Rafasya masuk ke dalam apartemen. Dilihatnya lampu di dalam apartemen yang masih dalam keadaan menyala. Meskipun tidak melihat keberadaan istrinya, namun tidak dihiraukannya. Pria itu berjalan menuju ke kamar dan kemudian masuk ke dalam kamar tersebut. "Dimana dia?" Rafasya bertanya, ketika melihat kamar yang dalam keadaan kosong. Dicarinya Cinta ke kamar mandi, namun ternyata kamar mandi juga dalam keadaan kosong. "Apa dia berani meninggalkan apartemen tanpa berpamitan denganku. Aku sudah memiliki firasat kalau dia bukan istri yang baik, terbukti dia meninggalkan rumah tanpa pamit terlebih dahulu." Pria itu tersulut emosi yang meledak-ledak. Sebagai seorang pria dan seorang suami, harga dirinya terinjak-injak ketika istrinya bermain gila dengan pria lain. Ia mengepalkan tangannya dengan wajah memerah.Dibukanya pakaian yang saat ini masih melekat ditubuhnya. Dia seakan tidak peduli dengan istrinya, namun hatinya terasa sangat kesal dan juga marah ketika melihat sikap Cinta yang s
Cinta memegang kepalanya yang terasa pusing. Meskipun sudah tidur semalaman, namun rasa pusing dan sakit di kepalanya masih sangat terasa. Air matanya masih menetes ketika mengingat apa yang dilakukan suaminya semalam. "Dari aku kecil hingga papa meninggal, dia tidak pernah memukul aku. Tapi orang yang baru saja menjadi suami aku, sangat tega melakukannya. Aku sungguh tidak tahu, apa kesalahan yang sudah aku perbuat," batin Cinta. Dipandangnya Rafasya yang saat ini sedang tertidur. Bila mengingat apa yang diperbuat oleh suaminya, sungguh membuat Cinta merasa takut. Diusapnya air mata yang saat ini menetes. Cinta berangsur duduk dan pergi ke kamar mandi. Meskipun subuh ini terasa dingin, namun dia tetap mandi. Setelah selesai mandi, Cinta berwudhu dan melakukan ibadahnya. Didalam doanya, Cinta tidak ada henti-hentinya meminta dan memohon, agar suaminya bisa mencintainya. Ia mencurahkan seluruh beban di hatinya. Saat ini, dia sedang curhat kepada sang pencipta. Cukup lama duduk
Setelah peristiwa semalam, Rafasya tidak bisa tenang. Bahkan untuk berkonsentrasi dalam bekerja pun dia tidak bisa. Hanya wajah istrinya yang terbayang dipeluk matanya. Wajah yang pucat, bibir yang terluka, dan pipi yang memar dan bengkak. Melihat kondisi Cinta yang seperti ini, pria itu merasa cemas. Namun dengan cepat dia menepis rasa kasihan itu. Entah mengapa dia bisa bersikap seperti itu kepada Cinta. Tanpa bertanya terlebih dahulu, dia langsung memukul wanita tersebut. Rafasya mengusap wajahnya dengan sangat kasar. Meskipun mulutnya tidak mau mengakui kesalahan yang telah dilakukan nya, namun tetap saja dia tidak bisa berdusta dengan hati kecilnya. "Apa aku terlalu kuat memukulnya?" Apa yang terjadi tadi malam, kembali melintasi di ingatannya. Belum lagi sikap Cinta yang terlalu waspada ketika tadi mereka sarapan bersama. Mungkin karena merasa takut yang luar biasa. Sehingga apapun gerakan tangan yang dilakukannya, wanita itu reflek melindungi wajahnya.Setelah cukup lama be
"Sebenarnya aku mau aja ntar ke laundry, tapi takut nanti baju Abang hilang-hilang, soalnya ini bajunya mahal-mahal. Selain bayar mahal dan was-was, juga biar irit. Lumayan uang cuci gosok bisa untuk nambah uang jajan." Cinta berbicara sambil berkerja sendiri. "Duh pedih sekali." Ditiupnya jari yang terasa perih. "Jadi lambat gini kerjanya. Gak apa deh, yang penting rapi." Cinta memaksa senyumnya. Setiap saat Cinta memandang jam di ponselnya namun suaminya tidak kunjung pulag. "Kenapa aku harus berharap seperti ini, hanya karena dia mau sarapan pagi bersama dengan aku. Padahal dia sudah kasih peringatan untuk tidak menunggu dia pulang " Pada akhirnya Cinta fokus menyetrika bajunya. Sudah banyak kain yang tersusun rapi, hingga dirinya merasa lelah dan pinggangnya terasa begitu amat penat, karena terlalu duduk lama. pada akhirnya Cinta mencabut colokan setrikanya dan merebahkan tubuhnya di lantai tempat dimana banyak tumpukan kain. "Masih sakit, darahnya juga masih menetes."
Setelah peristiwa pertemuannya dengan Cinta di supermarket, Rafasya sangat tidak tenang. Pria itu pulang lebih cepat daripada biasanya. Dibukanya pintu apartemen dan mencari keberadaan istrinya. "Ke mana dia, apa dia tidak langsung pulang." Rafasya menendang udara. Dia begitu sangat kesal terhadap dirinya sendiri. "Apa yang dilakukannya tadi di supermarket?" Pria itu duduk di sofa yang berada di ruang tamu dengan melipatkan tangannya dibawa dada. Berulang kali Rafasya melihat jam. Sudah 3 jam dia sampai di rumah, namun Cinta masih juga belum pulang ke rumah. "Aku sangat tidak suka menunggu seperti ini. Apa dia tahu itu?" Kesal sekali ketika menunggu istrinya seperti ini."Apa dia merajut? Apa dia mengira aku akan mencarinya? Apa dia berpikir bahwa dia itu sangat penting untuk ku." Rafasya berkata dengan suara yang meninggi. Melihat sikap Cinta yang seperti ini, membuatnya sangat kesal. Ia menilai sikap Cinta terlalu kekanak-kanakan."Sudah jam 8 malam seperti ini, dia masih belum s
[Abang, mama dan papa, ajak kita makan malam di restoran. Abang cepat pulang ya. Cinta akan siap-siap.] Cinta kemudian mengirim pesan tersebut. Meskipun masih jam 1 siang, namun dia sudah mengirimkan pesan untuk Rafasya. Dan berharap agar pria itu membaca pesannya dan cepat pulang ke apartemen.Cinta terlalu sangat senang dan tidak sabar untuk bertemu dengan kedua mertuanya. Sejak jam 3 sore dia sudah selesai berdandan cantik. Jika suaminya lambat pulang, Cinta berencana untuk merias ulang wajahnya. Biar aja di katakan orang aneh, karena Cinta sudah menunggu sejak jam 3 sore, suaminya baru pulang jam 5 Sore. Sedangkan acara makan malam bersama mertua jam 7 malam. Cinta memandang penampilannya di depan cermin. Malam ini wanita itu ingin terlihat cantik dan sempurna. Meskipun hanya makan malam dengan keluarga namun Cinta begitu sangat senang. Setelah menikah, ini merupakan makan malam pertamanya bersama mama dan papa mertuanya. Dan ini juga makan malam pertamanya bersama dengan Rafasy
Rafasya masuk ke dalam apartemen yang seperti tidak memiliki penghuni. Dia langsung berjalan ke kamar dan kemudian masuk ke dalam kamar. Dilihatnya kondisi kamar dalam keadaan kosong. Malam ini, dia tidak pulang terlalu malam seperti yang biasanya. Rafasya sampai di apartemennya jam 10 malam. Melihat kamar yang dalam keadaan kosong, dia tahu bahwa Cinta berada di kamar belakang. Meskipun sudah tahu, tetap saja pria itu pergi melihat istrinya.Di bukanya pintu kamar dengan sangat pelan dan berencana untuk mengintip. Keningnya berkerut ketika melihat Cinta yang berdandan cantik dengan memakai gaun berwarna merah."Mengapa dia berdandan seperti ini? Apa dia memiliki janji dengan pria lain?" Dadanya terasa panas seketika. Tatapan matanya begitu tajam memandang Cinta yang tidur di lantai. "Aku tidak akan memberikan ampunan untuk dia, jika dia bermain dengan pria lain." Wajahnya merah padam dengan rahang yang mengeras. Dia pergi begitu saja meninggalkan Cinta yang sedang tertidur. Ra
Cinta merasakan kepalanya yang terasa begitu amat pusing, hingga tidak sanggup untuk berjalan. Pada akhirnya Cinta terduduk lemas di lantai. Meskipun sudah duduk, namun tetap saja kepalanya terasa begitu pusing. Bahkan tubuhnya terasa sedang berpura-pura. Agar kepalanya tidak semakin pusing, Cinta merebahkan tubuhnya sambil memejamkan mata.Cinta terbangun dan melihat ke sekitarnya. Ternyata dia masih berada di dapur. Entah sudah berapa lama dia tertidur di lantai seperti ini. Tapi dia tidak sepenuhnya yakin kalau tadi tertidur, bisa saja pingsan. Diingatnya, sebelum mata terpejam, pandangannya buram dan menghitam. Air matanya mengalir dengan sendirinya. "Aku gak boleh sakit, aku harus kuat dan sehat. Bila aku sakit, pasti tidak akan ada yang perduli."Cinta berangsur duduk dan berdiri secara pelan-pelan sambil memegang dinding. Dia berjalan menuju lemari pendingin. Diambilnya jahe di dalam kulkas. Dikupasnya kulit jahe terlebih dahulu, lalu dibasuh dan digeprek. Cinta memasukkan