Bab82
Kehidupan di rumah semakin dingin dan tidak nyaman. Aku bahkan tidak lagi makan bersama Papa dan Gaby.
Dan Papa maupun Gaby, tidak perduli denganku sama sekali. Bagi mereka, mungkin aku tidak pernah ada di rumah ini.
Aku tidak ingin merusak mental dan diri ini. Biar bagaimana pun juga, aku harus kuat dan bertahan. Setelah pendidikanku selesai, aku akan pergi meninggalkan Papa dan Gaby.
Aku tidak akan gegabah dalam hal ini, biar bagaimana pun juga, masa lalu adalah hal yang membuatku kuat menjalani semua ini.
Demi masa depan, aku pun merelakan mengikuti kemauan Papa, yang menginginkan aku keluar Negeri.
Dengan perasaan yang setiap hari menahan luka, aku terus mensugesti diri ini, memberi semangat. Bahwa aku, akan baik-baik saja.
Andai saja ada Bryan, ingin sekali aku menceritakan segalanya. Tapi semenjak kejadian itu, dia bahkan tidak pernah berusaha menghubungiku sama sekali.
"Selamat ya, Non. Semoga Pak Bryan, bisa
Bab83"Mengapa takdirku begini?" teriakku di depan cermin. Aku meraih segala yang tersusun rapi di atas meja rias.Aku melemparkannya ke sembarang arah, dan juga ke arah cermin besar di depanku.Pecahan kacanya menggema di dalam kamar, diikuti dengan ketukan keras di pintu kamar yang aku abaikan."Jahat, tidak adil, kalian kejam," raungku. Oh Tuhan, aku ini bukanlah malaikat, aku hanya mahlukmu yang teramat lemah dan rapuh."Sungguh, aku benar-benar tidak mengerti lagi dengan rencanamu pada hidupku. Semua teramat sakit, aku tidak merasa kuat dalam hal ini," keluhku pada Tuhan.Orang bilang, akan ada pelangi setelah hujan. Tapi mengapa, hujan di hidupku seperti sepanjang tahun lamanya.Bukan cuma kehampaan yang selama ini terpatri di hatiku, juga kekecewaan. Kupikir, semua itu telah hilang dan selesai, nyatanya kini, semua kembali seolah menjadi awal.Ya, awal kehancuran dalam hidupku lagi. Takdir memperolok harapanku, yan
Bab84"Astagfirullah," lirih Papa.Aku tetap menangis, meluapkan rasa sakit, hingga membuatku sangat lelah dan teramat lelah.Entah apa yang terjadi, aku tidak ingat apa-apa lagi. Saat aku membuka mata, yang pertama kulihat hanyalah ruangan yang tidak begitu terang dan asing."Non ...." Suara Bik Sum di samping. Aku menoleh dengannya perlahan, meski rasa berat di kepala, masih begitu terasa.Aku menyisir ke sekeliling. Tanganku kini terpasang infus, dan aku baru sadar, kini aku terbaring di rumah sakit.Tanganku banyak mendapatkan perban, dengan kondisi tubuh yang terasa semua sangat sakit.Tidak ada Papa, juga Gaby di kamar ini. Hanya ada Bik Sum, yang menatapku begitu sedih."Papa dan Gaby mana?" tanyaku memberanikan diri.Bik Sum menangis, membuatku mendadak kuatir."Bik, jawab!" kejarku tidak sabar. Melihat raut wajah bibi yang seperti tadi, membuatku semakin merasa tidak nyaman hati."Non, Bibi m
Bab85Aku merasakan sakit disekujur tubuh. Kala ingin membuka mata, aku mendengar suara mereka tengah berbincang."Pulanglah, biar Papa yang jaga Ganesa.""Nggak! Gaby pengen Kakak tahu, Bryan dan Gaby akan menikah.""Gaby, kamu nggak kasihan sama Ganesa? Dia sehancur itu, dengan keadaan sekarang ini. Tolong, Nak. Jangan egois, kasihan dia.""Pa, Gaby nggak mau, Kakak masih ada perasaan sama Bryan. Gaby tidak mau, kakak menjadi pelakor, di kehidupan Gaby nantinya.""Gaby, kenapa kamu seperti ini," bentak Papa."Oh. Oke, jika Papa maunya begini. Lebih baik Gaby mati."Terdengar helaan napas Papa.Aku pun akhirnya membuka mata, dan ingin melihat, apa yang sebenarnya Gaby harapkan, jika aku tahu rencana pernikahan mereka.Kupikir tadi, mereka sudah ijab kabul, ternyata belum."Ganesa," pekik Papa, ketika melihatku menatapnya."Ganesa," lirih Bryan, membuatku sedikit terkejut. Karena sedari t
Bab86Kepergian lelaki itu, menyisakan sejuta tanya di kepalaku. Aku tetap berusaha tenang, sembari menyaring perkataannya tadi.Juga cibiran-cibiran Gaby, yang membuatku semakin sakit hati.Jika aku terus mengamuk, bukan tidak mungkin, Papa akan membawaku ke rumah sakit jiwa.Aku pun berusaha berdamai dengan diriku sendiri, dan berusaha kembali kuat.Dua hari aku dirawat, tanpa mau bicara pada Papa yang menjaga. Meskipun setiap hari, Papa selalu mengatakan maaf dan maaf.Tetapi aku, tidak mau menyahutnya sama sekali. Bukannya aku ingin menjadi anak durhaka, tetapi luka yang Papa tancapkan, bagiku sangat dalam dan menyakitkan.Aku belum siap, melupakan rasa sakit itu, dan bersikap seperti biasa, aku tidak bisa.Kini aku sudah boleh pulang. Dokter yang bernama Linda pun, tidak pernah lagi ke ruanganku, hanya sekali itu saja.Pernah aku bertanya pada salah seorang perawat. Namun mereka menjawab tidak tahu, ngga
Bab87(Pov Bryan)Begitulah takdir, semua jelas diluar dugaan manusia. Aku tidak pernah menyangka, akan jatuh hati kembali pada seorang wanita.Sebelumnya, aku begitu dalam mencintai Nuna. Namun sayangnya, dia lebih memilih sahabatku.Dalamnya rasa cinta dan ingin memiliki itu, sama halnya dalamnya aku terluka dan kecewa padanya.Aku berusaha keras, bangkit dari luka itu. 2 bulan lamanya, saat penolakan itu. Aku menderita di tempat tidur, terbaring tidak berdaya.Meratapi luka, meratapi nasib yang tidak beruntung, dan meratapi hinaan yang menyakitkan.Ayah dan Bunda, mereka juga berusaha kuat, untuk bangkit dari kemiskinan. Hingga rezeki itu tidak terduga, kehidupan perekonomian keluargaku melesat tinggi.Ayah mampu menjadi seorang pengacara ternama, dengan bayaran yang lumayan membuat gendut dompet.Hingga, aku pun dia berikan modal, untuk memulai usaha dari kecil-kecilan, hingga memiliki pabrik sendiri.Ak
Bab88(Pov Bryan)Aku mendengar suara isakkan tangis Gaby. Namun tidaklah kuhiraukan."Mana istrimu itu?" tanya Bunda dengan kesal."Mati," sahutku keras. Aku pergi menuju keluar rumah, tanpa perduli omelan Bunda.Rumah ini semakin lama, semakin seperti neraka bagiku. Hidupku hampa, dan jauh dari kata bahagia. Perusahaanku kacau, sama seperti halnya hidupku kini, kacau.Aku terus merindukan sosok Ganesa, aku sangat rindu padanya. Bagaimana mungkin, aku terus mendapati kegagalan dalam percintaan.Bahkan semenjak Nuna ketahuan sebagai sahabat Ganesa, dia pun menghilang tanpa jejak. Kupikir, aku akan menuju kebahagiaan, karena akan menikahi Ganesa.Wanita yang memang telah mencuri hatiku. Tapi nyatanya? Semua jelas jauh berbeda.Gaby, wanita itu benar-benar merusak segalanya. Sebab itulah, aku begitu membencinya.Bahkan di hati ini, aku mati rasa, juga mati empati padanya. Setiap melihat wajah Gaby, yang ada ha
Bab89Siapa yang menyangka, takdir tidak seindah mimpi. Gaby berusaha kuat, bertahan dengan rumah tangga yang setiap hari tidak mendapatkan ketenangan.Laksana mimpi buruk! Begitulah tepatnya kehidupan yang Gaby jalani kini. Semula dia mengira, Zaki sang Ayah, akan selalu ada di kala dia susah.Nyatanya, setelah 3 bulan pernikahannya dengan Bryan, Zaki pergi menyusul Ganesa ke Singapur.Lelaki itu mengirim pesan pada Gaby, untuk tidak mencarinya lagi. Gaby hanya bisa menahan sesak didada saat itu, tanpa bisa menahan kepergian Papa nya.Semua yang Gaby mau, memanglah dituruti Zaki hingga akhir. Akan tetapi, ketika Gaby sudah menikah, maka Zaki, melepaskan segala tanggung jawabnya, pada suami Gaby.Hal ini, memang merupakan perjanjian Papa dan anak itu.Pernikahan yang seperti neraka dunia itu, membuat Gaby jungkir balik dalam bertahan.Hidupnya di penuhi luka, akan tetapi, dia yang sudah terlanjur dalam mencint
Bab90"Gaby bangun ...." Terdengar suara teriakkan yang kuat, sembari mengguncang keras tubuh Gaby.Wanita itu sedikit terkejut, ketika dia membuka mata.Bunda Jelita menatapnya penuh amarah, membuat Gaby yang masih merasakan pusing, pun jadi bingung."Tidur saja kerjaanmu! Bryan ditangkap Polisi, dan kamu tidak tahu apa-apa."Mendengar penuturan Bunda Jelita, Gaby pun terlonjak. Dia gegas bangun."Bunda, apa yang terjadi?" tanya Gaby, sembari menahan kepalanya yang menjadi semakin sakit."Tetangga kalian membuat laporan tentang KDRT. Dan anak-anakmu, menjadi saksinya hari ini. Bryan di tangkap, dan beritanya sudah ada di tivi. Keluarga kami hancur sudah, hancur! Dan semua, itu karena kamu dan anak-anak haram itu," pekik Bunda Jelita."Anak-anakku!" lirih Gaby. Dia pun menyisir seluruh ruangan, benar saja, tidak ada Harumi, mau pun Rumi yang menemaninya.Bahkan Gaby pun baru sadar, kini dia berada di tempat tidur.