"Jin Kaki Batu jahanam!" merutuk orang yang barusan melompat dari punggung walet hitam dan berhasil selamatkan diri dari serangan larikan sinar hitam. Rahangnya menggembung. "llmu Kutuk Api dari Langit yang dimilikinya benar-benar berbahaya!”
“Dia harus bayar mahal apa yang telah dilakukannya! Dia telah melukai walet tungganganku!" Orang yang tegak di hadapan Maithatarun itu bertubuh tinggi besar tapi tidak sekekar Maithatarun.
Berdirinya agak terbungkuk seolah ada sesuatu yang berat di bawah perutnya. Gerakannya walau kelihatan hebat, tapi mata orang pandai akan melihat bahwa sebenarnya dia bergerak lamban. Rambutnya panjang acak-acakan. Pipi kirinya ada cacat besar bekas luka. Tangan kirinya sebatas siku ke bawah disambung dengan sejenis logam biru yang dipenuhi tonjolan tonjolan runcing. Yang hebat dan juga aneh ialah keadaan bagian tubuhnya di sebelah dada sampai ke perut. Seolah ada api di sebelah dalam, bagian tubuhnya itu meancarkan cahaya kemerah-me
"Celaka! Aku tak bisa membebaskan diriku! Aku akan terpanggang hancur dalam jaring api ini!" Di hadapan Maithatarun. Jin Bara Neraka berkacak pinggang dan tertawa bergelak. Sekali dia meniup maka api biru yang membersit dari tonjolan tonjolan runcing di tangan kirinya pun padam. Tapi jaring api biru masih tetap membungkus sosok Maithatarun dan semakin panas hingga Maithatarun merasa tubuhnya seolah mulai meleleh!"Bara Neraka keparat! Apa hubunganmu dengan Jin Santet Laknat?!" Berteriak Laksipo."Ha ha ha...! Jadi kau rupanya mengenali ilmu kesaktian yang kini menjaring sekujur tubuhmu! Ha ... ha ... ha! Dengar baik- baik Hai makhluk malang! Aku adalah murid si nenek sakti berjuluk Jin Santet Laknat yang kau tanyakan itu! Ha ... ha ... ha!"Dalam sakitnya Maithatarun terkejut bukan main. Lebih-lebih ketika mendengar Jin Bara Neraka meneruskan ucapannya."Dendam kesumatku terhadapmu hari ini terbalas sudah! Sekaligus aku berhasil pula melaksanakan tugas da
Perempuan ini cepat berkelebat dan siap balas menyerang. Namun dari samping kakek yang tegak kepala ke bawah kaki di atas gerakkan dua kakinya. Dua larik angin dahsyat berwarna ke biruan menebar hawa dingin melabrak ke depan.Patandai alias Jin Bara Neraka tersentak kaget ketika hantaman angin itu sanggup membuat dua bara api yang disemburkannya terpental kesamping hingga Ruhsantini selamat dari serangannya. Selain itu sambaran angin tadi sempat membuat dia terhuyung huyung sampai dua langkah."Tua bangka jahanam! Siapa kau!" teriak Jin Bara Neraka walau diam-diam dia sudah bisa menduga siapa adanya kakek aneh berpakaian compang camping dan berdiri kaki ke atas kepala ke bawah ini. Kakek yang dibentak keluarkan suara mengekeh. Dua kakinya digerakkan kembali, siap untuk menghantam, tapi di sebelahnya Ruhsantini berkata."Kakek Jin Terjungkir Langit, harap kau suka menolong lelaki dalam jaring api biru itu! Biar aku melayani jahaman sesat yang otaknya sudah dicuci
Jin Terjungkir Langit alias Pasedayu pandangi sosok Maithatarun yang melingkar di dalam jaring api biru. Mata orang tua ini tampak berkaca-kaca. Perlahan-lahan tubuhnya melayang ke bawah. Dari sisi kanan kembali dia memperhatikan. Kini pandangan matanya dipusatkan pada bagian belakang atas tangan kanan Maithatarun. Di antara daging yang terluka dan hangus dia masih bisa melihat tanda aneh dekat ketiak lelaki itu. Yakni tanda menyerupai sekuntum bunga dalam lingkaran. Tetesan air mata jatuh membasahi kening Jin Terjungkir Langit."Aku yakin... Yakin sekali. Dia salah seorang dari mereka. Hai Dewa Beri aku petunjuk. Yang penting saat ini selamatkan nyawanya. Sembuhkan luka lukanya "Baru saja Jin Terjungkir Langit berucap seperti itu tiba-tiba disampingnya ada suara orang berkata."Tua bangka tolol! Memakai tangan sebagai kaki! Kau menangis meneteskan air mata! Apa orang di dalam jaring itu sudah menemui ajal? Menyingkirlah! Aku mau tahu siapa yang mampus! Orang a
"Aku pernah mendengar nama hidangan itu. lkan pindang! Itu nama lainnya! Hai... Apakah aku pernah mengenal dirimu sebelumnya kakek aneh yang pergunakan dua tangan sebagai kaki?!""Sudah kubilang aku tidak sudi kenal denganmu! Lekas angkat kaki dari tempat ini!" teriak Pasedayu alias Jin Terjungkir Langit. Si nenek menyeringai."Aku akan pergi. Kau tak usah khawatir. Siapa sudi berlama-lama di tempat celaka ini! Tapi sebelum pergi aku mau lihat dulu tampangnya yang tertutup janggut dan kumis menjulai itu! Siapa tahu aku memang pernah kenal dirimu!" Lalu dengan satu gerakan cepat Nenek Selaksa Kentut alias Selaksa Angin menyambar dua kaki Jin Terjungkir Langit. Maksudnya dia hendak membalikkan tubuh si kakek sebagaimana mestinya yaitu kepala ke atas kaki ke bawah. Dengan demikian dia bisa melihat lebih jelas sosok serta wajah si kakek.Namun sebelum sempat hal itu dilakukannya tiba-tiba di arah kiri terdengar suara bergemuruh seperti ada pohon yang tumbang lalu me
Sesaat kemudian perempuan itu sudah terlibat dalam jaring. Masih untung larikan-larikan api jaring telah berubah menjadi seperti tali-tali biasa. Kalau tidak niscaya sekujur wajah dan tubuh Ruhsantini akan menjadi terbakar hangus!"Celaka!" Di sebelah sana Jin Terjungkir Langit berseru kaget melihat bagaimana Ruhsantini telah masuk dalam libatan jaring. Bagaimana pun dia berusaha meloloskan diri tetap saja tidak berhasil. Si kakek sendiri saat itu tengah berusaha mengatur jalan darah dan pernafasannya. Bentrokan antara kabut saktinya tadi dengan api jaring biru telah membuat tubuhnya tergoncang hebat luar dalam. Begitu keadaannya pulih kembali, cepat dia berkelebat mendekati Ruhsantini. Tangannya bergerak kian kemari untuk merobek dan memutus jaring. Sia-sia belaka! Jin Bara Neraka keluarkan suara tawa bergelak."Jangan harap dia bisa keluar dari dalam jaring itu! Tidak ada satu makhlukpun bisa membebaskannya! Aku memang tidak berhasil membunuh mereka. Tapi aku sudah c
Sementara di langit sang surya semakin mendekati ufuk tenggelamnya. Sebentar lagi tempat itu akan menjadi gelap. Dalam keadaan seperti itu tiba-tiba semak belukar di sebelah kiri terkuak. Tiga sosok muncul dan salah satu diantaranya berucap."Seruan yang memanggil-manggil nama Maithatarun tadi pasti datang dari tempat ini! Tapi tak ada siapa siapa di sini!""Hei! Lihat di sebelah sana! Ada orang tergeletak di dalam jaring aneh!" Suara kedua berseru Menyusul orang ke tiga ikut berteriak."Di sebelah situ juga ada jaring satu lagi! Ada orang terjebak di dalamnya!""Kawan-kawan! Kau lekas memeriksa orang di dalam jaring sebelah sana! Aku akan berusaha menolong orang satunya!" Ketika orang yang bicara ini melompat ke hadapan jaring dimana Ruhsantini berada kagetlah dia karena dia masih bisa mengenali siapa adanya perempuan itu."Bukankah... Bukankah kau orangnya yang bernama Ruhsantini?"Ruhsantini memperhatikan dari dalam jaring. Matanya penuh
"Ruhcinta?!" Bintang memanggil kembali. Setelah ditunggu tetap tak ada jawaban Bintang bersiap untuk mengerahkan Ilmu Mata Dewa yang didapatnya dari Dewa Kera. Ilmu yang sebelumnya hanya bisa digunakan untuk melihat segala sesuatunya dengan lebih jelas dan mampu melihat kelemahan jurus lawan, kini Bintang telah meningkatkan kemampuan Mata Dewanya. Mata Dewa kini mampu melihat tembus pandang. Namun hal itu urung dilakukan oleh Bintang, karena saat itu lapat-lapat mendadak dia mendengar suara orang menangis."ltu seperti suara Ruhcinta! Ada apa dia menangis..." Bintang sibakkan serumpunan semak belukar lalu bergerak cepat ke arah datangnya suara orang menangis. Suara tangisan itu terdengar semakin jelas tanda semakin dekat. Namun sampai sekian lama Bintang masih belum juga menemukan Ruhcinta. Sementara itu tanpa disadarinya Bintang telah masuk makin jauh ke dalam rimba belantara Alas Diam Salawasan.Di satu tempat Bintang akhirnya hentikan langkah. Udara bertambah kelam.
"Tua bangka keparat! Aku memang sudah lama mendengar kejahatanmu! Antara kita tidak ada permusuhan! Mengapa kau hendak mencelakai aku? Siapa menyuruhmu?!"Si nenek hanya menjawab dengan tawa cekikikan. Bintang gerakan dua tangannya. Sosok si nenek dibantingkannya ke tanah hingga mengeluarkan suara bergedebukan. Tapi hebatnya si nenek cepat bangkit dan kembali tertawa panjang melengking-lengking. Dengan dua tangannya Bintang tangkap leher si nenek. Namun dia tak mampu meneruskan gerakannya untuk mencekik atau mematahkan leher kurus itu. Seperti ada satu kekuatan aneh membendung apa yang hendak dibuatnya. Tiba-tiba si nenek gerakkan kedua tangannya."Bukk ... bukkk ... bukkk!" Jotosan keras melanda dada Bintang. Berteriak kesakitan Bintang terpaksa lepaskan cengkeramannya di leher si nenek. Terhuyung-huyung dia cepat imbangi diri lalu tidak menunggu lebih lama Bintang menghantam tubuh si nenek dengan gerakan menepuk. ‘Tepuk Guntur’ dikerahkan. Jangankan tubuh