Sendiri berada di dalam apartemen, tentu saja menimbulkan rasa jenuh. Untuk menghilangkan rasa jenuh, Cinta menyibukkan diri dengan bersih-bersih apartemen. Kemudian mencuci pakaian, dan memasak.Senyum mengembang di bibir kecilnya saat melihat Menu makan siang sudah disiapkan, meskipun tidak tahu suaminya pulang ke apartemen untuk makan siang atau tidak. Wanita cantik itu terlalu berharap dan rela menunggu sambil memandang menu yang sudah disiapkannya. Entahlah, entah untuk apa Cinta melakukan ini semua. Padahal dia sudah menandatangani surat perjanjian yang menyatakan bahwa tidak ada hak istri dan suami. Namun tetap saja berharap bisa sedikit masuk ke dalam hati pria itu. Walau bagaimanapun Cinta tidak ingin rumah tangganya berakhir dengan perceraian. Ia ingin menjadi seperti papa dan mamanya, berpisah karena maut. Bahkan mereka memilih untuk pergi bersama karena tidak ingin terpisah. "Apa aku salah, jika aku ingin mempertahankan rumah tangga aku. Tapi apa mungkin bisa?" Entahla
"Apanya ma?" tanya Cinta yang sungguh sangat tidak mengerti."Itu." Sari tersenyum sambil mengedipkan matanya."Itu apa ma?" Cinta semakin tidak mengerti."Anu loh." Sari berharap Cinta bisa paham tanpa harus di jelaskan secara detail."Anu apa sih Mama?" Cinta semakin bingung. Otaknya yang cerdas sungguh tidak mampu mencerna perkataan sang mama mertua. "Buat cucu untuk Mama, Cinta." Sari tertawa kecil.Wajah Cinta bersemu merah ketika mendengar pertanyaan Mama mertuanya. Tidak diduganya Sari akan bertanya sampai hal yang pribadi seperti ini. "Sudah kan?" Sari bertanya karena penasaran."Ih Mama kenapa nanya seperti ini." Cinta manyun."Hahaha." Tertawa Sari menggelegar ketika memandang wajah menantunya yang malu-malu."Mama jangan diketawain Cinta dong cinta kan malu." Cinta merengek."Jadi gimana, Mama harus disuruh nangis gitu, karena kamu kehilangan keperawanan." Sari berkata dengan begitu sangat lembut.Cinta hanya diam tanpa menjawab pertanyaan dari mama mertuanya, yang begitu
Rafasya baru pulang ke apartemen jam 12 malam. Dilihatnya suasana di dalam apartemen yang sudah sepi. Tidak ada terdengar suara televisi dan tidak ada pula sosok Istri yang setia menunggu dia pulang. Sepertinya wanita itu benar-benar menuruti perintah. Kakinya terus saja melangkah hingga berhenti di depan pintu kamar. Dibukanya pintu kamar secara berlahan-lahan. Raut wajahnya berubah seketika saat melihat kamar dalam ke adaan kosong. "Kemana dia?" Rahangnya mengeras menahan emosi yang siap untuk meledak. Dengan cepat kakinya melangkah ke kamar mandi. Apa mungkin wanita itu sedang berada di dalam. Rafasya memandang pintu kamar mandi yang tertutup rapat. Berlahan-lahan di putarannya kenop pintu dan melihat kondisi kamar mandi yang dalam keadaan kosong."Aku mengatakan tidak usah menunggu, bukan menyuruh mu untuk bebas dan pergi sesuka hati," geramnya.Rafasya keluar dari kamar dan berjalan menuju ke dapur. Dilihatnya Cinta duduk di kursi makan dengan kepala berada di atas tanganny
Cahaya diam saat melihat Cinta yang turun dari atas ojek. "Enggak nyangka pengantin baru sudah masuk kuliah," sindir Cahaya sambil memandang Cinta. Cinta hanya diam saat sahabatnya itu menyindirnya. Ia berjalan menuju koridor kampusnya. Saat ini dirinya sangat malas untuk berbicara. Sikap suaminya pagi ini membuat mood-nya tidak enak. "Duh pengantin baru nggak sabaran pengen buru-buru," Cahaya kembali menggoda Cinta yang berjalan Lebih dulu darinya."Ngomong apaan sih," ujar Cinta yang kemudian duduk di koridor kampus."Jam berapa semalam tidur?" tanya Cahaya.Cinta diam dan berpikir sejenak ketika mendengar pertanyaan Cahaya. "Lupa nggak lihat jam," jawabnya."Nonstop sepertinya sampai nggak tahu jam." Cahaya berucap dengan menutup mulutnya.Cinta yang tidak memahami apa yang diucapkan oleh sahabatnya hanya diam. "Kalau jadi pengantin baru memang seperti itu. sangking kebanyakannya lembur," Cahaya Memandang Cinta sambil menggeleng-gelengkan kepalanya."Kebanyakan apa?" tanya Cint
Dengan cepat Cinta beranjak dari duduknya dan sedikit berlari ketika naik ke atas busway. Di jam 5 sore seperti ini, busway memang selalu penuh hingga ia harus berdiri sambil berpegangan dengan besi yang ada di depannya.Cinta turun ketika busway yang di tumpanginya berhenti di halte yang tidak jauh dari apartemen tempat tinggalnya. Tubuhnya cukup lelah setelah mengikuti perkuliahan hingga sore. Rasanya tidak sabar untuk bisa masuk ke dalam apartemen, dan merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur. Namun sebelum itu, Cinta berencana untuk makan terlebih dulu. Saat di kampus, dia sengaja tidak makan siang di kantin demi mengirit tentunya. Apa lagi bahan mentah di dalam kulkas sangat banyak. Bila di masak dan diolah, maka akan menjadi menu yang istimewa. Cinta juga, harus menyiapkan menu makan malam bersama dengan suaminya. Setelah menikah, belum pernah Cinta merasakan makan malam bersama dengan suaminya.Cinta masuk ke dalam gedung apartemen dan langsung menuju ke lantai 25. Ia naik ke
"Kita langsung pulang ya." Rafasya berkata ketika mereka selesai makan.Karin menganggukkan kepalanya. Sejak awal datang hingga saat ini, dia merasa tidak nyaman ketika tatapan tajam pengunjung yang ada di restoran itu memandang ke arahnya. "Sejak tadi aku nggak enak makan bang," keluh Karin yang tidak bisa makan dengan nyaman.Berita pernikahan Rafasya cukup menghebohkan dunia entertainment. Pria tampan itu begitu sangat terkenal sebagai pengusaha sukses. Hubungannya dengan Karina membuat dirinya semakin tersorot. Saat ini semua orang sudah mengetahui status yang dimiliki oleh Rafasya. Hal itulah yang membuat pengunjung di sana memandang Karin dengan tatapan tidak suka. Karin dicap sebagai perusak rumah tangga orang meskipun mereka tahu bahwa sebelumnya Karin menjalin hubungan dengan si pengusaha muda."Ya sudah kalau gitu kita langsung pulang." Rafasya yang beranjak dari tempat duduknya. Digandengnya tangan Karin menuju ke kasir. Sejak tadi Rafasya sudah sangat tidak nyaman denga
Karin tersenyum menggoda. Meskipun sudah mendapatkan penolakan dari kekasihnya, namun dia tidak putus asa. Karin kembali mencoba dengan cara yang berbeda. Diambilnya remote tv di tangan Rafasya dan mengganti saluran televisi. Acara musik, menjadi pilihannya. Tubuhnya yang indah meliuk-liuk mengikuti irama musikRafasya beranjak dari duduknya. Musik yang terdengar keras memekakkan genderang telinga, kini sudah tidak terdengar lagi ketika televisi dimatikannya. "Ini sudah malam Abang pulang, Karin istirahat ya." Dikecupnya kening gadis tersebut dan kemudian pergi.Karin menangis saat melihat Rafasya keluar dari dalam apartemen nya. "Kenapa dia selalu menolak. Apa benar dia mencintai aku?" Karin marah dan melempar semua barang yang ada di dalam apartemennya.*Entah sudah berapa jam lamanya Rafasya duduk di dalam mobil tanpa menjalankan mobil tersebut. Kemeja yang dipakainya kini sudah terbuka, begitu juga dengan rambutnya yang acak-acakan.Berulang kali dia mengusap wajahnya dengan kasar
Meskipun sudah mencoba menenangkan diri dan berlapang dada. Tapi tetap saja rasanya masih sakit dan juga perih, ketika diri ini diabaikan dan tidak dihiraukan sama sekali. Tidak ada rasa bersalah apa lagi kata maaf untuk membuat hati ini menjadi lebih baik. Jangan menangis, jangan bersedih, aku tidak boleh nangis. Kalimat itu aku tekankan agar aku tidak terlihat lebih menyedihkan. Sedang Rafasya yang duduk di tepi tempat tidur, hanya diam sambil memandang ke arah istrinya. Maaf, kata itu seharusnya diucapkannya. Namun dia tidak akan melakukan hal itu. Meminta maaf sama saja dengan menjatuhkan harga dirinya. "Abang, Cinta sudah selesai. Abang, maaf ya Cinta ngantuk dan mau langsung tidur." Cinta berbicara dan memandang suaminya yang hanya diam dan memandang tajam ke arahnya.Berbicara dengan pria itu, bagaikan berbicara dengan dinding. Namun ya sudahlah, Cinta tidak perlu memikirkannya. Ia merangkak naik ke atas tempat tidur dan berbaring dengan posisi mengarah ke dinding. Rafasya