“Oh ya, apa Lembah Kutukan itu benar-benar ada? baru sekarang aku mendengarnya Gadys?”“Oh.. tentu saja ada kakang, kata nenek guru, memang hanya pendekar-pendekar sepuh dunia persilatan yang masih tau tentang keberadaan Lembah Kutukan”“Dimana letaknya?” tanya Bintang penasaran. Kali ini Gadys tampak terdiam, dan lagi-lagi Bintang menyadari kalau Gadys sepertinya tak ingin ada orang yang tau tentang tempat itu dan Bintang bisa memakluminya. Walaupun saat ini hati Gadys sedang dilema antara ingin mengatakannya atau tidak. Walaupun sebenarnya nenek gurunya sangat melarang Gadys untuk mengatakan tentang Lembah Kutukan kepada siapapun, tapi Bintang telah menolong dan menyelamatkannya, apakah tidak termasuk pengecualian, pikir Gadys.“Jika memang Gadys tak ingin mengatakannya, tidak apa-apa, kakang maklum kok” ucap Bintang tersenyum.“Tidak kang, bukan itu...”“Pasti nenek guru Gadys yang melarangnya kan?” ucap Bintang lagi hingga lagi-lagi membuat wajah Gadys berubah mendengarnya.“Bagai
SEBUAH pasar tampak begitu ramai dengan segala macam aktifitasnya. Ada yang menjual ada pula yang membeli, dari sistem membayar sampai sistem barter barang ada dipasar itu, semua sibuk dengan segala macam aktifitasnya. Tak jauh dari pasar itu terlihat sebuah dermaga yang tampak beberapa kapal tengah bersandar membongkar muatan, hal inilah yang membuat aktifitas perdagangan dipasar itu sangat ramai. Dari masyarakat awam, para pedagang, saudagar hingga para pendekar terlihat memenuhi pasar tersebut. Semua bercampur baur menjadi satu sehingga sulit membedakan satu dengan yang lain.Beberapa keributan kecil kadang terjadi diantara penjual dan pembeli, tapi tidak sampai menimbulkan tawuran antar kampung, karena semuanya bisa diselesaikan dengan bersikap saling mengalah, terkadang penjual yang mengalah dengan merelakan dagangannya terjual dengan harga yang diinginkan pembeli, tapi terkadang pembeli yang mengalah dengan lebih memilih pergi mencari ditempat yang lain.Di antar
Apa yang Bintang lakukan ditoko pakaian, apakah Bintang ingin beralih profesi dari seorang pendekar menjadi pedagang pakaian, atau apa? entahlah. Kita semua tak tau, entah kenapa chapter ini diawali dengan Bintang yang berada di toko pakaian.Bintang terlihat tidak betah duduk menanti ditempat itu, sesekali Bintang berdiri, berjalan kesana kemari, melihat-lihat sesuatu yang tak ingin dilihat sebenarnya. Sesekali pula Bintang mengintip kearah luar, terlihat diluar ramai orang berlalu lalang.“Kakang” sebuah suara lembut terdengar menegur sosok Bintang dari belakang, Bintangpun segera berbalik, dan ;“Ahhh”Bintang terperangah dengan mata yang menatap lurus kedepan. Berjarak 7 langkah dihadapan Bintang, berdiri sosok seorang gadis yang memiliki wajah yang teramat cantik nan jelita, alis matanya melengkung, dan mata indah serta jernih, dilindungi oleh bulu mata lentik, hidung yang bangir, bentuk bibir mungil merah alami yang serasi pu
Bersama Bintang, setelah mendapatkan senjatanya kembali dari sarang begal Hutan Alas Rompah, pimpinan si Racun Jantan yang telah tewas karena berusaha memperkosa Perawan Lembah Kutukan, Bintang langsung mengajak Gadys untuk mencari desa atau kota terdekat guna mencari pakaian untuk Gadys.Gadyspun menyetujuinya, bersama Bintang keduanya segera mencari desa / kota terdekat hingga akhirnya keduanya menemukannya, begitu tiba di kota tersebut, Bintang dan Gadys langsung mencari toko yang menjual pakaian, Gadyspun memilih pakaian dengan warna ungu sebagai warna kesukaannya, hanya saja model dan bentuknya sedikit berubah, kali ini sosok Gadys layaknya seorang gadis bangsawan dengan pakaian mewah yang dikenakannya, tapi bentuk dan modelnya hampir-hampir mirip dengan pakaian yang dikenakan oleh Gadys sebelumnya. Hanya bahannya saja yang terlihat lebih mewah dan ekslusif.Tak lama, seorang perempuan tua tampak keluar dari belakang Gadys, dialah sipemilik toko pakaian tersebut.
Sebuah warung makan yang bertuliskan ‘TAMBUAH CIEK’ menjadi pilihan Bintang dan Gadys, karena selain terlihat ramai dan padat oleh pengunjungnya, Bintang berkeyakinan pasti makanan ditempat itu enak dan lezat sehingga pembelinya sampai membludak.Pakaian Bintang dan Gadys yang berpakaian layaknya pendekar bangsawan, membuat pelayan rumah makan itu segera melayani keduanya dengan sangat hormat.“Setelah ini, kita akan kemana kang?” tanya Gadys tiba-tiba. Bintang sedikit terhenyak mendengar pertanyaan itu.“Kakang ingin ke Lembah Sunyi”“Lembah Sunyi.. itu tempat tinggal kakang ?”“Bukan, itu tempat mendiang guru kakang”“Mendiang, itu berarti..”“Benar, guru kakang sudah meninggal”Gadys terlihat terdiam mendengar hal itu, sebenarnya Gadys ingin sekali ikut Bintang, tapi Gadys teringat kalau saat ini dia masih memiliki
“Aowwwhhh”Byuurrrr!Sebuah teriakan terdengar disusul dengan suara seseorang yang tercebur kedalam air. Hal ini memancing perhatian Rawan dan Sarah untuk menatap kearah asal suara tersebut. Di halaman tampak seorang bocah kecil yang tercebur kedalam sebuah gentong yang cukup besar, sementara disebelahnya terlihat pula seorang anak sebaya yang sedikit lebih tua tampak masih berjalan dengan sangat hati-hati dipinggiran gentong tersebut.“Ayo Will, jangan malas-malasan...!” sebuah suara sedikit keras terdengar hingga membuat bocah yang baru saja tercebur kedalam gentong air besar itu terlihat berusaha kembali untuk naik ketepian dan berdiri diatasnya.“Susah guru” ucap bocah itu lagi kepada sesosok lelaki bertubuh sangat gemuk, dengan rambut panjang tak terurus, mengenakan pakaian yang kedodoran disana – sini.“Tidak ada kata susah kalau kita mau berusaha Will” ucap lelaki gemuk itu lagi menyebut
Malam semakin larut, keadaan di Lembah Sunyi kembali sunyi seperti namanya, diruang keluarga, terlihat Bruce dan William yang tengah tertidur dipangkuan Bintang.“Kita bawa ke kamar, kanda” ucap Sarah seraya bangkit berdiri. Bintang mengangguk.“Biar Sarah yang bawa Will, kanda” ucap Sarah lagi seraya mengambil sosok William dari pangkuan Bintang, lalu mengendongnya, Bintang sendiri kini sudah menggendong Bruce. Keduanya lalu membawa Bruce dan William ke kamarnya. Bintang letakkan sosok Bruce diranjang besar yang biasa dipergunakan oleh Bruce dan William dalam satu tempat tidur. Sarah sendiri juga ikut meletakkan William ke kasur, tapi William justru memeluk lehernya hingga mau tak mau Sarah terpaksa ikut berbaring dikasur, William kemudian memeluk erat leher Sarah. William memang terbiasa tidur dengan memeluk leher Sarah sebelum akhirnya terlelap dalam tidurnya.“Kanda temani dinda Rawan dulu.. Sarah biar disini dulu sama
Sejenak Bintang terlihat mengusap-usap lembut kepala Rara Kadita seraya menatap kearah Putri Rawan yang saat itu juga tengah menatapnya dengan tersenyum. Bintang balas tersenyum.Dalam jarak sedekat ini, Bintang harus mengakui kalau Putri Rawan memang memiliki kecantikan yang layaknya seorang dewi, begitu cantik dan tak bosan dipandang. Begitu terpesonanya, Bintang sampai mengangkat tangannya, lalu membelai lembut wajah jelita Putri Rawan, Putri Rawan justru menyambutnya dengan mencium telapak tangan Bintang yang membelai-belai wajahnya.Sesaat keduanya terlihat saling pandang dan tersenyum, hingga akhirnya keduanya tersadarkan saat Rara Kadita tiba-tiba saja melepas emutannya dan bergolek telentang, tertidur.“Tunggu sebentar, kanda” ucap Putri Rawan tanpa suara, tapi Bintang mengerti arti gerakan bibir Putri Rawan kepadanya. Putri Rawan sendiri kemudian bangun dan dengan lembut mengangkat Rara Kadita ke gendongannya, lalu membawanya ke arah box bay