Belum lagi Bintang berfikir jauh.
Kreaakk...
Pintu kamar itu terbuka.
“Masuklah Bintang” terdengar suara dari dalamnya yang sangat Bintang kenali sebagai suara Dewi Awan Putih. Bintangpun lalu melangkah masuk, harum semerbak kamar itu tercium dihidung Bintang. Begitu Bintang sudah berada didalam kamar. Pintu itu kembali tertutup dengan sendirinya.
Di dalam kamar, Bintang tak menemukan sosok Dewi Awan Putih.
“Aku disini, Bintang” kembali terdengar suara lembut Dewi Awan Putih, Bintang berpaling kearah asal suara yang ternyata berasal dari sebuah peraduan besar yang ditutupi dengan sebuah tirai putih disekelilingnya. Tapi Bintang masih dapat melihat ada sesosok tubuh yang ada didalamnya, karena tirai putih itu sedikit transparan.
“Kemarilah Bintang” kembali terdengar suara lembut dari dalam tirai putih itu. Bintangpun melangkah kedepan. Saat berada di tirai putih itu Bintang menghentikan langkahnya. Harum se
Langkah Dewi Awan Putih terhenti, lalu kembali berbalik kearah Dewi yang ada dihadapannya. Kening Dewi Awan Putih terlihat berkerut karena terkejut dan heran mendengar ucapan sang Dewi tadi. Di tatapnya sosok yang ada dihadapannya dengan tatapan penuh selidik, yang ditatap terlihat masih tenang-tenang saja. Cukup lama Dewi Awan Putih menatap kearah Dewi yang ada dihadapannya.“Baiklah. Kalau begitu, silahkan tunjukkan jalannya” kata Dewi Awan Putih akhirnya mempersilahkan Dewi yang ada dihadapannya untuk berjalan lebih dulu.Perempuan yang juga merupakan seorang Dewi seperti dirinya tampak terdiam sebentar, tapi kemudian tersenyum. Lalu dirinya segera berbalik dan melangkah. Di belakangnya, terlihat Dewi Awan Putih tidak segera mengikuti langkah Dewi tersebut, tapi Dewi Awan Putih memperhatikan dengan lekat-lekat kearahnya. Sementara itu Dewi yang berjalan dihadapannya tampak tersenyum sinis, entah apa maksud arti senyumannya.Dugg!Tiba-tiba
“Hai! tanpa kau mintapun, akan kubunuh kau, Dewi Awan Putih!” kata Ruhrembulan dengan garang.Wuusshhh!Habis berkata demikian, sosok jelita Ruhrembulan langsung melesat kearah Dewi Awan Putih dengan melancarkan satu serangan dahsyat. Dewi Awan Putih memang sudah bersiap dari tadi, segera menundukkan kepalanya untuk menghindari serangan Ruhrembulan, dapat dirasakannya angin tajam lewat diatas kepalanya. Seketika saja tengkuk Dewi Awan Putih terasa dingin membayangkan kalau saja tadi kepalanya yang terkena tebasan Ruhrembulan.Seraya menunduk, Dewi Awan Putih memutar tubuhnya dan begitu putaran tubuhnya kembali menghadap kearah Ruhrembulan, Dewi Awan Putih cepat dorong kedua tangannya kedepan.Wuuttt! Wuuttt!Tak tanggung-tanggung, Dewi Awan Putih langsung melepaskan pukulan saktinya. Dua larik sinar biru menghantam kearah Ruhrembulan. Ruhrembulan terpekik kaget karena saat itu jaraknya dengan Dewi Awan Putih begitu sangat dekat. Mustahi
“Ruhjelita!” ucap Dewi Awan Putih dan Ruhrembulan hampir bersamaan. Keduanya tentu saja mengenali sosok gadis berpenampilan seksi itu.“Apa maksudmu ucapanmu tadi Hai Ruhjelita?” kata Ruhrembulan cepat dengan mata melotot. Jelas Ruhrembulan merasa sangat terganggu dengan kehadiran Ruhjelita yang telah menganggu pertarungan mereka.“Apa dasar kau mengatakan pertarungan bodoh kami tadi, Ruhjelita ?” ikut berkata Dewi Awan Putih dengan anggunnya.“Hai! Dewi Awan Putih. Dewi tercantik di negeri atas langit. Ruhrembulan, perempuan yang katanya sudah menikah dengan sosok gagah perkasa, Bintang. Aku mengatakan kalian bodoh karena kalian hanya memperebutkan pepesan kosong” ucap Ruhjelita dengan senyum menggodanya.“Apa maksudmu?!” desak Dewi Awan Putih cepat.“Benar, apa maksudmu! Jangan berbelit-belit, katakan cepat!” sambung Ruhrembulan lagi.“Orang yang kalian perebutka
“Huak!” Ruhcinta memuntahkan banyak air dari dalam mulutnya, dan hal itu terus terjadi, karena Bintang terus mendorong dengan tenaga dalamnya.“Uhuggh! Uhuggh!”Bintang baru menghentikan tindakannya saat Ruhcinta terbatuk-batuk dan tidak mengeluarkan air lagi. Ruhcinta yang masih lemas, terjatuh kebelakang. Bintang yang berada dibelakangnya dengan cepat menyambut tubuhnya.Ruhcinta yang tersandar dipangkuan Bintang, perlahan mulai membuka kedua matanya, samar-samar dapat dilihatnya seraut wajah tampan yang tengah tersenyum kearahnya. “B-B-Bintang” kata Ruhcinta dengan terbata-bata.“Syukurlah kau tidak apa-apa Ruhcinta”Ruhcinta mencoba tersenyum mendengar hal itu.“Apa yang sebenarnya terjadi Bintang?”“Kau berlari sambil melamun Ruhcinta, sehingga kau tak sadar ada sungai deras dihadapanmu” jelas Bintang menceritakan apa yang terjadi. Kini Ruhcinta mulai dapat m
“Bintang” Ruhcinta akhirnya memberanikan dirinya membuka ucapan. Tanpa menjawab, Bintang menoleh kearahnya.“Mengenai ucapanku waktu itu” Ruhcinta menghentikan sejenak perkataannya untuk meredakan gemuruh didadanya, Ruhcinta ingin mencari kata-kata yang tepat untuk diucapkannya pada Bintang. Ruhcinta ingin mengatakan kalau apa yang dikatakannya waktu hanya kekhilafannya semata.“Ucapanku waktu itu.. hanya, kekhilafanku saja, maafkan aku, Bintang” akhirnya terucap juga kata-kata itu dari bibir Ruhcinta, walaupun bibirnya berkata seperti itu. Tapi hatinya terasa sakit seperti teriris sembilu. Ruhcinta tak berani mengangkat wajahnya untuk menatap Bintang.“Sayang sekali” terdengar ucapan Bintang. Singkat tapi sudah cukup membuat wajah jelita yang sejak tadi tertunduk itu tampak berubah.“S-s-sayang sekali, maksudnya?” tanya Ruhcinta dengan gugup.“Sebenarnya, diantara semua gadis yang a
Ketika fajar menyingsing, matahari mulai menerangi hutan, burung dan binatang hutan lainnya bangun mulai mencari makan, dua insan itu masih tidur saling berpelukan. Ruhcinta terjaga. Ia sadar tubuhnya masih dalam pelukan Bintang. Sejenak Ruhcinta secara perlahan dia berusaha melepas diri dari pelukan. Tetapi Bintang malah memeluknya lebih erat.Ruhcinta terkejut, lalu mengangkat wajahnya. Terlihat bagaimana Bintang tengah menatapnya dengan tersenyum.Meski jelas-jelas kelihatan kalau baru saja bangun tidur, namun raut wajah Ruhcinta benar-benar membuat jantung setiap pria berdegup keras. Wajahnya demikian cantik dan memancarkan pesona luar biasa.“Kenapa kau memandangiku seperti itu, Bintang?”“Kau manis Ruhcinta, gadis termanis yang pernah kulihat di negeri ini” ucap Bintang dengan lembut. Ruhcinta merasakan hatinya begitu bahagia mendengar kata-kata Bintang, tidak ada lagi perasaan jengah atau malu. Yang ada hanya perasaan berbun
“Benar, apa yang kau lakukan bersamanya?” sambung Jin Penjunjung Roh lagi.Ruhcinta baru saja ingin menjawab, tapi ucapannya tertahan saat Bintang berbisik kepadanya. “Biar aku saja yang menyampaikan berita gembira ini”Bintang melangkah maju selangkah dihadapan Ruhcinta, lalu menatap kearah ketiga orang yang ada dihadapannya.“Hai! nenek Jin Penjunjung Roh, nenek Jin Lembah Paekatakhijau dan Jin Budiman. Kedatanganku kemari bersama Ruhcinta memiliki maksud dan itikad baik, aku ingin melamar Ruhcinta untuk menjadi istriku” ucapan Bintang kontan membuat wajah-wajah yang ada dihadapannya berubah kaget. Berbeda halnya dengan Ruhcinta yang tampak mengulum senyum manisnya. Jin Penjunjung Roh, Jin Lembah Paekatakhijau dan Jin Budiman terlihat saling pandang satu sama lain.“Ruhcinta! Kemari kau!” bentak nenek Jin Lembah Paekatakhijau. Ruhcinta segera mendekati. Begitu berada dihadapan guru dan neneknya. Jin Penjun
LEMBAH Paekatakhijau. Terlihat begitu hijau dari kejauhan. Bukan karena kehijauan pepohonan yang tumbuh di lembah itu, melainkan karena ribuan katak hijau yang mendiami lembah itu. Semuanya tersebar disepanjang kaki lembah hingga tebing-tebing lembah.Malam itu, Lembah Paekatakhijau diselimuti kesunyian dan kegelapan malam. Sesekali terdengar suara katak yang saling menyahut, tapi tidak seperti biasanya yang selalu ramai. Kali ini hanya terdengar satu dua saja suara katak. Kadang-kadang angin yang bertiup kencang membuat dedaunan saling bergesek mengeluarkan suara berdesir aneh.Di susunan batu yang ada di puncak Lembah Paekatakhijau tampak jejeran obor-obor yang menyala mengelilingi tempat itu, sehingga puncak Lembah Paekatakhijau terang benderang oleh cahaya obor. Di tengah-tengah dataran lembah, terlihat lima orang duduk bersila. Mereka duduk membentuk setengah lingkaran, sebuah meja batu yang ada dihadapan mereka. Di depan meja batu, tampak pula duduk seorang laki-