Hari itu adalah hari terakhir mereka mengajar. Maka diadakan ujian pada anak-anak yang diajar untuk mengukur perkembangan kemampuan mereka setelah dilakukan program mengajar oleh tim sukarelawan.
Lani melihat Imanuel yang duduk di pojokan. Anak itu merasa semangat, namun terkadang terlihat sedih. Ia jadi teringat perkataan anak itu semalam. Imanuel berkata kalau dia akan meminta pertimbangan pada ibunya. Sikap hati-hati dalam memutuskan sesuatu pada anak itu Lani akui cukup hebat. Tidak banyak anak yang akan berpikir panjang di usia kanak-kanak. Lani semakin yakin, kalau dia memilih anak yang tepat.
"Baiklah... sekarang karena kalian sudah selesai ujian, maka hari terakhir ini kita akan bersenang-senang, dan makan-makan! Apa kalian setuju?!!" ucap salah satu rekan Lani dengan antusias.
Hal tersebut tentunya disetujui oleh anak-anak dengan riuh. Para anggota sukarelawan membawa banyak makanan di atas nampan, dan beberapa box snack dan beberapa bone
Kedua tangan Lani mengepal erat. Kali ini Bella hampir saja membuat kewaspadaannya menurun. Ia tidak akan semudah itu percaya kepada orang lain. Diluar tubuhnya sendiri, semua adalah orang asing yang tidak bisa dipercaya. Senyum mengembang di wajah Lani "Terima kasih, Bell. Aku tahu bisa mempercayakan semuanya padamu" tentu saja semua itu hanya kata-kata manis Lani. Namun diluar dugaan, Bella tiba-tiba memeluk Lani dengan erat. Tubuh Lani membeku, dia tidak pernah dipeluk seerat ini setelah mamanya meninggal. Lani Ingin memeluk Bella kembali, namun tangannya terhenti diudara. Dia tidak boleh terlena, pikirnya. "Sekarang kita benar-benar berteman ya, Lan" kata Bella sambil tetap memeluk Lani "Ya, tentu.." tentu saja ini semua hanya rekayasakata Lani dalam hati "Uhh.. Bell sebaiknya kita ke kelas sekarang" Lani sebenarnya hanya beralasan supaya Bella tidak memeluknya terlalu lama. Mendengar perkataan Lani, Bella me
Lani dan Lim memutuskan untuk berbelanja bahan makanan di mall terdekat. Karena Lim berencana untuk tinggal di apartemen Lani untuk sementara, jadi mereka belanja banyak bahan makanan.Sesampai di apartemen, Lani menyiapkan alat-alat yang akan digunakan untuk memasak. Karena alat-alat tersebut hampir semuanya baru, jadi harus dicuci terlebih dahulu. sedangkan Lim memasukkan bahan-bahan makanan ke dalam kulkas.TING TONG TING TONGLim menghentikan aktifitasnya, sedangkan Lani acuh tak acuh dan tetap mencuci alat-alat makan."Lan.. sepertinya ada tamu"Lani menghentikan aktivitasnya, dan mematikan kran air. Ia tidak pernah ingat ada janji dengan seseorang. Mungkin itu nenek pemilik apartemen. Sebenarnya Lani merasa malas untuk berbincang dengan nenek tersebut, tapi ketika Ia teringat pertolongan nenek tersebut, Ia memutuskan untuk menemuinya."Mungkin nenek pemilik apartemen. Sebentar ya Lim"Lani menaruh spon cuci piring, dan membuka pintu.
Lani sedang dalam perjalanan menuju Rumah Sakit tempat ayahnya di rawat. Ayahnya di rawat di bangsal VVIP. Di depan kamarnya terdapat dua orang penjaga bertubuh kekar, dan berjas hitam. Ayahnya memang tipikal orang yang sangat waspada, mengingat dia terjun di dunia bisnis yang memiliki banyak musuh, Ia harus menjaga dirinya sebaik mungkin. Sesampai di depan kamar, Lani dibukakan pintu oleh salah satu penjaga. Lani memasuki ruangan tersebut. Di sana terdapat seorang laki-laki paruh baya sedang membaca sebuah buku sambil duduk bersandar. Laki-laki tersebut berusia sekitar 57 tahun. Namun wajahnya nampak lebih muda dari usianya yang sebenarnya. Dagu yang tegas dan garis rahang yang kuat memberikan kesan yang berwibawa. Alisnya tebal berwarna hitam, senada dengan warna rambutnya. Bola matanya melirik ke arah perempuan yang datang ke kamarnya dari sudut matanya. Sosok perempuan itu mengingatkannya pada kenangan buruk. Walau kejadian meninggalnya sang Istri sudah bertahun-tahun, I
Lani menaiki taksi dan pulang kerumahnya.Sedari tadi Ia merasakan ponselnya bergetar. Ia tahu pasti Amanda menghubunginya karena Ia tiba-tiba menghilang begitu saja.Tak lama setelah Lani sampai didepan gerdang rumahnya yang tinggi menjulang, seorang satpam tergopoh-gopoh membukakan gerbang.Lani masuk begitu saja."Nona Lani telah sampai di rumah," kata satpam itu kepada seseorang melalui telepon.Mendengar itu Lani terus saja berjalan tidak menghiraukan. Itu sudah bukan hal baru lagi baginya. Semua orang dirumah ini adalah orang suruhan ayahnya Lani, mereka bagaikan CCTV hidup yang dipasang ayahnya Lani untuk mengawasinya setiap hari.Lani tahu sebenarnya dirinya tidak memiliki eksistensi apa-apa dirumahnya. Ia hanya seorang pelajar. Tidak bisa menghasilkan uang sendiri dan masih bergantung dengan ayahnya. Kalaupun Ia memiliki banyak uang, Ia tidak bisa menggunakannya untuk membuka usaha tanpa seizin ayahnya. Dan kalaupu
Malam itu Lani sedang bersiap-siap untuk bertemu seseorang yang akan dijodohkan dengannya. Ia melihat pantulan dirinya di cermin. Hari itu Ia terlihat lebih feminim dengan memakai atasan chiffon shirt hitam dengan renda di bagian pergelangan tangan, dan celana jeans berwarna biru muda. Rambutnya Ia gerai begitu saja menutupi bagian dadanya. Wajahnya yang tirus Ia berikan sedikit pulasan di bibir dan blush on supaya terlihat sedikit segar.Ia mencoba menyeringai, bermaksud untuk tersenyum. Namun itu terlihat seperti seringaian daripada senyuman. Setelah beberapa kali mencoba latihan untuk tersenyum dan mengatur intonasi bicaranya supaya nantinya nampak sedikit lebih ramah, Ia menyerah. Lalu berjalan ke arah kasur dan duduk di pinggir ranjang. Ia meraih ponselnya dan mengetik sesuatu. Ia sedang mencari tips-tips untuk membuatnya tampak ramah dan disukai oleh orang yang akan ditemuinya. Beberapa menit kemudian Ia nampak serius menatap layar ponselnya, nam
Dalam sebuah ruang kantor, seorang laki-laki bermata teduh sedang melihat sebuah foto dalam durasi yang cukup lama.Sorot matanya tidak bisa dijelaskan. Namun wajahnya tampak sedikit suram."Kamu yakin, dia orangnya?"Tanyanya pada laki-laki lain yang sedang berdiri di depannya."Sesuai data yang didapatkan, sepertinya memang dia orangnya." Jawab laki-laki yang berdiri dengan lugas."Hmmm"Ia mengetuk-ngetuk meja dihadapannya dengan telunjuknya. Matanya tetap terpaku pada foto yang dia pegang.Laki-laki berbadan tegap dan ber jas hitam itu mengamati pimpinannya yang tampak terpaku pada foto wanita yang sedang dipegangnya. Wanita tersebut adalah anak seorang pemilik perusahaan besar. Dan masalahnya, perusahaan milik ayah perempuan itu adalah ancaman perusahaan tempatnya bekerja.Rustaf Saleem adalah seorang sekretaris pada sebuah perusahaan manufaktur. Ia juga merupakan orang kepercayaan Nohan Hardiyata, si pem
Pukul sembilan lebih empat puluh malam, Lani berpamitan kepada Nohan.Ketika dia keluar dari cafe, mobil yang dikendarainya tadi sudah berada di depan cafe menunggunya.Lani segera memasukinya, dan ketika mengetahui Lani sudah masuk, Sopir muda itu segera menancap gas dan pergi meninggalkan tempat tersebut menuju rumah keluarga Pradipa.Awalnya suasana di dalam mobil hening, tanpa suara.Di tengah perjalanan, sopir tersebut berkata "Non... tadi sekretaris Pak Pradipa bilang kalau anda sudah ditunggu Ayah anda di rumah," kata sopir muda tersebut sambil sesekali melirik ke arah spion untuk melihat Lani.Mendengar perkataan si sopir, pikiran Lani mengelana jauh ke masa lalu. Pernah sekali ayahnya Lani menunggunya di rumah, yaitu ketika dia dipaksa untuk pindah sekolah. Ia masih teringat dengan kejadian tersebut. Ketika Ia pulang sekolah, Ia disuruh untuk menemui ayahnya di ruang kerja. Sesampai di sana, Ia sudah melihat dokumen yang menyatakan k
Dengan langkah lebar-lebar, Lani memasuki kamarnya. Ia tampak tergesa-gesa. Dengan gerakan cepat, Ia meraih sebuah buku catatan, beberapa lembar kertas, dan alat tulisnya. Kemudian Ia menaruhnya di atas meja belajar.Ia membuka almari baju, dan memilih baju terusan hitam lengan panjang dengan renda putih di bagian kerah dan ujungnya. Baju tersebut berbahan katun, sehingga nyaman untuk dipakai. Setelah selesai berpakaian dengan cepat, Ia menuju meja riasnya. Rambutnya yang panjang Ia ikat tinggi-tinggi supaya tidak mengganggunya. Terkadang rambut panjang benar-benar susah untuk diatur.Setelah dirasa kuncirannya terasa nyaman, Ia meraih alat tulis dan buku yang tadi telah disiapkan di atas meja, dan mematikan lampu kamar.Ia pergi ke perpustakaan yang terletak di samping ruang kerja ayahnya. Ketika berjalan melewati ruang kerja tersebut, pintu ruangan tersebut selalu tertutup dengan rapat. Dan Lani tidak pernah memasukinya kalau bukan karena dipanggil
“Ahhh...”Lani melihat pada Alec yang merintih kesakitan. Wajah Alec yang semula halus dan rupawan menjadi penuh lebam dan berdarah. Ia segera membawa Alec ke klinik universitas untuk mendapat pertolongan.Setelah diobati oleh perawat di sana, Lani mengajak Alec untuk berbincang.“Jadi, jelaskan padaku apa yang terjadi.”Alec membuang muka dengan sesekali meringis kesakitan sambil memegangi wajahnya.“Kalau aku bilang, apa kamu akan percaya padaku?”“Tentu, katakan saja.”Alec terlihat senang. Ia mulai memutar otak untuk memilih kata-kata dalam bercerita.“Oke, kalau begitu, dengarkan dengan baik...”Alec menundukkan kepalanya dan kemudian berbicara“Sebenarnya, tadi aku sempat berdebat dengan Nohan. Ia tiba-tiba datang untuk menjemputmu katanya. Aku sudah bilang kalau aku yang menjeputmu, tapi dia tidak mau mengalah. Jujur saja, aku tidak ingin dia
“Ahh.. yaa, tidak masalah... jangan minta maaf, kamu tidak bersalah sama sekali,”Lani merasa atmosfir disekitar mereka menjadi berat. Ia menjadi berpikir keras, karena Lim tiba-tiba berterima kasih dan meminta maaf.“Oh iya Lan, kemarin aku bertemu Alec.”Perkataan Lim membuat mata Lani melebar,“Lalu..?” tanya Lani ragu-ragu.Lim melirik sebentar ke arah Lani yang berjalan di sampingnya.“Dia yang membunuh Blacky”Kali ini Lani benar-benar kaget. Dia seketika menghentikan langkahnya “APA?!”“Dia memang sengaja membunuh kucingmu, karena itu niatnya sejak awal. Laki-laki gila,”“Tidak mungkin! Kalau dia yang membunuh kenapa dia memberitahuku kalau kucingku mati keracunan? Dia juga memberitahuku dimana kuburan Blacky...?”Lim menatap Lani serius “Lan... jujur saja, aku merasa kasihan denganmu. Aku tahu Alec menyukaimu. Tapi di
Lim hanya tersenyum nanar, “Biasa, ayahku memukuliku lagi,” katanya dengan enteng sambil menyendokkan dessert ke mulutnya. Seolah itu adalah hal yang ringan.Lani merasa nafsu makannya hilang.“Kali ini kenapa lagi?”Terdengan suara helaan napas yang dalam dari Lim “Aku membatalkan pertunangan kemarin lusa, jadi orangtuaku marah.”Perkataan Lim cukup mengejutkan Lani“Apa kamu baik-baik saja?” tanya Lani dengan nada khawatir. Sejenak kemudian dia merutuki dirinya sendiri. Tentu saja Lim tak baik-baik saja. Dia habis dipukuli ayahnya!“Maaf.. maksudku... aku tahu kamu pasti sedang tidak baik-baik saja,”Lim tersenyum kecut “Haha.. santai saja. Rasanya memang tidak menyenangkan, tapi disisi lain aku merasa sedikit bebas. Ini pertama kalinya aku memutuskan sesuatu sendiri... maksudku, membatalkan pertunangan..”Lim melihat jam “Sudah jam sebelas, lebih b
“Bagaimana dengan kakakmu? Apa dia juga kamu beritahu rencanamu ini?”“Tidak, dia tidak peduli kalau itu tak menyangkut dirinya”Rupanya punya kakak atau tidak pun tak ada bedanya ya, pikir Lani.“Oh iya, kita besok ada jadwal kuliah ya?”“Ya,”“Katanya ada kafe baru di depan universitas, mau ke sana sehabis kelas?”“Baiklah,”Lim berjalan dari balkon menuju ruang tamu kecil di apartemennya Lani. “Blacky tertidur, mungkin karena panas dia jadi tiduran dilantai, padahal sudah aku bawakan tempat tidur di dekatnya. Kalungnya juga telah aku pakaikan. Cocok sekali!”“Terima kasih, kamu yakin uangya tak perlu aku ganti? Kamu membeli banyak barang loh,”Dengan mengibaskan tangan di depan wajahnya, Lim berkata “Tak perluuu, kan sudah aku bilang kalau Blacky itu seperti anakku sendiri,”“Kalau kamu mau ka
“Apa kamu sudah tidur?”Suara Nohan yang berat seperti suara khas pria terdengar merdu di telinga Lani.“Aku mau tidur, apa sudah selesai dengan pekerjaanmu?”“Belum, sekarang kami sedang beristirahat,”“Oooh.. Kalau begitu seharusnya kamu beristirahat,”“Ya, aku sedang melakukannya sekarang. Berbicara denganmu membuat rasa lelahku hilang,”Rasanya cukup menyenangkan, bibir Lani sedikit tertarik ke atas mendengarnya. Namun Ia tahu itu pastilah kebohongan. Tak mungkin Nohan tidak tahu kalau Lani yang menyebabkan kesulitan. Ia selama ini memata-matai Nohan untuk memenuhi ambisi Ayahnya.Ia teringat dengan Ibunya dalam mimpi ketika di perpustakaan. Ibunya berkata kalau Ia dimanfaatkan... Sekarang Ia merasa takut kalau ucapan ibunya benar.“Halo... Lan? Apa kamu sudah tidur?” Nohan bertanya karena Lani terdiam cukup lama.
“Aku tahu, tapi... tetap saja kan. Apa kamu tidak merasa jijik denganku?”Laki-laki beralis tebal itu menatap Lani. Ia sangat tampan. Matanya sangat jernih tertimpa sinar matahari sore.“Tidak! Sama sekali tidak! Aku menghargai orientasi seksualmu. Lagipula memangnya aku tuhan sampai berani melabeli kamu manusia menjijikkan?”Hahahahaha“Kadang kejujuranmu itu lucu juga ya?!” kata Adam jujur.Lani hanya meringis mendengarnya.“Aku senang bertemu denganmu. Seandainya aku tidak gay dikehidupan selanjutnya, aku akan jatuh cinta denganmu,”“Aku berharap jadi bunga saja kalau memang ada reinkarnasi.”“Kalau begitu aku akan menjadi kumbang, dan menemuimu, dan memakan nektarmu setiap hari,”“Aku akan menjadi bunga bangkai.”“Aku akan menjadi lalat!”Adam tidak ingin mengalah.“Ugh! Hentikan!!”
Ini pertama kalinya Nohan memasak untuk orang lain. Bulu matanya yang lentik mengikuti arah pandang mata Nohan terhadap perempuan yang sedang makan depannya. Suasana saat ini begitu tenang. Hanya terdengar dentingan alat makan.Ini normal, seperti suasana saat Ia makan dengan keluarganya di rumah. Namun, ada sesuatu yang kurang. Akhir-akhir ini Nohan melihat film bergenre romance untuk belajar. Sebuah film bisa mengajarkanmu untuk merasakan emosi yang belum pernah kamu rasakan. Itu salah satu dari keajaiban sebuah film. Ah, semua karya manusia seperti buku, komik, novel, dsb juga membantu. Namun, Nohan lebih suka menonton film daripada buku. Karena memakan waktu lebih singkat. Katakanlah terdapat tiga ratus halaman sebuah buku novel, jika diadaptasi dalam sebuah film, maka paling tidak durasinya hanya satu setengah jam, atau paling lama dua jam..? Sedangkan untuk membaca tamat tiga ratus halaman sebuah buku butuh waktu lebih lama dari itu.Tentu emosi dan desk
“Jangan kembali, dan tetap tenang di sana. Aku akan berbaik hati padamu kali ini. Moodku sedang bagus.”Semakin berjalan mendekati taman, samar-samar terdengar suara Alec yang sedang berbincang dengan seseorang melalui ponsel menggunakan bahasa Inggris. Ia tidak menyadari kehadiran Lani. Dengan tenang, Lani duduk tidak jauh dari tempat Alec. Ia ingin memberikan Alec privasi.“.......................”“Aku akan memberikannya hari ini. Kita lihat apa itu benar-benar bekerja. Tapi, kalau tidak sesuai harapan.... mungkin aku akan memberikanmu ‘hadiah’. Kamu suka hadiahku, kan?”“....!!!!”Suara seseorang dari ponsel Alec terdengar sedang berteriak. Lani berusaha untuk mengabaikannya. Bagaimanapun juga, itu bukanlah urusannya. Dia mencoba mengalihkan perhatiannya dengan mendongak ke atas. Melihat bintang di langit yang sedang bersinar terang.“Ssssst! Jangan berteriak, kam
Dengan langkah lebar-lebar, Lani memasuki kamarnya. Ia tampak tergesa-gesa. Dengan gerakan cepat, Ia meraih sebuah buku catatan, beberapa lembar kertas, dan alat tulisnya. Kemudian Ia menaruhnya di atas meja belajar.Ia membuka almari baju, dan memilih baju terusan hitam lengan panjang dengan renda putih di bagian kerah dan ujungnya. Baju tersebut berbahan katun, sehingga nyaman untuk dipakai. Setelah selesai berpakaian dengan cepat, Ia menuju meja riasnya. Rambutnya yang panjang Ia ikat tinggi-tinggi supaya tidak mengganggunya. Terkadang rambut panjang benar-benar susah untuk diatur.Setelah dirasa kuncirannya terasa nyaman, Ia meraih alat tulis dan buku yang tadi telah disiapkan di atas meja, dan mematikan lampu kamar.Ia pergi ke perpustakaan yang terletak di samping ruang kerja ayahnya. Ketika berjalan melewati ruang kerja tersebut, pintu ruangan tersebut selalu tertutup dengan rapat. Dan Lani tidak pernah memasukinya kalau bukan karena dipanggil