Kuda hitam tunggangannya tampak terus dipacu perlahan melewati jalan utama Desa Jati Wangi, hingga sampai juga perempuan bertopeng perak itu diujung jalan, perempuan bertopeng perak menghentikan langkah kudanya, karena dipenghujung jalan tampak 3 persimpangan jalan setapak. Setelah menatap keadaan disekitarnya yang tampak sepi, perempuan bertopeng perak itu kembali menggebah kudanya perlahan kearah jalan sebelah kiri.Setelah cukup lama, akhirnya perempuan bertopeng perak itu menghentikan langkah kaki kudanya, diujung pandangannya tampak jalan itu buntu, tapi tidak ada rona terkejut diwajah dibalik topeng perak yang dikenakannya, sepertinya perempuan bertopeng perak itu sudah mengetahui kalau jalan itu buntu. perempuan bertopeng perak tampak menolehkan pandangannya kearah kiri, sebuah komplek perkuburan terlihat. Suasana diperkuburan itupun tampak sepi sunyi, sama persis dengan keadaan di Desa Jati Wangi yang baru saja dilewatinya tadi. Hanya tampak seorang kakek tua yang tengah merap
Ki Tanggul tampak menarik nafas berat, lalu kemudian menceritakan apa yang terjadi pada Desa Jati Wangi kepada Sekarwangi yang mulai berubah parasnya dari balik topeng perak yang dikenakannya.“Sariwangi, putrinya Nyi Gadung, Ki?” tanya Sekarwangi cepat.“Benar den ayu, Sariwangi, putrinya Nyi Gadung dan Ki Giring. Itu kuburannya disebelah sana!” ucap Ki Tanggul seraya menunjuk kesalah satu kuburan dengan bibirnya yang monyong. Sekarwangi menolehkan pandangannya, terlihat sebuah kuburan yang sepertinya belum begitu lama dibuat. Ki Tanggul kemudian melanjutkan ceritanya hingga membuat paras Sekarwangi dibalik topeng perak yang dikenakannya semakin berubah.“Aryasuta, siapa dia Ki Tanggul ?”“Dia adalah anak dari ki Lurah Gelagah Ireng den ayu. Orang-orang menyebutnya Si Durjana”“Apakah ada korban lain selain Sariwangi, Ki?”“Belum ada den ayu, tapi katanya, di desa-desa tetangga juga sudah ada yang menjadi korban.” ucap Ki Tanggul lagi. “Sekarang gadis-gadis Desa Jati Wangi takut untu
“Iya nyi, nyai yang sabar ya. Tenang saja, aku akan ke Bukit Jati Wangi untuk membalaskan dendam Sari pada Si Durjana itu!” ucap Sekarwangi dengan keras.“Jangan Sekar... Itu berbahaya!” ucap Ki Giring.“Tenang saja Ki, aku masih sanggup kalau hanya mengalahkan Si Durjana itu” ucap Sekarwangi dengan penuh semangat.“Ya, Aki percaya Sekar mampu untuk mengalahkan Si Durjana itu, tapi kini Si Durjana tidak sendiri Sekar. Durjana itu sekarang bersama Dewi Mawar Hitam dan Datuk Tuak yang menemaninya.” ucap Ki Giring lagi, kali ini wajah Sekarwangi tampak berubah, nama Dewi Mawar Hitam dan Datuk Tuak memang sangat dikenalnya, apalagi Datuk Tuak, setara dengan nama besar ayahnya Sigila Tuak. Hal ini pula yang membuat Sekarwangi terdiam.“Kalau begitu aku terpaksa harus meminta bantuan bopo.” batin Sekarwangi akhirnya memutuskan.“Ki Giring.. Aku akan kembali ke lembah bambu untuk meminta bantuan bopo” ucap Sekarwangi hingga membuat wajah Nyi Gadung dan Ki Giring berubah, keduanya saling pand
Bintangpun kembali melanjutkan langkah memasuki Desa Jati Wangi lebih jauh. Di depan kedai yang kebetulan buka tapi sepi pengunjung, Bintang menghentikan langkahnya. Hanya dua orang saja yang kelihatan duduk di sana selain seorang laki-laki tua pemilik kedai. Bintang lalu melangkah memasuki kedai itu. Diambilnya tempat agak ke sudut. Dua orang pemuda yang duduk di situ memperhatikannya sejak Bintang datang hingga tengah menikmati makanannya kini. Ksatria Pengembara tahu betul kalau dirinya tengah diperhatikan. Tapi tidak ambil peduli karena takut selera makannya berkurang. "Sepi sekali desa ini. Ke mana penduduknya. Pak?" tanya Bintang pada pemilik kedai itu. "Ada," jawab pemilik kedai itu. "Apa nama desa ini?" tanya Bintang lagi. “Desa Jati Wangi," jawab pemilik kedai itu lagi. “Ki Sarmin!" panggil salah seorang pemuda yang ada di kedai itu. "Maaf, sebentar," pamit pemilik kedai yang di panggil Ki Sarmin. Laki-laki tua berambut putih seluruhnya itu menghampiri dua pemuda yang t
Dua orang pemuda yang mengamati kedai Ki Sarmin, sangat terkejut ketika tiba-tiba saja di belakang mereka telah berdiri orang yang tengah mereka awasi. Kedua orang itu sampai terlonjak kaget begitu Bintang menepuk pundak mereka."Ada yang salah pada diriku, Kisanak?" tanya Bintang ramah dan bersahabat.Kedua orang itu tidak langsung menjawab, tapi hanya saling pandang saja.“Kalau kalian tidak menyukai kehadiranku di sini, sekarang juga aku akan pergi," kata Bintang serayaberlalu."Tunggu!" cegah salah seorang.Bintang berhenti melangkah, langsung berbalik."Siapa kau, dan apa tujuanmu datang ke sini?" Tanya seorang lagi."Aku Bintang, dan ke sini hanya singgah sebentar. Siapa Kisanak berdua?" Bintang balas bertanya setelah memperkenalkan diri."Aku Somad. Dan ini temanku, Mirad," salah seorang yang bernama Somad juga memperkenalkan diri. “Kami berdua adalah petugas keamanan desa, yang harus selalu waspada ter
"Ada apa Somad" Kau datang berlari-lari sepertidikejar setan saja!" tanya Ki Parung ketika melihatSomad tergopoh-gopoh menghampirinya."Ada yang ingin kulaporkan, Ki," jawab Somaddengan napas terengah-engah."Apa ada gadis yang bunuh diri lagi?" tebak BayanSangkuri yang juga berada di rumah kepala desa itu."Apa Si Durjana dan gerombolannya itu datang?" ucap Ki Parung ikut menebak."Bukan..., bukan itu.""Lalu, apa?"“Di kedai Ki Sarmin ada seorang pemuda asing yang kami curigai sebagai teman Si Durjana!""Siapa pemuda itu?" tanya Ki Parung.“Dia mengaku bernama Bintang. Katanya, hanya ingin singgah dalam pengembaraannya," Somad menjelaskan. "Terus terang, Ki. Aku sebenarnya tidak mencurigainya. Dia kelihatannya orang baik-baik, dan hanya kebetulan saja singgah di sini. Tapi Mirad tetap mencurigainya, Ki. Dia kini masih mengawasi pemuda itu tidak jauh dari kedai Ki Sarmin.?""Bintang..
Dewi Mawar Hitam duduk merapat pada Aryasuta, tidak peduli pada sekelilingnya."Sebenarnya, apa maksudnya kau mengundangku ke sini, Aryasuta?" tanya Setan Muka Hitam. Suaranya terdengar besar dan berat."Apa kau masih menunggu orang lain lagi?" timpal Cakar Racun tidak sabar."Tidak. Hanya kalian bertigalah yang kuperlukan," sahut Aryasuta kalem.“Kalau begitu, katakan apa maksud undanganmu?" dengus Datuk Tuak.“Kalian semua pasti kenal dengan mendiang Datuk Langit," kata Aryasuta.Datuk Tuak, Setan Muka Hitam, dan Cakar Racun saling berpandangan tidak mengerti. Siapa yang tidakkenal dengan Datuk Langit, salah satu dari tiga dedengkot dunia persilatan yang pernah menjadi ketua dunia persilatan, sampa akhirnya Datuk Langit tewas ditangan Malaikat Gila. Mereka jadi bertanya-tanya. Apa hubungannya mendiang Datuk Langit dengan undangan Aryasuta ini.“Datuk Langit memiliki seorang murid yang bernama Intan Purn
Malam terus merayap semakin larut. Udara dingin kian menusuk tulang. Sementara mereka yang ada diBukit Jati Wangi telah mengambil tempat istirahat masing-masing. Sedangkan Dewi Mawar Hitam masihduduk sendirian dekat api unggun. Aryasuta sudah sejak tadi masuk ke pondoknya bersama Datuk Tuak.Entah apa yang mereka bicarakan di dalam pondok itu. Dewi Mawar Hitam mengarahkan pandangannyapada Setan Muka Hitam. Dia terbaring melingkar di antara dua buah batu yang di atasnya diberi tumpukandaun lebar dan kering untuk atap. Pelahan-lahan wanita cantik itu bangkit, lalu melangkah mendekati Setan Muka Hitam. Dia berdiri saja setelah dekat dengan ujung kaki laki-laki yang berwajah kasar dan bengis itu."Mau apa kau ke sini?" tanya Setan Muka Hitam tidak merubah posisi tubuhnya."Aku kira kau sudah tidur, Kakang," sahut Dewi Mawar hitam lembut."Mau membokongku selagi tidur?""Ah! Rasa curigamu tidak pernah hilang," Desis Dewi Mawar Hita