“Adam!” batin Irene sambil melompat dari sofa di mana ia duduk dan mengambil langkah besar mendekati ranjang rawat inap. “Saya akan panggil suster. Tolong jaga Tuan Adam sebentar, Nona.” Irene menganggukkan kepala atas permintaan Leon. Tanpa diminta pun, ia akan menjaga Adam di samping pria itu. Melihat mata yang sudah satu minggu tertutup kini terbuka membuat Irene menangis penuh syukur. “Thanks God, you’re awake, Adam,” ujar Irene sambil menyentuhkan dahinya dengan punggung tangan Adam yang ia genggam erat-erat. Adam mencoba memanggil Irene, tapi ia menyerah. Ia merasa tak punya kekuatan bahkan untuk mengangkat jemarinya lebih lagi. “Maaf, aku menyeretmu ke dalam kondisi bahaya. Seharusnya hari itu aku nggak perlu mengajakmu menemui Jeremy,” sesal Adam dalam hati.Tak lama kemudian suster datang dan mengecek kondisi Adam. Dokter pun menyusul kemudian dan menyatakan bahwa kondisi pasiennya kini sudah stabil. “Hanya butuh waktu untuk menyesuaikan saja. Seminggu tak sadarkan dir
“Datang juga bahasan ini. Aku nggak siap! Belum siap!” batin Irene. Ia langsung menghentikan percakapan mereka. “Ah … perutku mules. Adam, aku ke toilet dulu. Sekalian aku beli makan siang. Bye!”Tanpa menoleh lagi, Irene segera keluar dari ruangan dan meninggalkan Adam begitu saja. Leon yang menunggu di luar kamar pun terkejut karena Irene tiba-tiba keluar tanpa menoleh ke mana-mana. Gadis itu sibuk dengan pikirannya sendiri. Dan ketika Leon masuk, ia malah mendapati majikan laki-lakinya tengah terbengong-bengong menatap ke arah pintu kamar.Leon berdehem pelan untuk memberitahu Adam mengenai kehadirannya, kemudian bertanya, “Tuan, apa ada yang terjadi dengan Nona Irene? Dia seperti terburu-buru.”Pandangan Adam akhirnya teralihkan dari pintu itu ke wajah Leon. Katanya, “Itu juga yang menjadi pertanyaanku, Leon. Apa menurutmu dia tidak mau melanjutkan kontraknya?”Kepala Leon miring sedikit, mencoba bertanya dalam diam mengenai apa arti ucapan Adam yang terakhir. Adam yang sudah
Baru saja Adam akan membuka pintu kamar, Galva muncul dan meminta waktu sang majikan. “Tuan, kami sudah menangkap pria itu lagi,” lapor Galva setelah mereka berada di dalam ruang kerja Adam. Pria itu mengangguk menerima informasi bagus tersebut. “Kali ini Sarah tidak akan bisa merusak rencana kita. Bagaimana soal investigasi kecelakaan?”“Jeremy sudah memberi pernyataan yang memberatkan Nyonya Sarah dan Liu Feng. Sebagai ganti, kita tidak akan menjebloskannya ke penjara.” Galva menjabarkan kondisi saat ini. “Kalau begitu, biarkan pihak yang berwajib mengurus semuanya. Aku juga harus membereskan harta warisan Irene yang diambil Jeremy,” putus Adam sambil beranjak dari kursinya. Namun sebelum ia menuju pintu yang terhubung dengan kamarnya, Adam menambahkan, “Besok, bawa Jeremy untuk menemui tuan rumah di rumah Irene.”“Baik, Bos.”Galva pun undur diri sementara Adam menutup pintu panyambung yang ada di antara ruang kerja dan kamar pribadinya.Karena kejadian pertama kali Irene harus
Terlalu gugup dengan pikirannya sendiri, Adam gagal menangkap raut kecewa baik dalam suara maupun wajah Irene. Ia berpikir gadis itu senang karena semua sudah selesai.“Apa kau senang semua ini sudah selesai?” tanya Adam berusaha menyembunyikan kekecewaannya karena menganggap Irene sangat menantikan hari kebebasan. Adam merasa ini kali pertama ia merasakan hatinya sakit. “Apa benar hanya aku yang terpengaruh dengan kedekatan kami? Apa dia tidak sedikit saja mulai menyukaiku?”Irene yang terdiam seribu bahasa membuat Adam ragu untuk bertanya.Gadis itu juga sibuk dengan pertimbangannya. “Apa alasanku buat minta diperpanjang? Aku belum ingin menyerah mendapatkan hatinya.” Dan tanpa bisa dicegah, Irene berkata, “Aku akan sangat berutang budi, kalau aku tidak membantumu sampai selesai, Adam. Kalau bisa, aku ingin melunasi utang budiku. Apa kau nggak butuh anak lagi?”Adam tertegun mendengar ucapan Irene. Terlebih karena otaknya tidak bisa mencerna dan tidak percaya kalau Irene akan men
Keesokan harinya, di ruang kerja Adam. Interkom di mejanya berbunyi dua kali. Dan yang menghubunginya adalah meja kepala sekretaris. “Ya, Gal?”Suara Galleon terdengar ragu, tapi ia menyampaikan juga pesannya, “Pak Adam, ada Pak Alfred di ruang santai direksi.”“Ha?! Grandpa Alfred?!” batin Adam yang spontan melepas genggaman tangannya pada pena tulis dan langsung keluar ruangan tanpa menjawab Galleon.Galleon masih memegangi gagang telepon saat Adam melewati bilik sekretaris menuju ruang santai direksi. “Apa yang dilakukan Grand di sini? Dia hanya pernah datang saat aku melakukan IPO. Apa urusannya di luar negeri sudah selesai?” pikir Adam, mencoba menebak apa yang diinginkan sang kakek.Dan ketika ia tiba di depan pintu ruangan, hatinya sedikit ragu. Selama ini, ia tahu kalau sang kakek tidak seperti Adolf maupun Sarah, tetapi kemungkinan pria tua itu memihak pada putranya dan memilih menutup mata atas perbuatan menantu perempuannya, bisa saja terjadi.“Que sera sera,” batin Adam
Di kantor Adam. Satu bulan setelah kunjungan Alfred terakhir.“Pak Adam, Miss Sachie mau ketemu bapak.” Julia menyampaikan pesan dari resepsionis melalui interkom meja.Sebenarnya Adam tengah berbincang dengan Alfred yang berkunjung lagi ke kantornya hari ini. Pria tua itu sedang membahas mengenai Sarah dan juga Aldrich. Mendengar informasi dari Julia, Alfred mengusulkan, “Ah … suruh saja dia masuk, Dam. Aku sudah lama nggak ketemu Sachie juga. Bukan hal yang perlu disembunyikan dari Grand kan?”Pria tua itu terkekeh mengejek. Jelas, ia masih merasa Adam menyembunyikan sesuatu darinya, yang belum ia ketahui sama sekali. Adam memutar bola matanya sambil berkomentar, “Tentu saja bukan, Grand. Paling masalah kerjaan.”Kemudian ia memberi respon pada Julia, “Suruh dia ke ruangan saya saja, Julia.”“Baik, Pak Adam.” Tak lama kemudian seorang wanita paruh baya dengan tubuh sedikit padat dan tinggi badan di atas rata-rata para wanita, muncul dari balik pintu. “Selamat siang, Pak Adam, Pa
Selesai bersiap, Irene pun segera menuju ke kamar Adam. Namun, ia malah bertemu dengan Leon di pertengahan jalan.Pria paruh baya itu menghentikan langkahnya dan berkata, “Nona Irene, Tuan Adam sudah menyiapkan kamar lain untuk Anda.”“Kamar lain?” ulang Irene yang tak paham kenapa mereka harus menggunakan kamar lain. Leon mengangguk kemudian berkata, “Benar, Nona. Mari saya antar.” Punggung Leon yang langsung dihadapkan pada Irene seolah memberitahu wanita itu untuk tidak membahas perihal pemindahan kamar ini padanya. Semua ini hanya membuat Irene pahit hati.“Apa ini berarti Adam nggak mau lagi menerimaku di kamarnya?” batin Irene bertanya-tanya. “Apa hanya aku yang bersemangat dengan malam ini?”“Nona, selamat menikmati malam Anda.” Leon berhenti di depan sebuah pintu ruangan, tetapi tidak membukakan bagi Irene. Malahan, pria tua itu pergi begitu saja seolah tidak mau ikut campur dengan apa yang akan terjadi setelah ini. “Apa aku terlalu banyak berharap? Ugh! Rasanya mau nangis
“Apa dia pikir aku ini bakpao?” Gerutuan Irene membuat Giana tergelak. Karena urusan semalam membuat Irene kurang tidur dan merasakan sakit di seluruh tubuhnya, Adam menyarankan gadis itu untuk beristirahat di rumah. Dan momen ini dipakai Irene untuk mengundang Giana datang ke kediaman Adam. Tentu saja, setelah mendapat persetujuan dari Adam. Setelah Irene keluar dari rumah sakit, Giana pun sibuk dengan restoran yang ia tinggal begitu saja selama Irene di rumah sakit. Dan baru hari ini gadis tomboy itu punya waktu untuk mengunjungi Irene. “Mungkin pipimu gembil-gembil, Ir. Apa keluar asap semalam?” ledek Giana yang langsung tergelak karena ucapannya sendiri. Ia jadi membayangkan Irene seperti salah satu hamster peliharaannya yang terlihat gembil saat mereka memasukkan semua biji-bijian ke dalam mulut. “Cih! Menikmati selagi hangat?! Sekalian saja dia bikin kamar itu miniatur kukusan!” raung Irene setengah hati. Walau kesal, tapi tak bisa dipungkiri bahwa semalam ia meras