“Rupanya ada bidadari yang tersesat kemari. Sungguh beruntung sekali diriku ini” ucap Aryasuta tertawa terkekeh.
“Jangan banyak bicara kau iblis durjana.. Aku kemari untuk membunuhmu!” ucap perempuan bertopeng perak lagi dengan tegas.
“Untuk apa kau ingin membunuhku, bukankah diantara kita tidak ada permusuhan, daripada bermusuhan, mungkin lebih baik kita menjadi sepasang kekasih” ucap Aryasuta dengan penuh wibawa.
“Fuiih! Siapa sudi punya pacar iblis sepertimu!” ucap perempuan bertopeng perak lagi.
Datuk Tuak yang ada disamping Aryasuta tampak memegang lembut pundak Aryasuta seraya berkata ; “Siapakah sebenarnya nisanak ini? kenapa datang kemari dengan membawa dendam?”
Perempuan bertopeng perak tampak menatap kearah Datuk Tuak. Melihat penampilannya, perempuan bertopeng perak ini yakin kalau yang ada dihadapannya ini adalah salah satu tokoh dedengkot persilatan yang bergelar Datuk Tuak. K
“Baik.. ku kirim kau ke neraka secepatnya!” ucap Sekarwangi, dan ;Huppp....! Hiaaah...!Wutttt.. wuttt.. wuttt.. wuttt...!Sekarwangi melompat tinggi dari punggung kudanya dan langsung melesat kearah Aryasuta dengan serangan mematikan. Wajah Aryasuta seketika berubah terkejut karena tak menyangka kalau lawannya benar-benar menyerangnya dengan ganas. Mau tak mau Aryasuta terpaksa harus bergerak menghindari serangan lawannya.Kemampuan Dewi Topeng Perak memang tak bisa dipandang sebelah mata, terbukti, Aryasuta terlihat mulai kewalahan menghadapi gempurannya.“Kalau kau tak melawan, kau takkan bisa menang melawannya Aryasuta!” teriak Datuk Tuak memperingatkan. Aryasuta menyadari kebenaran ucapan Datuk Tuak.Bretttt...!Aryasuta terperanjat kaget saat serangan lawannya berhasil merobek pakaiannya, untung saja Aryasuta masih selamat, terlambat sedikit saja pasti tubuhnya tadi sudah terkena serangan Dewi Topeng Per
Aryasuta yang yakin dengan kekuatan ajian ‘perjaka murni’nya tak menghindar, Aryasuta hanya menyilangkan kedua tangannya didepan dada.Duggghhh...! Duar!Serangan Pedang Angin yang dilancarkan oleh Sekarwangi dengan telak menghantam kedua lengan Aryasuta yang melindungi dirinya. Ledakan terjadi, terlihat sosok Aryasuta terseret beberapa langkah kebelakang, tapi Aryasuta berhasil mengendalikan gerak seret tubuhnya dan kini terlihat Aryasuta sudah kembali membuka kedua lengannya yang tadi gunakan untuk melindungi dirinya. Terlihat sosok Aryasuta tak terluka sedikitpun, walaupun sudah terkena serangan telak Pedang Angin milik Sekarwangi.Sekarwangi terkejut bukan kepalang melihat lawannya tidak terluka sedikitpun terkena telak serangannya, tapi Sekarwangi tak patah semangat, kembali serangan Pedang Angin dikerahkan. Hyatttt!Wuuttt...! Wuuutt...! Wuuutt...!Kembali Sekarwangi melepaskan jur
“Gunakan pukulan Dewa Air Penakluk Api tingkat terakhirmu Aryasuta dan lindungi tubuhmu dengan ajian perjaka murni.. Jika tidak, kau pasti akan mati melawan pukulan Pemijar Sukma miliknya” ucap Datuk Tuak lagi memberikan petunjuknya kepada Aryasuta. Mendengar petunjuk itu, Aryasuta segera menghimpun tenaganya.Weeerrr....Seketika saja dari tangan Aryasuta keluar aliran-aliran aura putih pekat yang terlihat mengalir kesekujur tubuhnya. Aryasuta terus menghimpun tenaganya untuk mengerahkan pukulan Dewa Air Penakluk Api tingkat terakhirnya.Sekarwangi menyadari kalau Datuk Tuak telah memberikan petunjuk kepada lawannya, tapi Sekarwangi tak perduli akan hal itu, dengan senyum sinisnya, Sekarwangi yakin pukulan Pemijar Sukma miliknya mampu mengatasi pukulan lawannya.“Pukulan Pemijar Sukma, Heaa!”Wuussshhhh....!Segelombang cahaya merahpun berkiblat kearah Aryasuta.
Matahari sudah tampak condong ke ufuk barat saat Bintang yang menunggangi Sembrani berada dikaki bukit Jati Wangi. Bintang menatap bukit Jati Wangi yang ada dihadapannya. Bintang mengalihkan pandangannya kearah barat, dimana disudut ufuk, terlihat mega merah yang terbentang disepanjang garis barat. Bintang lalu memalingkan wajahnya kembali kepuncak bukit Jati Wangi, lalu berpaling lagi ke arah barat, begitu berulang-ulang sampai ; “Sepertinya sudah tak terkejar lagi kalau memaksakan diri ke puncak bukit Jati Wangi, mungkin besok saja sebaiknya aku naik ke puncak” ucap Bintang akhirnya pelan, seolah berkata pada dirinya sendiri.Memutuskan seperti itu, akhirnya Bintangpun berniat berniat untuk memutar balikkan kuda tunggangannya Sembrani, tapi tiba-tiba saja Bintang menahan tali kekangnya yang sudah mau diputar balik tersebut, kedua mata Bintang terlihat menyipit menatap kearah suatu arah.“Semb
“Topengku.” ucapnya pelan. Seperti orang yang kebingungan, perempuan cantik ini tampak mencari-cari sesuatu didekatnya dan wajahnya terlihat lega saat melihat sebuah benda yang berada tak jauh darinya, segera diraihnya benda itu yang ternyata adalah sebuah topeng perak. Hal ini membuat kita mengenali sosok perempuan muda dan cantik ini yang tak lain adalah Sekarwangi alias Dewi Topeng Perak.“Apa yang sebenarnya terjadi denganku?” batin Sekarwangi seraya menatapi topeng perak yang kini ada ditangannya, Sekarwangi mencoba mengingat-ingat apa yang telah terjadi padanya, Sekarwangi ingat pertarungannya dengan si durjana Aryasuta, Sekarwangi juga ingat kalau dia pergi meninggalkan pertarungan setelah terkena luka dalam berhawa dingin yang dilepaskan oleh Aryasuta padanya. Sekarwangi terus mengingat satu demi satu potongan ingatannya hingga sampai akhirnya Sekarwangi teringat dia terkulai pingsan dipangkuan seseorang yang telah menolongnya, Sekarwangi menco
“Lepaskan tanganku kakang! lepaskan!” ucap Sekarwangi dengan keras tanpa menoleh kearah Bintang, melihat sikap Sekarwangi seperti itu, bukannya melepas tangannya, Bintang justru bangkit. Lalu berjalan kehadapan Sekarwangi.“Kenapa Sekar?” tanya Bintang lembut. Sekarwangi seakan tak mampu untuk menatap wajah Bintang hingga wajahnya tertunduk.“Kenapa.. kenapa kakang ada disini?”“Aku menemukanmu pingsan di kaki bukit Jati Wangi, Sekar”“Kenapa kakang ada disini?” kembali Sekarwangi mengulangi pertanyaannya dan ini membuat Bintang tersadar akan maksud pertanyaan Sekarwangi. Bintang terdiam, lalu dengan lembut Bintang mengangkat tangannya dan menyentuh lembut dagu Sekarwangi yang tertunduk dan mengangkatnya, sehingga kini kedua-duanya saling memandang satu sama lain.“Apa kakang tidak boleh ada disini? bersamamu Sekar?” ucap Bintang lagi dengan lembut, Sekarwangi tampak t
Rembulan bersinar terang malam itu, karena bulan menampakkan dirinya penuh malam itu, malam itu adalah malam bulan purnama, sinar bulan begitu terang menerangi malam, bahkan mampu menerangi gubuk kecil tanpa dinding yang menjadi tempat berteduhnya Bintang dan Sekarwangi, sehingga Bintang tak perlu menghidupkan api unggun untuk menerangi tempat itu.Saat ini, Sekarwangi tampak tengah memanjakan dirinya dengan merebahkan dirinya dipangkuan Bintang yang duduk bersandar ditiang gubuk sambil menatap pemandangan alam bebas yang ada dihadapan mereka. Bintang tampak asyik membelai wajah jelita Sekarwangi yang tampak begitu menikmati belaian tangan Bintang pada wajahnya.Tiba-tiba saja wajah Bintang berubah saat Bintang teringat akan sesuatu.“Sekar”“Ya, kakang” ucap Sekarwangi seraya membuka kedua matanya yang sejak tadi terpejam karena menikmati suasana romantis diantara dirinya dan Bintang. Sekarwangi tampak menatap kearah Bintang yang
“Tidak Sekar, pantang bagi kakang membunuh seorang wanita kalau tidak sangat terpaksa.. tapi Dewi Mawar Hitam juga sudah sudah kakang kalahkan, Sekarang sudah ditahan oleh masyarakat Jati Wangi” ucap Bintang lagi. “Kakang memang lelaki sejati.. Sekar makin cinta sama kakang” ucap Sekarwangi tersenyum, lalu memeluk Bintang dengan pelukan hangatnya. “Oh ya Sekar.. Saat kakang menemukan Sekar. Sekar tengah menderita luka dalam berhawa dingin, apakah itu hasil perbuatan si durjana itu?” tanya Bintang tiba-tiba hingga membuat Sekarwangi merenggangkan pelukannya dan menatap kearah Bintang. “Benar kang.. tapi si durjana itu juga takkan selamat kalau saja tidak ditolong oleh Datuk Tuak.. Sekar berhasil mengalahkannya dalam pertarungan” ucap Sekarwangi lagi. “Wah.. lama tidak bertemu, Sekarang Sekar sudah semakin hebat ya” “Tapi tidak sehebat kakang.. karena Bopo selalu bercerita tentang kehebatan kakang” ucap Sekarwangi. “Oh ya, bagaimana kaba