"Panggil aku Nohan" lalu mengulurkan tangannya pada Lani.
"Halo, Nohan, aku Lani" Lani menjabat tangan Nohan.
Terasa hangat dan lembut, tapi juga kekar, Lani menyukainya. Mereka berjabat tangan cukup cukup Lama dari yang mereka kira.
"Hmmm.. tanganmu mungil sekali yaa" kata Nohan sambil tersenyum memandangi tangan mereka yang sedang berjabat.
Lani kemudian menarik tangannya, dia tidak tahu apa yang sedang terjadi, karena dia biasanya tidak senyaman ini berada di dekat laki-laki. Untuk sesaat tadi, dia melupakan dirinya sendiri.
"Ehm..yahh, begitulah" jawaban Lani yang sedikit kikuk membuat dirinya sendiri heran, dia mengutuk dirinya sendiri, bagaimana bisa dia tidak bisa tidak berpikir dan mencari jawaban yang sedikit rasional. Pasti pria di depannya ini akan ilfil padanya.
"Santai saja, tadi aku cuma bercanda kok."
Sebuah tangan mengelus rambut Lani, membuat Lani merasakan desiran aneh di dadanya. Perutnya seakan melilit tubuhnya. Perasaan apa ini? Lani bertanya-tanya.
"Ehmm.. yahh" lagi-lagi Lani mengutuk mulut sialannya yang hanya bisa melontarkan jawaban bodoh sedari tadi.
"Bagaimana kalau kita pulang sekarang? ini sudah cukup larut" kata Lani dengan memberanikan diri menatap Nohan. Tangan yang tadinya mengelus rambut Lani menghentikan gerakannya, membuat Lani sedikit kecewa.
"Baik, mari kita pulang" Nohan berbalik dan berjalan mendekati mobil, lalu membukakan pintu bagian samping.
"Silakan masuk, Lani"
Perlakuan Nohan membuat Lani lagi-lagi merasakan perasaan aneh yang tidak dia kenali, namun dia sangat menyukai rasanya.
Lani masuk ke mobil dan duduk "Terima kasih"
Lalu Nohan menyusulnya untuk duduk di kursi kemudi, dan mulai melajukan mobilnya.
Ditengah perjalanan, hal-hal yang tidak disangka Lani terjadi. Mereka dengan nyamannya mengobrol dan mengenal satu sama lain.
"Jadi sudah berapa lama kamu berada di Singapore?"
"Sudah lebih dari dua tahun.."
Lani tidak terlalu nyaman sebenarnya, ketika mengetahui Nohan orang Indonesia yang lebih tua dan dia memanggilnya tanpa sebutan kakak atau apapun itu.
"Ehmm.. sebenarnya ketika memanggil namamu langsung membuatku merasa tidak nyaman, jadi boleh aku panggil kakak?"
Nohan tertawa kecil, membuat Lani tanpa sadar mengucapkan apa yang ada dalam pikirannya.
"Menggemaskan sekali"
"Apa?" Nohan meminta Lani mengulangi perkatannya, karena sepertinya dia salah mendengar.
"Kamu menggemaskan ketika tertawa seperti tadi"
Nohan terperangah. Cukup terkejut dengan kejujuran gadis disampingnya itu.
"Hahahaha.. kamu jujur sekali ya. Memuji seseorang, membuatnya malu dan kamu mengucapkannya seakan itu sesuatu yang biasa. Kamu sering menggombali lelaki yaa?" Nohan menengok dan melihat Lani sekilas. Lalu kembali fokus pada jalanan yang sudah mulai sepi.
"Apa?! Tidak, ini pertama kalinya kok. Aku selalu mengatakan yang sebenarnya, jadi tadi bukan gombalan. Justru kakak yang terlihat suka menggombali perempuan!"
Lani tersenyum melihat jalanan sepi yang mereka lewati, diam-diam dia berharap perjalanan itu akan berlangsung dalam waktu yang lama.
"Hei aku belum mengizinkanmu memanggilku kakak, ya! Panggil saja aku Nohan, aku lebih suka kalau kamu menganggapku sebaya, kata kakak membuatku sedikit lebih tua, Lani"
Nohan terlihat senang, gadis disampingnya itu sangat menarik baginya. Dia berharap bisa selalu dekat dengannya.
"Oh iya, memang aku terlihat bagaimana Lan? Seperti buaya darat kah?"
"Ehmm"
Lani melihat Nohan, dan mengamatinya.
"Kamu... dari wajah terlihat rupawan, dan sepertinya juga memiliki banyak uang, tubuhmu juga bagus dan proporsional, lalu.." ucapan Lani terhenti ketika Nohan menyelanya.
"Cukup lan!" Nohan terkekeh geli, dia bisa mati karena besar kepala jika berada di dekat gadis itu.
"Kenapa? Tadi memintaku untuk menilai" Lani kembali melihat jalan. Dia tidak menyadari jika telah membuat laki-laki di sampingnya melambung.
"Tadi.. tidak lupakan! Jangan menilai aku lagi! Jujur saja, aku belum pernah bertemu gadis sepertimu"
Alis lani terangkat mendengar perkataan Nohan "Gadis sepertiku?"
"Ya, terlalu terang-terangan mengucapkan sesuatu"
"Tapi kamu suka, kan?"
Nohan tersenyum dan mendengus kesal. Gadis disampingnya membuatnya kualahan.
"Ya.. itu cukup menyenangkan sebenarnya" kata Nohan seraya mencoba memfokuskan pikirannya untuk mengemudi.
"Benarkah?? Cukup atau...sangat menyenangkan?" entah mendapat setan dari mana, Lani malah menggoda laki-laki di sampingnya. Lani juga mengumpati dirinya sendiri dalam hati karena telah berkata seperti itu pada seorang laki-laki yang baru dikenalnya satu jam yang lalu.Dia melirik laki-laki disampingnya, terlihat fokus mengemudi.
"Apa kamu menggodaku?" tanya Nohan
Takut akan menyinggung laki-laki yang sudah berbaik hati mengantarnya, Lani meminta maaf "Maaf, kalau kamu terganggu"
Permintaan maaf lani membuat Nohan tertawa.
"Hahahaha.. tidak perlu meminta maaf. Aku tidak keberatan. Ngomong-ngomong, di sebelah mana apartemenmu?"
Mobil yang mereka naiki mulai berjalan lambat.
"Di sana" Lani menunjuk apartemen yang gedungnya paling tinggi.
Mobil hitam itu akhirnya berhenti di depan gerbang apartemen.
"Ehm.. kalau begitu, aku pulang dulu. Terima kasih atas tumpangannya"
Karena tidak ada jawaban, Lani menengok pada laki-laki di sampingnya. Dia terlihat terpaku pada jalan, seakan memikirkan sesuatu.
"Kamu tahu, Lan..." kata Nohan tiba-tiba
"Apa?"
Lani merasa atmosfir yang tenang telah berubah menjadi sedikit menegangkan.
Nohan beralih menatap Lani, dan mata mereka bertemu, mengagumi satu sama lain.
"Aku selalu mencoba menjadi tidak egois, dan berbuat adil. Tapi.. rasanya malam ini aku ingin menjadi egois. Apakah itu diperbolehkan?"
Lani mencoba menerka apa yang dimaksud Nohan. Dia melihat manik mata hitam Nohan yang misterius. Sulit sekali menebak isi pikirannya.
"Aku pikir, karena ini hidupmu, jadi kamu berhak menentukannya sendiri"
Sebenarnya, Lani sendiri tidak yakin apa yang dia ucapkan benar. Tapi sepertinya dia sudah cukup lelah untuk berpikir.
"Benar, aku pikir juga begitu" kata Nohan dengan senyuman, yang membuat rani merinding karena merasa sedikit takut.
"Kalau begitu, aku mau pulang, hati-hati di jalan"
Lani melepas sabuk pengaman, dan mencoba membuka pintu mobil, namun ternyata terkunci. Dia mulai menyadari makna perkataan Nohan. Ketika Lani hendak berbalik karena ingin protes pada Nohan, dia mendapati tubuh nohan menghimpitnya. Salah satu tangan Nohan bertumpu pada kaca mobil di samping Lani, sehingga Lani bisa merasakan hembusan napas Nohan yang hangat di lehernya.
"A.. apa yang kamu lakukan?" napas Lani seakan tertahan di tenggorokan.
"Aku akan menghabiskan malam ini denganmu. Bagaimana, Lani?"
"Aku.." Lani belum selesai menjawab karena Nohan menyelanya.
"Aku akan menganggapmu setuju, karena kamu yang mulai menggodaku."
Nohan mencium leher Lani sejenak, lalu menegakkan duduknya kembali.
Sentuhan bibir Nohan yang lembut dan hangat seakan menempel di leher Lani, dan membuat tubuhnya merinding, merasakan sensasi yang tidak pernah dia alami.
Lani menatap Nohan, dengan segenap keberanian yang dia pertahankan. Karena tingkah Nohan tadi hampir saja membuat keberanian Lani hilang dalam sekejap.
"Apa yang kamu mau? Aku bahkan tidak berpengalaman melakukan hubungan seksual, jika itu yang kamu inginkan dariku"
Perkataan Lani membuat Nohan tersenyum. Lani yang melihat senyuman aneh Nohan menjadi waspada.
"Well.. kalau begitu kita akan sama-sama mencoba berhubungan seksual untuk pertama kalinya, bukankah itu ide yang bagus? Terima kasih telah membahas tentang seks, Lani"
Siaalll siaall siall!! Lani mengutuk mulut kotornya. Akibat ucapannya, sekarang dia berada dalam posisi yang sangat berbahaya.
"Lebih baik menyewa seseorang, ada banyak kelab malam di sini. Tolong jangan seperti ini"
Lani menunduk, jujur saja dia ketakutan.
Melihat Lani yang ketakutan, Nohan jadi merasa bersalah. Dia seperti melakukan pelecehan pada gadis itu.
"Hei, coba lihat aku" kata Nohan mencoba membuat Lani tidak ketakutan, namun Lani tidak mengindahkan katanya, dan tetap menunduk. Melihat hal itu, tangannya terulur untuk memegang lembut pipi Lani, supaya gadis itu mau melihatnya.
"Hei, tidak perlu takut. Aku tidak ingin merebut malam pertamamu" Nohan terus melihat wajah Lani, berharap gadis itu mau menatapya lagi. Ketika Lani mulai mendongakkan wajahnya untuk menatap Nohan, dalam hati Nohan merasa bersyukur.
"Tapi aku memang ingin menghabiskan malam ini denganmu, kita bisa mengobrol sepanjang malam. Aku mohon"
Lani mengamati laki-laki di depannya untuk melihat apakah dia akan berbohong atau tidak. Tapi dia tidak menemukan adanya kebohongan di sana.
"Baiklah.. tapi lebih baik jangan di sini."
Ucapan Lani membuat Nohan tersenyum lebar.
"Baiklah, kamu mau ke mana? bagaimana kalau ke hotel tempatku menginap?"
Mendengar itu Lani spontan tidak menyetujuinya. Bagaimana kalau dia dilecehan di tempat itu?
"Tidak! Lebih baik ke apartemenku saja. Di sana cukup luas, kok"
Lani rasa itu ide terbaik, karena Lani merasa aman saat berada di tempat yang dia kenali, dan ditambah ada rumah si nenek pemilik apartemen yang dapat dimintai tolong jika Lani berada dalam kesulitan.
"Baiklah" Nohan tersenyum puas, tidak disangka dia malah diundang ke tempat tinggal Lani. Tentu saja itu membuatnya sangat senang.
Lani menunjukkan tempat parkir di bawah basement apartemen. Sesampai di basement, Nohan mematikan mesin mobilnya.
Lani membuka pintu mobil, kali ini dia bisa membukanya dengan mudah.
"Nanti aku harus pergi ke rumah pemilik apartemen sebentar, kamu tunggu saja di lobi apartemen ya"
"Kenapa aku tidak boleh ikut?" Nohan tidak senang dia ditinggalkan begitu saja.
"Aku hanya mengambil barangku di sana, cuma sebentar kok"
"Aku tahu, pasti kamu malu dan tidak ingin terlihat bersama dengan seorang pria di malam hari, kan?"
Lani tidak percaya dengan apa yang dia dengar dan menatap Nohan
"Ya, benar. Karena sudah tahu alasannya, jadi tolong mengertilah"
"Ehm.. Baiklah, aku mengerti" Nohan tersenyum pada Lani, yang justru membuat Lani berpikir ulang. Kenapa dia harus malu bersama Nohan? manusia di depannya ini justru membuatnya ingin memperkanalkannya di depan semua orang. Lani ingin menghilangkan pikiran di kepalanya, dan menggeleng-gelengkan kepala dengan cepat.
"Ada apa?" tanya nohan yang melihat tingkah Lani.
"Tidak ada apa-apa, ayo ikut aku"
Lani berbohong. Bohong sekali kalau Lani berkata tidak ada apa-apa. Kehadiran Nohan saja sudah membuat tubuh dan pikirannya kenapa-napa.
"Duduk saja di dalam situ, aku akan ke rumah itu sebentar" kata Lani sambil menunjuk rumah besar di samping apartemen, yang dibatasi dengan kebun bunga yang cukup luas. Dari situ, Nohan bisa melihat Lani berjalan cepat menuju pintu rumah itu. Ketika Nohan melihat ada laki-laki yang membukakan pintu dan bersikap ramah pada Lani, dia merasa tidak menyukainya. Nohan juga bingung kenapa, dia hampir tidak pernah terlibat hubungan tanpa status jelas dengan seorang gadis, karena selama ini Nohan fokus untuk merintis karir. Malam ini benar-benar pengalaman baru bagi Nohan.
"Ini bajumu Lan" cucu pemilik apartemen itu mengulurkan baju kepada Lani, dan Lani langsung menerimanya.
"Ini jepit rambut yang kamu pinjamkan tadi" kata Lani sambil menyerahkan jepit rambut itu. Namun, laki-laki di depannya menolak, dan malah memakaikan jepit itu ke rambut Lani.
Nohan yang melihat itu seakan merasakan amarah yang tidak dia kenali. Merasa kesal, sangat marah, dan tidak terima. Tapi kenapa harus marah pada Lani, gadis yang bahkan belum dia kenal selama 24 jam. Di mata Nohan kedua manusia itu tampak saling merayu satu sama lain, apalagi sosok laki-laki itu, yang sepertinya senang sekali bersentuhan dengan Lani. Apakah mereka sepasang kekasih? tanya Nohan dalam hati. Entahlah, hanya melihat Lani dengan laki-laki lain membuatnya berasumsi yang aneh-aneh.
Tidak lama kemudian, Lani menghampiri Nohan.
"Ayo, ikut aku ke apartemenku"
Lani merasa Nohan sepertinya tidak dalam emosi yang bagus. Wajahnya tertekuk sedari tadi, dan tidak mau menatap Lani.
Ketika mereka memasuki lift yang kosong itu, Lani mencoba membuka percakapan.
"Ada apa denganmu?" tanya Lani sambil melihat tombol lift yang berupa angka-angka tersebut.
"Tidak tau!"
Mendengar jawaban ketus dari Nohan, membuat Lani penasaran.
"Jadi, sejak kapan merasa kesal begitu?"tanya Lani dengan hati-hati.
"Tadi, ketika melihatmu ke rumah itu"
"Aku tebak, kamu melihat cucu pemilik apartemen berinteraksi denganku, lalu kamu kesal saat itu"
ting!
Pintu lift terbuka, Lan berjalan keluar lift dan berbelok ke kiri, dan berhenti di depan pintu apartemennya.
Nohan mengikuti Lani dari belakang.
"Ya, kamu benar. Itu.. jujur saja membuatku sangat tidak nyaman"
Tring
Tanda kunci pintu apartemen Lani telah terbuka secara otomatis.
"Masuklah dulu, aku akan membuatkanmu minum"
Lani masuk terlebih dahulu dan menata tempat duduk.
"Cukup luas juga apartemenmu" kata Nohan seraya mengedarkan pandangan di apartemen Lani.
"Yahh lumayan luas, apalagi kalau kamu menghuninya sendiri"
"Silakan duduk"
Lani telah menyiapkan bantalan duduk di samping meja kayunya yang terletak di atas lantai, menghadap balkon kamarnya.
Nohan berjalan ke arah yang dimaksud Lani, dan duduk di sana. Lani kemudian menuju dapur kecil di apartemennya.
"Mau minum apa?" tanyanya pada Nohan, yang masih mengamati sekitarnya.
"Air putih saja" jawabnya seraya melihat Lani sibuk di dapur kecilnya.
Tidak menunggu waktu lama, Lani berjalan mendekati meja, dan duduk bersila di meja depan Nohan, sehingga mereka berhadapan satu sama lain.
"Bagaimana menurutmu apartemenku?" tanya Lani untuk memecah keheningan.
"Rapi, barangnya sedikit tapi aku tahu kalau barang-barangmu disini hampir semuanya berkualitas bagus."
"Benar sekali. Aku memang jarang membeli sesuatu, tapi jika membeli barang aku akan membeli yang kualitasnya paling bagus, supaya awet." kata Nohan menyetujui pola pikir Lani. Sejenak hal tersebut rupanya dapat membuat Nohan melupakan rasa kesal yang tidak beralasannya tadi.
Lani pantulan dirinya pada air di dalam gelas yang dia pegang.Jam sudah menunjukkan pukul sebelas malam, dan laki-laki di depannya ini tidak kunjung ingin pergi."Apa masih ada yang ingin kamu bicarakan lagi?"Tidak ada respon, Lani melihat laki-laki di depannya ini memandang meja di depannya. Pikirannya tampak berkenalan jauh."Permisi??"Lani mengibaskan tangan di depan wajah laki-laki itu."Sejujurnya tidak ada yang ingin aku katakan lagi, tapi aku ingin berada disini untuk sementara waktu"Apa laki-laki ini jatuh cinta padaku? tapi itu tidak mungkin. Aku bukan orang yang mudah menarik perhatian laki-laki."Sebenarnya agak aneh bertanya ini padamu, tapi aku penasaran.. Apa kamu tertarik denganku?"Nohan tidak menyangka gadis itu begitu terang-terangan bertanya hal seperti itu."Tidak tahu, bagaimana aku bisa tahu sedang tertarik dengan seseorang atau tidak?"Lani memutar gelas di tangannya"Yah..
"Apa itu menyenangkan bisa ganti-ganti pasangan semudah itu?""Hmm.. awalnya ini terasa menyenangkan, seolah-olah aku diinginkan semua orang. Tapi, entah kenapa hubunganku terasa hambar""Aku berkencan, dan melakukan hal-hal romantis selayaknya pasangan muda lainnya, tapi ada sesuatu yang membuatku merasa kalau hubunganku dengan mantan-mantanku itu bukan sesuatu yang aku cari selama ini"Lan dan Josua terdiam, sejenak suasana di antara mereka menjadi hening."Aku baru mengetahui kalau sudah tersesat jauh dari tujuanku ketika berbincang denganmu di pestanya Lim"Tangan Josua meraih tangan Lani yang terletak di atas pangkuan Lani."Lan.. aku pikir kamu bisa menyelamatkan aku dari rasa tersesatku ini. Apa kamu mau menjadi pacarku?""Apa?""Kamu mau menjadi pacarku Lan? Aku janji akan memutuskan hubungan dengan mantan-mantanku, dan hanya melihatmu seorang"Lani merasa tidak nyaman, dan melepaskan tangannya dari genggaman Jos
"Kenapa kakak disini sendiri?""Ah! Kakak tidak bisa tidur. Apa kamu juga?"Aneh rasanya Lani bertanya seperti itu. Jika dia menjadi anak itu pasti tidak akan bisa tidur nyenyak setiap malam. Anak itu bernama Imanuel, dia tidak memiliki ayah, dan ibunya berdagang dengan kios kecil yang pembelinya pun juga tidak banyak. Bajunya sangat kotor, dan ada beberapa jahitan di sana. Jantung Lani seperti ditusuk jarum melihat keadaan anak itu."Aku sudah tidur tadi, tapi tiba-tiba terbangun"Tidak beberapa lama, suara perut yang lapar terdengar dari tubuh Imanuel.Ah, lapar rupanya. Kata Lani dalam hati."Mau mie? Kakak punya mie dan cemilan""MAU!"Hanya karena makanan mata anak itu bisa bersinar. Mudah sekali membuatnya senang."Hehe, baiklah, tunggu disini ya"Lani pergi ke dalam tenda dan mengambil beberapa stok makanan dari tasnya.Dia menuju ke dispenser untuk memasak mie kemasan cup.Ketika mengha
"Hmm.. karena kamu ada dendam dengan Alex?" Lani mencoba menebak Josua tersenyum "Salah, aku beri satu kali lagi kesempatan" "Supaya aku tidak ada yang membantu?" Lani menoleh ke arah Josua dengan raut sedikit sebal "Bukannya kita teman? Kenapa kamu mengusir orang yang akan membantu temanmu?" Mendengar itu Josua tersenyum dan menghela napas "Hampir tepat. Alasannya karena aku hanya tidak suka kalau Alex membantumu. Kalau aku bisa membantumu kenapa harus Alex?! Harusnya kamu minta tolong langsung ke aku Lan!" Penjelasan Josua membuat Lani tidak mengerti jalan pikir laki-laki disampingnya itu "Haah??" "Aku tidak mengerti jalan pikiranmu, kamu mengambil jalan yang sulit. Harusnya biarkan saja Alex membantu, kamu jadi tidak perlu bawa bawaan berat itu, dan bisa bawa kresek snack ini yang lebih ringan" Lani menunjukkan kresek yang dia bawa "Kalau ada dua orang yang membantuku kan aku jadi lebih senang" Josua menyerah.
"Apa ada yang ingin kamu sampaikan lagi?""Kita sudah 3 tahun tidak saling berbicara, apa kamu tidak merindukanku?"Lani mendengus kesal mendengar pertanyaan basa-basi tersebut"Tidak perlu basa-basi denganku. Mempercayaimu sebagai teman dekat adalah kesalahanku di masa lalu. Apa bos tersayangmu itu masih memberimu tugas menjadi teman palsu?" tanya Lani dengan nada ketus."Hahahaha! secara tidak langsung kamu pernah menganggapku sebagai teman dekat, aku merasa tersanjung. Tapi sayang sekali, kali ini orang lain telah menggantikan tugasku. Apa kamu sedih?"Mendengar penjelasan dari Amanda membuat lani geram. Padahal Ia ingin punya kehidupan yang bebas sewaktu kuliah. Namun ayahnya selalu saja memata-matainya."Katakan, siapa orangnya?""Huh?? Apa aku tidak salah dengar? Tentu saja aku tidak akan memberitahumu, hahahaha! Oh iyaa, aku kasih tau sedikit, dia adalah orang yang memberi tahu kontakmu, alamat
Hari itu adalah hari terakhir mereka mengajar. Maka diadakan ujian pada anak-anak yang diajar untuk mengukur perkembangan kemampuan mereka setelah dilakukan program mengajar oleh tim sukarelawan. Lani melihat Imanuel yang duduk di pojokan. Anak itu merasa semangat, namun terkadang terlihat sedih. Ia jadi teringat perkataan anak itu semalam. Imanuel berkata kalau dia akan meminta pertimbangan pada ibunya. Sikap hati-hati dalam memutuskan sesuatu pada anak itu Lani akui cukup hebat. Tidak banyak anak yang akan berpikir panjang di usia kanak-kanak. Lani semakin yakin, kalau dia memilih anak yang tepat. "Baiklah... sekarang karena kalian sudah selesai ujian, maka hari terakhir ini kita akan bersenang-senang, dan makan-makan! Apa kalian setuju?!!" ucap salah satu rekan Lani dengan antusias. Hal tersebut tentunya disetujui oleh anak-anak dengan riuh. Para anggota sukarelawan membawa banyak makanan di atas nampan, dan beberapa box snack dan beberapa bone
Kedua tangan Lani mengepal erat. Kali ini Bella hampir saja membuat kewaspadaannya menurun. Ia tidak akan semudah itu percaya kepada orang lain. Diluar tubuhnya sendiri, semua adalah orang asing yang tidak bisa dipercaya. Senyum mengembang di wajah Lani "Terima kasih, Bell. Aku tahu bisa mempercayakan semuanya padamu" tentu saja semua itu hanya kata-kata manis Lani. Namun diluar dugaan, Bella tiba-tiba memeluk Lani dengan erat. Tubuh Lani membeku, dia tidak pernah dipeluk seerat ini setelah mamanya meninggal. Lani Ingin memeluk Bella kembali, namun tangannya terhenti diudara. Dia tidak boleh terlena, pikirnya. "Sekarang kita benar-benar berteman ya, Lan" kata Bella sambil tetap memeluk Lani "Ya, tentu.." tentu saja ini semua hanya rekayasakata Lani dalam hati "Uhh.. Bell sebaiknya kita ke kelas sekarang" Lani sebenarnya hanya beralasan supaya Bella tidak memeluknya terlalu lama. Mendengar perkataan Lani, Bella me
Lani dan Lim memutuskan untuk berbelanja bahan makanan di mall terdekat. Karena Lim berencana untuk tinggal di apartemen Lani untuk sementara, jadi mereka belanja banyak bahan makanan.Sesampai di apartemen, Lani menyiapkan alat-alat yang akan digunakan untuk memasak. Karena alat-alat tersebut hampir semuanya baru, jadi harus dicuci terlebih dahulu. sedangkan Lim memasukkan bahan-bahan makanan ke dalam kulkas.TING TONG TING TONGLim menghentikan aktifitasnya, sedangkan Lani acuh tak acuh dan tetap mencuci alat-alat makan."Lan.. sepertinya ada tamu"Lani menghentikan aktivitasnya, dan mematikan kran air. Ia tidak pernah ingat ada janji dengan seseorang. Mungkin itu nenek pemilik apartemen. Sebenarnya Lani merasa malas untuk berbincang dengan nenek tersebut, tapi ketika Ia teringat pertolongan nenek tersebut, Ia memutuskan untuk menemuinya."Mungkin nenek pemilik apartemen. Sebentar ya Lim"Lani menaruh spon cuci piring, dan membuka pintu.
“Ahhh...”Lani melihat pada Alec yang merintih kesakitan. Wajah Alec yang semula halus dan rupawan menjadi penuh lebam dan berdarah. Ia segera membawa Alec ke klinik universitas untuk mendapat pertolongan.Setelah diobati oleh perawat di sana, Lani mengajak Alec untuk berbincang.“Jadi, jelaskan padaku apa yang terjadi.”Alec membuang muka dengan sesekali meringis kesakitan sambil memegangi wajahnya.“Kalau aku bilang, apa kamu akan percaya padaku?”“Tentu, katakan saja.”Alec terlihat senang. Ia mulai memutar otak untuk memilih kata-kata dalam bercerita.“Oke, kalau begitu, dengarkan dengan baik...”Alec menundukkan kepalanya dan kemudian berbicara“Sebenarnya, tadi aku sempat berdebat dengan Nohan. Ia tiba-tiba datang untuk menjemputmu katanya. Aku sudah bilang kalau aku yang menjeputmu, tapi dia tidak mau mengalah. Jujur saja, aku tidak ingin dia
“Ahh.. yaa, tidak masalah... jangan minta maaf, kamu tidak bersalah sama sekali,”Lani merasa atmosfir disekitar mereka menjadi berat. Ia menjadi berpikir keras, karena Lim tiba-tiba berterima kasih dan meminta maaf.“Oh iya Lan, kemarin aku bertemu Alec.”Perkataan Lim membuat mata Lani melebar,“Lalu..?” tanya Lani ragu-ragu.Lim melirik sebentar ke arah Lani yang berjalan di sampingnya.“Dia yang membunuh Blacky”Kali ini Lani benar-benar kaget. Dia seketika menghentikan langkahnya “APA?!”“Dia memang sengaja membunuh kucingmu, karena itu niatnya sejak awal. Laki-laki gila,”“Tidak mungkin! Kalau dia yang membunuh kenapa dia memberitahuku kalau kucingku mati keracunan? Dia juga memberitahuku dimana kuburan Blacky...?”Lim menatap Lani serius “Lan... jujur saja, aku merasa kasihan denganmu. Aku tahu Alec menyukaimu. Tapi di
Lim hanya tersenyum nanar, “Biasa, ayahku memukuliku lagi,” katanya dengan enteng sambil menyendokkan dessert ke mulutnya. Seolah itu adalah hal yang ringan.Lani merasa nafsu makannya hilang.“Kali ini kenapa lagi?”Terdengan suara helaan napas yang dalam dari Lim “Aku membatalkan pertunangan kemarin lusa, jadi orangtuaku marah.”Perkataan Lim cukup mengejutkan Lani“Apa kamu baik-baik saja?” tanya Lani dengan nada khawatir. Sejenak kemudian dia merutuki dirinya sendiri. Tentu saja Lim tak baik-baik saja. Dia habis dipukuli ayahnya!“Maaf.. maksudku... aku tahu kamu pasti sedang tidak baik-baik saja,”Lim tersenyum kecut “Haha.. santai saja. Rasanya memang tidak menyenangkan, tapi disisi lain aku merasa sedikit bebas. Ini pertama kalinya aku memutuskan sesuatu sendiri... maksudku, membatalkan pertunangan..”Lim melihat jam “Sudah jam sebelas, lebih b
“Bagaimana dengan kakakmu? Apa dia juga kamu beritahu rencanamu ini?”“Tidak, dia tidak peduli kalau itu tak menyangkut dirinya”Rupanya punya kakak atau tidak pun tak ada bedanya ya, pikir Lani.“Oh iya, kita besok ada jadwal kuliah ya?”“Ya,”“Katanya ada kafe baru di depan universitas, mau ke sana sehabis kelas?”“Baiklah,”Lim berjalan dari balkon menuju ruang tamu kecil di apartemennya Lani. “Blacky tertidur, mungkin karena panas dia jadi tiduran dilantai, padahal sudah aku bawakan tempat tidur di dekatnya. Kalungnya juga telah aku pakaikan. Cocok sekali!”“Terima kasih, kamu yakin uangya tak perlu aku ganti? Kamu membeli banyak barang loh,”Dengan mengibaskan tangan di depan wajahnya, Lim berkata “Tak perluuu, kan sudah aku bilang kalau Blacky itu seperti anakku sendiri,”“Kalau kamu mau ka
“Apa kamu sudah tidur?”Suara Nohan yang berat seperti suara khas pria terdengar merdu di telinga Lani.“Aku mau tidur, apa sudah selesai dengan pekerjaanmu?”“Belum, sekarang kami sedang beristirahat,”“Oooh.. Kalau begitu seharusnya kamu beristirahat,”“Ya, aku sedang melakukannya sekarang. Berbicara denganmu membuat rasa lelahku hilang,”Rasanya cukup menyenangkan, bibir Lani sedikit tertarik ke atas mendengarnya. Namun Ia tahu itu pastilah kebohongan. Tak mungkin Nohan tidak tahu kalau Lani yang menyebabkan kesulitan. Ia selama ini memata-matai Nohan untuk memenuhi ambisi Ayahnya.Ia teringat dengan Ibunya dalam mimpi ketika di perpustakaan. Ibunya berkata kalau Ia dimanfaatkan... Sekarang Ia merasa takut kalau ucapan ibunya benar.“Halo... Lan? Apa kamu sudah tidur?” Nohan bertanya karena Lani terdiam cukup lama.
“Aku tahu, tapi... tetap saja kan. Apa kamu tidak merasa jijik denganku?”Laki-laki beralis tebal itu menatap Lani. Ia sangat tampan. Matanya sangat jernih tertimpa sinar matahari sore.“Tidak! Sama sekali tidak! Aku menghargai orientasi seksualmu. Lagipula memangnya aku tuhan sampai berani melabeli kamu manusia menjijikkan?”Hahahahaha“Kadang kejujuranmu itu lucu juga ya?!” kata Adam jujur.Lani hanya meringis mendengarnya.“Aku senang bertemu denganmu. Seandainya aku tidak gay dikehidupan selanjutnya, aku akan jatuh cinta denganmu,”“Aku berharap jadi bunga saja kalau memang ada reinkarnasi.”“Kalau begitu aku akan menjadi kumbang, dan menemuimu, dan memakan nektarmu setiap hari,”“Aku akan menjadi bunga bangkai.”“Aku akan menjadi lalat!”Adam tidak ingin mengalah.“Ugh! Hentikan!!”
Ini pertama kalinya Nohan memasak untuk orang lain. Bulu matanya yang lentik mengikuti arah pandang mata Nohan terhadap perempuan yang sedang makan depannya. Suasana saat ini begitu tenang. Hanya terdengar dentingan alat makan.Ini normal, seperti suasana saat Ia makan dengan keluarganya di rumah. Namun, ada sesuatu yang kurang. Akhir-akhir ini Nohan melihat film bergenre romance untuk belajar. Sebuah film bisa mengajarkanmu untuk merasakan emosi yang belum pernah kamu rasakan. Itu salah satu dari keajaiban sebuah film. Ah, semua karya manusia seperti buku, komik, novel, dsb juga membantu. Namun, Nohan lebih suka menonton film daripada buku. Karena memakan waktu lebih singkat. Katakanlah terdapat tiga ratus halaman sebuah buku novel, jika diadaptasi dalam sebuah film, maka paling tidak durasinya hanya satu setengah jam, atau paling lama dua jam..? Sedangkan untuk membaca tamat tiga ratus halaman sebuah buku butuh waktu lebih lama dari itu.Tentu emosi dan desk
“Jangan kembali, dan tetap tenang di sana. Aku akan berbaik hati padamu kali ini. Moodku sedang bagus.”Semakin berjalan mendekati taman, samar-samar terdengar suara Alec yang sedang berbincang dengan seseorang melalui ponsel menggunakan bahasa Inggris. Ia tidak menyadari kehadiran Lani. Dengan tenang, Lani duduk tidak jauh dari tempat Alec. Ia ingin memberikan Alec privasi.“.......................”“Aku akan memberikannya hari ini. Kita lihat apa itu benar-benar bekerja. Tapi, kalau tidak sesuai harapan.... mungkin aku akan memberikanmu ‘hadiah’. Kamu suka hadiahku, kan?”“....!!!!”Suara seseorang dari ponsel Alec terdengar sedang berteriak. Lani berusaha untuk mengabaikannya. Bagaimanapun juga, itu bukanlah urusannya. Dia mencoba mengalihkan perhatiannya dengan mendongak ke atas. Melihat bintang di langit yang sedang bersinar terang.“Ssssst! Jangan berteriak, kam
Dengan langkah lebar-lebar, Lani memasuki kamarnya. Ia tampak tergesa-gesa. Dengan gerakan cepat, Ia meraih sebuah buku catatan, beberapa lembar kertas, dan alat tulisnya. Kemudian Ia menaruhnya di atas meja belajar.Ia membuka almari baju, dan memilih baju terusan hitam lengan panjang dengan renda putih di bagian kerah dan ujungnya. Baju tersebut berbahan katun, sehingga nyaman untuk dipakai. Setelah selesai berpakaian dengan cepat, Ia menuju meja riasnya. Rambutnya yang panjang Ia ikat tinggi-tinggi supaya tidak mengganggunya. Terkadang rambut panjang benar-benar susah untuk diatur.Setelah dirasa kuncirannya terasa nyaman, Ia meraih alat tulis dan buku yang tadi telah disiapkan di atas meja, dan mematikan lampu kamar.Ia pergi ke perpustakaan yang terletak di samping ruang kerja ayahnya. Ketika berjalan melewati ruang kerja tersebut, pintu ruangan tersebut selalu tertutup dengan rapat. Dan Lani tidak pernah memasukinya kalau bukan karena dipanggil