinik universitas untuk mendapat pertolongan.Setelah diobati oleh perawat di sana, Lani mengajak Alec untuk berbincang.“Jadi, jelaskan padaku apa yang terjadi.”Alec membuang muka dengan sesekali meringis kesakitan sambil memegangi wajahnya.“Kalau aku bilang, apa kamu akan percaya padaku?”“Tentu, katakan saja.”Alec terlihat senang. Ia mulai memutar otak untuk memilih kata-kata dalam bercerita.“Oke, kalau begitu, dengarkan dengan baik...”Alec menundukkan kepalanya dan kemudian berbicara“Sebenarnya, tadi aku sempat berdebat dengan Nohan. Ia tiba-tiba datang untuk menjemputmu katanya. Aku sudah bilang kalau aku yang menjeputmu, tapi dia tidak mau mengalah. Jujur saja, aku tidak ingin dia
“Ahh.. yaa, tidak masalah... jangan minta maaf, kamu tidak bersalah sama sekali,”Lani merasa atmosfir disekitar mereka menjadi berat. Ia menjadi berpikir keras, karena Lim tiba-tiba berterima kasih dan meminta maaf.“Oh iya Lan, kemarin aku bertemu Alec.”Perkataan Lim membuat mata Lani melebar,“Lalu..?” tanya Lani ragu-ragu.Lim melirik sebentar ke arah Lani yang berjalan di sampingnya.“Dia yang membunuh Blacky”Kali ini Lani benar-benar kaget. Dia seketika menghentikan langkahnya “APA?!”“Dia memang sengaja membunuh kucingmu, karena itu niatnya sejak awal. Laki-laki gila,”“Tidak mungkin! Kalau dia yang membunuh kenapa dia memberitahuku kalau kucingku mati keracunan? Dia juga memberitahuku dimana kuburan Blacky...?”Lim menatap Lani serius “Lan... jujur saja, aku merasa kasihan denganmu. Aku tahu Alec menyukaimu. Tapi di
Lim hanya tersenyum nanar, “Biasa, ayahku memukuliku lagi,” katanya dengan enteng sambil menyendokkan dessert ke mulutnya. Seolah itu adalah hal yang ringan.Lani merasa nafsu makannya hilang.“Kali ini kenapa lagi?”Terdengan suara helaan napas yang dalam dari Lim “Aku membatalkan pertunangan kemarin lusa, jadi orangtuaku marah.”Perkataan Lim cukup mengejutkan Lani“Apa kamu baik-baik saja?” tanya Lani dengan nada khawatir. Sejenak kemudian dia merutuki dirinya sendiri. Tentu saja Lim tak baik-baik saja. Dia habis dipukuli ayahnya!“Maaf.. maksudku... aku tahu kamu pasti sedang tidak baik-baik saja,”Lim tersenyum kecut “Haha.. santai saja. Rasanya memang tidak menyenangkan, tapi disisi lain aku merasa sedikit bebas. Ini pertama kalinya aku memutuskan sesuatu sendiri... maksudku, membatalkan pertunangan..”Lim melihat jam “Sudah jam sebelas, lebih b
“Bagaimana dengan kakakmu? Apa dia juga kamu beritahu rencanamu ini?”“Tidak, dia tidak peduli kalau itu tak menyangkut dirinya”Rupanya punya kakak atau tidak pun tak ada bedanya ya, pikir Lani.“Oh iya, kita besok ada jadwal kuliah ya?”“Ya,”“Katanya ada kafe baru di depan universitas, mau ke sana sehabis kelas?”“Baiklah,”Lim berjalan dari balkon menuju ruang tamu kecil di apartemennya Lani. “Blacky tertidur, mungkin karena panas dia jadi tiduran dilantai, padahal sudah aku bawakan tempat tidur di dekatnya. Kalungnya juga telah aku pakaikan. Cocok sekali!”“Terima kasih, kamu yakin uangya tak perlu aku ganti? Kamu membeli banyak barang loh,”Dengan mengibaskan tangan di depan wajahnya, Lim berkata “Tak perluuu, kan sudah aku bilang kalau Blacky itu seperti anakku sendiri,”“Kalau kamu mau ka
“Apa kamu sudah tidur?”Suara Nohan yang berat seperti suara khas pria terdengar merdu di telinga Lani.“Aku mau tidur, apa sudah selesai dengan pekerjaanmu?”“Belum, sekarang kami sedang beristirahat,”“Oooh.. Kalau begitu seharusnya kamu beristirahat,”“Ya, aku sedang melakukannya sekarang. Berbicara denganmu membuat rasa lelahku hilang,”Rasanya cukup menyenangkan, bibir Lani sedikit tertarik ke atas mendengarnya. Namun Ia tahu itu pastilah kebohongan. Tak mungkin Nohan tidak tahu kalau Lani yang menyebabkan kesulitan. Ia selama ini memata-matai Nohan untuk memenuhi ambisi Ayahnya.Ia teringat dengan Ibunya dalam mimpi ketika di perpustakaan. Ibunya berkata kalau Ia dimanfaatkan... Sekarang Ia merasa takut kalau ucapan ibunya benar.“Halo... Lan? Apa kamu sudah tidur?” Nohan bertanya karena Lani terdiam cukup lama.
“Aku tahu, tapi... tetap saja kan. Apa kamu tidak merasa jijik denganku?”Laki-laki beralis tebal itu menatap Lani. Ia sangat tampan. Matanya sangat jernih tertimpa sinar matahari sore.“Tidak! Sama sekali tidak! Aku menghargai orientasi seksualmu. Lagipula memangnya aku tuhan sampai berani melabeli kamu manusia menjijikkan?”Hahahahaha“Kadang kejujuranmu itu lucu juga ya?!” kata Adam jujur.Lani hanya meringis mendengarnya.“Aku senang bertemu denganmu. Seandainya aku tidak gay dikehidupan selanjutnya, aku akan jatuh cinta denganmu,”“Aku berharap jadi bunga saja kalau memang ada reinkarnasi.”“Kalau begitu aku akan menjadi kumbang, dan menemuimu, dan memakan nektarmu setiap hari,”“Aku akan menjadi bunga bangkai.”“Aku akan menjadi lalat!”Adam tidak ingin mengalah.“Ugh! Hentikan!!”
Ini pertama kalinya Nohan memasak untuk orang lain. Bulu matanya yang lentik mengikuti arah pandang mata Nohan terhadap perempuan yang sedang makan depannya. Suasana saat ini begitu tenang. Hanya terdengar dentingan alat makan.Ini normal, seperti suasana saat Ia makan dengan keluarganya di rumah. Namun, ada sesuatu yang kurang. Akhir-akhir ini Nohan melihat film bergenre romance untuk belajar. Sebuah film bisa mengajarkanmu untuk merasakan emosi yang belum pernah kamu rasakan. Itu salah satu dari keajaiban sebuah film. Ah, semua karya manusia seperti buku, komik, novel, dsb juga membantu. Namun, Nohan lebih suka menonton film daripada buku. Karena memakan waktu lebih singkat. Katakanlah terdapat tiga ratus halaman sebuah buku novel, jika diadaptasi dalam sebuah film, maka paling tidak durasinya hanya satu setengah jam, atau paling lama dua jam..? Sedangkan untuk membaca tamat tiga ratus halaman sebuah buku butuh waktu lebih lama dari itu.Tentu emosi dan desk
“Jangan kembali, dan tetap tenang di sana. Aku akan berbaik hati padamu kali ini. Moodku sedang bagus.”Semakin berjalan mendekati taman, samar-samar terdengar suara Alec yang sedang berbincang dengan seseorang melalui ponsel menggunakan bahasa Inggris. Ia tidak menyadari kehadiran Lani. Dengan tenang, Lani duduk tidak jauh dari tempat Alec. Ia ingin memberikan Alec privasi.“.......................”“Aku akan memberikannya hari ini. Kita lihat apa itu benar-benar bekerja. Tapi, kalau tidak sesuai harapan.... mungkin aku akan memberikanmu ‘hadiah’. Kamu suka hadiahku, kan?”“....!!!!”Suara seseorang dari ponsel Alec terdengar sedang berteriak. Lani berusaha untuk mengabaikannya. Bagaimanapun juga, itu bukanlah urusannya. Dia mencoba mengalihkan perhatiannya dengan mendongak ke atas. Melihat bintang di langit yang sedang bersinar terang.“Ssssst! Jangan berteriak, kam
Dengan langkah lebar-lebar, Lani memasuki kamarnya. Ia tampak tergesa-gesa. Dengan gerakan cepat, Ia meraih sebuah buku catatan, beberapa lembar kertas, dan alat tulisnya. Kemudian Ia menaruhnya di atas meja belajar.Ia membuka almari baju, dan memilih baju terusan hitam lengan panjang dengan renda putih di bagian kerah dan ujungnya. Baju tersebut berbahan katun, sehingga nyaman untuk dipakai. Setelah selesai berpakaian dengan cepat, Ia menuju meja riasnya. Rambutnya yang panjang Ia ikat tinggi-tinggi supaya tidak mengganggunya. Terkadang rambut panjang benar-benar susah untuk diatur.Setelah dirasa kuncirannya terasa nyaman, Ia meraih alat tulis dan buku yang tadi telah disiapkan di atas meja, dan mematikan lampu kamar.Ia pergi ke perpustakaan yang terletak di samping ruang kerja ayahnya. Ketika berjalan melewati ruang kerja tersebut, pintu ruangan tersebut selalu tertutup dengan rapat. Dan Lani tidak pernah memasukinya kalau bukan karena dipanggil