“Sepertinya ini alamat yang benar, tolong parkir di depan saja, Kun,” ujar Nadi kepada rekannya yang mengemudi di depan rumah makan yang padat pengunjung sambil kembali mengamati catatannya dan mencocokkan antara papan nama yang terpampang di bagian muka atap bangunan dengan keterangan Erian, sekaligus mengarahkan matanya ke sekitar untuk memastikan ia tidak salah tempat.“Hmm, ini alamat yang benar. Oke, “ gumam Nadi sekali lagi seraya mengangguk-angguk usai Kun menghentikan mobil di lokasi yang diminta. Ia lalu turun dan langsung menuju ke konter kasir yang terletak di bagian depan samping pintu masuk, diiringi oleh tatapan ingin tahu pengunjung rumah makan yang tertarik oleh bunyi sirene yang mendahului kedatangan Nadi.“Permisi, Mbak, saya dari Kepolisian Ryha,” kata Nadi sembari memperlihatkan tanda pengenal polisinya pada kasir wanita berseragam kuning muda yang sedang berjaga dengan wajah ketakutan dan tangan gemetar. “Saya ingin menanyakan sesuatu, apa benar tadi orang ini mak
Jawaban ketus yang dilemparkan oleh pemilik mobil membuat Ulfa seketika mengatupkan bibirnya, tidak sudi berbicara lagi. Seandainya tidak merasa berutang budi sebab telah diselamatkan dari kemesuman Pak Wira, sejak tadi Ulfa akan melawan sikap dingin pria itu, bahkan minta diturunkan saja dari mobil. Demi rasa terima kasihnya yang tak terhingga, Ulfa rela menahan diri dan menerima saja bahwa pemilik mobil memang orang yang sulit.Tapi, melihat dirinya dibawa tanpa tahu tujuan, mau tidak mau Ulfa merasa resah. Pikiran bahwa mungkin pemilik mobil juga bukan manusia baik-baik tiba-tiba bercokol di tengkoraknya. Walaupun pria itu membawa anak, hal itu bukan jaminan kalau ia tidak jatuh di tangan yang salah. Bisa saja itu cuma kamuflase, atau yang lebih parah, anak itu diculik oleh pemilik mobil.Di tengah kerisauannya, secara instingtif Ulfa beringsut mendekati anak yang tidur itu dan mengamati wajahnya, mencari kemiripan antara gadis kecil itu dengan si pemilik mobil untuk meyakinkan dir
“Lavin?” Orion yang juga menyusul bersama Ulfa ke parkiran sebab penasaran, mengulang nama itu dengan terkejut. Tiba-tiba, ia melepaskan tangannya yang menggenggam tangan Ulfa kemudian setengah berlari mendekati Citra, sengaja menyenggol bahu Lavin saat melewatinya, dan segera memarkirkan tangannya di sekeliling bahu istrinya dengan dagu terangkat, seolah ingin mempertontonkan pada khalayak bahwa wanita itu miliknya.Di satu sisi, setelah memerhatikan dengan saksama pria yang berdiri di samping Citra sambil mengesankan dirinya adalah orang yang beruntung karena mempunyai wanita secantik Citra, Lavin mendadak tersadar. Pria itu adalah pria yang sama dengan yang dilihatnya memeluk Ulfa beberapa menit yang lalu, pria yang diakui Ulfa sebagai kekasihnya. Pantas saja Lavin merasa pernah melihatnya. Jadi, kekasih Ulfa dan suami Citra adalah manusia yang sama?Merasa sangat lucu dengan situasi itu, Lavin menaikkan satu sudut bibirnya. Menyeringai. Biar tahu rasa wanita itu. Ia tidak tertarik
Kedatangan para polisi dan ucapan Nadi yang tidak bisa diprediksi membuat Citra sejenak lupa dengan obsesinya ingin memeluk Belinda. Ia pun turun tergesa-gesa dari mobil dan mendekati suaminya, lupa sama sekali dengan keberadaan orang lain. Wajahnya sarat dengan kebingungan. “Rion? Apa maksudnya itu? Kamu juga membunuh Gema dan Ariani?”“Juga?” Nadi langsung bersuara usai menangkap kejanggalan dari omongan Citra. Ia pun menghampiri wanita itu dan menatapnya tajam, menuntut penjelasan. “Apa maksud Anda, Bu Citra? Kenapa Anda bilang begitu? Anda tahu sesuatu, kan? Kalau begitu, Anda juga sebaiknya ikut kami ke kantor. Kami membutuhkan keterangan Anda. Tolong bekerjasama dengan kami.”Citra tiba-tiba tersadar jika dirinya sudah melakukan kecerobohan yang fatal. Sambil bergantian mengerling Orion dan Nadi dengan ekspresi panik, ia berupaya memikirkan alasan yang bisa diterima semua pihak sehingga ia tidak perlu lagi menginjakkan kaki di kantor polisi untuk ditanyai macam-macam. Sebab, jik
“Silakan duduk, Pak Orion,” ujar Nadi berusaha ramah walaupun wajah Orion terlihat jelas tampak tidak dalam suasana hati untuk beramah-tamah. Setelah melintasi dua kota yang berjarak lebih dari lima puluh kilometer dalam mobil polisi yang tidak berhenti menjerit-jerit dengan waktu tempuh sekitar satu jam, mereka akhirnya berada di bagian bangunan yang paling dihindari Orion di kantor polisi: ruang interogasi.Mungkin Orion tidak mendengar perkataan Nadi, atau pura-pura tidak mendengar, karena ia justru sibuk menjelajahi ruangan dengan matanya yang membesar ketakutan. Mulai dari pintu besi berat yang teronggok di sudut, kaca satu arah yang menutupi satu sisi dinding tempat orang yang berada di sebelah memantau dan merekam jalannya interogasi, sampai ke dua kursi dan satu meja kayu yang terletak persis di tengah, di bawah lampu yang tergantung menyiramkan cahayanya.Di luar jilatan cahaya, tak tampak apapun yang mungkin ada dalam kegelapan. Orion tiba-tiba bergidik, ia baru saja membaya
Ulfa mendecakkan lidahnya, entah untuk keberapa kalinya dalam tiga puluh menit. Ia tengah duduk merengut di kursi belakang mobil Dokter Lavin, dalam hati sibuk mengutuki nasibnya yang sial. Harusnya sekarang ia berkendara bersama Orion berdua saja usai menyingkirkan Citra dengan cara apapun, bukannya menumpang di mobil pria dingin yang hobinya bicara ketus itu sekali lagi.Setelah bosan mendengar decakan yang terus berulang dari belakangnya, Dokter Lavin melirik melalui kaca spion dan bersuara. “Kalau kamu tidak suka naik mobilku, bilang saja. Aku akan menurunkanmu dengan senang hati. Lagipula, aku juga tidak senang kamu ikut pulang ke Ryha. Aku mengangkutmu semata-mata karena alasan kesopanan dan etika sebab tidak mungkin aku membiarkanmu sendirian di kantor polisi setelah mengantarmu ke sana.”Pilihan kata yang digunakan Dokter Lavin membuat Ulfa terpana. Mengangkut? Memangnya ia ternak yang harus diangkut? Apa dokter itu tidak punya koleksi kata yang lebih baik untuk dilompatkan da
“Bagaimana keadaan menantu saya, Dok?” Erian bertanya resah pada dokter wanita berhijab yang baru saja memeriksa keadaan Citra di brankarnya. Mereka baru tiba di rumah sakit kota sebelah lima belas menit yang lalu setelah sempat tersesat karena Pak Soni yang tidak familiar dengan jalannya dan hanya mengandalkan bertanya pada orang-orang.“Menantu Anda baik-baik saja. Dia pingsan karena stres dan kelelahan. Setelah istirahat yang cukup, dia akan pulih kembali. Tapi, kondisinya tidak bagus untuk kehamilannya karena bisa memengaruhi janin yang dikandungnya. Dia tidak boleh stres, harus berpikir positif, dan menjaga pola makan serta istirahatnya. Kalau dia begini terus, kami khawatir itu akan membahayakan bayinya,” jelas si dokter wanita.Erian memerhatikan penjelasan si dokter wanita dengan sungguh-sungguh. Ia tidak ingin kehilangan anak yang dikandung Citra. Itu adalah sarana terkuat yang bisa menghubungkan wanita itu dengannya sekaligus hal paling penting yang sanggup menahan Citra aga
Orion menelengkan kepalanya tidak mengerti, tapi ia memelototi juga kertas yang diberikan oleh Nadi. Wajahnya pun berubah dari bingung menjadi tidak percaya. “Ini kan catatan transaksi bankku, tapi kenapa tertulis saya mentransfer uang satu miliar lebih ke dealer penjualan mobil beberapa hari sebelumnya? Saya kan membeli mobil enam bulan yang lalu.”“Itu jugalah yang ingin kami ketahui, Pak Orion. Sebenarnya, kami tidak peduli Anda mau membeli seberapa sering, seberapa mahal, atau seberapa banyak mobil, namun masalahnya menjadi lain karena kami menemukan mobil yang dimaksud dalam catatan transaksi itu sama dengan yang dipakai oleh Gema dan Ariani saat kecelakaan itu,” ujar Nadi.“Apa?” Orion sampai berdiri saking terkejutnya, membuat kursi yang didudukinya terjengkang ke belakang. “Jadi, Anda mengira saya yang membeli mobil itu? Tidak! Pasti ada kesalahan. Saya tidak pernah membeli mobil itu. Lagipula, saya sudah punya mobil yang serupa, kenapa saya harus beli lagi? Catatan itu pasti