"Tidak," jawab Rafasya tegas. Dengan sengaja menolak permintaan sang istri untuk menyimpan isi perjanjian. Karena dia takut akan dilaporkan dan ditunjukkan bukti itu kepada orang tuanya.Cinta diam dan menekan dadanya yang terasa sakit. Setelah diam beberapa saat, barulah ia melanjutkan membaca.Poin 7. Saya, Cinta Hanifah, tidak diperbolehkan bertemu dengan kedua mertua dengan alasan apapun. Terkecuali jika mendapatkan izin dari suami atau pergi bersama dengan suami saya, Rafasya Wijaya. Cinta Hanifah juga tidak dibenarkan melakukan hubungan lewat telepon seluler dan lainnya. Selama menjadi istri dari Rafasya, saya tidak diperbolehkan untuk berhubungan dengan teman, sahabat, atau orang-orang yang dianggap saudara sekalipun."Cinta meremas dress yang di pakainya. Bagaimana mungkin ia bisa melakukan hal ini terhadap kedua mertua yang sudah seperti orang tuanya sendiri. Hanya Kepada mereka tempat Cinta mengadu dan berlindung. Namun suaminya dengan sengaja memutuskan hubungannya dengan
"Kau tidak mendengar apa yang aku katakan?" Rafasya kesal saat melihat Cinta masih duduk di sofa. Sedangkan pria itu sudah tidak sabar untuk segera pulang dan kemudian ke apartemen Karin, untuk melihat kondisi wanita yang sangat dicintainya.Kondisi tubuh Cinta sangat tidak baik. Kepala pusing, tubuh lemah bahkan tidak memiliki tenaga sama sekali. Mungkin karena tidak makan sejak siang semalam. Belum lagi rasa sakit yang luar biasa di sekujur tubuhnya. Bahkan tulangnya terasa remuk. Untuk bagian kewanitaannya, jangan di tanya seperti apa rasa sakit dan perihnya. Kalau boleh jujur, seperti luka koyak yang terbuka lebar dan darah mengalir dari luka tersebut. Apakah rasa sakit yang dirasakannya jauh lebih sakit dari pada rasa sakit yang di rasakan wanita yang buka segel pada umumnya. Atau hanya Cinta saja yang terlalu cengeng dan tidak tahan merasakan sakit seperti saat ini. Pertanyaan seperti itu, muncul di tempurung kelapanya.Rasa takut membuatnya harus menepikan rasa sakit. Dengan s
Wajah Cinta yang sudah pucat, menjadi semakin pucat saat mendengar perkataan suaminya. Bukan dia tidak ingin berjalan cepat ataupun berlari. Namun kondisi tubuhnya yang tidak memungkinkan. Saat ini tangan kanannya menentang tas yang berisi pakaian dan barang-barang pribadi miliknya dan Rafasya. Sedangkan tangan kiri, terus memegang kepala yang terasa pening. "Kau selalu memancing emosiku." Melihat istrinya hanya diam, membuat emosinya semakin meningkat. "Lihat saja, aku akan membuat perhitungan dengan mu, jika terjadi hal buruk terhadap Karin, ku." Pria itu kemudian masuk ke dalam lift. Sedangkan Cinta hanya diam berdiri di depan pintu lift. Ia sungguh tidak tahu apa yang harus dilakukannya."Hai bodoh, cepat masuk." Rafasya sedikit berteriak. Karena dia yakin tidak akan ada yang mendengar suaranya di sini. Tanpa menjawab, wanita itu masuk ke dalam lift dan berdiri di belakang Rafasya. Dadanya berdegup dengan cepat ketika pria itu memegang tangannya. Dan mengajaknya untuk keluar d
"Ini maksudnya apa?" Cinta memandang Rafasya. Sejak tadi pria itu berkata, ingin segera bertemu dengan kekasihnya. Cinta tidak mengerti mengapa dia dibawa ke sini, sebenarnya ada apa. "Aku sudah memutuskan kita tidak di rumah orang tuaku. "Pria itu tersenyum dengan memiringkan bibirnya. Ia ingin tertawa ngakak ketika melihat keterkejutan dan kekecewaan di wajah sang istri. tidak bisa dipungkiri penderitaan Cinta, adalah kebahagiaan untuknya.Cinta merasakan sesak di dadanya, bahkan untuk bernafas pun terasa begitu sulit. Apa ini apartemen Karin. Jika iya, apa maksudnya membawa Cinta ke apartemen milik Karin dan mengatakan tidak tinggal di rumah mertuanya. Apakah ini berarti bahwa mereka akan tinggal satu atap. Tubuhnya lemas seketika, saat membayangkan ini semua."Apa kau tidak mendengar apa yang tadi aku katakan?" Rafasya tersenyum sambil mengejek istrinya. Apa gunanya isi surat perjanjian yang menyatakan bahwa Cinta tidak boleh dekat dengan kedua orang tuanya, jika mereka tinggal s
"Sampai kapanpun, aku tidak akan tertarik untuk meniduri mu." Rafasya tersenyum miring mengejek istrinya. Meskipun kenangan tadi malam tidak akan pernah terlupakan seumur hidupnya.Dada ini terasa sakit dan panas ketika mendengar ucapan suaminya. Setelah apa yang dilakukan oleh pria yang berstatus suaminya itu, dengan sangat entengnya mengatakan hal seperti ini. Cinta hanya tersenyum menahan rasa perih di hatinya. "Aku akan pastikan Karin tidak akan pernah ke sini." Setelah mengatakan itu Rafasya melepaskan tangannya dengan kasar dan sedikit mendorong tubuh istrinya. Cinta berusaha untuk mempertahankan agar tubuhnya tidak terjatuh. Mungkin memang kondisinya begitu sangat lemah sehingga didorong sedikit saja, sudah membuat oleng. Dihirupnya oksigen berulang-ulang kali, untuk mengisi oksigen di rongga paru-parunya yang sempat menipis. Cinta diam beberapa saat untuk menetralkan rasa gugup dan takutnya. Didepan Rafasya, ia bisa bergaya sok hebat dan berani, namun nyatanya Seorang Cint
Baru saja tertidur namun sudah di kejutkan seperti ini, membuat kepalanya semakin pusing. Cinta memandang Rafasya sambil memegang kepalanya terasa semakin pusing. "Aku sudah memindahkan semua barang milik Karin. Apa kau sudah puas?" Rafasya bertanya dengan meninggikan suaranya.Cinta masih saja diam. Kondisi tubuh sungguh tidak baik. Bahkan untuk berbicara saja tenggorokannya sangat sakit. "Aku akan pergi ke apartemen Karin. Aku juga akan makan siang di sana." Pria merapikan rambutnya yang sudah berantakan dengan mengunakan jarinya. Sejak tadi pikirannya kacau dan selalu memikirkan kekasihnya. Bagaimana keadaannya, apakah sudah makan atau belum. Jujur saja, dia tidak ingin jika Karin sakit jika tidak makan.Cinta hanya diam memandang Rafasya yang berdiri di depannya. Meskipun sikapnya terlihat acuh tak acuh, namun yakinlah hatinya sangat terluka. Rasanya sangat sakit ketika mendengar pria itu menyebut nama wanita lain. Mengapa pria itu harus menyampaikan pergi ke mana dan melakuk
Rafasya mengemudikan mobilnya menuju ke apartemen milik Karin. Apa yang terjadi semalam masih teringat jelas di dalam ingatannya. Namun bukan Karin yang saat ini ada dipikirannya, melainkan Cinta. Wanita cantik yang baru saja menjadi istrinya."Sial, mengapa aku bisa melakukan hal itu kepadanya." Pria itu mengusap wajahnya dengan kasar. Apa yang telah terjadi, seakan membuat dirinya menjadi gila. Yang membuat semakin frustasi, ketika merasakan jantungnya yang berdegup dengan cepat ketika mengingat apa yang terjadi semalam. "Wajar aku melakukan hal itu kepadanya, dia istriku. Janda setelah di sentuh, jauh lebih terhormat dari pada janda yang tidak disentuh sama sekali. Dia pasti akan sangat berterima kasih kepadaku." Dengan cepat pria itu mengusir rasa bersalah di hatinya. Tangannya kemudian mengusap bibir dan memejamkan mata. Benar saja, rasa lembut dan manisnya bibir Cinta, masih terasa hingga saat ini."Hu ... Sial." Marah, iya dia marah dengan dirinya sendiri. Bagaimana mungkin S
Cinta mencoba untuk berdiri secara berlahan-lahan sambil memegang kepalanya. Untuk tetap menjaga kestabilan tubuhnya yang sedang oleng, ia harus berjalan dengan pelan dan berhati-hati ketika menuju lemari pendingin. "Kenapa badan aku lemas sekali, rasanya sakit-sakit semua," keluh Cinta.Matanya terasa panas karena suhu tubuh yang tinggi. Dibukanya pintu kulkas dan melihat apa yang bisa di masak. Cinta diam saat melihat isi kulkas yang penuh dengan stok makanan. Ini tidak seperti apartemen seorang pria yang tinggal sendiri. Karena Cinta tahu, jika pria sangat malas dengan urusan dapur. "Apa Karin yang melakukan ini semua."Air matanya menetes dengan sendirinya. Rasanya sungguh sakit hingga ke uluh hati."Ya sudahlah tidak apa, aku tidak perlu memikirkan ini. Lagipula dia sudah berjanji agar Karin tidak datang ke sini." Cinta berkata sendiri sambil mengusap air matanya. Tubuhnya yang dalam kondisi tidak baik, membuat pergerakannya sangat lambat. Cinta juga beberapa kali menghenti