Malam baru saja datang, bulan sabit tampak bersinar terang malam itu, puncak patung raksasa bukit Atlas City yang tinggi menjulang bila dilihat dari jauh tampak hampir menggapai bulan sabit yang bersinar terang malam itu. Ratusan orang Prajurit Atlas Warrior tampak berjaga-jaga disepanjang wilayah Atlas City, terutama disepanjang jalan menuju puncak istana Atlas City. Istana Atlas Citypun tampak berdiri megah di perut patung raksasa, kemegahan bagaikan istana-istana dari dunia khayalan. Dengan segala fasilitas mewah dan kecanggihannya, bahkan desain struktur kota Atlas Citypun seperti kota-kota dimasa depan.
Tapi bukan hal ini yang menjadi perhatian kita saat ini, didalam istana tampak seorang Prajurit Atlas Warrior yang berjalan mengendap-endap seperti takut kalau keberadaannya diketahui oleh orang lain. Bergerak cepat diantara keremangan malam, dari satu tempat ketempat yang lain. Hingga disuatu kesempatan, sosok Prajurit Atlas Warrior ini menghentikan langkahnya, dan terl
Hanya beberapa detik saja lagi, tangan Putri Maera berhasil merenggut topeng tersebut, tiba-tiba saja wajah Putri Maera berubah, karena tangannya hanya menangkap angin. “Dimana dia?” batin Putri Maera terkejut karena kehilangan lawannya. “Tolong jangan paksa saya putri” ucap Prajurit Atlas Warrior itu lagi mengejutkan Putri Maera yang langsung berpaling kearah kirinya, wajah Putri Maera semakin berubah saat melihat sosok Prajurit Atlas Warrior yang tadi disergapnya telah berdiri disana. Seeerrrrr! Tanpa banyak bicara, Putri Maera kembali berkelebat cepat kearah Prajurit Atlas Warrior tersebut. Kali ini Prajurit Atlas Warrior tidak menghilang seperti tadi, tapi hanya memiringkan sedikit tubuhnya ke kanan, tangan Putri Maera lewat begitu saja didepannya, hal ini lagi-lagi membuat Putri Maera terkejut, karena Prajurit Atlas Warrior tersebut bisa mengimbangi kecepatannya. Putri Maera tak membiarkan begitu saja tangkapannya lolos, kembali tangan Pu
Pagi-pagi sekali, Putri Maera sudah bangun dan setelah membersihkan dirinya dan berhias seadanya, tapi karena memang pada dasarnya, sosok Putri Maera memang cantik jelita, biar berhias seadanya, tetap saja kecantikannya memancar keluar.Begitu selesai berdandan, Putri Maera segera keluar dari kamarnya, dengan setengah berlari, Putri Maera menuju kesuatu tempat. Tempat yang dituju oleh Putri Maera adalah sebuah tempat balai latihan Prajurit Atlas Warrior, dimana disana terlihat dua jendral Atlas City tengah melatih para Prajurit Atlas Warrior.Dua jendral begitu melihat kedatangan Putri Maera langsung menjura hormat.“Putri Maera” ucap keduanya lembut dan tersenyum.“Ada apa tiba-tiba saja Putri Maera datang ke balai latihan prajurit ini, apakah ada sesuatu yang penting” tanya salah satu jendral Atlas City.“Tidak apa-apa jendral, aku hanya ingin melihat-lihat saja” ucap Putri Maera lagi.“Silahkan pu
Malam itu, rembulan tampak bersinar redup, hal ini dikarenakan awan hitam yang bergerombol datang menutupi sebagian kaki langit, sehingga baik bulan maupun Bintang tampak tersembul malu-malu ditempatnya. Disuatu tempat di Istana Atlas City. Terlihat satu sosok jelita yang tengah duduk gelisah seperti tengah menunggu sesuatu. Terkadang sosok jelita ini tampak bangkit berdiri, lalu berjalan mondar mandir. Raut wajahnya cantik jelita, pakaiannyapun mewah menandakan kalau dia bukan orang sembarangan di Istana Atlas. Tidak salah, karena dia adalah Putri Maera.Sejenak Putri Maera terlihat mengedarkan pandangannya kesekeliling.“Dimana dia?” ucap Putri Maera pelan, seakan berkata pada dirinya sendiri, terlihat jelas kalau Putri Maera sedang gelisah.Semua kegelisahan ini sebenarnya terus dipantau oleh sepasang mata yang berlindung ditempat yang sangat tersembunyi, sosok inilah yang sebenarnya tengah ditunggu-tunggu oleh Putri Maera. Sosok
“Jadi kau tidak mau menjadi lawan tandingku?” tanya Putri Maera lagi. Kali ini Prajurit Atlas Warrior yang terlihat terdiam mendengarnya, hingga akhirnya ;“Apa keuntungan yang akan saya dapatkan?” tanya Prajurit Atlas Warrior itu lagi hingga membuat wajah Putri Maera berubah.“Aku akan membayarmu mahal. Berapapun yang kau minta, akan kubayar!” ucap Putri Maera lagi.“Lagi-lagi putri bersikap sombong. Saya tidak butuh uang putri” ucap Prajurit Atlas Warrior itu lagi hingga membuat wajah Putri Maera berubah.“Kalau begitu aku akan mengangkatmu sebagai pengawal pribadiku, bagaimana?”“Saya tidak tertarik!” ucap Prajurit Atlas Warrior itu lagi.“Katakan, apa yang kau mau?” ucap Putri Maera lagi. Dibalik topeng yang dikenakannya, terlihat senyum mengembang karena pancingannya berhasil.“Saya punya 3 permintaan, kalau putri bersedia mengabulkannya, sa
Keesokan harinya, Putri Maera yang biasanya bangun siang, apalagi latih tanding malam tadi cukup melelahkan, tapi pagi-pagi sekali Putri Maera sudah bangun, mandi dan berdandan lalu bergegas keluar. Tujuan utama Putri Maera adalah balai latihan Prajurit Atlas Warrior.Diantara ratusan ribu Prajurit Atlas Warrior, Putri Maera hanya ingin mencari Bruce saja seorang, perhatian Putri Maera kini hanya berfokus kepada Bruce, dari hasil perbincangan dan latihan tanding tadi malam, Putri Maera tau kalau sebenarnya Bruce orangnya lembut dan sangat perhatian kepadanya dan ini membuat hati Putri Maera berbunga-bunga sendiri.Tapi sampai berjam-jam Putri Maera memperhatikan, tidak dilihatnya sosok Bruce diantara ratusan ribu Prajurit Atlas Warrior dan ini membuat hati Putri Maera tak tenang. Rasanya kalau sehari tidak bertemu dan melihat sosok Bruce, Putri Maera merasakan harinya membosankan. Karena tidak menemukan sosok Bruce, maka Putri Maera hanya bisa berharap malam cepat data
“Maksudmu ini Bruce?” tanya Putri Maera lagi.“Benar” jawab Bruce singkat seraya menganggukkan kepalanya.“Ini adalah teknologi terbaru Bruce, dengan kacamata ini, aku bisa mengetahui dimana lokasi lawan, juga bisa melihat dengan jelas dimalam hari, bisa mendeteksi seberapa kuat lawan yang akan dihadapi dan banyak lagi kegunaannya” ucap Putri Maera menjelaskan kegunaan kacamata tersebut.“Hebat” ucap Bruce tanpa sadar mendengar penjelasan Putri Maera.“Tapi masih belum cukup hebat untuk mengalahkanmu Bruce” ucap Putri Maera tertawa ringan. Bruce ikut-ikutan tertawa.“Lalu bagaimana dengan sepatu yang putri pakai?”tanya Bruce lagi.“Ini namanya sepatu kilat, didalamnya ada energi pendorong untuk membuat sipemakainya bisa bergerak dengan sangat cepat, apa kau belum tau tentang semua peralatan ini Bruce ? Bukankah ini pelajaran dasar di balai pelatihan prajurit?&rdquo
Pagi itu, 3 pangeran dan Putri Maera tengah berkumpul diaula pertemuan. Pangeran Hyas yang meminta pertemuan itu.“Maera, apa besok kau jadi untuk mengunjungi makam ibu?” tanya Pangeran Hyas lagi.“Tentu saja jadi kak” ucap Putri Maera cepat.Pangeran Hyas terlihat menatap kearah Pangeran Menoitios.“Maera, aku tidak bisa ikut denganmu, ada tugas yang diberikan ayah” ucap Pangeran Menoitios lagi. Sejenak wajah Putri Maera terlihat berubah, tapi kemudian tersenyum.“Tidak apa-apa kak, aku bisa pergi sendiri” ucap Putri Maera lagi cepat.“Bawa 100 orang prajurit Atlas Warrior terlatih untuk menemanimu Maera” ucap Pangeran Hyas lagi.“Baik kak” ucap Putri Maera dengan wajah murung.“Kau harus berhati-hati Maera, sekarang para pemberontak semakin berani” ucap Pangeran Prometheus lagi memperingatkan.“Iya kak, Maera akan berhati-hati&rdq
Keesokan Paginya, barisan prajurit Atlas Warrior berkuda tampak berjejer rapi didepan dan belakang sebuah kereta mesin yang megah dan mewah, dipanggung kehormatan, Raja Agung Atlas dan ketiga pangeran telah bersiap untuk melepas kepergian Putri Maera. Putri Maera sendiri yang telah berdiri disebelah ayahnya, Raja Agung Atlas.Terlihat sejak tadi, Putri Maera terus mengedarkan pandangannya kesana kemari, seperti tengah mencari sesuatu.“Apalagi yang kau tunggu Maera, nanti keburu malam. Berangkatlah sekarang!” ucap Pangeran Hyas lagi.“Apa kau menunggu seseorang putriku?” tanya Raja Agung Atlas lagi.“Tidak ayah”“Kalau begitu berangkatlah sekarang, terlalu bahaya nanti kalau kemalaman”“Baiklah ayah” ucap Putri Maera akhirnya dengan menarik nafas panjang.Dengan dilepas oleh Raja Agung Atlas, rombongan Putri Maera meninggalkan Istana Atlas. Dengan malas tanpa semanga