Home / Romansa / Kontrak Sang Pengantin / Bab 2. Dipaksa Bercerai

Share

Bab 2. Dipaksa Bercerai

Author: Nyi Ratu
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

"Kamu harus menceraikan Gara!" ucap Lisa, telak.

Jennie mematung, mendengar kalimat itu membuatnya seperti kehilangan jiwa. "Ce-cerai?"

Pernikahan yang baru saja berlangsung selama beberapa minggu itu dipaksa untuk diakhiri begitu saja?

Bagaimana bisa perempuan yang melahirkan dirinya ini justru mengatakan hal semacam itu untuk rumah tangganya?

"Ya! Kamu harus menceraikan pria itu!"

"Ma!" Tanpa sengaja, Jennie berteriak. Amarah yang semula ia tahan tidak bisa dibendung lagi ketika mendengar kata terlarang itu, perceraian.

"Mama apa-apaan sih?" Berlanjut, menghardik sosok di hadapannya. "Kenapa Mama bisa berpikir seperti itu untuk putri Mama sendiri!" geramnya, tidak terima.

Lisa menatap lurus pada sang putri, sorot matanya seperti sedang menutupi sesuatu, sebuah rahasia besar. "Karena hanya itu yang terbaik untukmu!"

"Yang terbaik?" ulang Jennie, lalu tersenyum miring. "Sejak kapan sebuah perceraian dikatakan baik, Ma?"

"Kamu tidak akan mengerti!" Lisa membentak lagi. Frustasi karena putrinya tak mau mendengar.

Lisa mengembuskan napasnya dengan kasar, lalu kembali melanjutkan ucapannya. "Dengarkan semua yang Mama perintahkan padamu, Jennie! Jangan pernah mendebat apapun dan lakukan saja!"

"Kamu harus meninggalkan pria itu agar sesuatu yang buruk tidak sampai ter—"

Jannie menggeleng. "Nggak!" sanggahnya, memotong cepat. "Aku nggak mungkin menceraikan laki-laki yang aku cintai!" kekeuh wanita itu, masih terus memberikan penolakan atas ide gila yang diberikan oleh Lisa.

Jennie memang menikahi Gara atas dasar sesuatu yang mereka sepakati bersama. Akan tetapi, menceraikan pria itu bukanlah jalan keluar yang bisa dilakukan olehnya.

"Kamu mau menantang apa yang Mama tetapkan untukmu, hah?!" Murka Lisa, berada di posisi tahu segalanya tetapi tidak bisa menyampaikan apapun yang membuatnya begitu bingung. Sebuah rahasia besar yang menyangkut dirinya.

"Mama nggak berhak mengatur rumah tanggaku, Ma!" Jennie terus membangkang.

"Jennie!" Lisa hendak menampar, tangannya tergantung di langit-langit saat sadar.

Perdebatan itu semakin memanas, sulutan api amarah terus membara di antara keduanya. "Mama benar-benar aneh!"

Lisa tidak bisa melakukan kekerasan fisik kepada putrinya sendiri, ia akhirnya menetapkan hukuman lain untuk Jennie. "Ikut denganku!"

Tangan Jennie ditarik paksa, Lisa hendak mengurung anak yang telah mengecewakannya ini dan melarangnya keras untuk bertemu dengan Gara.

"Ma, lepaskan!" Jennie berusaha untuk memberontak dan melawan, meski tenaganya tidak cukup kuat, ia tidak menyerah. "Lepaskan! Aku ingin bertemu dengan Bang Gara, Ma!"

Sesampainya di kamar Jennie, Lisa mengempaskan tubuh itu di lantai, dengan cepat menarik gagang pintu dan menguncinya.

"Kamu tidak akan bisa keluar, dan tidak Mama izinkan untuk pergi ke manapun. Apalagi bertemu dengan pria itu, jangan harap!"

Ancaman itu menyakiti hati Jennie, membuat kepalanya berdenyut. Memikirkan tidak bisa bertemu dengan pria yang ia nikahi, bahkan ke luar dari kamarnya sendiri ia tidak bisa.

"Jangan sekali-kali mencoba untuk melanggar apa yang sudah Mama perintahkan kepadamu, Jennie. Diamlah di sini, kemudian pikirkan apa yang sudah Mama katakan, tentang perceraian kalian."

"Jika kamu setuju dengan kesepakatan yang Mama berikan, Mama akan mengeluarkanmu dari sana dan melakukan apapun untukmu."

"Mama nggak perlu melakukan apa pun untukku lagi. Aku udah dewasa. Jalan hidupku, aku yang menentukannya sendiri," balas Jennie sambil berteriak dari balik pintu kamarnya.

"Mama akan tetap melakukan yang tebaik untukmu. Mama akan mencari pendamping baru! Mama bisa mencarikan yang lebih baik dari suamimu sekarang!"

Jennie meringis kesakitan di dalam, tangannya membentur pintu karena ia berusaha mendobraknya, dan menyebabkan lebam, kebiruan. Wanita itu pun menangis sendu.

Sebenarnya bukan rasa sakit akibat luka itu yang membuat hatinya tergores, melainkan setiap kalimat yang dilontarkan oleh Lisa padanya.

'Mencari pengganti?'

Apa Gara sehina dan setidak cocok itu untuk gadis miskin seperti dirinya?

Bahkan sang Mama tidak mengizinkannya menikah dengan pria yang tidak sederajat untuknya?

"Apa salahku sampai Mama menghukumku seperti ini?" Jennie menggedor-gedorkan tangannya ke pintu dan meminta dibukakan. "Buka pintunya, Ma ... izinkan aku ke luar. Aku harus menemui Bang Gara!"

Lisa yang masih berada di luar dan mendengar setiap ucapan putrinya hanya bisa membalas dengan lirih. "Kesalahanmu adalah karena menikah dengannya."

Kalimat demi kalimat yang Jennie katakan tidak mendapatkan respons apa pun dari mamanya, wanita itu terpaksa mencari cara lain agar bisa ke luar dari sana.

"Ponsel!" celetuk Jennie tiba-tiba, "di mana ponselku?!"

Jennie membongkar setiap sudut kamarnya untuk mencari ponsel tersebut. "Ayolah … di mana aku meletakkannya?"

Saat ini, Jennie sama sekali tidak bisa mengingat ponselnya berada di mana. Tatkala seutas cuplikan perbedatannya dengan sang mama terlintas, barulah ia sadar bahwa benda itu ikut menjadi sitaan mamanya.

"Ya Tuhan!" Jennie mendesah panjang, ia ambruk di lantai. "Satu-satunya cara aku bisa menghubungi Bang Gara ikut diambil Mama. Sekarang aku harus bagaimana?"

Jennie menangis lagi, terus begitu sampai lelah.

"Bang Gara pasti panik menungguku dan mencemaskan aku."

"Gimana caranya aku mengabari Bang Gara dan mengatakan bahwa aku baik-baik aja kalau aku nggak diizinkan pergi?"

Jennie menghela napas panjang. Ia mencemaskan suaminya, bahkan sama sekali tidak mencemaskan dirinya sendiri. Wanita itu tidak bisa berhenti memikirkan tentang Gara yang mungkin saja menantikan kabar darinya.

"Aku tidak tahu mengapa semua hal ini bisa terjadi. Kenapa masalah menimpaku tanpa henti?"

"Aku belum lama menikah dengan Bang Gara, tapi harus berpisah darinya saat kami sudah saling mencintai.“

Saat Jennie berbicara seorang diri, dan memikirkan sebenarnya ujian apa yang sedang menimpanya kali ini, Jennie mendadak mendengar sesuatu yang tertangkap oleh telinganya.

Sebuah ketukan terdengar dari balik jendela, karena merasa ada sesuatu yang tidak beres, wanita itu perlahan mendekat.

"Siapa?" tanya Jennie pelan sambil mendekat.

Meski lirih, Jennie bisa mendengar seseorang telah berbisik kepadanya.

"Ini aku, Biggie," bisikan itu tak butuh waktu lama langsung Jennie kenali.

"Bang Gara!" ucap Jennie pelan, ia segera membuka jendelanya.

Menampilkan visual tampan yang sedang menatapnya dengan raut wajah khawatir dan cemas yang tercetak jelas di sana saat jendela kamar terbuka.

"Bang Gara!" Jennie tersenyum sambil mengusap air matanya.

"Biggie!"

Sayangnya, jendela tersebut terpasang teralis yang tidak bisa dilewati oleh Gara untuk masuk ke dalam dan menghampiri istrinya.

"Maaf karena datang terlambat. Kamu baik-baik saja?" Gara bertanya, cara bicaranya terdengar gemetar. Setakut itu pria tersebut kehilangan wanita ini.

Mengangguk dengan air mata yang terus-menerus mengalir, Jennie berusaha untuk tersenyum dan menegaskan bahwa ia baik-baik saja.

"Aku baik-baik saja di sini, tidak sakit atau pun terluka. Jangan khawatirkan aku, Bang," ujar wanita itu, tercekat. "Bagaimana dengammu? Bang Gara tidak apa di luar sana, 'kan?"

Pria itu mengangguk, menarik sudut bibirnya tersenyum.

Saat bersedih, Jennie selalu kesulitan bicara dan Gara memahami hal itu. Pasti sangat berat untuk istrinya ini melewati apa yang terjadi.

Parahnya, demi Gara, Jennie harus berbohong dan mengatakan bahwa tidak terjadi apapun padanya.

Gara mengulurkan tangannya, berusaha sedekat mungkin dengan wanita itu. "Tidak apa-apa, Biggie, jangan menangis. Semuanya akan baik-baik saja." Tangannya mengusap lembut pipi istrinya.

"Ingat, aku di sini. Aku tidak akan membiarkan sesuatu yang buruk terjadi padamu."

'Tapi, semuanya sudah terjadi. Aku takut kehilanganmu, Bang,' batin Jennie.

Related chapters

  • Kontrak Sang Pengantin    Bab 3. Bertahan Demi Cinta

    "Kamu percaya dengan suamimu ini, 'kan?" Gara berusaha meyakinkan istrinya kalau semua akan baik-baik saja, tapi Jennie justru menangis sejadi-jadinya."Hei, kenapa malah menangis? Kamu harus kuat demi cinta kita.” Gara panik, ia tidak tahu kalau kalimatnya justru membuat Jennie menangis histeris. Gara menyentuh wajah istrinya yang dibanjiri air mata. "Biggie, Sayang. Jangan menangis seperti ini. Kamu membuatku semakin merasa bersalah karena tidak bisa melakukan apa pun untukmu. Maafkan suamimu ini."Wanita itu sudah tidak peduli lagi dengan apa yang mungkin terjadi dan hanya ingin meluapkan segala rasa yang ada di hati.Kenapa di saat ia mulai mencintai laki-laki yang menikahinya itu cobaan datang begitu berat. Bagaimana tidak berat karena cobaan itu datang dari sang mama.Restu orang tua untuk kehidupannya itu nomor satu, tapi apakah boleh dia memberontak? Melawan wanita yang telah mencurahkan kasih sayang untuknya.Bukankah restu orang tua adalah restu Tuhan. Bagaimana bisa ia hidu

  • Kontrak Sang Pengantin    Bab 4. Saling Menguatkan

    "Kita pasti akan bersama lagi." Jennie mencium punggung tangan suaminya. "Sebaiknya Bang Gara pergi sebelum Mama kembali!" pinta Jennie pada suaminya.Sejujurnya Jennie sangat senang ditemani Gara, tapi ia merasa kasihan pada sang suami yang terus berdiri sejak lama di luar jendela demi menemaninya.Gara menunduk sebentar. "Aku tidak mau pergi dari tempat ini."Sejak tadi, lebih tepatnya sejak pertama kali Jennie masuk ke dalam dan berdebat dengan orang tuanya, Gara terus menunggu di seberang rumah itu. Ia begitu mengkhawatirkan istrinya.“Bang, pergilah! Aku akan baik-baik aja.” Jennie memohon agar suaminya pergi. Ia tidak ingin semuanya menjadi kacau jika ibunya tahu kalau Gara menemuinya."Aku akan menunggu mamamu datang baru pergi dari sini. Aku tidak bisa meninggalkanmu sendirian, Biggie," ucap Gara. “Bang, kumohon, pergilah!” sekali lagi Jennie memohon pada sang suami. “Bagaimana bisa aku meninggalkan istriku sendiri dalam keadaan seperti ini?”Ingin sekali Gara membawa kabur i

  • Kontrak Sang Pengantin    Bab 5. Pernikahan Kontrak

    "Menikah dengannya membuatmu berubah, Jennie! Itulah sebabnya aku melarangmu!" Lisa memotong pembicaraan anaknya. "Kamu sudah menjadi anak yang pembangkang!" lanjutnya sambil menunjuk Jennie dengan acungan tangan."Bang Gara nggak seburuk dan nggak sejahat yang Mama pikirkan!" Jennie tak mau kalah. "Aku yang memilih untuk merahasiakan hal ini, kenapa Mama menyalahkannya!""Karena dia sudah membawa pengaruh buruk padamu!" Lisa kembali membentak, ia sangat kesal Jennie semakin menantangnya."Ya, kami bertemu! Kami memang sempat bicara beberapa saat yang lalu." menjeda penjelasannya sebentar. "Asal Mama tahu, kami berdua nggak akan bisa dipisahkan semudah itu, Ma!" terang wanita yang mulai berani untuk melawan ketika dirinya tidak merasa bersalah.“Sebelum menikah dengannya kamu tidak pernah melawan Mama seperti ini.“"Karena aku udah capek mengikuti semua perintah Mama. Dan aku tegaskan, kami nggak akan pernah meninggalkan satu sama lain!" Mengakhiri perlawanannya dengan percaya diri, Je

  • Kontrak Sang Pengantin    Bab 6. Surat Perjanjian

    Jennie menarik napas panjang. "Karena pada akhirnya, setelah masa kontrak kami berakhir, aku dan Bang Gara akan berpisah. Sesuai kesepakatan, kami akan menjalani hidup masing-masing." Lisa mendekat sambil menatap tajam Jennie. "Kamu sadar sudah berapa banyak kebohongan yang kamu ucapkan pada Mama, Jennie?" “Maafkan aku, Ma. Aku mengaku salah.” Jennie menunduk untuk meyakinkan sang mama kalau ia benar-benar menyesal. "Kamu mengatakan ini, karena ingin membuatku percaya dan membebaskanmu, 'kan? Jangan pernah sekali-kali berniat untuk menipuku lagi!" Jennie sudah menebak kalau mamanya tidak akan mudah percaya dengan apa yang dia ucapkan, tapi ia tidak akan putus asa mencari cara supaya sang mama tidak mengurungnya lagi. "Mama boleh percaya atau nggak sama aku, tapi aku berkata sejujurnya kalau kontrak pernikahanku hanya enam bulan." Jennie menggunakan rahasianya untuk bisa bebas dari kurungan sang mama, tapi ia tidak sadar kalau itu hanya akan membuat Lisa semakin mudah memisahkann

  • Kontrak Sang Pengantin    Bab 7. Pulang

    "Bang Gara yang menyimpannya." Jennie tidak akan menyia-nyiakan kesempatan, seharusnya Lisa menyuruhnya untuk mengambil surat perjanjian itu. "Jika Mama mengijinkanku untuk mengambilnya, aku akan menepati janjiku dan memberikan apa yang Mama mau." Jennie menunduk, menunggu jawaban dari sang mama. Sudah beberapa menit berlalu, sang mama belum juga bersuara. "Baiklah. Mama akan mengizinkanmu pulang ke rumah suamimu, tapi ingat! Hanya untuk mengambil surat perjanjian itu saja.“ Akhirnya Lisa luluh juga, dan itu membuat Jennie mengembangkan senyumnya di balik rambutnya yang terurai menutupi wajah. Jennie menegakkan duduknya, lalu mengangguk. “Aku janji. Setelah berhasil mengambil surat perjanjian itu, aku akan segera kembali.” Jennie tidak akan menyia-nyiakan kesempatan untuk berbicara dengan sang suami supaya bersabar sedikit. Ia yakin sang mama akan merestui hubungan mereka jika tahu kalau Gara adalah laki-laki yang baik, tidak seperti yang namanya tuduhkan. Jennie bangun dari dud

  • Kontrak Sang Pengantin    Bab 8. Kebohongan Jennie

    "Bang, aku mengatakan pada Mama kalau terjadi sesuatu diantara kita berdua. Sehingga, untuk beberapa saat tolong jangan temui aku dulu.""Kamu datang hanya untuk pergi?" tanya Gara, "jika aku bertanya alasannya, apa kamu akan menjawabnya, Biggie?"Jennie menghela napas panjang. “Bang, semua yang aku lakukan supaya kita bisa bersama lagi. Bersabarlah sebentar saja, aku janji akan membuat Mama merestui hubungan kita.”“Dengan begini kamu membuatku menjadi suami yang tidak berguna. Aku hanya duduk manis di rumah menunggu restu dari ibumu?”“Bang … aku tau siapa mamaku, aku yakin dia akan menuruti kemauanku. Tidak ada orang tua yang ingin merusak kebahagiaan anaknya kan? Mungkin saat ini Mama hanya sakit hati karena kita menikah tanpa memberitahunya.”'Kamu tidak tau kalau dia bukan ibu kandungmu, Biggie.' Gara hanya bisa berucap dalam hati, ia tidak bisa mengatakan semuanya karena tidak mempunyai bukti yang kuat.Setelah beberapa saat menghening, Jennie melanjutkan ucapannya. "Aku tau pa

  • Kontrak Sang Pengantin    Bab 9. Malam Pertama ( 21 + )

    'Ya Tuhan … bagaimana ini?' gumam Jennie dalam hati. Ia buru-buru melipat asal kertas perjanjian itu, lalu menyelipkannya pada pakaian yang akan ia bawa.“I-ini aku mau bawa baju kamu,” jawab Jennie sedikit gugup, “boleh kan? Aku bisa memeluk ini kalau aku kangen sama kamu, Bang.”Jennie mengambil pakaian yang biasa di gunakan sang suami sehari-hari sambil menyembunyikan selembar surat perjanjian pernikahannya dengan Gara.Entah apa yang ada di pikiran wanita itu. Bukannya menyelematkan pernikahannya, tapi perbuatan Jennie bisa mengancam rumah tangganya sendiri.Jennie hanya ingin membuat Lisa percaya lagi padanya supaya ia dan Gara bisa berbicara baik-baik pada ibunya, tapi Jennie tidak tahu kalau wanita yang dia anggap ibu kandungnya itu sangatlah licik.Gara menghampiri Jennie, lalu memeluknya dari belakang. Ia melabuhkan ciuman di tengkuk sang istri. “Maafkan aku, Biggie. Aku tidak bisa menjadi suami yang baik untukmu, aku tidak bisa melindungimu.”Seandainya saja sang mertua adal

  • Kontrak Sang Pengantin    Bab 10. Calon Suami Baru

    Perempuan cantik itu beralih kembali pada Lisa. "Apa aku boleh masuk, Ma? Mama bisa lanjutkan mengobrol dengannya." "Dia datang ke sini untukmu, Jennie. Kenapa Mama yang harus menemaninya?"Belum sempat melangkah, perkataan Lisa jelas membuat Jennie mematung di tempat. Ia berbalik menghadap sang mama. Perlu waktu yang cukup lama demi bisa memahami kalimat yang terdengar sangat ambigu tersebut. 'Khusus untukku? Siapa dia?Aku bahkan nggak kenal sama dia,' batin Jennie."Maksud Mama apa?" tanya Jennie sambil melirik Mario yang sedang tersenyum, menatapnya."Mama mengundang Mario untuk mengenalkan mu padanya. Dia ini pewaris keluarga terkaya di kota ini. Dia sedang mencari seorang istri." Lisa berkata dengan senyuman mematikan. Sengaja mendekatkan wajahnya ke telinga Jennie, berbisik melanjutkan. "Seperti apa yang Mama katakan sebelumnya —akan mengenalkanmu dengan laki-laki lain yang jauh lebih baik.""Ma!" Jennie membentak Lisa. Ia tidak habis pikir dengan tindakan yang dilakukan oleh

Latest chapter

  • Kontrak Sang Pengantin    Bab 10. Calon Suami Baru

    Perempuan cantik itu beralih kembali pada Lisa. "Apa aku boleh masuk, Ma? Mama bisa lanjutkan mengobrol dengannya." "Dia datang ke sini untukmu, Jennie. Kenapa Mama yang harus menemaninya?"Belum sempat melangkah, perkataan Lisa jelas membuat Jennie mematung di tempat. Ia berbalik menghadap sang mama. Perlu waktu yang cukup lama demi bisa memahami kalimat yang terdengar sangat ambigu tersebut. 'Khusus untukku? Siapa dia?Aku bahkan nggak kenal sama dia,' batin Jennie."Maksud Mama apa?" tanya Jennie sambil melirik Mario yang sedang tersenyum, menatapnya."Mama mengundang Mario untuk mengenalkan mu padanya. Dia ini pewaris keluarga terkaya di kota ini. Dia sedang mencari seorang istri." Lisa berkata dengan senyuman mematikan. Sengaja mendekatkan wajahnya ke telinga Jennie, berbisik melanjutkan. "Seperti apa yang Mama katakan sebelumnya —akan mengenalkanmu dengan laki-laki lain yang jauh lebih baik.""Ma!" Jennie membentak Lisa. Ia tidak habis pikir dengan tindakan yang dilakukan oleh

  • Kontrak Sang Pengantin    Bab 9. Malam Pertama ( 21 + )

    'Ya Tuhan … bagaimana ini?' gumam Jennie dalam hati. Ia buru-buru melipat asal kertas perjanjian itu, lalu menyelipkannya pada pakaian yang akan ia bawa.“I-ini aku mau bawa baju kamu,” jawab Jennie sedikit gugup, “boleh kan? Aku bisa memeluk ini kalau aku kangen sama kamu, Bang.”Jennie mengambil pakaian yang biasa di gunakan sang suami sehari-hari sambil menyembunyikan selembar surat perjanjian pernikahannya dengan Gara.Entah apa yang ada di pikiran wanita itu. Bukannya menyelematkan pernikahannya, tapi perbuatan Jennie bisa mengancam rumah tangganya sendiri.Jennie hanya ingin membuat Lisa percaya lagi padanya supaya ia dan Gara bisa berbicara baik-baik pada ibunya, tapi Jennie tidak tahu kalau wanita yang dia anggap ibu kandungnya itu sangatlah licik.Gara menghampiri Jennie, lalu memeluknya dari belakang. Ia melabuhkan ciuman di tengkuk sang istri. “Maafkan aku, Biggie. Aku tidak bisa menjadi suami yang baik untukmu, aku tidak bisa melindungimu.”Seandainya saja sang mertua adal

  • Kontrak Sang Pengantin    Bab 8. Kebohongan Jennie

    "Bang, aku mengatakan pada Mama kalau terjadi sesuatu diantara kita berdua. Sehingga, untuk beberapa saat tolong jangan temui aku dulu.""Kamu datang hanya untuk pergi?" tanya Gara, "jika aku bertanya alasannya, apa kamu akan menjawabnya, Biggie?"Jennie menghela napas panjang. “Bang, semua yang aku lakukan supaya kita bisa bersama lagi. Bersabarlah sebentar saja, aku janji akan membuat Mama merestui hubungan kita.”“Dengan begini kamu membuatku menjadi suami yang tidak berguna. Aku hanya duduk manis di rumah menunggu restu dari ibumu?”“Bang … aku tau siapa mamaku, aku yakin dia akan menuruti kemauanku. Tidak ada orang tua yang ingin merusak kebahagiaan anaknya kan? Mungkin saat ini Mama hanya sakit hati karena kita menikah tanpa memberitahunya.”'Kamu tidak tau kalau dia bukan ibu kandungmu, Biggie.' Gara hanya bisa berucap dalam hati, ia tidak bisa mengatakan semuanya karena tidak mempunyai bukti yang kuat.Setelah beberapa saat menghening, Jennie melanjutkan ucapannya. "Aku tau pa

  • Kontrak Sang Pengantin    Bab 7. Pulang

    "Bang Gara yang menyimpannya." Jennie tidak akan menyia-nyiakan kesempatan, seharusnya Lisa menyuruhnya untuk mengambil surat perjanjian itu. "Jika Mama mengijinkanku untuk mengambilnya, aku akan menepati janjiku dan memberikan apa yang Mama mau." Jennie menunduk, menunggu jawaban dari sang mama. Sudah beberapa menit berlalu, sang mama belum juga bersuara. "Baiklah. Mama akan mengizinkanmu pulang ke rumah suamimu, tapi ingat! Hanya untuk mengambil surat perjanjian itu saja.“ Akhirnya Lisa luluh juga, dan itu membuat Jennie mengembangkan senyumnya di balik rambutnya yang terurai menutupi wajah. Jennie menegakkan duduknya, lalu mengangguk. “Aku janji. Setelah berhasil mengambil surat perjanjian itu, aku akan segera kembali.” Jennie tidak akan menyia-nyiakan kesempatan untuk berbicara dengan sang suami supaya bersabar sedikit. Ia yakin sang mama akan merestui hubungan mereka jika tahu kalau Gara adalah laki-laki yang baik, tidak seperti yang namanya tuduhkan. Jennie bangun dari dud

  • Kontrak Sang Pengantin    Bab 6. Surat Perjanjian

    Jennie menarik napas panjang. "Karena pada akhirnya, setelah masa kontrak kami berakhir, aku dan Bang Gara akan berpisah. Sesuai kesepakatan, kami akan menjalani hidup masing-masing." Lisa mendekat sambil menatap tajam Jennie. "Kamu sadar sudah berapa banyak kebohongan yang kamu ucapkan pada Mama, Jennie?" “Maafkan aku, Ma. Aku mengaku salah.” Jennie menunduk untuk meyakinkan sang mama kalau ia benar-benar menyesal. "Kamu mengatakan ini, karena ingin membuatku percaya dan membebaskanmu, 'kan? Jangan pernah sekali-kali berniat untuk menipuku lagi!" Jennie sudah menebak kalau mamanya tidak akan mudah percaya dengan apa yang dia ucapkan, tapi ia tidak akan putus asa mencari cara supaya sang mama tidak mengurungnya lagi. "Mama boleh percaya atau nggak sama aku, tapi aku berkata sejujurnya kalau kontrak pernikahanku hanya enam bulan." Jennie menggunakan rahasianya untuk bisa bebas dari kurungan sang mama, tapi ia tidak sadar kalau itu hanya akan membuat Lisa semakin mudah memisahkann

  • Kontrak Sang Pengantin    Bab 5. Pernikahan Kontrak

    "Menikah dengannya membuatmu berubah, Jennie! Itulah sebabnya aku melarangmu!" Lisa memotong pembicaraan anaknya. "Kamu sudah menjadi anak yang pembangkang!" lanjutnya sambil menunjuk Jennie dengan acungan tangan."Bang Gara nggak seburuk dan nggak sejahat yang Mama pikirkan!" Jennie tak mau kalah. "Aku yang memilih untuk merahasiakan hal ini, kenapa Mama menyalahkannya!""Karena dia sudah membawa pengaruh buruk padamu!" Lisa kembali membentak, ia sangat kesal Jennie semakin menantangnya."Ya, kami bertemu! Kami memang sempat bicara beberapa saat yang lalu." menjeda penjelasannya sebentar. "Asal Mama tahu, kami berdua nggak akan bisa dipisahkan semudah itu, Ma!" terang wanita yang mulai berani untuk melawan ketika dirinya tidak merasa bersalah.“Sebelum menikah dengannya kamu tidak pernah melawan Mama seperti ini.“"Karena aku udah capek mengikuti semua perintah Mama. Dan aku tegaskan, kami nggak akan pernah meninggalkan satu sama lain!" Mengakhiri perlawanannya dengan percaya diri, Je

  • Kontrak Sang Pengantin    Bab 4. Saling Menguatkan

    "Kita pasti akan bersama lagi." Jennie mencium punggung tangan suaminya. "Sebaiknya Bang Gara pergi sebelum Mama kembali!" pinta Jennie pada suaminya.Sejujurnya Jennie sangat senang ditemani Gara, tapi ia merasa kasihan pada sang suami yang terus berdiri sejak lama di luar jendela demi menemaninya.Gara menunduk sebentar. "Aku tidak mau pergi dari tempat ini."Sejak tadi, lebih tepatnya sejak pertama kali Jennie masuk ke dalam dan berdebat dengan orang tuanya, Gara terus menunggu di seberang rumah itu. Ia begitu mengkhawatirkan istrinya.“Bang, pergilah! Aku akan baik-baik aja.” Jennie memohon agar suaminya pergi. Ia tidak ingin semuanya menjadi kacau jika ibunya tahu kalau Gara menemuinya."Aku akan menunggu mamamu datang baru pergi dari sini. Aku tidak bisa meninggalkanmu sendirian, Biggie," ucap Gara. “Bang, kumohon, pergilah!” sekali lagi Jennie memohon pada sang suami. “Bagaimana bisa aku meninggalkan istriku sendiri dalam keadaan seperti ini?”Ingin sekali Gara membawa kabur i

  • Kontrak Sang Pengantin    Bab 3. Bertahan Demi Cinta

    "Kamu percaya dengan suamimu ini, 'kan?" Gara berusaha meyakinkan istrinya kalau semua akan baik-baik saja, tapi Jennie justru menangis sejadi-jadinya."Hei, kenapa malah menangis? Kamu harus kuat demi cinta kita.” Gara panik, ia tidak tahu kalau kalimatnya justru membuat Jennie menangis histeris. Gara menyentuh wajah istrinya yang dibanjiri air mata. "Biggie, Sayang. Jangan menangis seperti ini. Kamu membuatku semakin merasa bersalah karena tidak bisa melakukan apa pun untukmu. Maafkan suamimu ini."Wanita itu sudah tidak peduli lagi dengan apa yang mungkin terjadi dan hanya ingin meluapkan segala rasa yang ada di hati.Kenapa di saat ia mulai mencintai laki-laki yang menikahinya itu cobaan datang begitu berat. Bagaimana tidak berat karena cobaan itu datang dari sang mama.Restu orang tua untuk kehidupannya itu nomor satu, tapi apakah boleh dia memberontak? Melawan wanita yang telah mencurahkan kasih sayang untuknya.Bukankah restu orang tua adalah restu Tuhan. Bagaimana bisa ia hidu

  • Kontrak Sang Pengantin    Bab 2. Dipaksa Bercerai

    "Kamu harus menceraikan Gara!" ucap Lisa, telak.Jennie mematung, mendengar kalimat itu membuatnya seperti kehilangan jiwa. "Ce-cerai?"Pernikahan yang baru saja berlangsung selama beberapa minggu itu dipaksa untuk diakhiri begitu saja?Bagaimana bisa perempuan yang melahirkan dirinya ini justru mengatakan hal semacam itu untuk rumah tangganya?"Ya! Kamu harus menceraikan pria itu!""Ma!" Tanpa sengaja, Jennie berteriak. Amarah yang semula ia tahan tidak bisa dibendung lagi ketika mendengar kata terlarang itu, perceraian."Mama apa-apaan sih?" Berlanjut, menghardik sosok di hadapannya. "Kenapa Mama bisa berpikir seperti itu untuk putri Mama sendiri!" geramnya, tidak terima.Lisa menatap lurus pada sang putri, sorot matanya seperti sedang menutupi sesuatu, sebuah rahasia besar. "Karena hanya itu yang terbaik untukmu!""Yang terbaik?" ulang Jennie, lalu tersenyum miring. "Sejak kapan sebuah perceraian dikatakan baik, Ma?""Kamu tidak akan mengerti!" Lisa membentak lagi. Frustasi karena p

DMCA.com Protection Status