Cinta mencoba untuk berdiri secara berlahan-lahan sambil memegang kepalanya. Untuk tetap menjaga kestabilan tubuhnya yang sedang oleng, ia harus berjalan dengan pelan dan berhati-hati ketika menuju lemari pendingin. "Kenapa badan aku lemas sekali, rasanya sakit-sakit semua," keluh Cinta.Matanya terasa panas karena suhu tubuh yang tinggi. Dibukanya pintu kulkas dan melihat apa yang bisa di masak. Cinta diam saat melihat isi kulkas yang penuh dengan stok makanan. Ini tidak seperti apartemen seorang pria yang tinggal sendiri. Karena Cinta tahu, jika pria sangat malas dengan urusan dapur. "Apa Karin yang melakukan ini semua."Air matanya menetes dengan sendirinya. Rasanya sungguh sakit hingga ke uluh hati."Ya sudahlah tidak apa, aku tidak perlu memikirkan ini. Lagipula dia sudah berjanji agar Karin tidak datang ke sini." Cinta berkata sendiri sambil mengusap air matanya. Tubuhnya yang dalam kondisi tidak baik, membuat pergerakannya sangat lambat. Cinta juga beberapa kali menghenti
"Tapi aku yakin itu bukan mimpi." Cinta masih bisa mengingat ketika sang mama mengompresnya. Bahkan aroma wangi tubuh wanita itu masih tercium di Indra penciumannya. "Pasti mereka di sini. Aku yakin, mereka di sini." Cinta tersenyum dan bangkit dari tempat tidur. Tatapan hangat sang papa, masih terlihat jelas di matanya. Rasa pijatan tangan papanya juga masih terasa. Hal ini yang membuat Cinta yakin jika kedua orang tuanya ada di apartemen ini.Dengan cepat dia keluar dari dalam kamar. Dilihatnya ke ruang tamu, ternyata tidak ada orang. Cinta berlari ke dapur, dapur juga kosong. Meskipun tidak ada orang di dalam apartemen ini, namun Cinta tetap tidak puas. Dia kemudian ke kamar belakang dan kamar itu juga kosong. Hanya ada satu ruangan yang belum dicek, yaitu ruang kerja Rafasya. Ruangan yang dilarang keras untuk dimasuki. Cinta memandang ke arah plafon PVC yang bernuansa putih dan hitam tersebut. Rasanya sangat lega ketika tidak melihat cctv di sana. Meskipun ragu, dia tetap mende
"Bersih-bersih sudah, masak, sudah, mandi juga sudah." Cinta berkata sendiri sambil memandang pantulan dirinya di depan cermin.Sore ini Cinta sudah selesai mandi dan berdandan dengan sangat cantik. Dia memutuskan duduk di ruang tamu sambil menunggu suaminya pulang. Meskipun tidak tahu, apakah pria itu akan pulang atau tidak, namun Cinta tetap menunggu. Berulang kali Cinta melihat ke luar jendela, berharap bisa melihat mobil suaminya dari atas apartemen ini. Lucu dan bodoh memang, karena hal itu tidak mungkin terjadi, terkecuali jika memakai teropong. Kata sabar dan sabar, sebentar lagi pulang. Itulah kalimat yang diucapkan Cinta, yang setia menunggu, hingga malam tiba. Namun Rafasya masih juga tidak pulan. Meskipun lelah, Cinta tetap menunggu dengan sangat sabar. Tak jarang pula, wanita itu mengoceh-ngoceh sendiri karena kesal menunggu. Tapi apa mungkin pria yang tidak pulang 3 hari itu, akan pulang hari ini. Hal ini sungguh membuat Cinta cemas. Air matanya menetes ketika men
Sendiri berada di dalam apartemen, tentu saja menimbulkan rasa jenuh. Untuk menghilangkan rasa jenuh, Cinta menyibukkan diri dengan bersih-bersih apartemen. Kemudian mencuci pakaian, dan memasak.Senyum mengembang di bibir kecilnya saat melihat Menu makan siang sudah disiapkan, meskipun tidak tahu suaminya pulang ke apartemen untuk makan siang atau tidak. Wanita cantik itu terlalu berharap dan rela menunggu sambil memandang menu yang sudah disiapkannya. Entahlah, entah untuk apa Cinta melakukan ini semua. Padahal dia sudah menandatangani surat perjanjian yang menyatakan bahwa tidak ada hak istri dan suami. Namun tetap saja berharap bisa sedikit masuk ke dalam hati pria itu. Walau bagaimanapun Cinta tidak ingin rumah tangganya berakhir dengan perceraian. Ia ingin menjadi seperti papa dan mamanya, berpisah karena maut. Bahkan mereka memilih untuk pergi bersama karena tidak ingin terpisah. "Apa aku salah, jika aku ingin mempertahankan rumah tangga aku. Tapi apa mungkin bisa?" Entahla
"Apanya ma?" tanya Cinta yang sungguh sangat tidak mengerti."Itu." Sari tersenyum sambil mengedipkan matanya."Itu apa ma?" Cinta semakin tidak mengerti."Anu loh." Sari berharap Cinta bisa paham tanpa harus di jelaskan secara detail."Anu apa sih Mama?" Cinta semakin bingung. Otaknya yang cerdas sungguh tidak mampu mencerna perkataan sang mama mertua. "Buat cucu untuk Mama, Cinta." Sari tertawa kecil.Wajah Cinta bersemu merah ketika mendengar pertanyaan Mama mertuanya. Tidak diduganya Sari akan bertanya sampai hal yang pribadi seperti ini. "Sudah kan?" Sari bertanya karena penasaran."Ih Mama kenapa nanya seperti ini." Cinta manyun."Hahaha." Tertawa Sari menggelegar ketika memandang wajah menantunya yang malu-malu."Mama jangan diketawain Cinta dong cinta kan malu." Cinta merengek."Jadi gimana, Mama harus disuruh nangis gitu, karena kamu kehilangan keperawanan." Sari berkata dengan begitu sangat lembut.Cinta hanya diam tanpa menjawab pertanyaan dari mama mertuanya, yang begitu
Rafasya baru pulang ke apartemen jam 12 malam. Dilihatnya suasana di dalam apartemen yang sudah sepi. Tidak ada terdengar suara televisi dan tidak ada pula sosok Istri yang setia menunggu dia pulang. Sepertinya wanita itu benar-benar menuruti perintah. Kakinya terus saja melangkah hingga berhenti di depan pintu kamar. Dibukanya pintu kamar secara berlahan-lahan. Raut wajahnya berubah seketika saat melihat kamar dalam ke adaan kosong. "Kemana dia?" Rahangnya mengeras menahan emosi yang siap untuk meledak. Dengan cepat kakinya melangkah ke kamar mandi. Apa mungkin wanita itu sedang berada di dalam. Rafasya memandang pintu kamar mandi yang tertutup rapat. Berlahan-lahan di putarannya kenop pintu dan melihat kondisi kamar mandi yang dalam keadaan kosong."Aku mengatakan tidak usah menunggu, bukan menyuruh mu untuk bebas dan pergi sesuka hati," geramnya.Rafasya keluar dari kamar dan berjalan menuju ke dapur. Dilihatnya Cinta duduk di kursi makan dengan kepala berada di atas tanganny
Cahaya diam saat melihat Cinta yang turun dari atas ojek. "Enggak nyangka pengantin baru sudah masuk kuliah," sindir Cahaya sambil memandang Cinta. Cinta hanya diam saat sahabatnya itu menyindirnya. Ia berjalan menuju koridor kampusnya. Saat ini dirinya sangat malas untuk berbicara. Sikap suaminya pagi ini membuat mood-nya tidak enak. "Duh pengantin baru nggak sabaran pengen buru-buru," Cahaya kembali menggoda Cinta yang berjalan Lebih dulu darinya."Ngomong apaan sih," ujar Cinta yang kemudian duduk di koridor kampus."Jam berapa semalam tidur?" tanya Cahaya.Cinta diam dan berpikir sejenak ketika mendengar pertanyaan Cahaya. "Lupa nggak lihat jam," jawabnya."Nonstop sepertinya sampai nggak tahu jam." Cahaya berucap dengan menutup mulutnya.Cinta yang tidak memahami apa yang diucapkan oleh sahabatnya hanya diam. "Kalau jadi pengantin baru memang seperti itu. sangking kebanyakannya lembur," Cahaya Memandang Cinta sambil menggeleng-gelengkan kepalanya."Kebanyakan apa?" tanya Cint
Dengan cepat Cinta beranjak dari duduknya dan sedikit berlari ketika naik ke atas busway. Di jam 5 sore seperti ini, busway memang selalu penuh hingga ia harus berdiri sambil berpegangan dengan besi yang ada di depannya.Cinta turun ketika busway yang di tumpanginya berhenti di halte yang tidak jauh dari apartemen tempat tinggalnya. Tubuhnya cukup lelah setelah mengikuti perkuliahan hingga sore. Rasanya tidak sabar untuk bisa masuk ke dalam apartemen, dan merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur. Namun sebelum itu, Cinta berencana untuk makan terlebih dulu. Saat di kampus, dia sengaja tidak makan siang di kantin demi mengirit tentunya. Apa lagi bahan mentah di dalam kulkas sangat banyak. Bila di masak dan diolah, maka akan menjadi menu yang istimewa. Cinta juga, harus menyiapkan menu makan malam bersama dengan suaminya. Setelah menikah, belum pernah Cinta merasakan makan malam bersama dengan suaminya.Cinta masuk ke dalam gedung apartemen dan langsung menuju ke lantai 25. Ia naik ke