Home / Romansa / Kontrak Sang Pengantin / Bab 4. Saling Menguatkan

Share

Bab 4. Saling Menguatkan

Author: Nyi Ratu
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

"Kita pasti akan bersama lagi." Jennie mencium punggung tangan suaminya. "Sebaiknya Bang Gara pergi sebelum Mama kembali!" pinta Jennie pada suaminya.

Sejujurnya Jennie sangat senang ditemani Gara, tapi ia merasa kasihan pada sang suami yang terus berdiri sejak lama di luar jendela demi menemaninya.

Gara menunduk sebentar. "Aku tidak mau pergi dari tempat ini."

Sejak tadi, lebih tepatnya sejak pertama kali Jennie masuk ke dalam dan berdebat dengan orang tuanya, Gara terus menunggu di seberang rumah itu. Ia begitu mengkhawatirkan istrinya.

“Bang, pergilah! Aku akan baik-baik aja.” Jennie memohon agar suaminya pergi. Ia tidak ingin semuanya menjadi kacau jika ibunya tahu kalau Gara menemuinya.

"Aku akan menunggu mamamu datang baru pergi dari sini. Aku tidak bisa meninggalkanmu sendirian, Biggie," ucap Gara.

“Bang, kumohon, pergilah!” sekali lagi Jennie memohon pada sang suami.

“Bagaimana bisa aku meninggalkan istriku sendiri dalam keadaan seperti ini?”

Ingin sekali Gara membawa kabur istrinya, tapi itu tidak semudah yang dipikirkan. Ia ingin membongkar kejahatan ibu mertuanya terlebih dulu, tapi belum ada bukti kuat yang bisa menjeratnya.

Jennie membingkai wajah suaminya sambil tersenyum. "Sejujurnya aku nggak mau kamu pergi dari sini, tapi kalau sampai Mama tahu semua akan tambah rumit. Abang pulang ya, aku akan baik-baik aja."

"Aku suamimu, Biggie. Sekarang akulah yang lebih berhak atas dirimu. Jika kamu mengizinkan, aku akan bicara dengan mamamu." Gara menciumi telapak tangan istrinya berkali-kali. "Aku tidak mau berjauhan denganmu."

"Untuk beberapa waktu ke depan kita nggak bisa bertemu. Mama mengurungku tanpa alasan yang jelas." Jennie menunduk sedih. "Entah apa alasan sebenarnya, Mama memisahkan kita. Aku rasa bukan karena status kita yang berbeda karena Mama juga menikah lagi dengan seorang pengusaha kan?"

Jennie menatap suaminya dengan sendu. Matanya memerah menahan tangis. Ia tidak mau menangis lagi yang akan membuat suaminya semakin cemas.

Gara masih mendengarkan istrinya dengan seksama, mencoba memahami kondisi di antara mereka berdua.

'Sepertinya dia sadar kalau ibunya mempunyai alasan lain,' batin Gara.

"Aku dilarang untuk keluar kamar dan pergi menemuimu. Aku juga tidak bisa menghubungimu karena hape dan yang lainnya juga ikut disita." mengakhiri kalimatnya, Jennie menghela napas panjang.

Gara menunduk. "Pantas saja, ponselmu tidak aktif saat aku terus mencoba untuk menghubungimu."

Jennie merasa bersalah atas hal itu. Ia tidak bisa melakukan apapun dan hanya terjebak di dalam ruangan ini.

“Aku akan pergi sebentar, nanti aku datang lagi sebelum mamamu pulang. Tunggu sebentar, ya."

Seperginya Gara, Jennie menatap kosong ke depan. "Bagaimana aku bisa menjelaskan padanya bahwa kami dipaksa bercerai?"

Walaupun pernikahannya baru seumur jagung, tapi Jennie sudah merasa nyaman berada di antara keluarga suaminya. Walau keluarga suaminya orang berada, tapi mereka menerima Jennie dengan baik.

"Aku tidak mungkin menyakiti hati pria itu dengan mengatakan harus mengakhiri hubungan kami yang baru berjalan. Dan cinta kami baru aja tumbuh, tapi kenapa cobaan begitu kencang menerpa kami."

Jennie benar-benar bingung dan tidak tahu harus melakukan apa untuk mencari jalan ke luar dari masalahnya. Saat ini yang bisa dirinya lakukan hanyalah merahasiakan apa yang mamanya katakan untuk bercerai dengan suaminya.

Setelah beberapa waktu Gara kembali. Ia datang dengan banyak sekali barang bawaan.

"Apa semua ini, Bang?" tanya Jennie.

Gara membawakan wanita itu banyak sekali makanan, minuman, dan obat-obatan.

"Aku lihat tanganmu lebam, " Gara berujar dingin. "Kenapa berbohong dan menutupinya? Agar aku tidak tahu?" Ditatapnya sang istri yang terkejut karena Gara sadar mengenai lebam itu.

Gara melanjutkan. "Segera obati sebelum rasa sakitnya bertambah menjadi semakin parah. Aku bawakan semua yang kamu butuhkan."

"Tapi gimana caranya memasukkan barang bawaanmu?" Jennie bingung karena jendela kamarnya dipasang teralis.

"Aku akan memasukkannya satu persatu. Ada makanan dan minuman jika kamu mendadak lapar. Kita tidak tahu kapan Mama kamu akan kembali, kamu harus makan agar tetap bertenaga." Gara memasukkan satu persatu makanan itu sambil terus mengoceh.

Terakhir Gara mengeluarkan ponsel dari sakunya. "Di sini sudah ada nomor aku dan Yas, jika kamu butuh sesuatu segera hubungi aku." Gara memasukkan ponsel itu ke dalam saku dres yang dikenakan istrinya. "Simpan baik-baik, ini sudah di-silent semoga Mama kamu tidak tahu "

Tiap bantuan dan perhatian yang diberikan oleh pria itu jelas membuat Jennie semakin yakin untuk tidak meninggalkannya dengan alasan apa pun.

Apa kesalahan yang dilakukan oleh Gara sampai harus menerima semua hal tersebut? Mengapa mamanya itu sangat membenci suaminya seakan memiliki dendam lama yang tidak bisa terselesaikan dengan mudah?

"Bang, gimana kalau Mama tetap memisahkan kita. Aku mencintaimu, tapi aku nggak bisa memilih di antara Mama atau kamu."

"Aku berjanji akan membawamu pulang kembali ke rumah kita," ujar pria itu, serak. "Bersabarlah sedikit lagi?"

Semua kesulitan dan permasalahan yang ia alami ini, mau tidak mau harus ia terima seorang diri. Gara tidak bisa menceritakan semua ini kepada keluarga besarnya. Gara takut membahayakan orang-orang yang dicintainya.

Jennie menarik napas dalam-dalam sambil tersenyum. "Aku percaya Abang akan membawaku pulang, tapi sekarang Abang harus pulang."

Gara membelai pipi istrinya. "Saya akan pulang, kamu istirahat dan berjanjilah untuk tidak menangis lagi."

Gara memberikan ketenangan dan kedamaian yang tidak bisa ia dapatkan dari orang lain. Sementara yang terjadi ketika pria itu pergi adalah masalah baru yang membuat Jennie terluka lagi.

Ketika Lisa kembali, wanita itu marah besar, merasa dikhianati dan ditipu anaknya sendiri. "Jennie!"

Menyadari kedatangan sang mama dengan ekspresi yang tidak bersahabat membuat Jannie gemetar takut.

"A-ada apa, Ma?" tanyanya, hati-hati.

"Kamu pasti sudah gila karena ingin bermain-main denganku, 'kan?!" seloroh Lisa, tak sabar.

Jennie mengerutkan kening. Wanita itu sama sekali tidak tahu apa yang saat ini sedang Lisa bahas. "Ada apa lagi, sih, Ma?"

“Kamu baru saja bertemu dengan suamimu, 'kan?!" tuduh sang Mama, melotot dengan penuh amarah.

Mendengar hal itu jelas aja membuat Jennie membeku. Ia sama sekali tidak tahu bagaimana mamanya bisa menyadari pertemuan singkat tersebut.

Tidak dengan mudahnya mengakui apa yang terjadi, Jennie berusaha menolak. "Aku tidak mengerti dengan apa yang Mama katakan! Bertemu dengan Bang Gara? Bagaimana bisa?"

Wanita yang wajahnya sudah bengkak karena terus menangis, maju secara perlahan. "Coba Mama jawab pertanyaanku ini. Bagaimana caranya seseorang yang dikurung di kamar dan tidak dibiarkan pergi bisa bertemu dengan orang lain?"

Lisa berdecak. "Kenapa kamu suka sekali berbohong pada Mama?" tukasnya sambil mengepalkan tangan karena kesal. "Entah itu merahasiakan pernikahan, menutupi apa yang kamu langgar, mau berapa banyak lagi tipuan yang akan kamu buat?"

"Ma ... aku—"

Related chapters

  • Kontrak Sang Pengantin    Bab 5. Pernikahan Kontrak

    "Menikah dengannya membuatmu berubah, Jennie! Itulah sebabnya aku melarangmu!" Lisa memotong pembicaraan anaknya. "Kamu sudah menjadi anak yang pembangkang!" lanjutnya sambil menunjuk Jennie dengan acungan tangan."Bang Gara nggak seburuk dan nggak sejahat yang Mama pikirkan!" Jennie tak mau kalah. "Aku yang memilih untuk merahasiakan hal ini, kenapa Mama menyalahkannya!""Karena dia sudah membawa pengaruh buruk padamu!" Lisa kembali membentak, ia sangat kesal Jennie semakin menantangnya."Ya, kami bertemu! Kami memang sempat bicara beberapa saat yang lalu." menjeda penjelasannya sebentar. "Asal Mama tahu, kami berdua nggak akan bisa dipisahkan semudah itu, Ma!" terang wanita yang mulai berani untuk melawan ketika dirinya tidak merasa bersalah.“Sebelum menikah dengannya kamu tidak pernah melawan Mama seperti ini.“"Karena aku udah capek mengikuti semua perintah Mama. Dan aku tegaskan, kami nggak akan pernah meninggalkan satu sama lain!" Mengakhiri perlawanannya dengan percaya diri, Je

  • Kontrak Sang Pengantin    Bab 6. Surat Perjanjian

    Jennie menarik napas panjang. "Karena pada akhirnya, setelah masa kontrak kami berakhir, aku dan Bang Gara akan berpisah. Sesuai kesepakatan, kami akan menjalani hidup masing-masing." Lisa mendekat sambil menatap tajam Jennie. "Kamu sadar sudah berapa banyak kebohongan yang kamu ucapkan pada Mama, Jennie?" “Maafkan aku, Ma. Aku mengaku salah.” Jennie menunduk untuk meyakinkan sang mama kalau ia benar-benar menyesal. "Kamu mengatakan ini, karena ingin membuatku percaya dan membebaskanmu, 'kan? Jangan pernah sekali-kali berniat untuk menipuku lagi!" Jennie sudah menebak kalau mamanya tidak akan mudah percaya dengan apa yang dia ucapkan, tapi ia tidak akan putus asa mencari cara supaya sang mama tidak mengurungnya lagi. "Mama boleh percaya atau nggak sama aku, tapi aku berkata sejujurnya kalau kontrak pernikahanku hanya enam bulan." Jennie menggunakan rahasianya untuk bisa bebas dari kurungan sang mama, tapi ia tidak sadar kalau itu hanya akan membuat Lisa semakin mudah memisahkann

  • Kontrak Sang Pengantin    Bab 7. Pulang

    "Bang Gara yang menyimpannya." Jennie tidak akan menyia-nyiakan kesempatan, seharusnya Lisa menyuruhnya untuk mengambil surat perjanjian itu. "Jika Mama mengijinkanku untuk mengambilnya, aku akan menepati janjiku dan memberikan apa yang Mama mau." Jennie menunduk, menunggu jawaban dari sang mama. Sudah beberapa menit berlalu, sang mama belum juga bersuara. "Baiklah. Mama akan mengizinkanmu pulang ke rumah suamimu, tapi ingat! Hanya untuk mengambil surat perjanjian itu saja.“ Akhirnya Lisa luluh juga, dan itu membuat Jennie mengembangkan senyumnya di balik rambutnya yang terurai menutupi wajah. Jennie menegakkan duduknya, lalu mengangguk. “Aku janji. Setelah berhasil mengambil surat perjanjian itu, aku akan segera kembali.” Jennie tidak akan menyia-nyiakan kesempatan untuk berbicara dengan sang suami supaya bersabar sedikit. Ia yakin sang mama akan merestui hubungan mereka jika tahu kalau Gara adalah laki-laki yang baik, tidak seperti yang namanya tuduhkan. Jennie bangun dari dud

  • Kontrak Sang Pengantin    Bab 8. Kebohongan Jennie

    "Bang, aku mengatakan pada Mama kalau terjadi sesuatu diantara kita berdua. Sehingga, untuk beberapa saat tolong jangan temui aku dulu.""Kamu datang hanya untuk pergi?" tanya Gara, "jika aku bertanya alasannya, apa kamu akan menjawabnya, Biggie?"Jennie menghela napas panjang. “Bang, semua yang aku lakukan supaya kita bisa bersama lagi. Bersabarlah sebentar saja, aku janji akan membuat Mama merestui hubungan kita.”“Dengan begini kamu membuatku menjadi suami yang tidak berguna. Aku hanya duduk manis di rumah menunggu restu dari ibumu?”“Bang … aku tau siapa mamaku, aku yakin dia akan menuruti kemauanku. Tidak ada orang tua yang ingin merusak kebahagiaan anaknya kan? Mungkin saat ini Mama hanya sakit hati karena kita menikah tanpa memberitahunya.”'Kamu tidak tau kalau dia bukan ibu kandungmu, Biggie.' Gara hanya bisa berucap dalam hati, ia tidak bisa mengatakan semuanya karena tidak mempunyai bukti yang kuat.Setelah beberapa saat menghening, Jennie melanjutkan ucapannya. "Aku tau pa

  • Kontrak Sang Pengantin    Bab 9. Malam Pertama ( 21 + )

    'Ya Tuhan … bagaimana ini?' gumam Jennie dalam hati. Ia buru-buru melipat asal kertas perjanjian itu, lalu menyelipkannya pada pakaian yang akan ia bawa.“I-ini aku mau bawa baju kamu,” jawab Jennie sedikit gugup, “boleh kan? Aku bisa memeluk ini kalau aku kangen sama kamu, Bang.”Jennie mengambil pakaian yang biasa di gunakan sang suami sehari-hari sambil menyembunyikan selembar surat perjanjian pernikahannya dengan Gara.Entah apa yang ada di pikiran wanita itu. Bukannya menyelematkan pernikahannya, tapi perbuatan Jennie bisa mengancam rumah tangganya sendiri.Jennie hanya ingin membuat Lisa percaya lagi padanya supaya ia dan Gara bisa berbicara baik-baik pada ibunya, tapi Jennie tidak tahu kalau wanita yang dia anggap ibu kandungnya itu sangatlah licik.Gara menghampiri Jennie, lalu memeluknya dari belakang. Ia melabuhkan ciuman di tengkuk sang istri. “Maafkan aku, Biggie. Aku tidak bisa menjadi suami yang baik untukmu, aku tidak bisa melindungimu.”Seandainya saja sang mertua adal

  • Kontrak Sang Pengantin    Bab 10. Calon Suami Baru

    Perempuan cantik itu beralih kembali pada Lisa. "Apa aku boleh masuk, Ma? Mama bisa lanjutkan mengobrol dengannya." "Dia datang ke sini untukmu, Jennie. Kenapa Mama yang harus menemaninya?"Belum sempat melangkah, perkataan Lisa jelas membuat Jennie mematung di tempat. Ia berbalik menghadap sang mama. Perlu waktu yang cukup lama demi bisa memahami kalimat yang terdengar sangat ambigu tersebut. 'Khusus untukku? Siapa dia?Aku bahkan nggak kenal sama dia,' batin Jennie."Maksud Mama apa?" tanya Jennie sambil melirik Mario yang sedang tersenyum, menatapnya."Mama mengundang Mario untuk mengenalkan mu padanya. Dia ini pewaris keluarga terkaya di kota ini. Dia sedang mencari seorang istri." Lisa berkata dengan senyuman mematikan. Sengaja mendekatkan wajahnya ke telinga Jennie, berbisik melanjutkan. "Seperti apa yang Mama katakan sebelumnya —akan mengenalkanmu dengan laki-laki lain yang jauh lebih baik.""Ma!" Jennie membentak Lisa. Ia tidak habis pikir dengan tindakan yang dilakukan oleh

  • Kontrak Sang Pengantin    Bab 1. Penghalang Kebahagiaan

    "Cepatlah pulang kalau kamu masih menganggap aku ini sebagai ibumu!" titah sang mama dari balik telepon kepada Jennie. "Aku nggak bisa, Ma," sahut Jennie. "Besok pagi-pagi sekali aku pulang, sekarang aku lagi di rumah temen. Tempatnya lumayan jauh juga dari rumah, besok aja ya aku pulangnya, ini udah malam." Jennie berbohong, ia tidak mungkin mengatakan kalau sekarang dirinya sedang bersama dengan laki-laki yang ia cintai.Pernikahan kontrak membuatnya terjebak dalam lingkaran cinta sang CEO. Ia tidak menyangka akan jatuh cinta secepat ini kepada laki-laki yang ia benci yang sudah menikahinya beberapa Minggu lalu. Laki-laki sombong dan manja yang ia benci itu ternyata menjadi suaminya dan menjadi satu-satunya laki-laki yang bisa meluluhkan hatinya. "Ternyata kamu sudah pandai berbohong." Sang mama tertawa mendengar kebohongan dari anaknya. Dipikirnya ia tidak tahu tentang pernikahan diam-diam Jennie dengan bosnya itu. "Maksudnya teman hidupmu?" tanya sang mama sambil tertawa meng

  • Kontrak Sang Pengantin    Bab 2. Dipaksa Bercerai

    "Kamu harus menceraikan Gara!" ucap Lisa, telak.Jennie mematung, mendengar kalimat itu membuatnya seperti kehilangan jiwa. "Ce-cerai?"Pernikahan yang baru saja berlangsung selama beberapa minggu itu dipaksa untuk diakhiri begitu saja?Bagaimana bisa perempuan yang melahirkan dirinya ini justru mengatakan hal semacam itu untuk rumah tangganya?"Ya! Kamu harus menceraikan pria itu!""Ma!" Tanpa sengaja, Jennie berteriak. Amarah yang semula ia tahan tidak bisa dibendung lagi ketika mendengar kata terlarang itu, perceraian."Mama apa-apaan sih?" Berlanjut, menghardik sosok di hadapannya. "Kenapa Mama bisa berpikir seperti itu untuk putri Mama sendiri!" geramnya, tidak terima.Lisa menatap lurus pada sang putri, sorot matanya seperti sedang menutupi sesuatu, sebuah rahasia besar. "Karena hanya itu yang terbaik untukmu!""Yang terbaik?" ulang Jennie, lalu tersenyum miring. "Sejak kapan sebuah perceraian dikatakan baik, Ma?""Kamu tidak akan mengerti!" Lisa membentak lagi. Frustasi karena p

Latest chapter

  • Kontrak Sang Pengantin    Bab 10. Calon Suami Baru

    Perempuan cantik itu beralih kembali pada Lisa. "Apa aku boleh masuk, Ma? Mama bisa lanjutkan mengobrol dengannya." "Dia datang ke sini untukmu, Jennie. Kenapa Mama yang harus menemaninya?"Belum sempat melangkah, perkataan Lisa jelas membuat Jennie mematung di tempat. Ia berbalik menghadap sang mama. Perlu waktu yang cukup lama demi bisa memahami kalimat yang terdengar sangat ambigu tersebut. 'Khusus untukku? Siapa dia?Aku bahkan nggak kenal sama dia,' batin Jennie."Maksud Mama apa?" tanya Jennie sambil melirik Mario yang sedang tersenyum, menatapnya."Mama mengundang Mario untuk mengenalkan mu padanya. Dia ini pewaris keluarga terkaya di kota ini. Dia sedang mencari seorang istri." Lisa berkata dengan senyuman mematikan. Sengaja mendekatkan wajahnya ke telinga Jennie, berbisik melanjutkan. "Seperti apa yang Mama katakan sebelumnya —akan mengenalkanmu dengan laki-laki lain yang jauh lebih baik.""Ma!" Jennie membentak Lisa. Ia tidak habis pikir dengan tindakan yang dilakukan oleh

  • Kontrak Sang Pengantin    Bab 9. Malam Pertama ( 21 + )

    'Ya Tuhan … bagaimana ini?' gumam Jennie dalam hati. Ia buru-buru melipat asal kertas perjanjian itu, lalu menyelipkannya pada pakaian yang akan ia bawa.“I-ini aku mau bawa baju kamu,” jawab Jennie sedikit gugup, “boleh kan? Aku bisa memeluk ini kalau aku kangen sama kamu, Bang.”Jennie mengambil pakaian yang biasa di gunakan sang suami sehari-hari sambil menyembunyikan selembar surat perjanjian pernikahannya dengan Gara.Entah apa yang ada di pikiran wanita itu. Bukannya menyelematkan pernikahannya, tapi perbuatan Jennie bisa mengancam rumah tangganya sendiri.Jennie hanya ingin membuat Lisa percaya lagi padanya supaya ia dan Gara bisa berbicara baik-baik pada ibunya, tapi Jennie tidak tahu kalau wanita yang dia anggap ibu kandungnya itu sangatlah licik.Gara menghampiri Jennie, lalu memeluknya dari belakang. Ia melabuhkan ciuman di tengkuk sang istri. “Maafkan aku, Biggie. Aku tidak bisa menjadi suami yang baik untukmu, aku tidak bisa melindungimu.”Seandainya saja sang mertua adal

  • Kontrak Sang Pengantin    Bab 8. Kebohongan Jennie

    "Bang, aku mengatakan pada Mama kalau terjadi sesuatu diantara kita berdua. Sehingga, untuk beberapa saat tolong jangan temui aku dulu.""Kamu datang hanya untuk pergi?" tanya Gara, "jika aku bertanya alasannya, apa kamu akan menjawabnya, Biggie?"Jennie menghela napas panjang. “Bang, semua yang aku lakukan supaya kita bisa bersama lagi. Bersabarlah sebentar saja, aku janji akan membuat Mama merestui hubungan kita.”“Dengan begini kamu membuatku menjadi suami yang tidak berguna. Aku hanya duduk manis di rumah menunggu restu dari ibumu?”“Bang … aku tau siapa mamaku, aku yakin dia akan menuruti kemauanku. Tidak ada orang tua yang ingin merusak kebahagiaan anaknya kan? Mungkin saat ini Mama hanya sakit hati karena kita menikah tanpa memberitahunya.”'Kamu tidak tau kalau dia bukan ibu kandungmu, Biggie.' Gara hanya bisa berucap dalam hati, ia tidak bisa mengatakan semuanya karena tidak mempunyai bukti yang kuat.Setelah beberapa saat menghening, Jennie melanjutkan ucapannya. "Aku tau pa

  • Kontrak Sang Pengantin    Bab 7. Pulang

    "Bang Gara yang menyimpannya." Jennie tidak akan menyia-nyiakan kesempatan, seharusnya Lisa menyuruhnya untuk mengambil surat perjanjian itu. "Jika Mama mengijinkanku untuk mengambilnya, aku akan menepati janjiku dan memberikan apa yang Mama mau." Jennie menunduk, menunggu jawaban dari sang mama. Sudah beberapa menit berlalu, sang mama belum juga bersuara. "Baiklah. Mama akan mengizinkanmu pulang ke rumah suamimu, tapi ingat! Hanya untuk mengambil surat perjanjian itu saja.“ Akhirnya Lisa luluh juga, dan itu membuat Jennie mengembangkan senyumnya di balik rambutnya yang terurai menutupi wajah. Jennie menegakkan duduknya, lalu mengangguk. “Aku janji. Setelah berhasil mengambil surat perjanjian itu, aku akan segera kembali.” Jennie tidak akan menyia-nyiakan kesempatan untuk berbicara dengan sang suami supaya bersabar sedikit. Ia yakin sang mama akan merestui hubungan mereka jika tahu kalau Gara adalah laki-laki yang baik, tidak seperti yang namanya tuduhkan. Jennie bangun dari dud

  • Kontrak Sang Pengantin    Bab 6. Surat Perjanjian

    Jennie menarik napas panjang. "Karena pada akhirnya, setelah masa kontrak kami berakhir, aku dan Bang Gara akan berpisah. Sesuai kesepakatan, kami akan menjalani hidup masing-masing." Lisa mendekat sambil menatap tajam Jennie. "Kamu sadar sudah berapa banyak kebohongan yang kamu ucapkan pada Mama, Jennie?" “Maafkan aku, Ma. Aku mengaku salah.” Jennie menunduk untuk meyakinkan sang mama kalau ia benar-benar menyesal. "Kamu mengatakan ini, karena ingin membuatku percaya dan membebaskanmu, 'kan? Jangan pernah sekali-kali berniat untuk menipuku lagi!" Jennie sudah menebak kalau mamanya tidak akan mudah percaya dengan apa yang dia ucapkan, tapi ia tidak akan putus asa mencari cara supaya sang mama tidak mengurungnya lagi. "Mama boleh percaya atau nggak sama aku, tapi aku berkata sejujurnya kalau kontrak pernikahanku hanya enam bulan." Jennie menggunakan rahasianya untuk bisa bebas dari kurungan sang mama, tapi ia tidak sadar kalau itu hanya akan membuat Lisa semakin mudah memisahkann

  • Kontrak Sang Pengantin    Bab 5. Pernikahan Kontrak

    "Menikah dengannya membuatmu berubah, Jennie! Itulah sebabnya aku melarangmu!" Lisa memotong pembicaraan anaknya. "Kamu sudah menjadi anak yang pembangkang!" lanjutnya sambil menunjuk Jennie dengan acungan tangan."Bang Gara nggak seburuk dan nggak sejahat yang Mama pikirkan!" Jennie tak mau kalah. "Aku yang memilih untuk merahasiakan hal ini, kenapa Mama menyalahkannya!""Karena dia sudah membawa pengaruh buruk padamu!" Lisa kembali membentak, ia sangat kesal Jennie semakin menantangnya."Ya, kami bertemu! Kami memang sempat bicara beberapa saat yang lalu." menjeda penjelasannya sebentar. "Asal Mama tahu, kami berdua nggak akan bisa dipisahkan semudah itu, Ma!" terang wanita yang mulai berani untuk melawan ketika dirinya tidak merasa bersalah.“Sebelum menikah dengannya kamu tidak pernah melawan Mama seperti ini.“"Karena aku udah capek mengikuti semua perintah Mama. Dan aku tegaskan, kami nggak akan pernah meninggalkan satu sama lain!" Mengakhiri perlawanannya dengan percaya diri, Je

  • Kontrak Sang Pengantin    Bab 4. Saling Menguatkan

    "Kita pasti akan bersama lagi." Jennie mencium punggung tangan suaminya. "Sebaiknya Bang Gara pergi sebelum Mama kembali!" pinta Jennie pada suaminya.Sejujurnya Jennie sangat senang ditemani Gara, tapi ia merasa kasihan pada sang suami yang terus berdiri sejak lama di luar jendela demi menemaninya.Gara menunduk sebentar. "Aku tidak mau pergi dari tempat ini."Sejak tadi, lebih tepatnya sejak pertama kali Jennie masuk ke dalam dan berdebat dengan orang tuanya, Gara terus menunggu di seberang rumah itu. Ia begitu mengkhawatirkan istrinya.“Bang, pergilah! Aku akan baik-baik aja.” Jennie memohon agar suaminya pergi. Ia tidak ingin semuanya menjadi kacau jika ibunya tahu kalau Gara menemuinya."Aku akan menunggu mamamu datang baru pergi dari sini. Aku tidak bisa meninggalkanmu sendirian, Biggie," ucap Gara. “Bang, kumohon, pergilah!” sekali lagi Jennie memohon pada sang suami. “Bagaimana bisa aku meninggalkan istriku sendiri dalam keadaan seperti ini?”Ingin sekali Gara membawa kabur i

  • Kontrak Sang Pengantin    Bab 3. Bertahan Demi Cinta

    "Kamu percaya dengan suamimu ini, 'kan?" Gara berusaha meyakinkan istrinya kalau semua akan baik-baik saja, tapi Jennie justru menangis sejadi-jadinya."Hei, kenapa malah menangis? Kamu harus kuat demi cinta kita.” Gara panik, ia tidak tahu kalau kalimatnya justru membuat Jennie menangis histeris. Gara menyentuh wajah istrinya yang dibanjiri air mata. "Biggie, Sayang. Jangan menangis seperti ini. Kamu membuatku semakin merasa bersalah karena tidak bisa melakukan apa pun untukmu. Maafkan suamimu ini."Wanita itu sudah tidak peduli lagi dengan apa yang mungkin terjadi dan hanya ingin meluapkan segala rasa yang ada di hati.Kenapa di saat ia mulai mencintai laki-laki yang menikahinya itu cobaan datang begitu berat. Bagaimana tidak berat karena cobaan itu datang dari sang mama.Restu orang tua untuk kehidupannya itu nomor satu, tapi apakah boleh dia memberontak? Melawan wanita yang telah mencurahkan kasih sayang untuknya.Bukankah restu orang tua adalah restu Tuhan. Bagaimana bisa ia hidu

  • Kontrak Sang Pengantin    Bab 2. Dipaksa Bercerai

    "Kamu harus menceraikan Gara!" ucap Lisa, telak.Jennie mematung, mendengar kalimat itu membuatnya seperti kehilangan jiwa. "Ce-cerai?"Pernikahan yang baru saja berlangsung selama beberapa minggu itu dipaksa untuk diakhiri begitu saja?Bagaimana bisa perempuan yang melahirkan dirinya ini justru mengatakan hal semacam itu untuk rumah tangganya?"Ya! Kamu harus menceraikan pria itu!""Ma!" Tanpa sengaja, Jennie berteriak. Amarah yang semula ia tahan tidak bisa dibendung lagi ketika mendengar kata terlarang itu, perceraian."Mama apa-apaan sih?" Berlanjut, menghardik sosok di hadapannya. "Kenapa Mama bisa berpikir seperti itu untuk putri Mama sendiri!" geramnya, tidak terima.Lisa menatap lurus pada sang putri, sorot matanya seperti sedang menutupi sesuatu, sebuah rahasia besar. "Karena hanya itu yang terbaik untukmu!""Yang terbaik?" ulang Jennie, lalu tersenyum miring. "Sejak kapan sebuah perceraian dikatakan baik, Ma?""Kamu tidak akan mengerti!" Lisa membentak lagi. Frustasi karena p

DMCA.com Protection Status