Adam tertegun mendengar berita tersebut. Bukannya dia ingin menuduh Claire, tapi keberadaan wanita itu di lokasi syuting memperkuat tuduhannya.Begitu pun, ia tak ingin sembarangan. Seolah tak paham, Adam bertanya lagi pada sang general manager.“Sachie, kenapa ada artis itu ada di lokasi syuting?” Adam mengedikkan kepalanya ke arah Claire yang terlihat sedang berbincang dengan Mathilda.Sachie terlihat berat ketika menjawab, “Miss Claire katanya akan menggantikan Miss Amora.”Adam terdiam sesaat. Walau bisa menebak arah permainan Mathilda, tapi ia tidak tahu apa yang mau diraih Claire?“Apa pamor dia turun?” tanya Adam tanpa suara.Setelah menimbang ini dan itu, Adam memutuskan untuk bernegosiasi mengenai waktu pembuatan video. “Apa tidak bisa menunggu sampai Miss Amora pulih, Sachie? Saya tidak nyaman dengan artis itu.”Sachie pun setuju. “Saya akan coba bicara dengan Mathilda,Pak.”Adam mengangguk. Ia berharap bisa memakai Miss Amora saja ketimbang Claire. Setelah menyadari kalau
Keesokan paginya.Irene terbangun karena suara ramai di sekelilingnya. Sementara menyesuaikan penglihatan dengan cahaya yang hendak menerobos ke dalam netranya, Irene bisa mendengar suara rendah Adam memberi perintah ini dan itu. “Aku punya wine di dekat mejaku juga. Singkirkan semua.”Leon mengangguk paham sembari memberi kode pada salah satu ART untuk menjalankan perintah Adam barusan.Lagi Adam menambahkan, “Wine yang ada di kamar tamu jangan lupa. Cek juga kamar Irene, aku takut dia menyembunyikan wine atau sejenisnya.”Irene terbengong-bengong mendengar semua perintah Adam berkaitan dengan pemusnahan wine di kediamannya. “Adam, apa kau lagi puasa wine?” tanya Irene yang tak mengerti apa yang dilakukan Adam. Sontak Adam berbalik dan menatap Irene dengan pandangan penuh protes dan teguran. “Gara-gara siapa aku harus melakukan ini, hm?” Suara Adam yang terdengar penuh ancaman membuat Irene mengambil langkah mundur, takut kalau-kalau Adam kalap dan memukulinya. Tapi ia tidak ta
“Ha?! Kenapa orang sehebat itu mau ketemu aku?” batin Irene panik. Ia hanya beberapa kali bertemu Alfred di kantor. Itupun hanya saat ia melewati bilik sekretaris. Tidak ada sapa menyapa, apalagi beradu pandang.“Apa aku harus melakukan sesuatu?” tanya Irene bersiaga. “Misalnya, harus menjadi seperti istri sungguhan. Begitu.” Adam terkekeh. “Tapi kau dan aku kan punya sertifikat nikah. Kau istri sungguhan, Irene.Irene berdecak kesal, karena Adam masih bisa bergurau di saat ia panik seperti ini. “Kau tahu bukan itu maksudku.”Adam mengangguk. “Iya, Irene dear. Jangan sampai kakekku tahu kalau ada perjanjian kontrak mengenai pernikahan ini. Oke?”Bulu kuduk Irene meremang mendengar panggilan manis itu ditujukan Adam padanya.Ia mengangguk dengan kepala menunduk, menyembunyikan wajahnya yang memanas dan juga bibir yang dilipatnya, karena menahan senyuman.Setelah perjalanan balik yang membuat Irene panik sepanjang waktu, mereka pun tiba di kediaman Adam. “Mati aku! Ada mobil asing di
2 minggu setelah Alfred datang berkunjung, Irene merasa jaraknya dengan Adam semakin dekat. Ia sudah tidak canggung memanggil pria itu dengan namanya saja. “Hari ini jadwal penutupan proyek video promosi. Apa kau juga harus ada di sana?” tanya Irene dengan wajah tenang. Sayangnya, nada suara yang ia gunakan tak bisa menutupi rasa kecewa yang ia rasakan.Adam pun terkekeh mendengarnya. “Aku nggak akan buat skandal. Tenang saja, aku nggak berencana menginap juga.”Irene membuang muka. Tak ingin Adam melihat wajah bahagianya. Gadis itu segera beranjak dari hadapan Adam untuk keluar ruangannya. Namun, sebelum pintu tertutup, Irene sempat mengingatkan lagi, “Yeah, jangan buat skandal nggak perlu. Saya permisi.”Setidaknya jawaban Adam sudah membuatnya tenang. Walau ia bukan istrinya sungguhan, dampak adanya skandal bisa membuat berantakan semuanya. “Well, sebenarnya aku cuma nggak suka bayangin dia ada di dekat perempuan itu,” keluh Irene dalam hati. Tak bisa dipungkiri, perasaannya sa
Sesuai dengan arahan Mathilda, Claire menunggu di lift seolah tidak sengaja berpapasan dengan Adam. Dengan natural sang artis pun menggunakan bakatnya untuk mulai berakting. “Ah … saya kenal Pak Adam. Beliau kakak ipar saya. Biar saya antar beliau ke kamar.”Staf hotel yang terpana dengan kecantikan Claire pun menurut saja. Dan karena tubuh Adam jelas cukup berat untuk Claire bawa sendiri, staf tersebut menawarkan diri untuk menemani sampai mereka tiba di lantai 8, kamar yang diatur Mathilda untuk mereka.“Apakah perlu saya antar sampai depan kamar?” tanya staf itu. Tentu saja Claire menolaknya. Karena ia harus terlihat berdua saja dengan Adam. “Tidak perlu. Sepertinya kamar Adam dekat dengan lift.”Tak ingin dianggap mengganggu, staf tersebut pun mengikuti keinginan Claire tanpa bertanya lagi. Setelah keluar dari lift, Claire pun segera memapah Adam untuk berjalan menuju kamar mereka. Claire yang sudah tahu kalau akan ada yang mengambil foto mereka, pun memberikan kemudahan, agar
Sementara itu, keesokan paginya. Di hotel Adam menginap. Sang CEO yang terbangun dengan sakit kepala teramat sangat itu semakin sakit kepala saat melihat dirinya berada di atas ranjang tanpa kemejanya. Ia melihat sekitar dan bisa menebak apa yang sudah terjadi saat ia tak sadarkan diri. Melihat adanya gaun perempuan yang tergeletak di lantai dan juga kemeja miliknya, Adam pun panik. “Gaun itu!”Spontan Adam menyibak selimut di sisi kanan, memastikan kalau tebakannya benar—gaun itu adalah gaun yang dipakai Claire malam kemarin. Namun, ia malah hampir terjatuh dari ranjang ketika melihat Derrick tertidur di sana. “Ha?! Derrick?! Apa yang orang ini lakukan di sini?!” protes Adam sambil menggoyang-goyangkan tubuh sahabat sekaligus rekan sekerjanya itu supaya bangun dan menjelaskan keberadaan mereka saat ini. “Oi! Rick! Bangun!” seru Adam sedikit kencang. Derrick menggeram pelan sebelum akhirnya ia terbangun sambil menggosok-gosok mukanya. “Damn! Sakit banget kepalaku!” protesnya pela
Deg!Seolah itu adalah detak jantung Adam yang terakhir, sepersekian detik ia bisa merasakan pusat kehidupannya terhenti. Bayangan Irene yang terbaring lemah membuat amarahnya memuncak. Lebih dari semua itu, ia takut kehilangan Irene.“Di mana Irene sekarang?” tanya Adam tak lagi peduli dengan perbuatan Claire. Ia segera mengikuti Regan keluar dari hotel itu.“Di tempat Dokter Darren, Bos.”Leon yang mendengarkan juga langsung menanggapi, “Heli sudah saya arahkan di atas gedung ini, Tuan. Urusan Nona Claire biar saya yang mengurusnya.”Adam mengangguk setuju. Ia sudah tak peduli lagi bagaimana mereka akan mengurus Claire, karena saat ini yang memenuhi pikirannya hanyalah Irene. Langkahnya tak terhenti, hingga mereka tiba di rooftop. Adam langsung naik ke dalam helikopter diikuti Regan. Tak lama, mereka pun tiba di kediaman Adam. “Lewat sini, Bos.” Regan segera membuka jalan menuju gedung laboratorium yang berada di bawah tanah. Langkah tergesa Adam membuat Regan sedikit panik. Seja
“Kau bisa coba pancing dia, Dam.” Derrick mulai menuangkan pendapatnya. Adam tengah mengurus beberapa berkas di kantor, sementara Derrick berkunjung untuk mencari tahu apa ada yang terjadi antara Adam dengan Irene setelah kejadian Claire. Sebenarnya Derrick ingin melaporkan perbuatan Claire pada keluarga Allaster, tapi Adam mencegahnya. Ia tidak mau berurusan dengan Aldrich maupun Adolf terkait Claire. Adam lebih memikirkan hubungannya dengan Irene yang entah kenapa terasa jauh. Lebih jauh dibanding saat pertemuan pertama mereka. Dan kini, sang CEO tengah membahas hal itu dengan sahabatnya.“Pancing bagaimana?” tanya Adam tak mengerti dengan ucapan Derrick. “Well, pancing dia buat lihat dia cinta atau nggak. Kau bisa coba ajak dia bercinta. Kalau dia mau, bukannya berarti kalian saling cinta? Berarti apa kata Darren bener. Dia cemburu.”Penjelasan Derrick membuat Adam terdiam. Tak lama setelahnya, ia pun menghela napas panjang dan mengakhiri percakapan mereka. “Nggak perlu. Aku ng