Hampir saja jantungnya terlepas dari tempatnya ketika melihat Rafasya yang sedang dalam keadaan polos. Dengan cepat Cinta menutup pintu kamar dan berdiri di depan daun pintu. Ada rasa kesal di hati setiap kali melihat sikap si lelaki yang tidak tahu malu itu. Dan lebih sialnya lagi, lelaki itu adalah suaminya sendiri. Tapi ya sudahlah, Cinta hanya bisa diam dan pasrah. Karena walau bagaimanapun, pria itu penguasa, dia yang menentukan segala-galanya.Sedangkan Cinta hanya menjadi pion yang harus melangkah maju, jika disuruh. Jika diperintahkan mundur, maka dia akan berjalan mundur ke belakang. Begitulah, dia hanya bisa mengikuti instruksi tanpa memiliki keberanian untuk melawan. Cinta sadar Dia sangat bodoh, mau menurut begitu saja dengan perintah Rafasya. Namun apalagi yang bisa dilakukannya. Surat perjanjian sudah ditandatangani, itu artinya dia sudah siap untuk dijadikan boneka mainan. Cukup lama Cinta berdiri di depan pintu sambil menunggu si lelaki selesai berpakaian. Setelah
Setelah selesai sarapan, Cinta membersihkan dapur, mencuci piring, membersihkan apartemen dan mencuci baju, semua ini dikerjakannya menjelang berangkat ke kampus. "Hidup harus di syukuri. Lihat saja, sekarang aku tinggal di apartemen mewah. Ha...ha... Padahal aku gak pernah mimpi untuk bisa tinggal di apartemen mewah seperti ini. Jadi aku gak boleh sedih. Ayo semangat Cinta, kamu pasti bisa." Cinta mengepalkan tangannya di udara, ia berusaha untuk tegar dan mencoba untuk tetap bersabar. Di ambilnya kotak nasi dan memasukkan bubur ayam ke dalam kotak berwarna biru. Cinta membawa dua kotak dan berencana memberikan satu kotak lagi untuk Cahaya. Setelah selesai menyiapkan bekalnya, Cinta bersiap-siap untuk ke kampus. Wanita cantik itu terlihat semakin sempurna dengan memakai baju kemeja tanpa kerah berwarna biru pekat, lengan pendek berbentuk balon dan juga celana kain berwarna hitam. Rambutnya yang panjang di ikat ke atas. Penampilannya terlihat sangat cantik dan elegan. Baju serta c
Karin tersenyum senang ketika Rafasya langsung datang menjemputnya ke apartemen. "Sayang, apa kamu sudah sarapan?" Wanita cantik itu bergelayut manja di tangan kokoh sang kekasih."Belum." Rafasya tersenyum dan kemudian mengecup kening Karin. "Kenapa cuman kening, pipi cemburu." Karin menunjukkan pipi sebelah kanan.Pria itu tersenyum dan kemudian mencium pipi yang ditunjuk oleh kekasihnya."Kiri." Karin tersenyum imut sambil menunjukkan pipi sebelah kirinya dan pria itu kembali menuruti kehendaknya."Ini." Karin mengangkat dagunya dan Rafasya menciumnya."Bibir." Karin memajukan bibir. Rafasya diam memandang bibir yang bergincu merah cabe tersebut. Tapi mengapa yang terbayang bibir istrinya. Bayangan wajah cantik Cinta dan bibir pucat nya. Membuat hatinya tidak tenang.Karin yang sudah tidak sabar, menyambar bibir kekasihnya dan menikmatinya dengan rakus. Rasa nikmat yang dirasakannya, melebihi rasa eskrim. "Sudah puas?" Rafasya bertanya saat Karin sudah melepaskan tautan bibir
Sejak pagi Cinta berangkat ke kampus dan pulang ketika sore menjelang. Dia pulang dengan menaiki busway. Dari halte busway ke apartemen, Cinta berjalan sekitar 15 menit. Sehingga membuat tubuhnya terasa cukup lelah.Cinta masuk ke dalam kamar, kemudian membuka pakaiannya satu persatu. Di saat tubuhnya terasa lelah seperti ini dia ingin segera melakukan hal yang menyenangkan dengan berendam di dalam bathtub. Dipandangnya pantulan bayangan dirinya didepan cermin yang berukuran besar. "Apa aku sangat tidak menarik ya."Pertanyaan ini tidak seharusnya dipertanyakan, jika dia sendiri tahu apa jawabannya. Namun tetap saja Cinta bertanya kepada bayangan dirinya sendiri.Setelah mereka menikah, hanya satu kali Rafasya mau menyentuhnya. Namun setiap kali mengingat peristiwa dimalam pertama, ada ketakutan di dalam dirinya. Takut jika Rafasya kembali melakukan hal yang sama dan berakhir dengan menyakitinya.Namun ternyata tidak disentuh, tidak dilihat, tidak dianggap, dan tidak diperhatikan jauh
Rafasya masuk ke dalam apartemen. Dilihatnya lampu di dalam apartemen yang masih dalam keadaan menyala. Meskipun tidak melihat keberadaan istrinya, namun tidak dihiraukannya. Pria itu berjalan menuju ke kamar dan kemudian masuk ke dalam kamar tersebut. "Dimana dia?" Rafasya bertanya, ketika melihat kamar yang dalam keadaan kosong. Dicarinya Cinta ke kamar mandi, namun ternyata kamar mandi juga dalam keadaan kosong. "Apa dia berani meninggalkan apartemen tanpa berpamitan denganku. Aku sudah memiliki firasat kalau dia bukan istri yang baik, terbukti dia meninggalkan rumah tanpa pamit terlebih dahulu." Pria itu tersulut emosi yang meledak-ledak. Sebagai seorang pria dan seorang suami, harga dirinya terinjak-injak ketika istrinya bermain gila dengan pria lain. Ia mengepalkan tangannya dengan wajah memerah.Dibukanya pakaian yang saat ini masih melekat ditubuhnya. Dia seakan tidak peduli dengan istrinya, namun hatinya terasa sangat kesal dan juga marah ketika melihat sikap Cinta yang s
Cinta memegang kepalanya yang terasa pusing. Meskipun sudah tidur semalaman, namun rasa pusing dan sakit di kepalanya masih sangat terasa. Air matanya masih menetes ketika mengingat apa yang dilakukan suaminya semalam. "Dari aku kecil hingga papa meninggal, dia tidak pernah memukul aku. Tapi orang yang baru saja menjadi suami aku, sangat tega melakukannya. Aku sungguh tidak tahu, apa kesalahan yang sudah aku perbuat," batin Cinta. Dipandangnya Rafasya yang saat ini sedang tertidur. Bila mengingat apa yang diperbuat oleh suaminya, sungguh membuat Cinta merasa takut. Diusapnya air mata yang saat ini menetes. Cinta berangsur duduk dan pergi ke kamar mandi. Meskipun subuh ini terasa dingin, namun dia tetap mandi. Setelah selesai mandi, Cinta berwudhu dan melakukan ibadahnya. Didalam doanya, Cinta tidak ada henti-hentinya meminta dan memohon, agar suaminya bisa mencintainya. Ia mencurahkan seluruh beban di hatinya. Saat ini, dia sedang curhat kepada sang pencipta. Cukup lama duduk
Setelah peristiwa semalam, Rafasya tidak bisa tenang. Bahkan untuk berkonsentrasi dalam bekerja pun dia tidak bisa. Hanya wajah istrinya yang terbayang dipeluk matanya. Wajah yang pucat, bibir yang terluka, dan pipi yang memar dan bengkak. Melihat kondisi Cinta yang seperti ini, pria itu merasa cemas. Namun dengan cepat dia menepis rasa kasihan itu. Entah mengapa dia bisa bersikap seperti itu kepada Cinta. Tanpa bertanya terlebih dahulu, dia langsung memukul wanita tersebut. Rafasya mengusap wajahnya dengan sangat kasar. Meskipun mulutnya tidak mau mengakui kesalahan yang telah dilakukan nya, namun tetap saja dia tidak bisa berdusta dengan hati kecilnya. "Apa aku terlalu kuat memukulnya?" Apa yang terjadi tadi malam, kembali melintasi di ingatannya. Belum lagi sikap Cinta yang terlalu waspada ketika tadi mereka sarapan bersama. Mungkin karena merasa takut yang luar biasa. Sehingga apapun gerakan tangan yang dilakukannya, wanita itu reflek melindungi wajahnya.Setelah cukup lama be
"Sebenarnya aku mau aja ntar ke laundry, tapi takut nanti baju Abang hilang-hilang, soalnya ini bajunya mahal-mahal. Selain bayar mahal dan was-was, juga biar irit. Lumayan uang cuci gosok bisa untuk nambah uang jajan." Cinta berbicara sambil berkerja sendiri. "Duh pedih sekali." Ditiupnya jari yang terasa perih. "Jadi lambat gini kerjanya. Gak apa deh, yang penting rapi." Cinta memaksa senyumnya. Setiap saat Cinta memandang jam di ponselnya namun suaminya tidak kunjung pulag. "Kenapa aku harus berharap seperti ini, hanya karena dia mau sarapan pagi bersama dengan aku. Padahal dia sudah kasih peringatan untuk tidak menunggu dia pulang " Pada akhirnya Cinta fokus menyetrika bajunya. Sudah banyak kain yang tersusun rapi, hingga dirinya merasa lelah dan pinggangnya terasa begitu amat penat, karena terlalu duduk lama. pada akhirnya Cinta mencabut colokan setrikanya dan merebahkan tubuhnya di lantai tempat dimana banyak tumpukan kain. "Masih sakit, darahnya juga masih menetes."