Karin tersenyum menggoda. Meskipun sudah mendapatkan penolakan dari kekasihnya, namun dia tidak putus asa. Karin kembali mencoba dengan cara yang berbeda. Diambilnya remote tv di tangan Rafasya dan mengganti saluran televisi. Acara musik, menjadi pilihannya. Tubuhnya yang indah meliuk-liuk mengikuti irama musikRafasya beranjak dari duduknya. Musik yang terdengar keras memekakkan genderang telinga, kini sudah tidak terdengar lagi ketika televisi dimatikannya. "Ini sudah malam Abang pulang, Karin istirahat ya." Dikecupnya kening gadis tersebut dan kemudian pergi.Karin menangis saat melihat Rafasya keluar dari dalam apartemen nya. "Kenapa dia selalu menolak. Apa benar dia mencintai aku?" Karin marah dan melempar semua barang yang ada di dalam apartemennya.*Entah sudah berapa jam lamanya Rafasya duduk di dalam mobil tanpa menjalankan mobil tersebut. Kemeja yang dipakainya kini sudah terbuka, begitu juga dengan rambutnya yang acak-acakan.Berulang kali dia mengusap wajahnya dengan kasar
Meskipun sudah mencoba menenangkan diri dan berlapang dada. Tapi tetap saja rasanya masih sakit dan juga perih, ketika diri ini diabaikan dan tidak dihiraukan sama sekali. Tidak ada rasa bersalah apa lagi kata maaf untuk membuat hati ini menjadi lebih baik. Jangan menangis, jangan bersedih, aku tidak boleh nangis. Kalimat itu aku tekankan agar aku tidak terlihat lebih menyedihkan. Sedang Rafasya yang duduk di tepi tempat tidur, hanya diam sambil memandang ke arah istrinya. Maaf, kata itu seharusnya diucapkannya. Namun dia tidak akan melakukan hal itu. Meminta maaf sama saja dengan menjatuhkan harga dirinya. "Abang, Cinta sudah selesai. Abang, maaf ya Cinta ngantuk dan mau langsung tidur." Cinta berbicara dan memandang suaminya yang hanya diam dan memandang tajam ke arahnya.Berbicara dengan pria itu, bagaikan berbicara dengan dinding. Namun ya sudahlah, Cinta tidak perlu memikirkannya. Ia merangkak naik ke atas tempat tidur dan berbaring dengan posisi mengarah ke dinding. Rafasya
Hampir saja jantungnya terlepas dari tempatnya ketika melihat Rafasya yang sedang dalam keadaan polos. Dengan cepat Cinta menutup pintu kamar dan berdiri di depan daun pintu. Ada rasa kesal di hati setiap kali melihat sikap si lelaki yang tidak tahu malu itu. Dan lebih sialnya lagi, lelaki itu adalah suaminya sendiri. Tapi ya sudahlah, Cinta hanya bisa diam dan pasrah. Karena walau bagaimanapun, pria itu penguasa, dia yang menentukan segala-galanya.Sedangkan Cinta hanya menjadi pion yang harus melangkah maju, jika disuruh. Jika diperintahkan mundur, maka dia akan berjalan mundur ke belakang. Begitulah, dia hanya bisa mengikuti instruksi tanpa memiliki keberanian untuk melawan. Cinta sadar Dia sangat bodoh, mau menurut begitu saja dengan perintah Rafasya. Namun apalagi yang bisa dilakukannya. Surat perjanjian sudah ditandatangani, itu artinya dia sudah siap untuk dijadikan boneka mainan. Cukup lama Cinta berdiri di depan pintu sambil menunggu si lelaki selesai berpakaian. Setelah
Setelah selesai sarapan, Cinta membersihkan dapur, mencuci piring, membersihkan apartemen dan mencuci baju, semua ini dikerjakannya menjelang berangkat ke kampus. "Hidup harus di syukuri. Lihat saja, sekarang aku tinggal di apartemen mewah. Ha...ha... Padahal aku gak pernah mimpi untuk bisa tinggal di apartemen mewah seperti ini. Jadi aku gak boleh sedih. Ayo semangat Cinta, kamu pasti bisa." Cinta mengepalkan tangannya di udara, ia berusaha untuk tegar dan mencoba untuk tetap bersabar. Di ambilnya kotak nasi dan memasukkan bubur ayam ke dalam kotak berwarna biru. Cinta membawa dua kotak dan berencana memberikan satu kotak lagi untuk Cahaya. Setelah selesai menyiapkan bekalnya, Cinta bersiap-siap untuk ke kampus. Wanita cantik itu terlihat semakin sempurna dengan memakai baju kemeja tanpa kerah berwarna biru pekat, lengan pendek berbentuk balon dan juga celana kain berwarna hitam. Rambutnya yang panjang di ikat ke atas. Penampilannya terlihat sangat cantik dan elegan. Baju serta c
Karin tersenyum senang ketika Rafasya langsung datang menjemputnya ke apartemen. "Sayang, apa kamu sudah sarapan?" Wanita cantik itu bergelayut manja di tangan kokoh sang kekasih."Belum." Rafasya tersenyum dan kemudian mengecup kening Karin. "Kenapa cuman kening, pipi cemburu." Karin menunjukkan pipi sebelah kanan.Pria itu tersenyum dan kemudian mencium pipi yang ditunjuk oleh kekasihnya."Kiri." Karin tersenyum imut sambil menunjukkan pipi sebelah kirinya dan pria itu kembali menuruti kehendaknya."Ini." Karin mengangkat dagunya dan Rafasya menciumnya."Bibir." Karin memajukan bibir. Rafasya diam memandang bibir yang bergincu merah cabe tersebut. Tapi mengapa yang terbayang bibir istrinya. Bayangan wajah cantik Cinta dan bibir pucat nya. Membuat hatinya tidak tenang.Karin yang sudah tidak sabar, menyambar bibir kekasihnya dan menikmatinya dengan rakus. Rasa nikmat yang dirasakannya, melebihi rasa eskrim. "Sudah puas?" Rafasya bertanya saat Karin sudah melepaskan tautan bibir
Sejak pagi Cinta berangkat ke kampus dan pulang ketika sore menjelang. Dia pulang dengan menaiki busway. Dari halte busway ke apartemen, Cinta berjalan sekitar 15 menit. Sehingga membuat tubuhnya terasa cukup lelah.Cinta masuk ke dalam kamar, kemudian membuka pakaiannya satu persatu. Di saat tubuhnya terasa lelah seperti ini dia ingin segera melakukan hal yang menyenangkan dengan berendam di dalam bathtub. Dipandangnya pantulan bayangan dirinya didepan cermin yang berukuran besar. "Apa aku sangat tidak menarik ya."Pertanyaan ini tidak seharusnya dipertanyakan, jika dia sendiri tahu apa jawabannya. Namun tetap saja Cinta bertanya kepada bayangan dirinya sendiri.Setelah mereka menikah, hanya satu kali Rafasya mau menyentuhnya. Namun setiap kali mengingat peristiwa dimalam pertama, ada ketakutan di dalam dirinya. Takut jika Rafasya kembali melakukan hal yang sama dan berakhir dengan menyakitinya.Namun ternyata tidak disentuh, tidak dilihat, tidak dianggap, dan tidak diperhatikan jauh
Rafasya masuk ke dalam apartemen. Dilihatnya lampu di dalam apartemen yang masih dalam keadaan menyala. Meskipun tidak melihat keberadaan istrinya, namun tidak dihiraukannya. Pria itu berjalan menuju ke kamar dan kemudian masuk ke dalam kamar tersebut. "Dimana dia?" Rafasya bertanya, ketika melihat kamar yang dalam keadaan kosong. Dicarinya Cinta ke kamar mandi, namun ternyata kamar mandi juga dalam keadaan kosong. "Apa dia berani meninggalkan apartemen tanpa berpamitan denganku. Aku sudah memiliki firasat kalau dia bukan istri yang baik, terbukti dia meninggalkan rumah tanpa pamit terlebih dahulu." Pria itu tersulut emosi yang meledak-ledak. Sebagai seorang pria dan seorang suami, harga dirinya terinjak-injak ketika istrinya bermain gila dengan pria lain. Ia mengepalkan tangannya dengan wajah memerah.Dibukanya pakaian yang saat ini masih melekat ditubuhnya. Dia seakan tidak peduli dengan istrinya, namun hatinya terasa sangat kesal dan juga marah ketika melihat sikap Cinta yang s
Cinta memegang kepalanya yang terasa pusing. Meskipun sudah tidur semalaman, namun rasa pusing dan sakit di kepalanya masih sangat terasa. Air matanya masih menetes ketika mengingat apa yang dilakukan suaminya semalam. "Dari aku kecil hingga papa meninggal, dia tidak pernah memukul aku. Tapi orang yang baru saja menjadi suami aku, sangat tega melakukannya. Aku sungguh tidak tahu, apa kesalahan yang sudah aku perbuat," batin Cinta. Dipandangnya Rafasya yang saat ini sedang tertidur. Bila mengingat apa yang diperbuat oleh suaminya, sungguh membuat Cinta merasa takut. Diusapnya air mata yang saat ini menetes. Cinta berangsur duduk dan pergi ke kamar mandi. Meskipun subuh ini terasa dingin, namun dia tetap mandi. Setelah selesai mandi, Cinta berwudhu dan melakukan ibadahnya. Didalam doanya, Cinta tidak ada henti-hentinya meminta dan memohon, agar suaminya bisa mencintainya. Ia mencurahkan seluruh beban di hatinya. Saat ini, dia sedang curhat kepada sang pencipta. Cukup lama duduk