Beranda / Romansa / Ku Temukan Rumahku / 1. Rumah tak bernyawa

Share

Ku Temukan Rumahku
Ku Temukan Rumahku
Penulis: ASPER

1. Rumah tak bernyawa

Penulis: ASPER
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Hari itu langit tampak abu-abu. Warna langit yang biru mulai tertutup mendung. Lani melihat pohon tua yang sudah tidak berdaun dan hanya menyisakan ranting itu dengan perasaan sendu. Akankah pohon itu masih mau bertahan hidup? tanyanya dalam hati. 

Lani Lalu melihat ke depan dan menatap makam didepannya dengan tatapan kosong.

"Apa kabar ibu ? Apa kamu bahagia sekarang ?" Dia diam beberapa menit. Tidak ada jawaban.

"Aku membawakan bunga kesukaanmu, hortensia warna biru." Lani berjongkok dan menaruh bunga di atas makam yang penuh dengan rumput hijau itu.

"Ibu kamu tahu.. sekarang aku sudah masuk kuliah. Aku masuk di jurusan kedokteran......Aku tidak bisa menjengukmu sebulan sekali sekarang. Aku harap ibu mengerti, karena aku akan kuliah di Singapura" Lani diam sejenak, lalu melanjutkan

"Harusnya ibu tidak masalah, iya kan?"

Raut muka Lani mulai terlihat sedih. Matanya memanas.

"Ibu sendiri yang ingin mati. Meninggalkan aku.. sendirian... ketika aku masih kecil. Ibu tahu, aku sempat di bully setelah ibu meninggal. Katanya ibu mati karena gila" Air mata Lani sudah menggenang di pelupuk mata, dia mengusapnya dengan kasar dan tertawa getir

"Hahaha.. lucu sekali aku ini. Bukankah begitu ? ibu ? Aku bahkan bercerita tentang masa laluku. Padahal ibu tidak peduli sama sekali! Ibu meninggalkan aku begitu saja. Kadang aku bertanya.. kenapa kamu harus melahirkan aku ?"

Lani mulai bangkit dan berdiri

"Tapi sekarang aku berusaha untuk tidak merengek lagi padamu. Karena aku sudah cukup dewasa sekarang. Selamat tinggal, Ibu. Aku harus melanjutkan hidupku" 

Lani berbalik dan berjalan menjauhi makam ibunya. 

Rintik hujan mulai turun, tapi dia tidak menghiraukannya. Akan lebih baik kalau dia sakit sekalian, supaya dia bisa tidur jika diberi obat oleh dokter.

Lani membuka pintu mobilnya, dan mengendarainya menembus hujan di Jakarta sore itu.

Lani memasuki rumahnya yang sangat besar, dan sepi. Sebenarnya ada lima orang pembantu yang dipekerjakan oleh ayahnya, tapi kalau sore menjelang malam, mereka akan beristirahat di kamarnya masing-masing. 

Dia tidak melihat mobil ayahnya di garasi, pertanda ayahnya tidak akan pulang malam ini.

"Peduli setan dia mau pulang apa tidak! Tentu saja dia lebih senang bersama wanita-wanitanya daripada bersama anaknya!" Ucap Lani dengan menggerutu.

Lani mulai menata kopernya. Mulanya dia memasukkan baju-baju yang akan dia bawa. Namun tiba-tiba dia berhenti, dan mengeluarkan semua baju-baju itu dan memasukkan beberapa map berisi dokumen penting dan laptopnya.

RINGG RINGG

Dering dari hpnya, pertanda ada pesan masuk. Lani meraih hpnya. Dia mendapat pesan dari sekretaris ayahnya

Nona Lani, kapan anda ingin berangkat ke Singapura ? Saya akan memesankan tiket keberangkatan untuk anda

Lani menatap layar tersebut beberapa menit.

Raut wajahnya yang semula datar menjadi penuh emosi, sesaat seperti ingin menangis, sesaat seperti ingin marah. Dia menggenggam erat-erat benda itu, dan melemparnya dengan keras. 

Lani kemudian menangis sesenggukan. Beberapa menit kemudian, dia mengusap air matanya. Lalu menarik napas panjang, dan menghembuskannya perlahan. Dia mengulanginya beberapa kali sampai tidak mengeluarkan air mata lagi.

"Aku harus tetap waras!" Ucapnya sambil memeluk dirinya sendiri.

Ketika membaca pesan dari sekretaris ayahnya, Lani berharap kalau itu adalah ayahnya. Dia selalu mengharapkan perhatian dari ayahnya, walau hasilnya selalu nihil. Akhirnya, hal itu malah membuatnya sangat kecewa, merasa marah, sekaligus sedih secara bersamaan.

Akhirnya, Lani memungut kembali hpnya. Rupanya lemparannya barusan meninggalkan goresan panjang di layar.

"Persetan mau hancur atau apa. Aku tidak peduli. Setidaknya kalau aku membeli lagi dapat mengurangi uang di rekeningku!"

Lani mulai membooking tiket pesawat ke singapura untuk keesokan harinya, tentunya memilih kelas bisnis dan maskapai yang harga tiketnya paling mahal.

Dia tersenyum puas. 

Setelah itu, dia memencet aplikasi belanja online untuk membeli hp baru.

"Satu-satunya yang ayah berikan hanya harta yang melimpah! Jadi aku harus memanfaatkannya semaksimal mungkin!"  Ucapnya dengan penuh kepuasan

Dia memilih hp yang paling mahal, dan pengiriman saat itu juga. Belum sampai sepuluh menit, uang puluhan juta di rekeningnya telah habis. Tapi itu hanya jumlah kecil jika dibandingkan dengan total uang di rekeningnya saat itu.

"Hari ini aku akan makan banyak karena besok aku akan meninggalkan rumah ini!" Dia tersenyum sangat puas. Dan kembali berkutat dengan layar hpnya

Dia memesan banyak makanan dan minuman dari aplikasi pengantar makanan. Setelah itu, dia melempar hpnya ke atas kasur, dan mulai mengecek kembali barang bawaan dia.

Setelah itu, dia keluar dari kamarnya dan melihat rumahnya yang sangat luas itu. Dia mencoba mengingat dengan baik rumah yang telah menjadi saksi bisu tumbuh kembangnya. 

Dari lantai dua, dia menengok ke bawah ke arah lantai satu.

Di tengah ruangan ada karpet yang sangat lebar menutupi sebagian lantai marmer yang berwarna coklat. Di atasnya, ada candelier besar menggantung di langit-langit rumah.

Ada sofa kecil motif bunga-bunga yang diletakkan di dekat tembok, sedangkan tengah ruangan dibiarkan kosong. Lani lalu berjalan menuju anak tangga dan menatap foto-foto yang dipigura kayu. Tangannya meraba sebuah foto yang memeprlihatkan sebuah keluarga kecil yang tampak bahagia. Lani yang akan masuk SD memakai seragam barunya dan rambut yang di kepang dua, dia terlihat sangat ceria dengan senyum yang mengembang di wajahnya. Dalam foto itu, dia dipangku oleh seorang laki-laki dewasa yang memakai jas biru navi, dan tampak tersenyum lebar. Laki-laki itu menatap sosok perempuan cantik di sampingnya. Perempuan di sampingnya tersenyum hingga hanya memperlihatkan garis matanya saja. Tangan perempuan itu merangkul pundak laki-laki di sampingnya yang sedang memangku anak kecil. Kedua orang dewasa itu adalah ayah dan ibunya Lani. 

Ibunya adalah seorang aktris berbakat dan menikahi seorang pengusaha kaya raya. Lalu melahirkan seorang anak perempuan yang cantik dan menggemaskan. Semenjak menikah, Ibunya Lani jarang terlihat di layar kaca. Sebelumnya, ibu Lani sering sekali mendapat berbagai nominasi karena aktingnya yang memukau. Akan tetapi, setelah menikah dan melahirkan seorang anak, Ibunya Lani tidak lagi aktif dalam dunia akting. Setelah sepuluh tahun menikah, Ibu Lani meninggal. Sejak peristiwa itu, hubungan Lani dan ayahnya tidak lagi dekat. Rumah yang dulunya adalah tempat ternyaman, sekarang menjadi tempat yang penuh dengan kenangan buruk. Lani sadar, nyawa dari rumah itu adalah Ibunya. Kepergian ibunya sama saja dengan mencabut nyawa dari rumah itu.

Salah satu pembantu Lani datang menuju ruangan itu dengan vacuum cleaner di tangan kanannya. Dia melihat Lani sedang menatap foto di anak tangga, dan menghampirinya. 

"Nona sudah makan ?" tanya pembantunya dengan ramah

Fokus Lani teralihkan, dan menoleh ke samping untuk melihat sosok dari suara tersebut. 

"Aku sudah memesan makanan, nanti Bibi boleh makan bersamaku kalau mau" 

Ucap Lani tanpa senyum ataupun ekspresi sama sekali. Namun orang tua didepannya ini sudah hafal dengan perilaku nona mudanya ini. Bibi tua bernama Sarmi itupun tersenyum.

"Tentu saja saya mau Non, saya malah senang kalau disuruh menemani Nona makan" 

Kata-katanya sangat tulus, membuat perasaan Lani sedikit hangat. Lani mencoba tersenyum, tapi senyum yang dipaksakan akan terlihat karena matanya tidak ikut tersenyum.

Seorang pembantu tergopoh-gopoh datang ke ruangan itu membawa banyak kantung kresek di kedua tangannya.

"Nona!" Teriaknya ketika melihat Lani di anak tangga. Pembantu itu berjalan dengan cepat karena benda yang dibawanya cukup berat.

"Pesanan makanan anda telah sampai, ada empat orang yang mengantar. Ini ditaruh di mana?" Tanyanya setelah berhenti di ujung anak tangga. 

Lani yang melihat pembantunya nampak keberatan dengan barang bawaannya itu segera menuruni tangga dan mengambil beberapa kresek dari tangan pembantunya. 

"Ayo ke ruang tv" Ucap lani sambil berjalan mendahului kedua orangtua itu. 

Di ruang tv nampak sebuah layar lebar yang menyatu dengan tembok di ruangan itu. Di depannya terdapat meja, dan di depan meja tampak sebuah sofa panjang berwarna putih gading. Di ruangan itu terdapat beberapa tanaman yang menghiasi setiap pojoknya.

Mereka pun membuka kresek satu-satu dan mulai mencicipi makanannya. Lani memperhatikan kedua pembantunya itu diam-diam sambil makan. Keduanya tampak senang dengan makanan tersebut.

"Enaak sekali! seandainya cucuku di sini, dia pasti akan sangat suka!" 

Lani nampak tertarik dengan ucapan salah satu pembantunya itu

"Berapa usia cucumu ?" Tanya Lani

"Dia berusia sembilan tahun. Namanya Ari. Dia suka makan, jadi tubuhnya sedikit berisi. Tapi karena dia anak yang rajin, dan nilai di sekolahnya selalu bagus, ibunya selalu menuruti keinginannya. Kalau dia makan banyakpun tidak masalah" 

Bibi itu tersenyum mengingat cucunya. Lani yang bertanya semakin heran, seakan-akan cucu dari pembantunya itu boleh banyak makan kalau nilainya baik.

"Kalau nilainya buruk apa dia tidak boleh makan banyak?" 

Bibi itupun kembali tersenyum, namun kali ini tersenyum canggung

"Emm.. anu.. non.. Karena cucuku rajin, jadi makanan itu seperti hadiah untuknya Non" Jelasnya

"Lalu apa yang terjadi kalau nilai cucumu jelek Bi?"

Bibi itu menghentikan kegiatan makannya dan mencoba mengingat-ingat peristiwa yang Lani maksud dari memorinya.

"Mmm.. biasanya ibunya akan memarahi cucu saya. Sebenarnya saya tidak setuju dengan cara didiknya, tapi saya hanya orang tuaa. Jadi nurut saja sama anak saya Non. Bagiamana cara didiknya ya terserah dia.. wong saya juga numpang di rumahnya toh. Nanti dikata saya ikut campur" 

Jawaban Bibinya membuat Lani maklum. Kebanyakan orangtua memang hanya menuntut. 

"Bagaimana dengan keluargamu Bi Sarmi ?" 

Bi Sarmi yang sedang minum-minuman kekinian itu menghentikan aktivitasnya

"Ehh.. anu non, saya tidak punya anak. Lagipula, saya sudah bercerai semenjak kerja di rumah ini 19 tahun yang lalu"

Lani terkesiap

"Jadi kamu hidup sendiri ?"

Bi Sarmi tersenyum

"Non.. saya selalu berada di rumah ini, jadi saya tinggal disini selama ini. Kebetulan ada Non, dan tuan serta teman-teman pembantu di rumah ini, jadi saya tidak hidup sendiri Non"

"Sepertinya Bibi yang paling lama disini ya" 

"Benar non.. sebelumnya bahkan hanya saya dan satu orang pembantu ketika Nyonya masih hidup. Tapi setelah kematian Nyonya, Tuan menambah beberapa pembantu lagi, dan supir"

"Benar.. rumah ini memang menambah pembantu lagi semenjak Ibu meninggal. Tapi seakan rumah ini sudah tidak terlalu hidup semenjak Ibu meninggal, walaupun faktanya memiliki beberapa penghuni baru"

Lani berhenti makan, dia meminum boba di depannya. Tidak ada yang bersuara lagi. Ketiganya makan dalam hening. 

Tidak berapa lama kemudian, seorang pembantu datang ke ruangan itu membawa sebuah tas  kertas di tangannya.

"Non Lani.. ada kiriman dari kurir"

Lani menerima tas itu, dan pamit undur diri untuk istirahat. Dia tidak cerita kepada pembantu-pembantunya kalau dia akan pergi ke negara tetangga besok pagi buta. 

Lani menuju kamar mandi, dan membersihkan diri sebelum tidur.

Lalu dia membongkar isi paket yang berisi hp barunya dan mulai memasang sim card baru. Dia bertekad akan memulai hidup baru di sana. Setelah hpnya sudah siap, dia menchargernya dan tidur.

Pukul 3 pagi, dia bangun tidur dan mandi. Setelah itu dia beres-beres dan mengecek kembali barang bawaannya.

Sekitar pukul 4 pagi, dia keluar dari rumah. Tidak ada yang tahu dia keluar sepagi itu.

Dia menunggu taksi online yang dia pesan dengan berdiri di depan rumahnya. Dia menatap langit yang masih gelap gulita pagi itu. Tidak lama kemudian, taksi online yang dia pesan telah sampai. Lani memasuki mobil itu, dan mobil segera melaju meninggalkan rumah Lani. Dia melihat keluar jendela, diturunkannya kaca mobil itu, dan dia memandang keluar. Rumah yang sangat besar itu terlihat semakin mengecil seiring makin jauhnya jarak dia dengan rumahnya.

Selamat tinggal rumah yang tidak seperti rumah 

"Permisi Nona.. apakah anda anaknya Pak Pradipa dari Pradipa corp. ?" 

Suara supir taksi membuatnya teralihkan perhatian, dia menutup jendela mobil, dan menegakkan posisi duduknya.

"Benar" Jawab Lani singkat

"Saya dulu pernah bekerja dengan ayah anda, beliau adalah orang yang baik dan pandai dalam mengatur strategi. Tidak heran kalau bisnisnya berkembang sangat pesat sekarang"

Supir taksi itu tampak sangat memuja ayah Lani. Sementara Lani hanya diam, tidak ingin membahas ayahnya.

"Tapi setelah saya menikah dan anak saya lahir, saya disarankan untuk mengundurkan diri sementara"

"Apa alasannya ?" Tanya Lani tiba-tiba, karena dia penasaran

"Hahahaha.. saya dulu juga bertanya-tanya kenapa dia menginginkan saya untuk mengundurkan diri, walau hanya sementara. Apalagi saat itu tepat setelah anak saya lahir. Lalu saya memberanikan diri untuk bertemu beliau dan meminta penjelasan, tentu sangat sulit untuk menemuinya"

Saya anaknya saja juga kesulitan menemui orang itu kok, pak!

"Ternyata alasannya karena kelahiran anak saya! Hahaha" 

Lani tidak ikut tertawa. Dia mengernyit kebingungan. Apa yang lucu ? tanyanya dalam hati

"Maaf saya tidak tahan untuk menahan tawa.. waktu itu saya sedikit lambat mencerna. Padahal saya bekerja dengan sangat baik dan termasuk salah satu pekerja terbaik beliau, jadi saya marah. Lalu ketika saya menghadap beliau, awalnya beliau malah memberikan ucapan selamat atas kelahiran anak pertama saya. Disitu lalu saya bertanya kenapa beliau ingin saya keluar dari perusahaan. Lalu dia tersenyum dan menjawab kamu harus bersama istrimu untuk merawat anakmu dan kembali bekerja lagi saat istrimu sudah dapat beradaptasi menjadi seorang ibu katanya. Dia juga berkata kalau memiliki anak itu dapat menimbulkan banyak hal yang tidak terduga. Lalu saya di beri wejangan kalau saya harus lebih berfokus pada kesejahteraan istri saya, jangan melulu memfokuskan diri pada anak yang kecil. Intinya keduanya harus seimbang untuk dijaga" 

Lani semakin tidak paham kenapa ayahnya memberi nasihat seperti itu, padahal keluarganya sendiri saja kacau.

Lalu sopir taksi itu berbicara lagi. Dia banyak bicara sambil tetap fokus melaju menembus kota Jakarta pagi itu.

Bab terkait

  • Ku Temukan Rumahku   2 Keramaian membuat sesak

    Sopir taksi itu melanjutkan "Saya tidak paham sampai saya menjalani sebulan kehidupan setelah memiliki bayi. Istri saya yang tadinya berkarakter ceria, menjadi sering melamum dan sering bersedih. Saya akhirnya memberanikan diri untuk mengajaknya ke psikiater, tapi dia malah memusuhi saya, dia bilang saya menganggapnya gila dan sebagainya. Sulit sekali pokoknya"Supir itu mengambil napas sejenak. Mobil berhenti karena lampu lalu lintas menunjukkan warna merah. Terlihat beberapa sepeda motor berjejer di samping mobil yang Lani kendarai. Ada seorang pengendara sepeda motor yang membawa gerobak di belakangnya."Lalu ketika akhirnya istri saya mau diajak ke psikiater, ternyata dia didiagnosa mengalami depresi pasca melahirkan. Kata psikiater waktu itu, keputusan saya untuk fokus mengurus rumah tangga sangat tepat. Disitulah, saya sangat berterimakasih pada ayah anda. Akhirnya setelah beberapa minggu, istri saya perlahan keadaannya membaik, dia jarang melamun dan makan

  • Ku Temukan Rumahku   3. Perasaan yang aneh

    Pagi itu Lani terbangun. Dia membuka mata dan mengerjap beberapa kali, rasanya tidak segar sama sekali walau habis tidur. Lani masih merasa capek dan rasanya ingin tidur kembali, tapi itu tidak mungkin karena dia ada jadwal kuliah jam 10 pagi. Lani lalu bersiap-siap dan memasukkan jas labnya ke dalam tas. Sebelum berangkat dia mengaca dahulu. Hari itu dia memakai kaos hitam dan bawahan jeans yang dia beli dari mall kemarin, dan menggunakan sneakers bututnya. Rambutnya yang hitam dia gerai dan tidak lupa dia membawa tali rambut yang dia gunakan sebagai gelang di tangannya. Untuk tidak terlihat pucat, dia memakai lipstik berwarna coral, dan sunscreen. Selebihnya dia tidak menggunakan makeup, atau parfum. Wajah cantik ibunya menurun kepada Lani. Sehingga walau diberikan sedikit sentuhan makeup berupa lipstik, dia tetap terlihat cantik. Hanya saja ekspresi wajahnya yang terlihat datar dan nampak tidak memiliki semangat. Dia menatap pantulan wajahnya di cermin. Tata

  • Ku Temukan Rumahku   4. Berjumpa

    Tangannya menepuk dadanya pelan. "Tenang.. tenang... Jangan sakit" Lani menepuk dadanya dengan pelan sambil mencoba menenangkan diri, kemudian segera memasuki gedung apartemen yang sudah dihiasi dengan bunga-bunga dan balon-balon yang meriah, serta ucapan selamat ulang tahun yang begitu besar melengkung di atas pintu masuk. Lani mengedarkan pandangan, dia melihat teman-temannya memakai pakaian semi-formal untuk laki-laki dan kebanyakan perempuan menggenakan dress. Jika bukan karena nenek pemilik apartemen, sudah dipastikan dia akan menjadi tontonan karena mempermalukan dirinya sendiri. Lani menghela napas lega. Seseorang dengan sepatu pantofel hitam mengkilat berjalan mendekati Lani. "Kamu Lani, kan?" Suara berat itu membuat Lani menoleh ke arah sumber suara. Dia melihat sosok laki-laki dengan tinggi sekitar lima cm di atasnya, memakai jas hitam, dan berambut hitam pekat dengan kacamata yang membingkai wajahnya yang cukup

  • Ku Temukan Rumahku   5. Perasaan yang tidak bisa dilupakan

    "Panggil aku Nohan" lalu mengulurkan tangannya pada Lani."Halo, Nohan, aku Lani" Lani menjabat tangan Nohan.Terasa hangat dan lembut, tapi juga kekar, Lani menyukainya. Mereka berjabat tangan cukup cukup Lama dari yang mereka kira."Hmmm.. tanganmu mungil sekali yaa" kata Nohan sambil tersenyum memandangi tangan mereka yang sedang berjabat.Lani kemudian menarik tangannya, dia tidak tahu apa yang sedang terjadi, karena dia biasanya tidak senyaman ini berada di dekat laki-laki. Untuk sesaat tadi, dia melupakan dirinya sendiri."Ehm..yahh, begitulah" jawaban Lani yang sedikit kikuk membuat dirinya sendiri heran, dia mengutuk dirinya sendiri, bagaimana bisa dia tidak bisa tidak berpikir dan mencari jawaban yang sedikit rasional. Pasti pria di depannya ini akan ilfil padanya."Santai saja, tadi aku cuma bercanda kok."Sebuah tangan mengelus rambut Lani, membuat Lani merasakan desiran aneh di dadanya. Perutnya seakan melilit

  • Ku Temukan Rumahku   6. Anomali

    Lani pantulan dirinya pada air di dalam gelas yang dia pegang.Jam sudah menunjukkan pukul sebelas malam, dan laki-laki di depannya ini tidak kunjung ingin pergi."Apa masih ada yang ingin kamu bicarakan lagi?"Tidak ada respon, Lani melihat laki-laki di depannya ini memandang meja di depannya. Pikirannya tampak berkenalan jauh."Permisi??"Lani mengibaskan tangan di depan wajah laki-laki itu."Sejujurnya tidak ada yang ingin aku katakan lagi, tapi aku ingin berada disini untuk sementara waktu"Apa laki-laki ini jatuh cinta padaku? tapi itu tidak mungkin. Aku bukan orang yang mudah menarik perhatian laki-laki."Sebenarnya agak aneh bertanya ini padamu, tapi aku penasaran.. Apa kamu tertarik denganku?"Nohan tidak menyangka gadis itu begitu terang-terangan bertanya hal seperti itu."Tidak tahu, bagaimana aku bisa tahu sedang tertarik dengan seseorang atau tidak?"Lani memutar gelas di tangannya"Yah..

  • Ku Temukan Rumahku   7. Keraguan

    "Apa itu menyenangkan bisa ganti-ganti pasangan semudah itu?""Hmm.. awalnya ini terasa menyenangkan, seolah-olah aku diinginkan semua orang. Tapi, entah kenapa hubunganku terasa hambar""Aku berkencan, dan melakukan hal-hal romantis selayaknya pasangan muda lainnya, tapi ada sesuatu yang membuatku merasa kalau hubunganku dengan mantan-mantanku itu bukan sesuatu yang aku cari selama ini"Lan dan Josua terdiam, sejenak suasana di antara mereka menjadi hening."Aku baru mengetahui kalau sudah tersesat jauh dari tujuanku ketika berbincang denganmu di pestanya Lim"Tangan Josua meraih tangan Lani yang terletak di atas pangkuan Lani."Lan.. aku pikir kamu bisa menyelamatkan aku dari rasa tersesatku ini. Apa kamu mau menjadi pacarku?""Apa?""Kamu mau menjadi pacarku Lan? Aku janji akan memutuskan hubungan dengan mantan-mantanku, dan hanya melihatmu seorang"Lani merasa tidak nyaman, dan melepaskan tangannya dari genggaman Jos

  • Ku Temukan Rumahku   8. Eksistensi

    "Kenapa kakak disini sendiri?""Ah! Kakak tidak bisa tidur. Apa kamu juga?"Aneh rasanya Lani bertanya seperti itu. Jika dia menjadi anak itu pasti tidak akan bisa tidur nyenyak setiap malam. Anak itu bernama Imanuel, dia tidak memiliki ayah, dan ibunya berdagang dengan kios kecil yang pembelinya pun juga tidak banyak. Bajunya sangat kotor, dan ada beberapa jahitan di sana. Jantung Lani seperti ditusuk jarum melihat keadaan anak itu."Aku sudah tidur tadi, tapi tiba-tiba terbangun"Tidak beberapa lama, suara perut yang lapar terdengar dari tubuh Imanuel.Ah, lapar rupanya. Kata Lani dalam hati."Mau mie? Kakak punya mie dan cemilan""MAU!"Hanya karena makanan mata anak itu bisa bersinar. Mudah sekali membuatnya senang."Hehe, baiklah, tunggu disini ya"Lani pergi ke dalam tenda dan mengambil beberapa stok makanan dari tasnya.Dia menuju ke dispenser untuk memasak mie kemasan cup.Ketika mengha

  • Ku Temukan Rumahku   9. Titik balik

    "Hmm.. karena kamu ada dendam dengan Alex?" Lani mencoba menebak Josua tersenyum "Salah, aku beri satu kali lagi kesempatan" "Supaya aku tidak ada yang membantu?" Lani menoleh ke arah Josua dengan raut sedikit sebal "Bukannya kita teman? Kenapa kamu mengusir orang yang akan membantu temanmu?" Mendengar itu Josua tersenyum dan menghela napas "Hampir tepat. Alasannya karena aku hanya tidak suka kalau Alex membantumu. Kalau aku bisa membantumu kenapa harus Alex?! Harusnya kamu minta tolong langsung ke aku Lan!" Penjelasan Josua membuat Lani tidak mengerti jalan pikir laki-laki disampingnya itu "Haah??" "Aku tidak mengerti jalan pikiranmu, kamu mengambil jalan yang sulit. Harusnya biarkan saja Alex membantu, kamu jadi tidak perlu bawa bawaan berat itu, dan bisa bawa kresek snack ini yang lebih ringan" Lani menunjukkan kresek yang dia bawa "Kalau ada dua orang yang membantuku kan aku jadi lebih senang" Josua menyerah.

Bab terbaru

  • Ku Temukan Rumahku   27. Masa lalu Alec

    “Ahhh...”Lani melihat pada Alec yang merintih kesakitan. Wajah Alec yang semula halus dan rupawan menjadi penuh lebam dan berdarah. Ia segera membawa Alec ke klinik universitas untuk mendapat pertolongan.Setelah diobati oleh perawat di sana, Lani mengajak Alec untuk berbincang.“Jadi, jelaskan padaku apa yang terjadi.”Alec membuang muka dengan sesekali meringis kesakitan sambil memegangi wajahnya.“Kalau aku bilang, apa kamu akan percaya padaku?”“Tentu, katakan saja.”Alec terlihat senang. Ia mulai memutar otak untuk memilih kata-kata dalam bercerita.“Oke, kalau begitu, dengarkan dengan baik...”Alec menundukkan kepalanya dan kemudian berbicara“Sebenarnya, tadi aku sempat berdebat dengan Nohan. Ia tiba-tiba datang untuk menjemputmu katanya. Aku sudah bilang kalau aku yang menjeputmu, tapi dia tidak mau mengalah. Jujur saja, aku tidak ingin dia

  • Ku Temukan Rumahku   26

    “Ahh.. yaa, tidak masalah... jangan minta maaf, kamu tidak bersalah sama sekali,”Lani merasa atmosfir disekitar mereka menjadi berat. Ia menjadi berpikir keras, karena Lim tiba-tiba berterima kasih dan meminta maaf.“Oh iya Lan, kemarin aku bertemu Alec.”Perkataan Lim membuat mata Lani melebar,“Lalu..?” tanya Lani ragu-ragu.Lim melirik sebentar ke arah Lani yang berjalan di sampingnya.“Dia yang membunuh Blacky”Kali ini Lani benar-benar kaget. Dia seketika menghentikan langkahnya “APA?!”“Dia memang sengaja membunuh kucingmu, karena itu niatnya sejak awal. Laki-laki gila,”“Tidak mungkin! Kalau dia yang membunuh kenapa dia memberitahuku kalau kucingku mati keracunan? Dia juga memberitahuku dimana kuburan Blacky...?”Lim menatap Lani serius “Lan... jujur saja, aku merasa kasihan denganmu. Aku tahu Alec menyukaimu. Tapi di

  • Ku Temukan Rumahku   25

    Lim hanya tersenyum nanar, “Biasa, ayahku memukuliku lagi,” katanya dengan enteng sambil menyendokkan dessert ke mulutnya. Seolah itu adalah hal yang ringan.Lani merasa nafsu makannya hilang.“Kali ini kenapa lagi?”Terdengan suara helaan napas yang dalam dari Lim “Aku membatalkan pertunangan kemarin lusa, jadi orangtuaku marah.”Perkataan Lim cukup mengejutkan Lani“Apa kamu baik-baik saja?” tanya Lani dengan nada khawatir. Sejenak kemudian dia merutuki dirinya sendiri. Tentu saja Lim tak baik-baik saja. Dia habis dipukuli ayahnya!“Maaf.. maksudku... aku tahu kamu pasti sedang tidak baik-baik saja,”Lim tersenyum kecut “Haha.. santai saja. Rasanya memang tidak menyenangkan, tapi disisi lain aku merasa sedikit bebas. Ini pertama kalinya aku memutuskan sesuatu sendiri... maksudku, membatalkan pertunangan..”Lim melihat jam “Sudah jam sebelas, lebih b

  • Ku Temukan Rumahku   24

    “Bagaimana dengan kakakmu? Apa dia juga kamu beritahu rencanamu ini?”“Tidak, dia tidak peduli kalau itu tak menyangkut dirinya”Rupanya punya kakak atau tidak pun tak ada bedanya ya, pikir Lani.“Oh iya, kita besok ada jadwal kuliah ya?”“Ya,”“Katanya ada kafe baru di depan universitas, mau ke sana sehabis kelas?”“Baiklah,”Lim berjalan dari balkon menuju ruang tamu kecil di apartemennya Lani. “Blacky tertidur, mungkin karena panas dia jadi tiduran dilantai, padahal sudah aku bawakan tempat tidur di dekatnya. Kalungnya juga telah aku pakaikan. Cocok sekali!”“Terima kasih, kamu yakin uangya tak perlu aku ganti? Kamu membeli banyak barang loh,”Dengan mengibaskan tangan di depan wajahnya, Lim berkata “Tak perluuu, kan sudah aku bilang kalau Blacky itu seperti anakku sendiri,”“Kalau kamu mau ka

  • Ku Temukan Rumahku   23

    “Apa kamu sudah tidur?”Suara Nohan yang berat seperti suara khas pria terdengar merdu di telinga Lani.“Aku mau tidur, apa sudah selesai dengan pekerjaanmu?”“Belum, sekarang kami sedang beristirahat,”“Oooh.. Kalau begitu seharusnya kamu beristirahat,”“Ya, aku sedang melakukannya sekarang. Berbicara denganmu membuat rasa lelahku hilang,”Rasanya cukup menyenangkan, bibir Lani sedikit tertarik ke atas mendengarnya. Namun Ia tahu itu pastilah kebohongan. Tak mungkin Nohan tidak tahu kalau Lani yang menyebabkan kesulitan. Ia selama ini memata-matai Nohan untuk memenuhi ambisi Ayahnya.Ia teringat dengan Ibunya dalam mimpi ketika di perpustakaan. Ibunya berkata kalau Ia dimanfaatkan... Sekarang Ia merasa takut kalau ucapan ibunya benar.“Halo... Lan? Apa kamu sudah tidur?” Nohan bertanya karena Lani terdiam cukup lama.

  • Ku Temukan Rumahku   22

    “Aku tahu, tapi... tetap saja kan. Apa kamu tidak merasa jijik denganku?”Laki-laki beralis tebal itu menatap Lani. Ia sangat tampan. Matanya sangat jernih tertimpa sinar matahari sore.“Tidak! Sama sekali tidak! Aku menghargai orientasi seksualmu. Lagipula memangnya aku tuhan sampai berani melabeli kamu manusia menjijikkan?”Hahahahaha“Kadang kejujuranmu itu lucu juga ya?!” kata Adam jujur.Lani hanya meringis mendengarnya.“Aku senang bertemu denganmu. Seandainya aku tidak gay dikehidupan selanjutnya, aku akan jatuh cinta denganmu,”“Aku berharap jadi bunga saja kalau memang ada reinkarnasi.”“Kalau begitu aku akan menjadi kumbang, dan menemuimu, dan memakan nektarmu setiap hari,”“Aku akan menjadi bunga bangkai.”“Aku akan menjadi lalat!”Adam tidak ingin mengalah.“Ugh! Hentikan!!”

  • Ku Temukan Rumahku   21

    Ini pertama kalinya Nohan memasak untuk orang lain. Bulu matanya yang lentik mengikuti arah pandang mata Nohan terhadap perempuan yang sedang makan depannya. Suasana saat ini begitu tenang. Hanya terdengar dentingan alat makan.Ini normal, seperti suasana saat Ia makan dengan keluarganya di rumah. Namun, ada sesuatu yang kurang. Akhir-akhir ini Nohan melihat film bergenre romance untuk belajar. Sebuah film bisa mengajarkanmu untuk merasakan emosi yang belum pernah kamu rasakan. Itu salah satu dari keajaiban sebuah film. Ah, semua karya manusia seperti buku, komik, novel, dsb juga membantu. Namun, Nohan lebih suka menonton film daripada buku. Karena memakan waktu lebih singkat. Katakanlah terdapat tiga ratus halaman sebuah buku novel, jika diadaptasi dalam sebuah film, maka paling tidak durasinya hanya satu setengah jam, atau paling lama dua jam..? Sedangkan untuk membaca tamat tiga ratus halaman sebuah buku butuh waktu lebih lama dari itu.Tentu emosi dan desk

  • Ku Temukan Rumahku   20. Bersenang-senang, tidak?

    “Jangan kembali, dan tetap tenang di sana. Aku akan berbaik hati padamu kali ini. Moodku sedang bagus.”Semakin berjalan mendekati taman, samar-samar terdengar suara Alec yang sedang berbincang dengan seseorang melalui ponsel menggunakan bahasa Inggris. Ia tidak menyadari kehadiran Lani. Dengan tenang, Lani duduk tidak jauh dari tempat Alec. Ia ingin memberikan Alec privasi.“.......................”“Aku akan memberikannya hari ini. Kita lihat apa itu benar-benar bekerja. Tapi, kalau tidak sesuai harapan.... mungkin aku akan memberikanmu ‘hadiah’. Kamu suka hadiahku, kan?”“....!!!!”Suara seseorang dari ponsel Alec terdengar sedang berteriak. Lani berusaha untuk mengabaikannya. Bagaimanapun juga, itu bukanlah urusannya. Dia mencoba mengalihkan perhatiannya dengan mendongak ke atas. Melihat bintang di langit yang sedang bersinar terang.“Ssssst! Jangan berteriak, kam

  • Ku Temukan Rumahku   19. Dimanfaatkan, kah?

    Dengan langkah lebar-lebar, Lani memasuki kamarnya. Ia tampak tergesa-gesa. Dengan gerakan cepat, Ia meraih sebuah buku catatan, beberapa lembar kertas, dan alat tulisnya. Kemudian Ia menaruhnya di atas meja belajar.Ia membuka almari baju, dan memilih baju terusan hitam lengan panjang dengan renda putih di bagian kerah dan ujungnya. Baju tersebut berbahan katun, sehingga nyaman untuk dipakai. Setelah selesai berpakaian dengan cepat, Ia menuju meja riasnya. Rambutnya yang panjang Ia ikat tinggi-tinggi supaya tidak mengganggunya. Terkadang rambut panjang benar-benar susah untuk diatur.Setelah dirasa kuncirannya terasa nyaman, Ia meraih alat tulis dan buku yang tadi telah disiapkan di atas meja, dan mematikan lampu kamar.Ia pergi ke perpustakaan yang terletak di samping ruang kerja ayahnya. Ketika berjalan melewati ruang kerja tersebut, pintu ruangan tersebut selalu tertutup dengan rapat. Dan Lani tidak pernah memasukinya kalau bukan karena dipanggil

DMCA.com Protection Status