Regina keluar bersama dengan pria yang dia temui. "Terimakasih, kau sudah membantuku." "Tidak masalah. Aku harap anakmu akan menyukainya. Ini kau bisa menghubungiku." Pria itu memberikan kartu namanya. Regina dengan sopan menerimanya. Mereka saling mengucapkan selamat tinggal. Regina kembali ke mobil, di mana Henry menunggunya. Tatapan Henry begitu tajam, "Siapa itu? Kau terlihat begitu akrab?""Teman lama yang tidak sengaja bertemu," jawab Regina dengan singkat. Henry hendak mengatakan sesuatu, tetapi Regina memberikan penegasan. "Dia sudah menikah! Tatapan matamu menunjukkan tuduhan bahwa aku berselingkuh, aku akan tegaskan, itu tidak terjadi."Henry hanya mengangguk, "Oh. Baguslah jika begitu. Aku percaya pada istriku." Perkataan Henry begitu lembut, tetapi tidak pada sorot matanya. "Jika kau marah dan ingin mengkritikku seperti biasanya, katakan saja. Apa gunanya menahan diri." Regia mencibir. "Tidak, aku tidak akan marah pada istriku hanya karena hal kecil seperti ini." Henr
Sekertaris itu mengambil kembali ponselnya. "Sudah cukup melihat? Sekarang aku paham kenapa kau begitu bersikeras untuk bertahan. Sebelumnya, aku iri padamu, tapi wanita yang tidak beruntung akan selalu tidak beruntung.""Apa kau sudah cukup mengatakannya? Kembalilah ke pekerjaanmu dan jangan ikut urusan orang lain." Regina menghela nafas, berusaha meredakan emosinya. Sekertaris itu tersenyum sinis, "Regina, kau masih saja bersikap angkuh. Kau akan kehilangan segalanya, entah itu karir, keluarga atau suami."Regina menggebrak meja dengan kesal. "Aku sudah tidak tahan lagi. Apa kau pikir bahwa dirimu hebat? Jika Papaku sampai membuangmu, kau akan bernasib lebih buruk dariku! lebIh baik kau fokus saja menjilat Papaku agar tetap mempertahankanmu." "Kau!" Sekertaris itu hendak memukul Regina, tetap tangannya ditarik kembali. Dia hanya melangkah pergi meninggalkan Regina. Regina menghela nafas. "Henry, sebenarnya apa yang kau inginkan?" gumah Regina. Dia mengambil ponselnya, menghubung
Regina mendorong Henry. "Apa yang kau lakukan? Kenapa menggunakan trick seperti ini di depan publik." Regina menatapnya penuh amarah. "Ini adalah bagian dari yang aku bicarakan padamu." Otak Regina masih belum berfungsi dengan benar setelah menerima trik ciuman dari Henry. Dia bahkan masih merasakan sesuatu yang hangat di bibirnya. "Mama!" Kevin mendekati mereka bersama dengan seorang pria yang tidak lain adalah Evan. Evan menyapa Regina dengan ramah dan dibalas dengan sopan. Tatapan Evan berubah tajam saat melihat Henry. "Aku tahu ini tidak sopan, tapi bisakah untuk mengendalikan diri? Tidak baik bagi anak-anak untuk melihat adegan mesra orang dewasa. Aku bisa menutup mata Kevin, tapi ada banyak anak di sini." Regina merasa tidak nyaman . Henry justru menanggapinya dengan begitu santai. "Maafkan aku karena tidak bisa mengendalikan diri, tapi kau pasti mengerti perasaan sebagai sesama pria, kau ingin menunjukkan cinta setiap kali melihat istri yang begitu cantik." Evan mengangguk
"Papa?" Regina terkejut melihat Tuan Tan berada di ruangannya. Dia melangkah dan mengambil dokumen yang ada di tangannya. "Bukankah tidak sopan masuk ke ruangan orang lain dan membaca dokumen penting." "Apa kau berani melawanku sekarang?" Tuan Tan menatapnya dengan tatapan penuh mengintimidasi. "Karena Henry berada di belakangmu, jadi kau merasa lebih baik daripadaku?""Tidak. Aku hanya--" "Lupakan saja proyek itu. Mereka tidak akan memberimu kesempatan hanya karena Henry mendukungmu. Tapi, aku terkesan dengan apa yang kau lakukan, sampai mencuri data perusahaan untuk membuat proposal yang tidak berguna ini." Tuan Tan mengkritiknya. "Itu bukannya tidak berguna. Aku yakin akan mendapatkan proyek besar ini!" Reguna menegaskan dengan penuh keyakinan. "Regina, aku terkesan. Aku akan memberimu kesempatan. Kau tahu proyek yang sedang berjalan, aku ingin kau bertanggung jawab. Aku sudah menyiapkan tim yang akan pergi denganmu besok dan tentang penginapan, aku juga sudah menyiapkannya.""
"Papa, kenapa papa tidak memberitahuku ternyata proyek ini memiliki banyak masalah. Bagaimana pembangunan bisa dilakukan jika seperti ini?" Regina menelepon Tuan Tan untuk meminta penjelasan. "Itu masalah yang harus kau hadapi. Aku ingin kau menyesalkan semuanya. Bukankah aku sudah membekalimu tim ahli?"Tuan Tan menanggapi dengan santai. "Tapi diantara mereka ada yang tertunda datang. Apa Papa sengaja mengirimkan proyek tang bermasalah ini padaku?""Regina, setiap proyek kau akan menemui masalah. Kau selesaikan dengan caramu. Reguna, kau ingin aku tetap mempertahankanmu sebagai CEO, kan? Jika masalah semuda ini saja kau tidak bisa menanganinya, bagaimana kau pantas?" Tuan Tan langsung mengakhiri panggilan setelah merendahkannya. Regina menyimpan ponselnya. Dia termenung memikirkan apa yang harus dia lakukan. "Apa kau sudah selesai mengeluh pada Tuan Tan?" Sekertarisnya datang mendekatinya. "Kau terlihat tertekan, apa kau ingin mundur?" "Tidak. Kita akan memulai diskusi. Kumpulkan
"Aku merindukanmu." Suara yang lembut terdengar dari bibirnya. Regina tersentuh dan memeluknya erat. "Aku juga merindukanmu."Kevin melepaskan pelukannya. "Mama, papa juga merindukanmu. Sekarang giliran Papa untuk memeluk Mama. Aku tahu kalian lebih saling merindukan daripada aku." Kevin memundurkan tubuhnya untuk memberi ruang pada Henry. Regina dan Henry hanya saling berhadapan dengan canggung. Kevin tidak tahan melihat, tidak bisa untuk tidak mendorong Henry. "Papa, kenapa hanya diam saja? Tidak perlu malu. Hanya aku yang akan melihat." Henry melangkah maju dan memeluk Regina. Belum sempat Henry mengatakan apapun, Regina langsung mendorong suaminya. Regina merasa canggung melihat Henry. "Papa, kenapa hanya diam saja?" Henry melangkah maju dan memeluk Regina. Belum sempat Henry mengatakan apapun, Regina langsung mendorong suaminya, "Aku lelah, hari ini, aku tidak memiliki mood yang bagus untuk berakting," bisik Regina. "Eh? Kenapa hanya sebenar, apa kalian merasa malu? Aku akan
Regina langsung bangun. Dia mengenggam selimut dengan erat. Dia tidak melakukan kontak mata dengan Henry, "Apa kau tidak tahu malu mengatakan hal yang tidak pantas seperti itu?" Henry tertawa kecil, bangun dan duduk di samping istrinya, "Hal yang tidak pantas? Apa kau memikirkan bahwa kita akan.....yang aku maksudkan bukan itu, tapi jika kau mau maka--Regina menoleh ke arah Henry. "Tidak aku tidak menginginkannya. Berhentilah menggodaku, aku sangat lelah hari ini." Henry turun dari tempat tidur. "Aku sudah memesankan minuman khusus untukmu. Aku akan meminta mereka mengantarnya." "Kau tidak memesan wine atau alkohol lainnya kan? Aku sedang tidak ingin minum," ucap Regina. "Tidak. Ini bukan alkohol." Henry mengobrol dengan seseorang menggunakan telepon untuk memesan layanan room service. Dia dapat mendengar apa yang dikatakan Henry dengan jelas. "Kenapa kau meminta mengantar ke sana?""Kita tidak mungkinkan mengobrol di suasana gelap seperti ini. Sesuatu yang lain akan terjadi ji
"Maaf, aku harus pergi." Regina merasa tidak nyaman dengan suasana yang menjadi penuh ketegangan. Langkahnya tergesa-gesa meninggalkan ruangan, menarik tangan Henry yang mengikuti langkahnya, memaksanya untuk keluar. "Kenapa kau datang ke sini? Apa kau sengaja menguping pembicaraan dan mempermalukanku?" Reguna menadang dengan kesal. "Aku tidak percaya restoran ini punya kedap suara yang buruk." Regina membuka pintu mobil. Henry mengikutinya masuk. "Mempermalukanmu? Aku justru membantumu keluar dari situasi yang tidak menguntungkan." Henry tidak kalah marah. "Aku bisa mengatasinya sendiri tanpa perlu kau ikut campur!" Regina menegaskan. Henry mencibirnya, "Benarkah? Tapi, yang aku lihat kau justru berasa di posisi terdesak. Hei, tawaranku masih berlaku. Dibandingkan dengan mereka, aku akan mendapatkan tim ahli yang lebih kompeten." "Kau pasti akan menggunakan orang yang kau bawa untuk menjadi mata-matamu? Lalu kau akhirnya menghancurkan apa yang telah berhasil aku raih," cibir Reg