“Ruhjelita!” ucap Dewi Awan Putih dan Ruhrembulan hampir bersamaan. Keduanya tentu saja mengenali sosok gadis berpenampilan seksi itu.
“Apa maksudmu ucapanmu tadi Hai Ruhjelita?” kata Ruhrembulan cepat dengan mata melotot. Jelas Ruhrembulan merasa sangat terganggu dengan kehadiran Ruhjelita yang telah menganggu pertarungan mereka.
“Apa dasar kau mengatakan pertarungan bodoh kami tadi, Ruhjelita ?” ikut berkata Dewi Awan Putih dengan anggunnya.
“Hai! Dewi Awan Putih. Dewi tercantik di negeri atas langit. Ruhrembulan, perempuan yang katanya sudah menikah dengan sosok gagah perkasa, Bintang. Aku mengatakan kalian bodoh karena kalian hanya memperebutkan pepesan kosong” ucap Ruhjelita dengan senyum menggodanya.
“Apa maksudmu?!” desak Dewi Awan Putih cepat.
“Benar, apa maksudmu! Jangan berbelit-belit, katakan cepat!” sambung Ruhrembulan lagi.
“Orang yang kalian perebutka
“Huak!” Ruhcinta memuntahkan banyak air dari dalam mulutnya, dan hal itu terus terjadi, karena Bintang terus mendorong dengan tenaga dalamnya.“Uhuggh! Uhuggh!”Bintang baru menghentikan tindakannya saat Ruhcinta terbatuk-batuk dan tidak mengeluarkan air lagi. Ruhcinta yang masih lemas, terjatuh kebelakang. Bintang yang berada dibelakangnya dengan cepat menyambut tubuhnya.Ruhcinta yang tersandar dipangkuan Bintang, perlahan mulai membuka kedua matanya, samar-samar dapat dilihatnya seraut wajah tampan yang tengah tersenyum kearahnya. “B-B-Bintang” kata Ruhcinta dengan terbata-bata.“Syukurlah kau tidak apa-apa Ruhcinta”Ruhcinta mencoba tersenyum mendengar hal itu.“Apa yang sebenarnya terjadi Bintang?”“Kau berlari sambil melamun Ruhcinta, sehingga kau tak sadar ada sungai deras dihadapanmu” jelas Bintang menceritakan apa yang terjadi. Kini Ruhcinta mulai dapat m
“Bintang” Ruhcinta akhirnya memberanikan dirinya membuka ucapan. Tanpa menjawab, Bintang menoleh kearahnya.“Mengenai ucapanku waktu itu” Ruhcinta menghentikan sejenak perkataannya untuk meredakan gemuruh didadanya, Ruhcinta ingin mencari kata-kata yang tepat untuk diucapkannya pada Bintang. Ruhcinta ingin mengatakan kalau apa yang dikatakannya waktu hanya kekhilafannya semata.“Ucapanku waktu itu.. hanya, kekhilafanku saja, maafkan aku, Bintang” akhirnya terucap juga kata-kata itu dari bibir Ruhcinta, walaupun bibirnya berkata seperti itu. Tapi hatinya terasa sakit seperti teriris sembilu. Ruhcinta tak berani mengangkat wajahnya untuk menatap Bintang.“Sayang sekali” terdengar ucapan Bintang. Singkat tapi sudah cukup membuat wajah jelita yang sejak tadi tertunduk itu tampak berubah.“S-s-sayang sekali, maksudnya?” tanya Ruhcinta dengan gugup.“Sebenarnya, diantara semua gadis yang a
Ketika fajar menyingsing, matahari mulai menerangi hutan, burung dan binatang hutan lainnya bangun mulai mencari makan, dua insan itu masih tidur saling berpelukan. Ruhcinta terjaga. Ia sadar tubuhnya masih dalam pelukan Bintang. Sejenak Ruhcinta secara perlahan dia berusaha melepas diri dari pelukan. Tetapi Bintang malah memeluknya lebih erat.Ruhcinta terkejut, lalu mengangkat wajahnya. Terlihat bagaimana Bintang tengah menatapnya dengan tersenyum.Meski jelas-jelas kelihatan kalau baru saja bangun tidur, namun raut wajah Ruhcinta benar-benar membuat jantung setiap pria berdegup keras. Wajahnya demikian cantik dan memancarkan pesona luar biasa.“Kenapa kau memandangiku seperti itu, Bintang?”“Kau manis Ruhcinta, gadis termanis yang pernah kulihat di negeri ini” ucap Bintang dengan lembut. Ruhcinta merasakan hatinya begitu bahagia mendengar kata-kata Bintang, tidak ada lagi perasaan jengah atau malu. Yang ada hanya perasaan berbun
“Benar, apa yang kau lakukan bersamanya?” sambung Jin Penjunjung Roh lagi.Ruhcinta baru saja ingin menjawab, tapi ucapannya tertahan saat Bintang berbisik kepadanya. “Biar aku saja yang menyampaikan berita gembira ini”Bintang melangkah maju selangkah dihadapan Ruhcinta, lalu menatap kearah ketiga orang yang ada dihadapannya.“Hai! nenek Jin Penjunjung Roh, nenek Jin Lembah Paekatakhijau dan Jin Budiman. Kedatanganku kemari bersama Ruhcinta memiliki maksud dan itikad baik, aku ingin melamar Ruhcinta untuk menjadi istriku” ucapan Bintang kontan membuat wajah-wajah yang ada dihadapannya berubah kaget. Berbeda halnya dengan Ruhcinta yang tampak mengulum senyum manisnya. Jin Penjunjung Roh, Jin Lembah Paekatakhijau dan Jin Budiman terlihat saling pandang satu sama lain.“Ruhcinta! Kemari kau!” bentak nenek Jin Lembah Paekatakhijau. Ruhcinta segera mendekati. Begitu berada dihadapan guru dan neneknya. Jin Penjun
LEMBAH Paekatakhijau. Terlihat begitu hijau dari kejauhan. Bukan karena kehijauan pepohonan yang tumbuh di lembah itu, melainkan karena ribuan katak hijau yang mendiami lembah itu. Semuanya tersebar disepanjang kaki lembah hingga tebing-tebing lembah.Malam itu, Lembah Paekatakhijau diselimuti kesunyian dan kegelapan malam. Sesekali terdengar suara katak yang saling menyahut, tapi tidak seperti biasanya yang selalu ramai. Kali ini hanya terdengar satu dua saja suara katak. Kadang-kadang angin yang bertiup kencang membuat dedaunan saling bergesek mengeluarkan suara berdesir aneh.Di susunan batu yang ada di puncak Lembah Paekatakhijau tampak jejeran obor-obor yang menyala mengelilingi tempat itu, sehingga puncak Lembah Paekatakhijau terang benderang oleh cahaya obor. Di tengah-tengah dataran lembah, terlihat lima orang duduk bersila. Mereka duduk membentuk setengah lingkaran, sebuah meja batu yang ada dihadapan mereka. Di depan meja batu, tampak pula duduk seorang laki-
LEMBAH Paekatakhijau. Terlihat begitu hijau dari kejauhan. Bukan karena kehijauan pepohonan yang tumbuh di lembah itu, melainkan karena ribuan katak hijau yang mendiami lembah itu. Semuanya tersebar disepanjang kaki lembah hingga tebing-tebing lembah.Malam itu, Lembah Paekatakhijau diselimuti kesunyian dan kegelapan malam. Sesekali terdengar suara katak yang saling menyahut, tapi tidak seperti biasanya yang selalu ramai. Kali ini hanya terdengar satu dua saja suara katak. Kadang-kadang angin yang bertiup kencang membuat dedaunan saling bergesek mengeluarkan suara berdesir aneh.Di susunan batu yang ada di puncak Lembah Paekatakhijau tampak jejeran obor-obor yang menyala mengelilingi tempat itu, sehingga puncak Lembah Paekatakhijau terang benderang oleh cahaya obor. Di tengah-tengah dataran lembah, terlihat lima orang duduk bersila. Mereka duduk membentuk setengah lingkaran, sebuah meja batu yang ada dihadapan mereka. Di depan meja batu, tampak pula duduk seorang laki-
Keadaan di Lembah Paekatakhijau untuk beberapa lamanya menjadi agak terang. Namun begitu awan muncul kembali menutupi, suasana serta merta menjadi pekat menghitam kembali. Jin Budiman, Jin Lembah Paekatakhijau dan Jin Lembah Paekatakhijau menatap kearah timur. "Hai, sebentar lagi fajar akan menyingsing.." kata Jin Lembah Paekatakhijau.“Sekaranglah saatnya!” kata Jin Penjunjung Roh menyambung. Jin Budiman tampak mengangguk menatap kearah Bintang dan Ruhcinta. Bintangpun tampak mengangguk lalu mengulurkan tangannya diatas meja batu kearah Jin Budiman.Jin Budiman tampak bingung, lalu menatap kearah nenek Jin Lembah Paekatakhijau dan Jin Penjunjung Roh. Keduanyapun tampak bingung.“Jabat tanganku, ayah mertua” kata Bintang. Masih dengan wajah bingung, akhirnya Jin Budiman mengulurkan tangannya kearah tangan Bintang yang sudah berada diatas meja batu. Tangan keduanya kini saling menjabat.“Baca tulisan yang ada di daun lontar it
“Ruhrembulan..” ucap pelan Ruhcinta dan Dewi Awan Putih hampir bersamaan, mengenali sosok jelita yang baru saja muncul ditempat itu.Sosok jelita Ruhrembulan yang memang baru saja muncul, terlihat menatap tajam kearah orang-orang yang ada ditempat itu, hingga pandangannya terhenti pada sosok Bintang yang tampak masih di apit dengan erat oleh Ruhcinta. Hal ini membuat wajah Ruhrembulan memerah.“Aku adalah istri Bintang, dan aku memiliki hak untuk menggagalkan pernikahan ini!” ucap Ruhrembulan dengan sedikit keras.“Ruhrembulan, semua orang juga tau kalau pernikahanmu dengan Bintang juga tidak sah!” bentak keras Dewi Awan Putih hingga membuat Ruhrembulan memalingkan pandangannya pada sosok dewi cantik tersebut.“Hai! Dewi Awan Putih, kau yang paling tidak memiliki hak disini. Lebih baik kau pergi tinggalkan tempat ini, jangan memalukan dirimu sebagai seorang dewi!” bentak Ruhrembulan tak kalah keras, wajah De