"Ruhkentut! Pukulan Salju Putih Patinggimeru memang bisa mengakhiri semua kemelut ini! Tapi jangan serakah! Aku lebih berhak atas nyawa Jin Santet Laknat!" Satu suara lantang disertai berkelebatnya bayangan berwarna ungu membuat terkejut semua orang yang ada di tempat itu. Terutama Ruhkentut alias Jin Selaksa Angin dan Jin Santet Laknat. Jin Selaksa Angin menggeram. Dua matanya pancarkan sinar kuning berkilat. "Makhluk kurang ajar dari mana dia mengenali dan berani menyebut pukulan yang hendak kulepaskan?!" Bayu pegang lengan Arya di sebelahnya. "Arya, aku ingat betul. Kakek berpakaian ungu itu! Bukankah dia yang dulu pernah kita temui dan memberikan sendok emas pada Maithatarun?" "Memang dia," menyahuti Arya. "Urusan bisa jadi tumpang tindih ditempat ini! Menurut cerita Maithatarun bukankah dia salah satu korban santetan Jin Santet Laknat?" Jin Selaksa Kentut pelototkan mata kuningnya pada kakek berpakaian serba ungu. Lalu dia membentak. "Kau kenal diriku! Aku tidak! Aku tidak per
"Jin Santet Laknat, dulu dengan binatang berbisa ini kau menyantet diriku hingga aku hampir menemui ajal secara mengenaskan! Sekarang kukembalikan dia padamu! Harap kau mau menerima dengan senang hati!" "Desss!" Kayu penyumpal ujung bambu terbuka. Dengan copat Pawungu pukulkan bambu itu ke bawah. Saat Itu juga dari dalam bambu meluncurlah sebuah benda bulat panjang berwarna hitam berkilat, jatuh bergelung di tanah. Ruhkentut terpekik. Sambil terkentut-kentut nenek muka kuning ini melompat jauhkan diri. Arya cepat tekap bagian bawah perutnya. Bayu tegak merinding. Tapi si nenek Jin Santet Laknat tetap tenang. Dia baru bergerak ketika mendadak benda yang bergelung di tanah rentangkan tubuhnya lalu meluncur cepat ke arahnya sambil keluarkan suara mendesis keras. Benda ini ternyata adalah seekor ular hitam sangat berbisa sepanjang hampir setengah tombak dan besarnya hampir sebesar pergelangan lengan. "Ular hitam ular kiriman! Dulu aku yang membuat kau dari tiada kepada ada! Jangan tu
"Muka kuning jahanam! Aku mengadu jiwa denganmu!" teriak Jin Santet Laknat. Dia melompat ke udara, maksudnya kemudian berjungkir balik lalu menghantam dengan Pedang Pilar Bumi. Tapi begitu kakinya tidak lagi menginjak tanah, mendadak sekujur tubuhnya yang tadi diserang hawa dingin kini seolah berubah menjadi sosok terbuat dari es, mengepulkan hawa putih. Tangan dan kakinya seolah kaku, tak bisa digerakkan. Dari depan saat itu juga sepuluh larik sinar kuning datang menggebubu! Pada saat sangat menegangkan itu tiba-tiba ada derap kaki-kaki kuda mendatangi dengan cepat. Lalu terdengar ringkikan dahsyat. Tanah bergetar keras. "Tahan serangan!" Ada suara orang berteriak lantang disusul berkelebatnya satu bayangan putih, menyambar tubuh Jin Santet Laknat. Sebelumnya satu gelombang angin dahsyat telah lebih dulu menderu berusaha membabat sepuluh larik sinar kuning pukulan sakti Salju Putih Patinggimeru. Walau gempuran itu hanya mampu membelokkan sedikit sepuluh larik sinar kuning namun suda
"Jahanam! Dukun jahat ini ternyata memang telah berserikat dengan pemuda itu!" teriak si nenek muka kuning. Baik dia maupun Pawungu mau tak mau sesaat terpaksa bersurut mundur menghindari serangan ganas Jin Santet Laknat. "Kekasihku Bintang!" tiba-tiba Bintang mendengar suara mengiang di telinga kirinya. Suara Jin Santet Laknat! Si nenek sengaja bicara dengan ilmu yang disebut Menyadap Suara Batin hingga orang lain yang tidak dituju tidak dapat mendengar. "Keadaan tidak menguntungkan bagi kita berdua. Lekas ikuti aku. " "Tunggu! Kembalikan dulu Pedang itu!" seru Bintang. Tapi saat itu Pawungu dan Jin Selaksa Angin sudah berada di hadapannya. Siap untuk menyerang kembali. Melihat hal ini Jin Santet Laknat segera tinggalkan tempat itu. Bintang kembali mendengar suara mengiang di salah satu telinganya. "Kekasihku, aku tunggu kau di Tebing Batu Terjal di sebelah selatan Bukit Batu Kawin." Belum sempat mengejar Jin Santet Laknat telah lenyap sementara itu Pawungu dan Jin Santet Laknat t
Pawungu si kakek berjubah ungu kelihatan merah padam wajahnya yang keriput. Tubuhnya sesaat bergetar. Ketika dia hendak melangkah menghampiri Bintang tiba-tiba satu suara bergema lantang di tempat itu, disusul dengan berkelebatnya tatu bayangan putih. "Mari kita bicara tentang kenyataan! Jangankan Pedangmu, nyawamupun pasti kau berikan pada Jin Santet Laknat! Bukankah kalian berdua telah saling bercinta?!" Semua orang yang ada di tempat itu termasuk Bintang palingkan kepala. Mereka sama-sama tersentak kaget melihat siapa yang muncul dan barusan bicara itu. Yang muncul ternyata adalah seorang tua berjubah putih berbadan tinggi besar. Penampilannya luar biasa angker karena dia memiliki otak yang terletak di luar kepalanya, menyembul demikian rupa. Karena otak ini terbungkus sejenis selubung keras bening maka setiap gerak denyut otak itu kelihatan dengan jelas. Bayu dan Arya ternganga heran melihat keadaan kepala si orang tua. "Seumur hidup baru kali ini aku melihat ada manusia yang
Malah dia mulai dengan pertanyaannya. "Pertanyaan pertama! Kau orangnya yang mencuri sebatang tongkat terbuat dari batu. Bernama Tongkat Bahagia Biru” Tentu saja Ksatria Pengembara jadi kaget mendengar tuduhan itu. Dia segera gelengkan kepala. Ketika dia hendak membuka mulut Jin Sejuta Tanya te|uta Jawab langsung menghardik. Raut muka dan pandangan matanya menyeramkan. Otak di atas kepalanya tampak mendenyut cepat. "Kau mulai dengan dusta pertama!" Bintang melengak melihat kemarahan si orang tua. Arya terkencing. Nenek muka kuning geleng-gelengkan kepala. Dia keluarkan suara perlahan. "Tidak sangka pemuda itu seorang pencuri tengik rupanya." "Siapa berdusta! Aku memang tidak pernah mencuri tongkat itu!" Ksatria Pengembara menjawab dengan suara lantang tak kalah kerasnya hingga Jin Sejuta Tanya Sejuta Jawab ganti terkesiap. "Dia memiliki tenaga dalam tinggi. Bentakannya tadi sempat membuat jantungku berdebar tegang!" membatin Jin Sejuta Tanya Sejuta Jawab. Lalu dia berkata. "Pencu
Inilah jurus yang disebut Rajawali Murka Mencengkram Bumi! Dalam kejutnya karena tidak percaya Bayu bisa terlepas dari cengkeramannya, dan kini Bayu lancarkan tendangan yang bisa merengkahkan batok kepalanya, Jin Sejuta Tanya Sejuta Jawab cepat angkat tangan kirinya dengan telapak dikembangkan ke depan. "Beettt!" Selarik angin keras keluar dari telapak tangan orang tua itu. Dua kaki Bayu yang hanya tinggal dua jengkal dari kepalanya terpental. Bayu sendiri kemudian mencelat. Dengan jungkir balik akhirnya dia mampu jatuhkan diri ke tanah dengan kaki lebih dulu. Tetapi ketika dia hendak bergerak ternyata Bayu tidak mampu mengangkat dua kakinya. Dua kaki itu laksana diganduli benda berat ratusan kati! Pucatlah wajah Bayu. Tubuhnya sampai keringatan karena berusaha keras untuk dapat mengangkat kakinya. Tapi sia-sia saja! "Bayu, apa yang terjadi denganmu!" ber- tanya Arya seraya melompat mendekati. "Tua bangka sialan itu! Ilmu apa yang dimilikinya. Aku tak bisa menggerakkan dua kakiku!
"Jin Sejuta Tanya Sejuta Jawab! Sungguh aku tidak percaya ucapan keji tuduhan kotor akan keluar dari mulutmu! Bagaimana kau bisa berbuat seperti ini?!" ujar Ksatria Pengembara dengan suara setengah berteriak. "Kalau benar dua gadis itu cucumu, merekalah yang telah merampas tongkat batu biru dari tanganku!" "Bagaimana aku bisa berbuat seperti ini?! Huh! Saat ini ingin sekali aku segera memecahkan kepalamu! Tapi agar semua orang tahu kebejatanmu biar aku buka kedokmu! Aku akan katakan apa yang telah kau lakukan terhadap dua cucuku. Ruhkemboja dan Ruhkenanga!" Bayu pegang lengan Arya lalu bicara setengah berbisik. "Jin Sejuta Tanya Sejuta Jawab adalah tokoh berkepandaian tinggi di Negeri Jin. Kalau dia mengatakan sesuatu pasti dia tidak bicara dusta. Menurutmu apakah sahabat kita Bintang benar-benar telah berbuat keji atas diri dua cucu si kakek?" Arya tak bisa segera menjawab. "Ada yang tidak beres..." katanya kemudian setengah berbisik. "Aku tidak meragukan diri sahabat kita Bintan