Jalanan setapak tempat biasa Audrey lewati digenangi oleh sisa-sisa air hujan, tetesan embun membasahi rumput-rumput liar yang tumbuh. Terlihat ada seekor burung merpati putih lompat-lompat di jalanan tengah membasahi paruhnya dengan sisa air hujan, mengibaskan sayapnya.Audrey berdiri ditengah kesunyian, perlahan wajahnya terangkat, melihat daun-daun di pepohonan tidak menunjukan riaknya seperti biasa.Semuanya sangat hening dan dingin, dunia seakan tengah berhenti hanya untuk menyambut kedatangan Audrey.Dari kejauhan dapat dia lihat gubuknya, rumah ternyaman dalam hidupnya, tempat yang telah Audrey tinggalkan, dan kini Audrey telah kembali pulang.Audrey tidak membawa apapun, dia hanya membawa kerinduan yang begitu besar untuk ayahnya yang telah lama dia tinggalkan.Audrey berjalan dikesunyian, merasakan kehampaan yang begitu kuat didalam dada seiring dengan langkahnya yang membawa pergi ke teras rumah. Pintu lapuk yang tertutup rapat itu mengeluarkan suara derakan kasar kala dibu
“Susunya sudah hampir dingin, Tuan pasti akan sangat marah jika dia belum meminumnya. Kau antarkan sarapan paginya ke atas,” perintah Irina melihat sarapan Aurelie Harper masih belum tersentuh sedikitpun.“Kenapa tidak ibu saja yang mengantarnya? Aku takut datang ke kamarnya,” bantah Megan.“Dimana Dorothy?”“Dia sedang membersihkan ruangan kerja Tuan Dante.” Sebelum ibunya kembali memerintah, Megan memutuskan pergi meninggalkan ruangan makan agar terhindar dari tugasnya.Irina mendengus kesal, dengan terpaksa dia mengambil sarapan pagi Aurelie Harper bersama susu kehamilan yang harus dipastikan diminum olehnya. Irina telah mendapatkan peringatan keras dari Dante sebelumnya, jika dia membuat masalah lagi, Irina tidak dapat bekerja lagi dibawah naungan keluarga Arnaud.Dengan kaki terpincang-pincang Irina mendorong troli makanan, membawanya pergi ke lantai dua.Tidak adanya Victor di depan pintu semakin membuat Irina kesal karena dia harus masuk ke dalam kamar.Tanpa menunjukan sopan
Audrey tertunduk menyembunyikan senyuman pedihnya, hatinya terkoyak sakit dibanding-bandinkangkan dengan isteri sahnya.Tanpa perlu menunggu dibandingkan dengan Serena sekalipun, sejak kecil Audrey selalu sadar diri, tahu dimana posisinya berada. Selalu dibawah, sebuah bayanganpun jauh lebih berharga dari Audrey. Terkadang, Audrey-pun sangat benci dirinya sendiri karena tidak seberuntung anak-anak lainnya.Terjatuh sakit bukanlah keinginan Audrey. Tetapi, segala sesuatu yang terjadi pada Audrey tampaknya akan selalu salah selama dia masih menjalani perannya sebagai Aurelie Harper.Jari-jari gemetar Audrey saling bertautan dipangkuan, gadis itu tidak berbicara sepatah katapun meski telah dijadikan pelampiasanDante.Ya, Dante tengah terjebak dalam kegalauan. Karena rasa bersalahnya pada Serena yang tidak bisa dia jaga dikala sakit, Dante melampiaskan amarahnya pada Aurelie Harper yang telah menjadi sumber penyebabnya.Audrey mengambil sendok dan menggenggamnya sekuat tenaga, belum se
"Anda ingin pergi kemana?" tanya Victor yang berkendara.Audrey menopang dagunya di kepalan, gadis itu menatap keluar jalanan, membiarkan wajahnya diterpa angin melalui jendela yang terbuka.Audrey tidak tahu kini harus pergi kemana karena rencananya tidak mungkin terlaksana jika Dante Arnaud ada disisinya.Audrey tidak mengerti, mengapa Dante tiba-tiba ikut dengannya. Harusnya, Dante mengabaikannya seperti saat pertama mereka bertemu.Kahadiran Dante membuatnya sangat sesak kesulitan bernapas, setiap tindak-tanduknya tidak akan lepas dari perhatian yang membawa Audrey dalam bahaya.Dante Arnaud adalah sumber penderitaannya di rumah. Sejenak saja Audrey ingin kebebasan, terlepas dari beban pikiran dan tekanan batin, tapi Dante tidak memberikan kebebasan itu sekarang.Satu jam begitu penting bagi Audrey..Andai saja, beban pikiran Audrey seperti pappus dandelion. Terlepas berterbangan diudara hanya dengan hembusan angin. Mungkin Audrey akan menghabiskan waktu satu jamnya dengan bermai
Di tengah malam yang gelap gulita, Audrey duduk menghadap telepon umum. Digenggamnya beberapa koin uang yang tersisa. Sejak perceraian orang tuanya, masa kecil Audrey hanya penuh dengan pemandangan suram. Sang ayah terjatuh dalam jurang depresi. Setiap hari dia berangkat bekerja sebagai buruh pabrik dan meninggalkan Audrey sendirian di rumah. Upah buruh yang tidak seberapa selalu habis untuk biaya makan dan mabuk-mabukan Arman, tidak jarang Arman menjual barang-barang rumah demi bisa mabuk. Audrey pun harus bertahan di rumah yang berdinding tambalan kayu yang saat hujan akan bocor dan saat musim salju selalu ada banyak arang yang terbakar di setiap penjuru tempat karena tidak ada penghangat ruangan. Audrey sangat marah. Namun, dia tidak bisa membenci sikap ayahnya setelah mendengar cerita dari banyak orang bahwa Arman berubah menjadi pemabuk semenjak ditinggal oleh isterinya yang berselingkuh. Menyedihkannya sejak Audrey menginjak usia lima belas tahun, Arman mulai berhenti be
“Syaratnya akan dibicarakan besok, sekaligus membawa uang yang kau butuhkan. Dimana kau sekarang berada?” tanya Salma semakin memperbesar harapan Audrey.“Saya ada di rumah rumah sakit kota Lapolez.”“Tunggu saja besok, sampai jumpa.”Sambungan telepon terputus begitu saja tanpa ada pembicaraan apapun lagi padahal masih ada waktu yang tersisa satu menit untuk bisa Audrey gunakan berbicara dengan ibunya.Audrey sempat berpikir, ibunya akan berbicara sesuatu untuk menguatkannya dan saling menanyakan kabar lebih lanjut, tapi ternyata sikap Salma cukup dingin.Apa karena Audrey menelponnya ditengah malam dan mengganggu waktu tidurnya?Audrey keluar dari ruang telepon umum, kembali masuk ke rumah sakit dengan segenggam harapan bahwa besok dia menemukan jalan keluar dari segala masalah yang tengah dihadapinya.***Sebuah pertemuan yang dijanjikan akhirnya terjadi.Sepanjang malam Audrey menanti dengan cemas, berpikir bahwa ibunya akan datang ke kota Lapolez untuk menemuinya, Audrey ingin se
Di sisi lain, Arman terbaring di ranjang rumah sakit, masih dalam keadaan tidak sadarkan diri. Tubuhnya kurus kering, wajahnya terlihat pucat memiliki banyak cekungan tajam karena kehilangan banyak berat badan. Audrey yang baru datang, langsung menggenggam tangan Arman dengan penuh kehati-hatian. Dia ingin menghabiskan sisa-sisa waktu yang dia miliki untuk menatap lekat wajahnya yang akan dirindukan. Rasanya masih seperti mimpi, menghadapi kenyataan jika Audrey harus pergi meninggalkan Arman tanpa bisa berpamitan dan menceritakan keadaannya. Audrey harus merahasiakan kepergiannya ke ibu kota. Merahasiakan pengorbanan yang harus dilakukan untuk kesembuhan Arman. Menyembunyikan segunung ketakutan yang harus disimpan dalam diam. Ayahnya hanya perlu tahu bahwa Audrey pergi jauh untuk bekerja. Audrey tertunduk mengecup punggung tangan Arman, menyembunyikan tangisan yang tidak dapat dibendung lagi. “Aku akan melakukan segalanya untuk Ayah, karena itu aku mohon, segeralah sembuh aga
Dante menuruni satu persatu anak tangga, menghampiri Salma yang telah berhasil mengantar kembali putrinya sesuai dengan apa yang dijanjikan. Dinginnya sikap Salma berubah dalam sekejap, wanita itu tersenyum ramah saat berdiri di hadapan Dante. “Aku telah menasihati Aurelie, aku yakin sekarang dia telah belajar dari kesalahannya dan tidak akan membuat masalah lagi. Tolong maklumi perilakunya karena dia masih muda dan kini sedang sakit,” ucap Salma. Alis Dante sedikit terangkat, melihat Audrey yang tengah tertunduk tidak memiliki keberanian untuk menunjukan wajahnya, biasanya gadis itu akan menyelak seperti anjing menggonggong dengan wajah terangkat angkuh, bertindak tidak tahu malu. Entah apa yang sudah dibuat Salma hingga dia bisa membuat putri kesayangannya menjadi sedikit lebih tenang? Apa karena ini ada hubungannya kondisinya yang lupa ingatan? Jika dilihat dengan teliti, kondisi fisik Aurelie juga jauh lebih kurus dari yang terakhir kali. Meski begitu, Dante tidak akan p
"Anda ingin pergi kemana?" tanya Victor yang berkendara.Audrey menopang dagunya di kepalan, gadis itu menatap keluar jalanan, membiarkan wajahnya diterpa angin melalui jendela yang terbuka.Audrey tidak tahu kini harus pergi kemana karena rencananya tidak mungkin terlaksana jika Dante Arnaud ada disisinya.Audrey tidak mengerti, mengapa Dante tiba-tiba ikut dengannya. Harusnya, Dante mengabaikannya seperti saat pertama mereka bertemu.Kahadiran Dante membuatnya sangat sesak kesulitan bernapas, setiap tindak-tanduknya tidak akan lepas dari perhatian yang membawa Audrey dalam bahaya.Dante Arnaud adalah sumber penderitaannya di rumah. Sejenak saja Audrey ingin kebebasan, terlepas dari beban pikiran dan tekanan batin, tapi Dante tidak memberikan kebebasan itu sekarang.Satu jam begitu penting bagi Audrey..Andai saja, beban pikiran Audrey seperti pappus dandelion. Terlepas berterbangan diudara hanya dengan hembusan angin. Mungkin Audrey akan menghabiskan waktu satu jamnya dengan bermai
Audrey tertunduk menyembunyikan senyuman pedihnya, hatinya terkoyak sakit dibanding-bandinkangkan dengan isteri sahnya.Tanpa perlu menunggu dibandingkan dengan Serena sekalipun, sejak kecil Audrey selalu sadar diri, tahu dimana posisinya berada. Selalu dibawah, sebuah bayanganpun jauh lebih berharga dari Audrey. Terkadang, Audrey-pun sangat benci dirinya sendiri karena tidak seberuntung anak-anak lainnya.Terjatuh sakit bukanlah keinginan Audrey. Tetapi, segala sesuatu yang terjadi pada Audrey tampaknya akan selalu salah selama dia masih menjalani perannya sebagai Aurelie Harper.Jari-jari gemetar Audrey saling bertautan dipangkuan, gadis itu tidak berbicara sepatah katapun meski telah dijadikan pelampiasanDante.Ya, Dante tengah terjebak dalam kegalauan. Karena rasa bersalahnya pada Serena yang tidak bisa dia jaga dikala sakit, Dante melampiaskan amarahnya pada Aurelie Harper yang telah menjadi sumber penyebabnya.Audrey mengambil sendok dan menggenggamnya sekuat tenaga, belum se
“Susunya sudah hampir dingin, Tuan pasti akan sangat marah jika dia belum meminumnya. Kau antarkan sarapan paginya ke atas,” perintah Irina melihat sarapan Aurelie Harper masih belum tersentuh sedikitpun.“Kenapa tidak ibu saja yang mengantarnya? Aku takut datang ke kamarnya,” bantah Megan.“Dimana Dorothy?”“Dia sedang membersihkan ruangan kerja Tuan Dante.” Sebelum ibunya kembali memerintah, Megan memutuskan pergi meninggalkan ruangan makan agar terhindar dari tugasnya.Irina mendengus kesal, dengan terpaksa dia mengambil sarapan pagi Aurelie Harper bersama susu kehamilan yang harus dipastikan diminum olehnya. Irina telah mendapatkan peringatan keras dari Dante sebelumnya, jika dia membuat masalah lagi, Irina tidak dapat bekerja lagi dibawah naungan keluarga Arnaud.Dengan kaki terpincang-pincang Irina mendorong troli makanan, membawanya pergi ke lantai dua.Tidak adanya Victor di depan pintu semakin membuat Irina kesal karena dia harus masuk ke dalam kamar.Tanpa menunjukan sopan
Jalanan setapak tempat biasa Audrey lewati digenangi oleh sisa-sisa air hujan, tetesan embun membasahi rumput-rumput liar yang tumbuh. Terlihat ada seekor burung merpati putih lompat-lompat di jalanan tengah membasahi paruhnya dengan sisa air hujan, mengibaskan sayapnya.Audrey berdiri ditengah kesunyian, perlahan wajahnya terangkat, melihat daun-daun di pepohonan tidak menunjukan riaknya seperti biasa.Semuanya sangat hening dan dingin, dunia seakan tengah berhenti hanya untuk menyambut kedatangan Audrey.Dari kejauhan dapat dia lihat gubuknya, rumah ternyaman dalam hidupnya, tempat yang telah Audrey tinggalkan, dan kini Audrey telah kembali pulang.Audrey tidak membawa apapun, dia hanya membawa kerinduan yang begitu besar untuk ayahnya yang telah lama dia tinggalkan.Audrey berjalan dikesunyian, merasakan kehampaan yang begitu kuat didalam dada seiring dengan langkahnya yang membawa pergi ke teras rumah. Pintu lapuk yang tertutup rapat itu mengeluarkan suara derakan kasar kala dibu
Menyaksikan ketakutan Aurelie Harper yang sampai mengalami gemetar hebat membuat Dante tidak nyaman seakan dia telah melakukan suatu kesalahan yang tidak disadari.Tangan Aurelie yang tersimpan dibawah meja sampai mengepal hebat dan kembali berdarah menunjukan suatu ketakutan yang tidak main-main tengah menimpanya.Dante tahu, Aurelie Harper begitu dekat dan bergantung pada Salma dalam berbagai hal, namun melihat reaksinya yang tidak biasa saat mendengar nama ibunya disebutkan, kali ini Dante berpikir bahwa mempertemukan mereka berdua bukanlah keputusan yang benar. “Kau tidak perlu menemui ibumu jika tidak mau,” ucap Dante spontan sampai membuatnya terkejut oleh ucapannya sendiri.Audrey tersedak oleh napasnya yang kasar, wajahnya yang pucat perlahan terangkat menatap Dante, mencari-cari apa ada dusta dimata pria itu. Audrey sangat takut bertemu Salma, ibunya pasti akan menuntut perhitungan atas apa yang terjadi pada Daud. Audrey sadar, Salma tidak memiliki sedikitpun kasih sayan
Tubuh Jach menegak, sedikitpun tidak menunjukan ketakutan apalagi terintimidasi oleh tekanan yang dilakukan Moses padanya. Jach telah memberi peringatan agar Moses tidak ikut campur, namun sepertinya peringatannya telah diangap angin berlalu.Jika Moses memang ingin berurusan dengannya, maka Jach juga akan melakukan sesuatu padanya.Melihat keterdiaman Jach yang tidak merespon, Moses semakin mendekat. “Siapa yang menyuruhmu Jach? Sepertinya aku harus memberitahu tuan Dante bahwa ada penyusup di rumah ini.”Jach menyeringai, mengejek ancaman Moses. “Silahkan saja, memangnya kau bisa membuktikannya melalui apa?” tanya Jach menantang.Rahang Moses mengetat, merasa terhina oleh pandangan meremehkan Jach seolah ancamannya tidak berarti apa-apa. “Jangan anggap aku bodoh. Hanya yakuza dan kelompok mafia yang memiliki tato itu. Siapapun yang melihat tubuhmu, mereka akan tahu kau telah terlibat banyak hal, dan mustahil orang sepertimu hanya seorang bodyguard.”Alis Jach sedikit berkedut, teli
Tangan Daud yang tepasang infusan bergerak kaku meremas permukaan ranjang tempatnya tidur.Pria paruh baya itu mengerang kesakitan begitu terbangun untuk pertama kalinya setelah dipukul Jach di dalam mobil.Dokter segera datang memeriksa keadaannya, sementara Salma berdiri cemas menyaksikannya dibalik puntu, tidak berani untuk menunjukan diri.Andai saja Carmen bersedia menunggu Daud siuman, mungkin Salma tidak akan secemas ini karena anak itu satu-satunya orang yang bisa membuat Daud melunak. Sayangnya, setelah kunjungan singkatnya, Carmen tidak lagi menunjukan diri.Carmen tidak peduli dengan keadaan ayahnya.Daud tampaknya sadar jika telah terjadi suatu perubahan besar pada tubuhnya kala dia sadar tidak mengenakan celana, dan ketika dokter memberitahukan apa kondisinya saat ini, Daud berteriak histeris menangis seperti orang gila. Daud mengamuk tidak terima jika kini telah memiliki kekuranagan yang sangat fatal dan tidak akan pernah bisa diperbaiki.Daud tidak terima kehidupannya
“Aku jatuh cinta padamu, Nona Audrey,” jawab Jach dengan lantang tanpa keraguan, penuh rasa percaya diri dan sorot mata yang bangga, mengisyaratkan bahwa apa yang saat ini sedang terjadi didalam hatinya, bukan sebuah kesalahan yang patut untuk disembunyikan.Napas Audrey tertahan didada, tubuhnya membeku kaku mendengar pangkuan cinta yang tidak pernah sedikitpun dia duga akan terucap dari mulut Jach.Gemersik ranting-ranting pohon terdengar kala terbelai angin lewat, mengisi keheningan yang kini sedang menjebak Audrey dan Jach.Audrey bergelut dengan pikirannya sendiri. Ini bukan untuk pertama kalinya Audrey mendengar seorang lelaki mengutarakan cinta padanya, namun ini untuk pertama kalinya Audrey kebingungan sampai tidak bisa berbicara sepatah katapun karena satu alasan.Setelah dewasa, Audrey semakin terjerumus dalam kemiskinan dan seorang ayah pemabuk berat yang jatuh sakit. Siang malam dia bekerja untuk bisa membayar biaya berobat Arman, namun orang-ornag menuduhnya pergi menjua
Salma menggigit kukunya menyalurkan kecemasan, tidak berhenti menatap lekat Daud yang terbaring diranjang telah selesai melakukan proses operasi. Salma benar-benar tidak tahu harus berbuat apa saat nanti Daud kembali sadar dan bertanya tentang keadaannya.Dokter mengatakan jika Daud bisa beraktifitas normal seperti biasa, kecuali dengan urusan seksnya karena miliknya sudah tidak berfungsi lagi selain untuk buang air.Terlepas dari keserakahannya yang tergia-gila pada harta Daud. Salma tidak menutupi kenyataan bahwa dia mencintai suaminya, rasanya sangat berat untuk Salma bila harus melihat suaminya terpuruk karena kondisinya yang sekarang.Pintu yang terbuka dibelakang Salma mengalihkan perhatian, dilihatnya Carmen yang baru datang meski telah diberi kabar sejak beberapa jam yang lalu.Carmen mendekat dengan wajah yang begitu tenang, sedikitpun tidak menunjukan kepedulian apalagi kesedihan melihat ayahnya terbaring tidak sadarkan diri di ranjang rumah sakit. Carmen telah mendengar s